Rabu, 25 Oktober 2017

Para Utusan Allah S.W.T


Nabi Adam  A.S



Adam (Ibrani: אָדָם; Arab: آدم, berarti tanah, manusia atau cokelat muda) adalah tokoh dari Kitab Kejadian, Perjanjian Lama, Al-Quran dan Kitáb-i-Íqán. Menurut mitos penciptaan[1] dari agama-agama Abrahamik dia adalah manusia pertama dan menurut agama samawi pula merekalah orang tua dari semua manusia yang ada di dunia. Rincian kisah mengenai Adam dan Hawa berbeda-beda antara agama Islam, Yahudi, Kristen maupun agama lain yang berkembang dari ketiga agama Abrahamik ini.

Adam menurut Islam
Ādam hidup selama 930 tahun setelah penciptaan (sekitar 3760-2830 SM), sedangkan Hawa lahir ketika Adam berusia 130 tahun. Al-Quran memuat kisah Adam dalam beberapa surat, di antaranya Al-Baqarah [2]:30-38 dan Al-A’raaf [7]:11-25.
Menurut ajaran agama Abrahamik, anak-anak Adam dan Hawa dilahirkan secara kembar, yaitu, setiap bayi lelaki dilahirkan bersamaan dengan seorang bayi perempuan. Adam menikahkan anak lelakinya dengan anak gadisnya yang tidak sekembar dengannya.
Menurut Ibnu Humayd, Ibnu Ishaq, dan Salamah, anak-anak Adam adalah Qabil dan Iqlima, Habil dan Labuda, Sith dan Azura, Ashut dan saudara perempuannya, Ayad dan saudara perempuannya, Balagh dan saudara perempuannya, Athati dan saudara perempuannya, Tawbah dan saudara perempuannya, Darabi dan saudara perempuannya, Hadaz dan saudara perempuannya, Yahus dan saudara perempuannya, Sandal dan saudara perempuannya, dan Baraq dan saudara perempuannya. Total keseluruhan anak Adam sejumlah 40.



Wujud Adam
Menurut hadits Muhammad yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Adam memiliki postur badan dengan ketinggian 60 hasta (kurang lebih 27,432 meter).[2] Hadits mengenai ini pula ditemukan dalam riwayat Imam Muslim dan Imam Ahmad, namun dalam sanad yang berbeda.
Sosok Adam digambarkan sangat beradab sekali, memiliki ilmu yang tinggi dan ia bukan makhluk purba. Ia berasal dari surga yang berperadaban maju. Turun ke muka bumi bisa sebagai makhluk asing dari sebuah peradaban yang jauh lebih maju dan cerdas, dari peradaban di bumi sampai kapanpun, oleh karena itulah Allah menunjuknya sebagai khalifah (pemimpin) di muka bumi.
Dalam gambarannya ia adalah makhluk yang teramat cerdas, sangat dimuliakan oleh Allah, memiliki kelebihan yang sempurna dibandingkan makhluk yang lain sebelumnya dan diciptakan dalam bentuk yang terbaik. Sesuai dengan Surah Al Israa' 70, yang berbunyi:
"...dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkat mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan."
Al-Isra' 17:70
Dalam surah At-Tiin ayat 4 yang berbunyi:
"Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya."
At-Tin 95:4
Menurut riwayat di dalam Al-Qur'an, ketika Nabi Adam as baru selesai diciptakan oleh Allah, seluruh malaikat bersujud kepadanya atas perintah Allah, lantaran kemuliaan dan kecerdasannya itu, menjadikannya makhluk yang punya derajat amat tinggi di tengah makhluk yang pernah ada. Sama sekali berbeda jauh dari gambaran manusia purba menurut Charles Darwin, yang digambarkan berjalan dengan empat kaki dan menjadi makhluk purba berpakaian seadanya.

Makhluk sebelum Adam
Mengenai penciptaan Adam sebagai khalifah di muka bumi diungkapkan dalam Al-Qur'an:
"...dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat; “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di bumi”. Mereka bertanya (tentang hikmat ketetapan Tuhan itu dengan berkata): “Adakah Engkau (Ya Tuhan kami) hendak menjadikan di bumi itu orang yang akan membuat bencana dan menumpahkan darah (berbunuh-bunuhan), padahal Kami senantiasa bertasbih dengan memuji-Mu dan mensucikan-Mu?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui akan apa yang kamu tidak mengetahuinya."
Menurut syariat Islam, Adam tidak diciptakan di bumi, tetapi diturunkan dimuka bumi sebagai manusia dan diangkat (ditunjuk) Allah sebagai khalifah (pemimpin/pengganti/penerus) di muka bumi atau sebagai makhluk pengganti yang sebelumnya sudah ada makhluk lain. Maka dengan kata lain adalah, Adam 'bukanlah makhluk berakal pertama' yang memimpin di bumi.
Dalam Al-Quran disebutkan tiga jenis makhluk berakal yang diciptakan Allah yaitu manusia, jin, dan malaikat. Manusia dan jin memiliki tujuan penciptaan yang sama oleh karena itu sama-sama memiliki akal yang dinamis dan nafsu namun hidup pada dimensi yang berbeda. Sedangkan malaikat hanya memiliki akal yang statis dan tidak memiliki nafsu karena tujuan penciptaanya sebagai pesuruh Allah. Tidak tertutup kemungkinan bahwa ada makhluk berakal lain selain ketiga makhluk ini.
Dari ayat Al-Baqarah 30, banyak mengundang pertanyaan, siapakah makhluk yang berbuat kerusakan yang dimaksud oleh malaikat pada ayat di atas.
Surah Al Hijr ayat 27 berisi:
"...dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas."
Al-Hijr 15:27
Dari ayat ini, Ulama berpendapat bahwa makhluk berakal yang dimaksud tidak lain adalah jin seperti dalam kitab tafsir Ibnu Katsir mengatakan: "Yang dimaksud dengan makhluk sebelum Adam diciptakan adalah jin yang suka berbuat kerusuhan."
Menurut salah seorang perawi hadits yang bernama Thawus al-Yamani, salah satu penghuni sekaligus penguasa/pemimpin di muka bumi adalah dari golongan jin.

Penciptaan Adam

Setelah Allah menciptakan bumi, langit, dan malaikat, Allah berkehendak untuk menciptakan makhluk lain yang nantinya akan dipercaya menghuni, mengisi, serta memelihara bumi tempat tinggalnya. Saat Allah mengumumkan para malaikat akan kehendak-Nya untuk menciptakan manusia, mereka khawatir makhluk tersebut nantinya akan membangkang terhadap ketentuan-Nya dan melakukan kerusakan di muka bumi. Berkatalah para malaikat kepada Allah:
"Mengapa engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?"
Allah kemudian berfirman untuk menghilangkan keraguan para malaikat-Nya:
"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
Lalu diciptakanlah Adam oleh Allah dari segumpal tanah liat yang kering dan lumpur hitam yang dibentuk sedemikian rupa. Setelah disempurnakan bentuknya, maka ditiupkanlah roh ke dalamnya sehingga ia dapat bergerak dan menjadi manusia yang sempurna.

Kesombongan Iblis
Saat semua makhluk penghuni surga bersujud menyaksikan keagungan Allah itu, hanya Iblis dari bangsa jin yang membangkang dan enggan mematuhi perintah Allah karena merasa dirinya lebih mulia, lebih utama, dan lebih agung dari Adam. Hal itu disebabkan karena Iblis merasa diciptakan dari unsur api, sedangkan Adam hanyalah dari tanah dan lumpur. Kebanggaan akan asal usul menjadikannya sombong dan merasa enggan untuk bersujud menghormati Adam seperti para makhluk surga yang lain.
Disebabkan oleh kesombongannya itulah, maka Allah menghukum Iblis dengan mengusirnya dari surga dan mengeluarkannya dari barisan para malaikat disertai kutukan dan laknat yang akan melekat pada dirinya hingga kiamat kelak.
Iblis dengan sombong menerima hukuman itu dan ia hanya memohon kepada Allah untuk diberi kehidupan yang kekal hingga kiamat. Allah memperkenankan permohonannya itu. Iblis mengancam akan menyesatkan Adam sehingga ia terusir dari surga. Ia juga bersumpah akan membujuk anak cucunya dari segala arah untuk meninggalkan jalan yang lurus dan menempuh jalan yang sesat bersamanya. Allah kemudian berfirman bahwa setan tidak akan sanggup menyesatkan hamba-Nya yang beriman dengan sepenuh hati.

Pengetahuan Adam
Allah hendak menghilangkan pandangan miring dari para malaikat terhadap Adam dan menyakinkan mereka akan kebenaran hikmah-Nya yang menyatakan Adam sebagai penguasa bumi, maka Allah memerintahkan malaikat untuk menyebutkan nama-nama benda. Para malaikat tidak sanggup menjawab firman Allah untuk menyebut nama-nama benda yang berada di depan mereka dan mengakui ketidaksanggupan mereka dengan mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui sesuatupun kecuali apa yang diajarkan-Nya.
Adam lalu diperintahkan oleh Allah untuk memberitahukan nama-nama benda itu kepada para malaikat dan setelah diberitahu oleh Adam, berfirmanlah Allah kepada mereka bahwa hanya Allah lah yang mengetahui rahasia langit dan bumi serta mengetahui segala sesuatu yang nampak maupun tidak nampak.
Ini menunjukkan bahwa manusia memiliki akal yang dinamis. Sedangkan malaikat hanya memiliki akal yang statis sehingga hanya mengetahui hal-hal yang diajarkan langsung oleh Allah saja.

Adam menghuni surga
Adam diberi kesempatan oleh Allah untuk tinggal di surga dulu sebelum diturukan ke Bumi. Allah menciptakan seorang pasangan untuk mendampinginya. Adam memberinya nama, Hawa. Menurut cerita para ulama, Hawa diciptakan oleh Allah dari salah satu tulang rusuk Adam sebelah kiri sewaktu dia masih tidur sehingga saat dia terjaga, Hawa sudah berada di sampingnya. Allah berfirman kepada Adam:
"Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu syurga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim."

Tipu daya Iblis
Sesuai dengan ancaman yang diucapkan saat diusir oleh Allah dari surga akibat pembangkangannya, Iblis mulai berencana untuk menyesatkan Adam dan Hawa yang hidup bahagia di surga yang tenteram dan damai dengan menggoda mereka untuk mendekati pohon yang dilarang oleh Allah kepada mereka.
Iblis menipu mereka dengan mengatakan bahwa mengapa Allah melarang mereka memakan buah terlarang itu karena mereka akan hidup kekal seperti Tuhan apabila memakannya. Bujukan itu terus menerus diberikan kepada Adam dan Hawa sehingga akhirnya mereka terbujuk dan memakan buah dari pohon terlarang tersebut. Jadilah mereka melanggar ketentuan Allah sehingga Dia menurunkan mereka ke bumi. Allah berfirman:
"Turunlah kamu! Sebahagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan."Al-Baqarah 2:36
Mendengar firman Allah tersebut, sadarlah Adam dan Hawa bahwa mereka telah terbujuk oleh rayuan setan sehingga mendapat dosa besar karenanya. Mereka lalu bertaubat kepada Allah dan setelah taubat mereka diterima, Allah berfirman:
"Turunlah kamu dari syurga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati."Al-Baqarah 2:38

Adam dan Hawa turun ke bumi
Adam dan Hawa kemudian diturunkan ke Bumi dan mempelajari cara hidup baru yang berbeda jauh dengan keadaan hidup di surga. Mereka harus menempuh kehidupan sementara dengan beragam suka dan duka sambil terus menghasilkan keturunan yang beraneka ragam bentuknya.
Menurut kisah Adam diturunkan di (Sri Lanka) di puncak bukit Sri Pada dan Hawa diturunkan di Arabia. Mereka akhirnya bertemu kembali di Jabal Rahmah di dekat Mekkah setelah 40 hari berpisah. Setelah bersatu kembali, konon Adam dan Hawa menetap di Sri Lanka, karena menurut kisah daerah Sri Lanka nyaris mirip dengan keadaan surga.[3] Di tempat ini ditemukan jejak kaki Adam yang berukuran raksasa.

Kisah Qabil dan Habil
Di bumi pasangan Adam dan Hawa bekerja keras mengembangkan keturunan. Keturunan pertama mereka ialah pasangan kembar Qabil dan Iqlima, kemudian pasangan kedua Habil dan Labuda. Setelah keempat anaknya dewasa, Adam mendapat petunjuk agar menikahkan keempat anaknya secara bersilangan, Qabil dengan Labuda, Habil dengan Iqlima.
Namun Qabil menolak karena Iqlima jauh lebih cantik dari Labuda. Adam kemudian menyerahkan persolan ini kepada Allah dan Allah memerintahkan kedua putra Adam untuk berkurban. Siapa yang kurbannya diterima, ialah yang berhak memilih jodohnya. Untuk kurban itu, Habil mengambil seekor kambing yang paling disayangi di antara hewan peliharaannya, sedang Qabil mengambil sekarung gandum yang paling jelek dari yang dimilikinya. Allah menerima kurban dari Habil, dengan demikian Habil lebih berhak menentukan pilihannya. Qabil sangat kecewa melihat kenyataan itu. Ia terpakasa menerima keputusan itu walau diam-diam hatinya tetap tidak mau menerima. Maka berlangsunglah pernikahan itu, Qabil dengan Labunda dan Habil dengan Iqlima.
Qabil berusaha memendam rasa kecewa dan sakit hatinya selama beberapa tahun, tetapi akhirnya ia tidak bisa menahan diri. Pada suatu hari Qabil mendatangi Habil yang berada di peternakannya. Iblis telah merasuki jiwanya. Pada saat Habil lengah, Qabil memukulnya dengan batu besar, tepat di kepala Habil. Habil pun mati. Sedang Qabil merasa kebingungan, ia tak tahu harus diapakan mayat saudaranya itu. Ia berjalan kesana kemari sambil membawa jenasah Habil. Ia merasa menyesal.
Allah memberi petunjuk kepada Qabil melalui sepasang burung gagak. Sepasang burung gagak yang hendak berbebut untuk mematuk mayat Habil. Kedua burung itu bertarung sampai salah satunya mati. Burung gagak yang masih hidup lalu menggali lubang dengan paruhnya, kemudian memasukkan gagak yang mati ke dalam lubang itu dan menguburnya. Sesudah mengubur mayat Habil, Qabil masih merasa sangat kebingungan. Ia tidak berani pulang, rasa berdosa telah membuatnya ketakutan sendiri. Akhirnya Qabil melarikan diri menuju hutan.

Adam menurut Yahudi dan Kristen


Lukisan mural berjudul Penciptaan Adam karya Michelangelo di atap Kapel Sistine di Vatikan yang menggambarkan peristiwa penciptaan Adam dan Hawa.


Usia dalam Alkitab
Usia dalam Alkitab
Nama
Umur (Masoret
Umur (LXX
Nama
Umur (Masoret
Umur (LXX
969
969
180
180
962
962
175
175
950
950
148
304
Adam
930
930
147
147
912
912
147?
147?
910
910
137
137
905
905
137
137
895
895
137
137
777
753
133
133
600
600
130+
130+
464
404
130+
130+
460
127
127
438
465
125+
125+
433
466
123
123
365
365
120+
120+
239
339
120
120
239
339
110
110
230
330
110
110
210?
210?
-----------------------------------

Setelah diusir dari taman itu, Adam harus bekerja untuk menghidupi keluarganya. Adam dan Hawa mempunyai tiga orang putra yang disebut dalam Kitab Kejadian, yaitu Kain, Habel, Set, dan sejumlah putra dan putri yang tidak disebutkan jumlahnya. Kitab Yobel menyebutkan dua orang anak perempuan Adam dan Hawa, yaitu Azura yang menikah dengan Set dan Awan, yang menikah dengan Kain. Baik Kitab Kejadian maupun Kitab Yobel menyatakan bahwa Adam mempunyai anak yang lain, tetapi nama mereka tidak disebutkan.
Menurut kisah di atas, Adam diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Adam kemudian ditempatkan di dalam Taman Eden yang berarti tanah daratan, terletak di hulu Sungai Pison, Gihon, Tigris, dan Efrat (di sekitar wilayah Irak saat ini). Ia kemudian diperintahkan oleh-Nya untuk menamai semua binatang. Allah juga menciptakan makhluk penolong, yaitu seorang wanita yang oleh Adam dinamai Hawa. Adam dan Hawa tinggal di Taman Eden dan berjalan bersama Allah, tetapi akhirnya mereka diusir dari taman itu karena mereka melanggar perintah Allah untuk tidak memakan buah dari pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat.Kisah tentang Adam terdapat, dalam Kitab Kejadian pada Torah dan Alkitab pasal 2 dan 3, dan sedikit disinggung pada pasal 4 dan 5. Beberapa rincian lain tentang kehidupannya dapat ditemukan dalam kitab-kitab apokrif, seperti Kitab Yobel, Kehidupan Adam dan Hawa, dan Kitab Henokh.
Menurut silsilah Kitab Kejadian, Adam meninggal dunia pada usia 930 tahun.[4] Dengan angka-angka seperti itu, perhitungan seperti yang dibuat oleh Uskup Agung Ussher, memberikan kesan bahwa Adam meninggal hanya sekitar 127 tahun sebelum kelahiran Nuh, sembilan generasi setelah Adam. Dengan kata lain, Adam masih hidup bersama Lamekh (ayah Nuh) sekurang-kurangnya selama 50 tahun. Menurut Kitab Yosua, kota Adam masih dikenal pada saat bangsa Israel menyeberangi Sungai Yordan untuk memasuki Kanaan.
Menurut legenda, setelah diusir dari Taman Eden, Adam pertama kali menjejakkan kakinya di muka bumi di sebuah gunung yang dikenal sebagai Puncak Adam atau Al-Rohun yang kini terdapat di Sri Lanka.


Adam menurut Baha'i

Menurut pandangan Baha'i, Adam adalah perwujudan Allah yang pertama dalam sejarah.[5] Penganut Baha'i meyakini bahwa Adam memulai siklus Adamik yang berlangsung selama 6.000 tahun dan berpuncak pada Nabi Muhammad..

Nabi Idris S.A.W






Idris (bahasa Arab: إدريس , Alkitab: Henokh) (sekitar 4533-4188 SM) atau Nabi Idris adalah salah seorang rasul yang pertama kali diberikan tugas untuk menyampaikan risalah kepada kaumnya. Ia diberikan hak kenabian oleh Allah setelah Adam dan Syits.
Dikatakan bahwa Idris lahir dan tinggal di Babil, Irak, untuk berdakwah kepada kaumnya yang bernama Bani Qabil dan Memfis. Sedangkan beberapa kisah menyebutkan, Idris lahir di daerah Munaf, Mesir. Namanya disebutkan sebanyak 2 kali dalam Al-Qur'an.
EtimologiDalam "Kisah Menakjubkan 25 Nabi", Idris memiliki nama asli Khanukh (Akhnukh), ia dipanggil Idris karena ia selalu mempelajari mushaf-mushaf Adam dan Syits. Menurut buku berjudul The Prophet of God Enoch: Nabiallah Idris, Idris adalah sebagai sebutan atau nama Arab bagi Akhnukh, nenek moyang Nuh.
Dikatakan bahwa asal mula nama Idris berasal dari kosa kata bahasa Arab, "darasa" yang memiliki arti belajar. Ia dijuluki demikian karena ia banyak sekali mempelajari ilmu, ia dianggap pula sebagai penemu tulisan dan alat tulisnya. Menurut Az-Zamakhsyari menyatakan bahwa kata Idris bukan nama yang berasal dari bahasa Arab.Ia juga dijuluki sebagai "Asad al-asad" (Singa dari segala singa) karena keberanian dan kegagahannya, sedangkan di dalam kisah lain, Idris diberi julukan "Harmasu al-Haramisah"[1] (Ahlinya perbintangan)[2]GenealogiIdris adalah keturunan keenam dari Adam, silsilah lengkapnya adalah sebagai berikut, Idris bin Yarid bin Mahlail bin Qainan bin Anusy bin Syits bin Adam. Menurut kitab tafsir, ia hidup 1.000 tahun setelah Adam wafat. Sedangkan dalam buku yang berjudul Qashash al-Anbiyya karya Ibnu Katsir dituliskan bahwa Idris hidup bersama Adam selama 308 tahun.[2]BiografiNabi Idris dianugerahi kepandaian dalam berbagai disiplin ilmu dan kemahiran, serta kemampuan untuk menciptakan alat-alat untuk mempermudah pekerjaan manusia. Dalam beberapa kisah dikatakan bahwa Idris sebagai nabi pertama yang mengenal tulisan,[3] menguasai berbagai bahasa, ilmu perhitungan, ilmu alam, astronomi, dan lain sebagainya.
Menurut Ibnu Ishaq, Nabi Idris adalah orang yang pertama kali menulis dengan pena, menjahit baju dan memakainya, dan manusia yang mengerti masalah medis.[4]Dalam suatu kisah, terdapat suatu masa di mana kebanyakan manusia akan melupakan Allah sehingga Allah menghukum manusia dengan bentuk kemarau yang berkepanjangan. Nabi Idris pun turun tangan dan memohon kepada Allah untuk mengakhiri hukuman tersebut. Allah mengabulkan permohonan itu dan berakhirlah musim kemarau tersebut dengan ditandai turunnya hujan.
Nabi Idris diperkirakan bermukim di Mesir di mana ia berdakwah untuk menegakkan agama Allah, mengajarkan tauhid, dan beribadah menyembah Allah serta memberi beberapa pendoman hidup bagi pengikutnya supaya selamat dari siksa dunia dan akhirat.
Ia dinyatakan di dalam Al-Quran sebagai manusia pilihan Allah sehingga Dia mengangkatnya ke langit. Ibnu Abi Hatim dalam tafsirnya meriwayatkan bahwa Nabi Idris wafat saat dia sedang berada di langit keempat ditemani oleh seorang malaikat dan ia hidup sampai usia 82 tahun.
Penjelasan Qur'an dan haditsTerdapat empat ayat yang berhubungan dengan Idris dalam Al-Qur'an, dimana ayat-ayat tersebut saling terhubung di dalam Surah Maryam (Maryam) dan Surah Al-Anbiya' (Nabi-nabi).
"...dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka, kisah) Idris (yang tersebut) di dalam Al-Quran. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang nabi, dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi."
Maryam 19:56-57'"...dan (ingatlah kisah) Ismail, Idris, dan Dzulkifli. Semua mereka termasuk orang-orang yang sabar. Kami telah memasukkan mereka kedalam rahmat Kami. Sesungguhnya mereka termasuk orang-orang yang saleh."
Al-Anbiya' 21:85-86HaditsDalam sebuah hadits, Idris disebutkan sebagai salah seorang dari nabi-nabi pertama yang berbicara dengan Muhammad dalam salah satu surga selama Mi'raj.
Diriwayatkan dari Abbas bin Malik:"... Gerbang telah terbuka, dan ketika aku pergi ke surga keempat, di sana aku melihat Idris. Jibril berkata (kepadaku), "Ini adalah Idris; berilah dia salammu." Maka aku mengucapkan salam kepadanya, dan ia mengucapkan, "Selamat datang, wahai saudaraku yang alim dan nabi yang saleh." sebagai balasan salamnya kepadaku."
Sahih Bukhari 5:58:227Idris dipercayai sebagai seorang penjahit berdasarkan hadits ini:Ibnu Abbas berkata:
"Dawud adalah seorang pembuat perisai, Adam seorang petani, Nuh seorang tukang kayu, Idris seorang penjahit dan Musa adalah penggembala."
Al-Hakim[5]Nasihat dan ajaranBerikut ini adalah beberapa nasihat dan untaian kata mutiara Nabi Idris.Kesabaran yang disertai iman kepada Allah (akan) membawa kemenangan.
Orang yang bahagia adalah orang yang waspada dan mengharapkan syafaat dari Tuhannya dengan amal-amal salehnya.
Bila kamu memohon sesuatu kepada Allah dan berdoa, maka ikhlaskanlah niatmu. Demikian pula (untuk) puasa dan salatmu.
Janganlah bersumpah palsu dan janganlah menutup-nutupi sumpah palsu supaya kamu tidak ikut berdosa.Taatlah kepada rajamu dan tunduklah kepada pembesarmu serta penuhilah selalu mulutmu dengan ucapan syukur dan puji kepada Allah.
Janganlah iri hati kepada orang-orang yang baik nasibnya karena mereka tidak akan banyak dan lama menikmati kebaikan nasibnya.Barang siapa melampaui kesederhanaan tidak sesuatu pun akan memuaskannya.Tanpa membagi-bagikan nikmat yang diperolehnya, seseorang tidak dapat bersyukur kepada Allah 
atas nikmat-nikmat yang diperolehnya itu.




Nabi Nuh A.S



Untuk Surah, lihat Surah Nuh.
"Noah" beralih ke halaman ini. Untuk kegunaan lainnya, lihat Noah (disambiguasi).
Nuh (Ibrani: נוֹחַ, ; Tiberias: נֹחַ; Arab: نوح) (sekitar 3993-3043 SM) adalah seorang rasul yang diceritakan dalam Taurat, Alkitab, dan Al-Qur'an. Nuh diangkat menjadi nabi sekitar tahun 3650 SM. Diperkirakan ia tinggal di wilayah Selatan Irak modern. Namanya disebutkan sebanyak 58 kali dalam 48 ayat dalam 9 buku Alkitab Terjemahan Baru[4], dan 43 kali dalam Al-Qur'an.
Menurut Al-Qur'an, ia memiliki 4 anak laki-laki yaitu Kanʻān, Sem, Ham, dan Yafet. Namun Alkitab hanya mencatat, ia memiliki 3 anak laki-laki Sem, Ham, dan Yafet. Kitab Kejadian mencatat, pada jamannya terjadi air bah yang menutupi seluruh bumi; hanya ia sekeluarga (istrinya, ketiga anaknya, dan ketiga menantunya) dan binatang-binatang yang ada di dalam bahtera Nuh yang selamat dari air bah tersebut. Setelah air bah reda, keluarga Nuh kembali me-repopulasi bumi.
Nuh menurut Islam
Kaligrafi bahasa Arab bertuliskan Nuh.
Etimologi
Suyuti menceritakan bahwa nama Nuh bukan berasal dari bahasa Arab, tetapi dari bahasa Syam yang artinya “bersyukur” atau “selalu berterima kasih”. Hakim berkata dinamakan Nuh karena seringnya dia menangis, nama aslinya adalah Abdul Ghafar (Hamba dari Yang Maha Pengampun).
Sedangkan menurut kisah dari Taurat nama asli Nuh adalah Nahm yang kemudian menjadi nama sebuah kota, kuburan Nuh berada di desa al Waqsyah yang dibangun didaerah Nahm.[5]
Nuh mendapat gelar dari Allah dengan sebutan Nabi Allah dan Abdussyakur yang artinya “hamba (Allah) yang banyak bersyukur”.[6]
Genealogi
Dalam agama Islam, Nuh adalah nabi ketiga sesudah Adam, dan Idris. Ia merupakan keturunan kesembilan dari Adam. Ayahnya adalah Lamik (Lamaka) bin Mutawasylah (Matu Salij) bin Idris bin Yarid bin Mahlail bin Qainan bin Anusyi bin Syits bin Adam. Antara Adam dan Nuh ada rentang 10 generasi dan selama periode kurang lebih 1642 tahun.
Nuh hidup selama 950 tahun. Ia mempunyai istri bernama Wafilah,[7] sedangkan beberapa sumber mengatakan istri Nuh adalah Namaha binti Tzila atau Amzurah binti Barakil[8] dan memiliki empat orang putra, yaitu Kanʻān, Yafith, Syam dan Ham.
Biografi
Nuh adalah rasul pertama yang diutus ke atas bumi ini, sedangkan Adam, Syits dan Idris termasuk golongan nabi saja.
Dari Ibnu Katsir bahwa Nuh diutus untuk kaum Bani Rasib. Dia lahir 126 tahun sepeninggal Nabi Adam, sedangkan menurut Ahli Kitab dia lahir 140 tahun sepeninggal Nabi Adam. Dia adalah utusan yang pertama yang diutus untuk umat manusia. Penduduk yang diserunya dikenal dengan Banu Rasib.
Dari Ibnu Abi Hatim: Abu Umamah mendengar seorang berkata kepada Nabi “Wahai Utusan Tuhan, apakah Adam seorang nabi?” Nabi Muhammad menjawab “Ya”. Orang tersebut bertanya lagi: “Berapa Lama antaranya dengan Nuh?” maka Nabi Muhammad menjawab “sepuluh generasi”.
Ibnu Abbas menceritakan Bahwa nabi Nuh diutus pada kaumnya ketika berumur 480 tahun. Masa kenabiannya adalah 120 tahun dan berdakwah selama 5 abad. Dia mengarungi banjir ketika ia berumur 600 tahun, dan kemudian setelah banjir ia hidup selama 350 tahun.
Ibnu Abi Hatim dari Urwah bin Al Zubayr bahwa Wadd, Suwa, Yaghuth, Ya’uq dan Nasr adalah anak Nabi Adam. Wadd adalah yang tertua dari mereka dan yang paling saleh di antara mereka.
Ibnu Abbas menceritakan bahwa ketika Nabi Isa menghidupkan Ham bin Nuh, dia bertanya kepadanya kenapa rambutnya beruban, ia menjawab dia meninggal di saat usia muda karena ketakutannya ketika banjir. Ia berkata bahwa panjang kapal Nuh adalah 1200 Kubit dan lebarnya 600 Kubit dan mempunyai 3 lapisan.


Migrasi dari Suq Thamanim ke Babylonia
Ibnu Thabari menceritakan setelah kapal berlabuh di pegunungan Ararat, ia kemudian membangun suatu kota di daerah Ararat (Qarda) di suatu areal yang termasuk Mesopotamia dan menamakan kota tersebut Themanon (Kota delapan Puluh) karena kota tersebut dibangun oleh orang yang beriman yang berjumlah 80 orang. Sekarang tempat tersebut dikenal dengan nama Suq Thamanin.
Ibnu Abbas kemudian menceritakan bahwa Nuh membangun kota Suq Thamanin dan semua keturunan Qayin dibinasakan. Menurut Al-Harith dari Ibnu Sad dari Hisham bin Muhammad dari ayahnya dari Abu Shalih dari Ibnu Abbas berkata ”ketika Suq Thamanin menjadi penuh dengan keturunan Nuh mereka berpindah ke Babylon dan membangun kota tersebut”.
Abd al Ghafar menceritakan ketika kapal berlabuh di bukit Judi pada hari Ashura.
Doa Nuh untuk Keturunannya
Ibnu Ishaq mengatakan bahwa Nuh mendoakan ketiga putranya. Nuh mendoakan keturunan Sam menjadi nabi-nabi dan rasul. Nuh mendoakan keturunan Yafith untuk menjadi raja-raja, sedangkan dari keturunan Ham dia doakan agar menjadi abdi dari keturunan Yafith dan Sam.
Ketika Nuh menginjak usia lanjut, ia mendoakan agar keturunan Gomer dan Kush menjadi raja-raja, karena mereka berdua ini melayani kakeknya disaat usianya lanjut.
Ibnu Abbas menceritakan bahwa keturunan Sam menurunkan bangsa kulit putih, Yafith menurunkan bangsa berkulit merah dan coklat, Sedangkan ham menurunkan bagsa Kulit hitam dan sebagian kecil berkulit putih.
Anak
Sebuah ilustrasi ketiga anak Nuh yaitu Sam, Ham dan Yafith. Dilukis oleh James Tissot 1904.
Kanʻān bin Nuh
Dari keempat putra Nuh, hanya tiga orang yang selamat dari bencana banjir, karena taat serta mengikuti ajaran yang dibawa ayahnya. Adapun seorang anaknya lagi yang tertua, yaitu Kan'an, tewas tenggelam. Nuh merasa sedih karena anaknya tidak mau mengikuti ajarannya. Sedangkan menurut Hasan al-Bashri berpendapat bahwa Kan’an adalah anak tiri Nuh yaitu anak dari isterinya yang durhaka.
Yafith bin Nuh
Ibnu Thabari menyebutkan istri Yafith bernama Arbasisah binti Marazil bin Al Darmasil bin bin Mehujael bin Akhnukh bin Qayin bin Adam dan darinya Yafith menurunkan 7orang anak laki-laki dan 1 orang anak perempuan, yaitu Gomer, Marihu, Wa’il, Hawwan, Tubal, Hawshil dan Thiras. Anak perempuan dari Yafith adalah Shabokah.
Sam bin Nuh
Ibnu Thabari menyebutkan istri Sam bernama Shalib binti Batawil bin Mehujael bin Akhnukh bin Qayin bin Adam dan darinya Sam menurunkan Arfaqsyad, Asshur, Lud, Elam, dan Aram.
Ham bin Nuh
Ibnu Thabari menyebutkan istri Ham bernama Nahlab binti Marib bin Al Darmasil bin bin Mehujael bin Akhnukh bin Qayin bin Adam dan darinya Ham menurunkan 4 orang anak laki-laki, yaitu Kush, Put, Kanaan dan Qibthy atau Misraim.
Menurut Ibnu Ishaq tidak diketahui apakah Aram adalah satu ibu atau dari ibu yang berbeda dengan anak Sam lainnya. Sam berdiam di Mekkah dan dari keturunannya yaitu Arpaksyad menurunkan nabi dan rasul. Kemudian dari nya menurunkan bangsa Arab dan bangsa Mesir kuno. Keturunan Yafith menjadi raja untuk wilayah non arab seperti Turki, Khazar dan Persia yang raja terakhirnya adalah Yazdajird bin Shahriyar bin Abrawiz yang masih merupakan keturunan Gomer bin Yafith bin Nuh.
Keturunan Sam berdiam di Majdal yang berada di pusat bumi yang daerah tersebut berada di Satidama (suatu daerah bagian utara Irak atau dibagian Timur Anatolia), di antara Yaman dan Syria. Tuhan memberikan mereka kitab dan kenabian serta memberikan warna kulit yang coklat dan putih.
Bangsa ʿĀd berkembang di suatu lembah yang dinamakan Al-Shihr (Bagian Selatan Arabia menghadap lautan Hindia) dan dibinasakan disuatu lembah yang dinamakan Lembah Mughith.
Kemudian Mahrah menetap di lembah Al-Shihr. Ubayl berkembang di wilayah Yasthrib, Amalek berkembang di Sana sebelum dinamakan Sana. Beberapa dari keturunan Amalek kemudian pergi ke Yastrib dan mengusir bangsa Ubayl, yang kemudian Jubayl berkembang di wilayah Juhfah, tetapi banjir membinasakan mereka sehingga dinamakan wilayah tersebut Al-Juhfah (tempat penyapuan).
Thamud berdiam di Hijr dan di sekitarnya dan dibinasakan di sana. Tasm dan Judays berdiam di Yamamah dan kemudian dibinasakan, ketika Umaym memasuki wilayah Al Abar (Wabar, suatu tempat di Yaman) dan dibinasakan di sana. Di sekitar Yamamah dan Al Shihr tidak ada yang bepergian di sana karena wilayahnya telah dikuasai Jin. Daerah tersebut dikenal dengan Ubar karena berasal dari nama Abar bin Umaym.
Keturunan Joktan bin Eber memasuki Yaman dan kemudian menamainya Yaman yang berarti Selatan. Beberapa kaum dari Kan'an memasuki Syria yang namanya adalah Al-Sha’m maka dari itu wilayah Syria dahulu dikenal dengan nama Syam.
Diceritakan dari Damrah bin Rabiah dari Ibnu Ata dari Ayahnya bahwa Ham menurunkan keturunan yang berkulit hitam dan berambut keriting. Rambut mereka tipis. Yafith menurunkan keturunan yang berwajah datar dan bermata kecil atau sipit, sedangkan Sam menurunkan keturunan yang berwajah tampan dan berambut indah.
Cucu
Kush bin Ham: Ibnu Thabari menyebutkan istri Kush bernama Qarnabil binti Batawil bin Tiras dan darinya menurunkan Habsyah, Hind dan Sind.
Phut bin Ham: Ibnu Thabari menyebutkan istri Phut bernama Bakht binti Batawil. Put kemudian berdiam bersama keturunan Kush yaitu Hind dan Sind di wilayah India.
Kan`an bin Ham: Ibnu Thabari menyebutkan istri Kan'an bernama Arsal binti Batawil bin Tiras dan darinya menurunkan bangsa berkulit hitam atau negro, Nubia, Fezzan, Zanj dan Zaghawah.
Mizraim bin Ham: Ibnu Thabari menyebutkan keturunan Mizraim adalah bangsa Koptik dan Barbar.
Egyptus binti Ham: Anak Ham yang satu ini adalah seorang wanita.
Keturunan Sam
Lud bin Sam: Ibnu Ishaq menyebutkan Lud kawin dengan anak perempuan Yafith yaitu Shakbah dan melahirkan baginya Faris, Jurjan, dan ras yang mendiami wilayah Persia. Kemudian dari Lud lahir pula Tasm dan Imliq tetapi tidak diketahui apakah mereka stu ibu atau tidak dengan Faris bin Lud. Imliq berdiam di wilayah tanah suci.
Imliq kemudian menurunkan bangsa Amalek yang kemudian menyebar di wilayah Uman, Hijaz, Syria dan Mesir. Dari keturunan Lud ini melahirkan bangsa bangsa perkasa di Syria yang disebut dengan bangsa Kanaanit. Dari Lud juga menurunkan Firaun Mesir, penduduk Bahrayn dan ‘Uman yang kemudian dikenal dengan bangs Jasim. Penghuni Madinah seperti Bani Huff, Sa’d bin Hizzan, Banu Matar dan Banu Al-Azraq, Penduduk Najd yaitu Badil dan Rahil, Penduduk Tayma adalah keturunan dari Lud bin Sham.
Bani Umaym bin Lud berdiam di Wabar yang merupakan daerah gurun yang dikenal dengan gurun Alij dan berkembang disana. Kemudian mereka berbuat ingkar disana dan akhirnya Allah menghancurkan mereka. Satu-satunya suku mereka yang tersisa dari bencana tersebut adalah suku Nasnas.
Tasm bin Lud berdiam di Yamamah (kota kuno Bahrayn). Dari keturunan Lud seperti Tasm, Amalek, Umaym dan Jasim menggunakan dialek arab, sedangkan dari keturunan Lud yang lain seperti Faris menggunakan dialek Farsi.
Keturunan Lud bin Sham dan termasuk keturunan Madhay bin Yafith kemudian pergi menuju Gomer dan Gomer kemudian menjaga mereka dan membiarkan mereka berkembang di wilayahnya. Dari bangsa Madhay ini menurunkan bangsa Media yang salah satu rajanya adalah Cyrus Agung.
Salah satu bangsa Barbar adalah keturunan dari Thamila bin Marib bin Faran bin Amr bin imliq bin Lud bin Sham. Bangsa yang pertama kali berbicara dengan bahasa Arab adalah Imliq bin Lud setelah kepindahannya dari Babylonia.
Aram bin Sam: Aram bin Shem menurunkan Uz, Mash, Gether dan Hul. Kemudian Uz menurunkan Gether, ʿĀd dan Ubayl. Gether bin Aram menurunkan Tsamud dan Judays. Mereka ini berbicara dengan bahasa Arab Mudari. Mereka ini dikenal dengan Arab Aribah atau Arab asli karena dari merekalah bahasa Arab berasal. Dari keturunan Aram dan Lud ini melahirkan bangsa Arab pertamaatau bangsa Arab Aribah.
ʿĀd berdiam di gurun disekitar jalan menuju Hadramaut di Yaman. Tsamud memahat pegunungan untuk dijadikan tempat tinggalnya yang berada antara Hijaz dan Syria dan sejauh Wadi al-Qura. Judays mengikuti Tasm dan berdiam di lingkungan Yamamah sampai Bahrayn. Nama Yamamah pada saat itu adalah Jaww. Sedangkan Jasim berdiam di Uman. Mash menurunkan bangsa Nabatea yang silsilahnya adalah Nabit bin Mash bin Aram.
Di Era kaum ʿĀd, mereka dikenal dengan ʿĀd dari Iram, ketika kaum’Ad dihancurkan maka kaum Tsamud disebut Iram. Setelah Tsamud dihancurkan keturunan Iram yang tersisa disebut dengan Arman atau Aramean.
Arfaqsyad bin Sam: Arpkasyad menurunkan umat-umat pilihan dan darinya kebanyakan nabi berasal. Ia mempunyai anak yang bernama Qaynam yang tidak diceritakan di dalam Taurat. Ia tidak diceritakan di dalam taurat karena ia menyebut dirinya sebagai dewa dan mempelajari sihir. Qaynamkemudian menurunkan anak yang bernama Shelah, dan menurunkan Abir. Bagi Abir menurunkan 2 anak, yaitu Peleg atau Qasim dan Yoktan atau Qahthan yang menurunkan 2 anak, yaitu Ya’rub dan Yaqtan. Yoktan adalah penguasa pertama atas negeri Yaman.
Arpaksyad juga mempunyai anak yang bernama Nimrod yang mendiami sekitar wilayah Al-Hijr. Sham lahir ketika Nuh berumur 500 tahun, kemudian Arpaksyad lahir ketika Sham berumur 102 tahun. Qaynam lahir ketika umur Arpaksyad 35 tahun, Shelah lahir ketika Qaynam berumur 39 tahun, Eber lahir ketika Shelah berumur 30 tahun.
Yoktan bin Eber bin Shaleh bin Arfaqsyad darinya menurunkan bangsa Hind dan Sind terkemudian. Silsilahnya kembali kepada Buqayin bin Yoktan. Dari Yoktan melahirkan Ya’rub menurunkan Yashjub menurunkan Saba’. Saba’ menurunkan Himyar, Kahlan, ‘Amr, Al-Ash’ar, Anmar, Murr, ‘Amilah. Amr bin Saba menurunkan ‘Adi. ‘Adi menurunkan Lakhm dan Judham.
Ghalem bin Sam: Dikisahkan bahwa keturunan dari Ghalem ini adalah bangsa Persia.
Asshur bin Sam: Sedangkan dari Asshur keturunannya adalah menjadi bangsa Assyria.
Keturunan Yafith
Meshech bin Yafith: Darinya menurunkan Ashban. Menurut Blachere Ashban adalah koloni dari Ishafan yang menetap di Syria, Mesir, Afrika Utara, dan Spanyol.
Yavan bin Yafith: Darinya menurunkan Slavia dan Burjan atau Bulgar. Bangsa Byzantium adalah keturunan dari Lanta bin Javan.
Magogh bin Yafith: Dari Magogh inilah bangsa Ya’juj dan Ma’juj yang telah diramalkan akan datang pada akhir zaman.
Khatubal bin Yafith
Ma'za bin Yafith
Tyrash bin Yafith



Bahtera Nuh
Gunung Ararat di negara Turki yang diduga sebagai tempat berlabuhnya Bahtera Nuh.
Menurut Al Qur'an, bahtera Nuh telah mendarat di Bukit Judi dan banyak perbedaan pendapat mengenai Bukit Judi tersebut, baik dari para ulama maupun temuan arkeolog. Ada pendapat[siapa?] yang menunjukkan suatu gunung di wilayah Kurdi atau tepatnya di bagian selatan Armenia, ada pendapat lain dari Wyatt Archeological Research, bukit tersebut terletak di wilayah Turkistan Iklim Butan, Timur laut pulau yang oleh orang-orang Arab disebut sebagai Jazirah Ibnu Umar (Tafsir al-Mishbah).
Di dalam Alkitab menyebutnya terdampar di Gunung Ararat Turki. Para arkeolog Cornuke dan tim mengatakan bahwa bahtera Nuh diduga telah ditemukan di Iran. Lokasinya tidak sesuai seperti yang dijelaskan dalam kitab Kejadian; Bahtera ini telah melakukan perjalanan dari timur mengarah ke Mesopotamia. Cornuke dan tim berpikir bahwa Gunung Ararat adalah kemungkinan besar sebagai sebuah pengalihan saja. "Alkitab memberikan petunjuk di sini tetapi ini bukanlah mengarah ke Turki, tetapi mengarah langsung ke Iran."[9]
Berdasarkan foto yang dihasilkan dari gunung Ararat, menunjukkan sebuah perahu yang sangat besar diperkirakan memiliki luas 7.546 kaki dengan panjang 500 kaki, lebar 83 kaki dan tinggi 50 kaki dan masih ada tiga tingkat lagi di atasnya.
Tingkat pertama diletakkan binatang-binatang liar dan yang sudah dijinakkan
Tingkat kedua ditempatkan manusia
Tingkat ketiga burung-burung
Nuh menurut Kristen
Bahtera Nuh, karya Edward Hicks, dibuat tahun 1846.
Sebuah peta T dan O yang menggambarkan tentang pembagian koloni masyarakat, mengidentifikasikan tiga benua sebagai populasi dari keturunan Sem (Shem), Ham (Cham) dan Yafef (Japeth).
Nuh adalah anak laki-laki Lamekh, yang dilahirkan pada saat Lamekh berumur 182 tahun.[10] Ia dilahirkan 1.056 tahun setelah Adam.[11] Dari 10 generasi setelah Adam, Nuh adalah orang ketiga yang memiliki umur terpanjang, mencapai 950 tahun.[12]Namanya juga tercatat dalam silsilah Yesus di Lukas 3:36.
Nuh digambarkan sebagai orang yang benar di antara orang-orang lain yang hidup di zamannya. Kejadian 6:8 mencatat, "Tetapi Nuh mendapat kasih karunia di mata Tuhan". Pada saat itu, manusia hidup bergelimang dosa sehingga Allah memutuskan untuk menjatuhkan hukuman dengan bersabda "Aku akan memusnahkan mereka bersama-sama dengan bumi" [13]. Akan tetapi, Allah tidak menghancurkan segala-galanya. Dia memerintahkan Nuh untuk membangun sebuah bahtera besar untuk menyelamatkan sebagian makhluk ciptaan-Nya.
Setelah bahtera itu selesai, Kitab Kejadian menggambarkan bahwa air bah merendam bumi selama 150 hari lamanya dan setelah itu air mulai surut. Nuh menunggu hingga bumi benar-benar kering sebelum membuka pintu bahtera. Nuh kemudian keluar bersama keluarga dan semua binatang yang ada di dalam bahtera tersebut.
Setelah Nuh diselamatkan, Allah mengadakan perjanjian dengan Nuh dan memberkatinya [14]. Inilah perjanjian yang pertama dikenal dan bersifat universal karena meliputi seluruh umat manusia. Di kemudian hari, Allah mengadakan perjanjian pula dengan Abraham, tetapi perjanjian itu dianggap bersifat lebih khusus.
Dalam buku riwayat penulisan Alkitab juga disebut bahwa Nuh dan Kanaan adalah orang-orang pertama yang menanam anggur dan mengolahnya menjadi minuman. Setelah memanen buah-buah anggur, Nuh meminum wine dalam jumlah berlebih yang mengakibatkan mabuk hingga ia bertelanjang diri. Setelah Kanaan menyaksikan hal ini lalu menyampaikan kepada Ham, ayahnya, maka putra bungsu Nuh itu menertawakan dan menyebarkan kabar memalukan itu kepada Sem dan Yafet. Sem yang berniat menutupi aib ayahnya mengajak Yafet membantunya menebar kain pada tubuh Nuh supaya ia tak kelihatan telanjang. Setelah Nuh siuman, ia kecewa dan murka terhadap Ham yang mengaibkan kehormatannya lalu mengutuk Kanaan, putra Ham, yang terlibat dalam peristiwa mempermalukan dirinya. Ham tidak bisa dikutuk oleh karena Nuh menyadari bahwa mereka yang telah keluar bersamanya dari Bahtera adalah mereka yang diberkati oleh Tuhan dan barangsiapa yang mengutuki orang yang diberkati Tuhan maka ucapan kutuk tersebut akan berbalik kepada pengutuk itu sendiri.[15]
Etimologi
Nama Nuh berasal dari Ibrani נֹחַ, נוֹחַ(Nōă), yang berarti "hinggap", "menentramkan", "berhenti", atau "istirahat" (2 Raja-raja 2:15; Ratapan 5:5; Ulangan 5:14). Arti nama Nuh berdasarkan asal kata tersebut adalah "sabat", "istirahat", dan "penghiburan".[11]
Keluarga
Alkitab hanya mencatat Nuh memiliki tiga orang anak, Sem, Ham dan Yafet yang dilahirkan setelah Nuh berumur 500 tahun, sebelum air bah terjadi. Ketika Sem berusia 100 tahun, dua tahun setelah air bah, ia dikaruniai Arpakhsad[16]. Oleh karena itu Sem hanya berusia 98 ketika banjir datang. Ham dikatakan sebagai yang termuda [17].
Nama istri Nuh tidak disebut dalam Alkitab, menurut Kitab Yobel (termasuk dalam kanon Gereja Ortodoks Ethiopia) namanya adalah Emzara.
Tradisi Yahudi menulis nama istri Nuh adalah Naama (atau Naamah), putri Lamekh dan saudara perempuan Tubal-Kain.[18] Demikian pula Komentator Alkitab Ibrani, Rashi, yang hidup pada abad ke-11 M, dalam komentarinya mengenai Sefer Bereishis 4:22.[19]
Sebuah Midrash dari abad pertengahan, yang dikenal sebagai "Kitab Yasar" (Book of Jasher 5:15), juga menuliskan nama istri Nuh adalah Naamah, putri Henokh.[20]

Nabi Hud A.S






Untuk Surah, lihat Surah Hud.
Hud (bahasa Arab: هود , Aubir, Ubayr, Neber) (sekitar 2450-2320 SM) adalah seorang nabi yang diutus untuk Kaum 'Ad yang tinggal di al-Ahqaf, Rubu' al-Khali-Yaman. Hud dikenal dalam ajaran agama Islam, Yahudi dan Kristen. Dalam kitab Perjanjian Lama sering diperhubungkan dengan Eber meski riwayatnya tak tertulis. Namanya disebutkan sebanyak 7 kali dalam Al-Qur'an. Umat Muslim percaya bahwa Nabi Hud hidup sekitar 150 tahun dan diutus menjadi rasul pada tahun 2400 SM.[1] Diriwayatkan bahwa ia wafat di Timur Hadhramaut, Yaman.
Genealogi
Hud bin Abdullah bin Ribah bin Khulud bin Ad bin Aus bin Irim bin Syam bin Nuh. Ia menikahi seorang wanita yang bernama Melka binti Madai bin Japeth (Yafas).
Biografi]
Nabi Hud merupakan keturunan dari suku 'Aad (عاد), suku yang hidup di jazirah Arab, disuatu tempat bernama Al-Ahqaf yang terletak di utara Hadramaut antara Yaman dan Oman. Mereka adalah kaum penyembah berhala bernama Shamud, Shada, dan al-Haba. Mereka termasuk suku yang tertua sesudah kaum Nuh. Mereka dikaruniai oleh Allah (الله‎) tanah yang subur, dengan sumber-sumber air yang memudahkan mereka bercocok tanam.
Sebagaimana dengan kaum Nabi Nuh (نوح), kaum Hud, yaitu suku 'Aad tidak mengenal Allah sebagai Tuhannya. Mereka membuat patung-patung yang diberi nama Shamud dan Alhattar dan itu yang disembah sebagai tuhan mereka yang menurut kepercayaannya dapat memberi kebahagiaan, kebaikan dan keuntungan serta dapat menolak kejahatan, kerugian dan segala musibah. Ajaran dan agama Nabi Idris a.s. (إدريس) dan Nabi Nuh a.s. (نوح) sudah tidak dijalankan lagi.
Dakwah
Nabi Hud memulai dakwahnya dengan menarik perhatian kaumnya suku 'Aad kepada tanda-tanda wujudnya Allah yang berupa alam sekitar mereka dan bahwa Allah-lah yang menciptakan mereka semua dan mengaruniakan mereka dengan segala kenikmatan hidup. Dia-lah yang seharusnya mereka sembah dan bukan patung-patung yang mereka buat sendiri.
Diterangkan oleh Nabi Hud bahwa dia adalah pesuruh Allah yang diberi tugas untuk membawa mereka ke jalan yang benar, beriman kepada Allah yang menciptakan mereka serta menghidupkan dan mematikan mereka, memberi rezeki atau mencabutnya dari mereka. Ia tidak mengharapkan upah dan menuntut balas jasa atas usahanya memimpin dan menuntun mereka ke jalan yang benar. Ia hanya menjalankan perintah Allah dan memperingatkan mereka bahwa jika mereka tetap menutup telinga dan mata mereka, mengingatkan perihal kaum Nabi Nuh yang ditimpa azab Allah serta meminta mereka untuk berhenti dari menyembah berhala.
Bagi kaum 'Aad, seruan dan dakwah Nabi Hud itu merupakan sesuatu yang tidak pernah mereka dengar ataupun duga. Mereka melihat bahwa ajaran yang dibawa oleh Nabi Hud itu akan mengubah cara hidup mereka dan membongkar peraturan dan adat istiadat yang telah mereka kenal dan warisi dari nenek moyang mereka. Mereka tercengang dan merasa heran bahwa seorang dari suku mereka sendiri telah berani berusaha merombak tatacara hidup mereka dan menggantikan agama dan kepercayaan mereka dengan sesuatu yang baru yang mereka tidak kenal dan tidak dapat dimengerti dan diterima oleh akal fikiran mereka.
Pembalasan Allah atas kaum 'Aad
Pembalasan Tuhan terhadap kaum 'Aad yang kafir dan tetap membangkang itu diturunkan dalam dua tahap. Tahap pertama berupa kekeringan yang melanda ladang dan kebun mereka. Dalam keadaan demikian Nabi Hud masih berusaha meyakinkan mereka bahwa kekeringan itu adalah suatu permulaan siksaan dari Allah yang dijanjikan dan bahwa Allah masih memberi kesempatan kepada mereka untuk sadar akan kesesatan dan kekafiran mereka dan kembali beriman kepada Allah dengan meninggalkan persembahan mereka yang batil untuk kemudian bertaubat dan memohon ampun kepada Allah agar segera hujan turun kembali dan menghindari mereka dari bahaya kelaparan yang mengancam. Akan tetapi mereka tetap belum mau percaya dan menganggap janji Nabi Hud itu adalah janji kosong. Mereka bahkan pergi menghadap berhala-berhala mereka memohon perlindungan dari musibah yang mereka hadapi.
Tentangan mereka terhadap janji Allah yang diwahyukan kepada Nabi Hud segera mendapat jawaban dengan datangnya pembalasan tahap kedua yang dimulai dengan terlihatnya gumpalan awan dan mega hitam yang tebal di atas mereka yang disambutnya dengan sorak-sorai gembira, karena mengira bahwa hujan akan segera turun membasahi ladang dan menyirami kebun mereka yang sedang mengalami kekeringan. Melihat sikap kaum 'Aad yang sedang bersuka ria itu berkatalah Nabi Hud dengan nada mengejek: Mega hitam itu bukanlah mega hitam dan awan rahmat bagi kamu tetapi mega yang akan membawa kehancuran kamu sebagai pembalasan Allah yang telah kujanjikan dan kamu ternanti-nanti untuk membuktikan kebenaran kata-kataku yang selalu kamu sangkal dan kamu dusta.
Sejurus kemudian menjadi kenyataanlah apa yang diramalkan oleh Nabi Hud itu bahwa bukan hujan yang turun dari awan yang tebal itu tetapi angin topan yang dahsyat dan kencang disertai bunyi gemuruh yang mencemaskan yang telah merusakkan bangunan rumah dari dasarnya, membawa berterbangan semua perabotan dan harta benda serta melempar jauh binatang-binatang ternak. Keadaan kaum 'Aad menjadi panik, mereka berlari kesana-sini, hilir-mudik mencari perlindungan.
Adapun Nabi Hud dan para sahabatnya yang beriman telah mendapat perlindungan Allah dari bencana yang menimpa kaumnya. Setelah keadaan cuaca kembali tenang dan tanah Al-Ahqaf sudah menjadi sunyi senyap dari kaum 'Aad pergilah Nabi Hud meninggalkan tempatnya berhijrah ke Hadramaut, dimana ia tinggal menghabiskan sisa hidupnya sampai ia wafat dan dimakamkan di sana. Hingga sekarang makamnya yang terletak di atas sebuah bukit, di suatu tempat lebih kurang 50 km dari kota Siwun selalu dikunjungi para peziarah yang datang dari sekitar daerah itu, terutama pada bulan Syaaban.
Kisah Hud dalam Al-Qur'an
Kisah Nabi Hud diceritakan dalam 68 ayat dari 10 surah yang di antaranya adalah Surat Hud, ayat 50 hingga 60, Surat Al Mu’minuun ayat 31 sehingga ayat 41, Surat Al Ahqaaf ayat 21 sehingga ayat 26 dan Surat Al Haaqqah ayat 6,7 dan 8. 

                   Nabi Shaleh A.S



Untuk Nabi yang sama dari sudut pandang Agama Yahudi & Kristen, lihat Selah.
Shālih (bahasa Arab: صالح, Al Kitab: Shelah) (sekitar 2150-2080 SM) adalah salah seorang nabi dan rasul dalam agama Islam yang diutus kepada Kaum Tsamūd. Ia diangkat menjadi nabi pada tahun 2100 SM. Dia telah diberikan mukjizat yaitu seekor unta betina yang dikeluarkan dari celah batu dengan izin Allah yakni bagi menunjukkan kebesaran Allah kepada kaum Tsamud. Malangnya kaum Tsamud masih mengingkari ajaran Shaleh, mereka membunuh unta betina tersebut. Akhirnya kaum Tsamud dibalas dengan azab yang amat dahsyat yaitu dengan satu tempikan dari Malaikat Jibril yang menyebabkan tubuh mereka hancur berai.
Etimologi
Nama Shaleh kemungkinan besar berasal dari sejarah Petra Se'lah yang berarti "batu" dalam bahasa Ibrani, yang lain meyakini bahwa namanya berasal dari bahasa Arab, sali'h yang berarti "orang baik".
Genealogi
Salleh bin Ubaid bin 'Ashif bin Masih bin 'Abid bin Hazir bin Samud bin Amir bin Irim bin Syam bin Nuh. Saleh merupakan anak tertua dan memiliki dua orang adik yang bernama Aanar dan Ashkol.
Kisah Shaleh
Tsamud adalah suku yang merupakan bagian dari bangsa Arab oleh ahli sejarah dan ada pula yang menggolongkan mereka ke dalam kaum Yahudi. Kaum ini tinggal di dataran bernama "Al Hijr" terletak antara Hijaz dan Syam yang dahulunya termasuk jajahan dan dikuasai oleh suku Aad yang telah binasa karena dilanda angin topan yang dikirim oleh Allah sebagai pembalasan atas pembangkangan dan pengingkaran mereka terhadap dakwah dan risalah Hud.
Kemakmuran dan kemewahan hidup serta kekayaan alam yang dahulu dimiliki dan dinikmati oleh suku Aad telah diwarisi oleh kaum Tsamud. Tanah-tanah yang subur yang memberikan hasil berlimpah ruah, binatang-binatang perahan dan ternak yang berkembang biak, kebun-kebun bunga yag indah, bangunan rumah-rumah yang didirikan di atas tanah yang rata dan dipahatnya dari gunung. Semuanya itu menjadikan mereka hidup tenteram, sejahtera, dan bahagia, merasa aman dari segala gangguan alam dan mengaku bahawa kemewahan hidup mereka akan kekal bagi mereka dan anak keturunan mereka.
Kaum Tsamud tidak mengenal Tuhan. Tuhan mereka adalah berhala-berhala yang mereka sembah dan puja, kepadanya mereka berkorban, tempat mereka meminta perlindungan dari segala bala dan musibah dan mengharapkan kebaikan serta kebahagiaan. Mereka tidak dapat melihat atau memikirkan lebih jauh dan apa yang dapat mereka jangkau dengan pancaindera.
Dakwah kepada kaum Tsamud
Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang tidak akan membiarkan hamba-hamba-Nya berada dalam kegelapan terus-menerus tanpa diutusnya pesuruh di sisi-Nya untuk memberi penerangan dan memimpin mereka keluar dari jalan yang sesat ke jalan yang benar. Demikian pula Allah tidak akan menurunkan azab dan seksaan kepada suatu umat sebelum mereka diperingatkan dan diberi petunjukkan oleh-Nya dengan perantara seorang yang dipilih untuk menjadi utusan dan rasul-Nya. Sunnatullah ini berlaku pula kepada kaum Tsamud, yang kepada mereka telah diutuskan Nabi Saleh seorang yang telah dipilih-Nya dari suku mereka sendiri, dari keluarga yang terpandang dan dihormati oleh kaumnya, terkenal tangkas, cerdik, pandai, rendah hati dan ramah-tamah dalam pergaulan.
Dikenalkan mereka oleh Nabi Saleh kepada Tuhan yang sepatutnya mereka sembah, Tuhan Allah Yang Maha Esa, yang telah mencipta mereka, menciptakan alam sekitar mereka, menciptakan tanah-tanah yang subur yang menghasilkan bahan-bahan keperluan hidup mereka, mencipta binatang-binatang yang memberi manfaat dan berguna bagi mereka dan dengan demikian memberi kepada mereka kenikmatan dan kemewahan hidup dan kebahagiaan lahir dan batin. Tuhan Yang Esa itulah yang harus mereka sembah dan bukan patung-patung yang mereka pahat sendiri dari batu-batu gunung yang tidak berkuasa memberi sesuatu kepada mereka atau melindungi mereka dari ketakutan dan bahaya.
Nabi Saleh memperingatkan mereka bahwa ia adalah seorang daripada mereka, terjalin antara dirinya dan mereka ikatan keluarga dan darah. Mereka adalah kaumnya dan sanak keluarganya dan dia adalah seketurunan dan sesuku dengan mereka. Ia mengharapkan kebaikan dan kebajikan bagi mereka dan sesekali tidak akan menjerumuskan mereka ke dalam hal-hal yang akan membawa kerugian, kesengsaraan dan kebinasaan bagi mereka. Ia menerangkan kepada mereka bahwa dia adalah pesuruh dan utusan Allah, dan apa yang diajarkan dan didakwahkan kepada mereka adalah amanat Allah yang harus dia sampaikan kepada mereka untuk kebaikan mereka semasa hidup dan sesudah mereka mati di akhirat kelak. Dia berharap yang kaumnya mempertimbangkan dan memikirkan bersungguh-sungguh apa yang dia serukan dan anjurkan agar mereka segera meninggalkan penyembahan kepada patung berhala itu dan percaya beriman kepada Allah Yang Maha Esa seraya bertaubat dan mohon keampunan kepada-Nya atas dosa dan perbuatan syirik yang selama ini telah mereka lakukan. Allah maha dekat kepada mereka dengan mendengarkan doa mereka dan memberi keampunan kepada yang bersalah apabila dimintanya.
Terperanjatlah kaum Saleh mendengar seruan dan dakwahnya yang bagi mereka merupakan hal yang baru yang tidak diduga akan datang dari saudara atau anak mereka sendiri. Maka serentak ditolaknya ajakan Nabi Saleh itu seraya berkata mereka kepadanya:"Wahai Saleh! Kami mengenalmu seorang yang pandai, tangkas dan cerdas, fikiranmu tajam dan pendapat serta semua pertimbanganmu selalu tepat. Pada dirimu kami melihat tanda-tanda kebajikan dan sifat-sifat yang terpuji. Kami mengharapkan dari engkau sebetulnya untuk memimpin kami menyelesaikan hal-hal yang rumit yang kami hadapi, memberi petunjuk dalam soal-soal yang gelap bagi kami dan menjadi ikutan dan kepercayaan kami di kala kami menghadapi krisis dan kesusahan. Akan tetapi segala harapan itu menjadi meleset dan kepercayaan kami kepadamu tergelincir hari ini dengan tingkah lakumu dan tindak tandukmu yang menyalahi adat-istiadat dan tatacara hidup kami. Apakah yang engkau serukan kepada kami? Engkau menghendaki agar kami meninggalkan persembahan kami dan nenek moyang kami, persembahan dan agama yang telah menjadi darah daging kami menjadi sebahagian hidup kami sejak kami dilahirkan dan tetap menjadi pegangan untuk selama-lamanya. Kami sesekali tidak akan meninggalkannya kerana seruanmu dan kami tidak akan mengikutimu yang sesat itu. Kami tidak mempercayai cakap-cakap kosongmu bahkan meragui kenabianmu. Kami tidak akan mendurhakai nenek moyang kami dengan meninggalkan persembahan mereka dan mengikuti jejakmu."
Nabi Saleh memperingatkan mereka agar jangan menentangnya dan agar mengikuti ajakannya beriman kepada Allah yang telah mengurniai mereka rezeki yang luas dan penghidupan yang sejahtera. Diceritakan kepada mereka kisah kaum-kaum yang mendapat seksaan dan azab dari Allah kerana menentang rasul-Nya dan mendustakan risalah-Nya. Hal yang serupa itu dapat terjadi ke atas mereka jika mereka tidak mahu menerima dakwahnya dan mendengar nasihatnya, yang diberikannya secara ikhlas dan jujur sebagai seorang anggota dari keluarga besar mereka dan yang tidak mengharapkan atau menuntut upah daripada mereka atas usahanya itu. Ia hanya menyampaikan amanat Allah yang ditugaskan kepadanya dan Allah-lah yang akan memberinya upah dan ganjaran untuk usahanya memberi pimpinan dan tuntutan kepada mereka.
Sekelompok kecil dari kaum Tsamud yang kebanyakannya terdiri dari orang-orang yang berkedudukan sosial lemah menerima dakwah Nabi Saleh dan beriman kepadanya sedangkan sebahagian yang terbesar terutamanya mereka yang tergolong orang-orang kaya dan berkedudukan tetap berkeras kepala dan menyombongkan diri menolak ajakan Nabi Saleh dan mengingkari kenabiannya dan berkata kepadanya:" Wahai Saleh! Kami kira bahawa engkau telah dirasuk syaitan dan terkena sihir. Engkau telah menjadi sinting dan menderita sakit gila. Akalmu sudah berubah dan fikiranmu sudah kacau sehingga engkau tidak sedar yang engkau telah mengeluarkan kata-kata yang tidak masuk akal dan mungkin engkau sendiri tidak memahaminya. Engkau mengaku bahwa engkau telah diutuskan oleh Tuhanmu sebagai nabi dan rasul-Nya. Apakah kelebihanmu daripada kami semua sehingga engkau dipilih menjadi rasul, padahal ada orang-orang di antara kami yang lebih patut dan lebih cekap untuk menjadi nabi atau rasul daripada engkau. Tujuanmu dengan bercakap kosong dan kata-katamu hanyalah untuk mengejar kedudukan dan ingin diangkat menjadi kepala dan pemimpin bagi kaummu. Jika engkau merasa bahwa engkau cerdas dan cergas dan mengaku bahwa engkau tidak mempunyai arah dan tujuan yang terselubung dalam dakwahmu itu maka hentikanlah usahamu menyiarkan agama barumu dengan mencerca penyembahan kami dan nenek moyangmu sendiri. Kami tidak akan mengikuti jalanmu dan meninggalkan jalan yang telah ditempuh oleh orang-orang tua kami lebih dahulu.
Nabi Saleh menjawab: " Aku telah berulang-ulang mengatakan kepadamu bahwa aku tidak mengharapkan sesuatu apapun daripadamu sebagai balasan atas usahaku memberi penerangan kepada kamu. Aku tidak mengharapkan upah atau mendambakan pangkat dan kedudukan bagi usahaku ini yang aku lakukan semata-mata atas perintah Allah dan daripada-Nya kelak aku harapkan balasan dan ganjaran untuk itu dan bagaimana aku dapat mengikutimu dan menterlantarkan tugas dan amanat Tuhan kepadaku, padahal aku talah memperoleh bukti-bukti yang nyata atas kebenaran dakwahku. Janganlah sesekali kamu harapkan bahawa aku akan melanggar perintah Tuhanku dan melalaikan kewajibanku kepada-Nya hanya semata-mata untuk melanjutkan penyembahan nenek moyang kami yang jahil itu. Siapakah yang akan melindungiku dari murka dan azab Tuhan jika aku berbuat demikian? Sesungguhnya kamu hanya akan merugikan dan membinasakan aku dengan seruanmu itu."
Setelah gagal dan berhasil menghentikan usaha dakwah Nabi Saleh dan dilihatnya ia bahkan makin giat menarik orang-orang mengikutnya dan berpihak kepadanya, para pemimpin dan pemuka kaum Tsamud berusaha hendak membendung arus dakwahnya yang makin lama makin mendapat perhatian terutama dari kalangan bawahan menengah dalam masyarakat. Mereka menentang Nabi Saleh dan untuk membuktikan kebenaran kenabiannya dengan suatu bukti mukjizat dalam bentuk benda atau kejadian luar biasa yang berada di luar kekuasaan manusia.
Mukjizat Saleh
Nabi Saleh sadar bahwa tentangan kaumnya yang menuntut bukti daripadanya berupa mukjizat itu adalah bertujuan hendak menghilangkan pengaruhnya dan mengikis habis kewibawaannya di mata kaumnya terutama para pengikutnya bila ia gagal memenuhi tentangan dan tuntutan mereka. Nabi Saleh membalas tentangan mereka dengan menuntut janji dengan mereka apabila dia berhasil mendatangkan mukjizat yang mereka minta bahwa mereka akan meninggalkan agama dan penyembahan mereka dan akan mengikuti Nabi Saleh dan beriman kepadaNya.
Sesuai dengan permintaan dan petunjuk pemuka-pemuka kaum Tsamud berdoalah Nabi Saleh memohon kepada Allah agar memberinya suatu mukjizat untuk membuktikan kebenaran risalahnya dan sekaligus mematahkan perlawanan dan tentangan kaumnya yang masih berkeras kepala itu. Ia memohon dari Allah dengan kekuasaan-Nya menciptakan seekor unta betina dikeluarkannya dari perut sebuah batu karang besar yang terdapat di sisi sebuah bukit yang mereka tunjuk.
Maka sejurus kemudian dengan izin Allah Yang Maha Kuasa lagi Maha Pencipta terbelahlah batu karang yang ditunjuk itu dan keluar dari perutnya seekor unta betina.
Dengan menunjuk kepada binatang yang baru keluar dari perut batu besar itu berkatalah Nabi Saleh kepada mereka: " Inilah dia unta Allah, janganlah kamu ganggu dan biarkanlah dia mencari makanannya sendiri di atas bumi Allah, dia mempunyai giliran untuk mendapatkan air minum dan kamu mempunyai giliran untuk mendapatkan minuman bagimu dan bagi ternakanmu juga dan ketahuilah bahwa Allah akan menurunkan azab-Nya apabila kamu mengganggu binatang ini." Kemudian berkeliaranlah unta di ladang-ladang memakan rumput sesuka hatinya tanpa mendapat gangguan dan ketika giliran minumnya tiba pergilah unta itu ke sebuah perigi yang diberi nama perigi unta dan minumlah sepuas hatinya. Dan pada hari-hari giliran unta Nabi Saleh itu datang minum, tiada seekor binatang lain berani menghampirinya, hal mana menimbulkan rasa tidak senang pada pemilik-pemilik binatang itu yang makin hari makin merasakan bahwa adanya unta Nabi Saleh di tengah-tengah mereka itu merupakan gangguan laksana duri yang melintang di dalam kerongkong.
Dengan berhasilnya Nabi Saleh mendatangkan mukjizat yang mereka tuntut gagallah para pemuka kaum Tsamud dalam usahanya untuk menjatuhkan kehormatan dan menghilangkan pengaruh Nabi Saleh bahkan sebaliknya telah menambah tebal kepercayaan para pengikutnya dan menghilangkan banyak keraguan dari kaumnya. Maka dihasutlah oleh mereka pemilik-pemilik ternakan yang merasa jengkel dan tidak senang dengan adanya unta Nabi Saleh yang bermaharajalela di ladang dan kebun-kebun mereka serta ditakuti oleh binatang-binatang peliharaannya.
Unta Nabi Saleh dibunuh
Persekongkolan diadakan oleh orang-orang dari kaum Tsamud untuk mengatur rancangan pembunuhan unta Nabi Saleh dan selagi orang masih dibayangi oleh rasa takut dari azab yang diancam oleh Nabi Saleh apabila untanya diganggu di samping adanya dorongan keinginan yang kuat untuk melenyapkan binatang itu dari atas bumi mereka, muncullah tiba-tiba seorang janda bangsawan yang kaya raya yang akan menyerah dirinya kepada siapa yang dapat membunuh unta Saleh. Di samping janda itu ada seorang wanita lain yang mempunyai beberapa puteri cantik-cantik menawarkan akan menghadiahkan salah seorang dari puteri-puterinya kepada orang yang berhasil membunuh unta itu.
Dua macam hadiah yang menggiurkan dari kedua wanita itu di samping hasutan para pemuka Tsamud mengundang dua orang lelaki bernama Mushadda' bin Muharrij dan Gudar bin Salif berkemas-kemas akan melakukan pembunuhan bagi meraih hadiah yang dijanjikan di samping sanjungan dan pujian yang akan diterimanya dari para kafir suku Tsamud bila unta Nabi Saleh telah mati dibunuh.
Dengan bantuan tujuh orang lelaki bersembunyilah kumpulan itu di suatu tempat dimana biasanya dilalui oleh unta dalam perjalanannya ke perigi tempat ia minum dan begitu unta-unta yang tidak berdosa itu lalu segeralah dipanah betisnya oleh Musadda' yang disusul oleh Gudar dengan menikamkan pedangnya di perutnya.
Dengan perasaan megah dan bangga pergilah para pembunuh unta itu ke ibu kota menyampaikan berita matinya unta Nabi Saleh yang mendapat sambutan sorak-sorai dan teriakan gembira dari pihak musyrikin seakan-akan mereka kembali dari medan perang dengan membawa kemenangan yang gilang- gemilang. Berkata mereka kepada Nabi Saleh, " Wahai Saleh! Untamu telah mati dibunuh, cobalah datangkan akan apa yang engkau katakan dulu akan ancamannya bila unta itu diganggu, jika engkau betul-betul termasuk orang-orang yang terlalu benar dalam kata-katanya."
Nabi Saleh menjawab, "Aku telah peringatkan kamu, bahwa Allah akan menurunkan azab-Nya atas kamu jika kamu mengganggu unta itu. Maka dengan terbunuhnya unta itu maka tunggulah engkau akan tibanya masa azab yang Allah telah janjikan dan telah aku sampaikan kepada kamu. Kamu telah menentang Allah dan terimalah kelak akibat tentanganmu kepada-Nya. Janji Allah tidak akan meleset. Kamu boleh bersuka-ria dan bersenang-senang selama tiga hari ini kemudian terimalah ganjaranmu yang setimpal pada hari keempat. Demikianlah kehendak Allah dan takdir-Nya yang tidak dapat ditunda atau dihalang."
Ada kemungkinan menurut ahli tafsir bahwa Allah melalui rasul-Nya, Nabi Saleh memberi waktu tiga hari itu untuk memberi kesempatan, kalau-kalau mereka sadar akan dosanya dan bertaubat minta ampun serta beriman kepada Nabi Saleh kepada risalahnya.
Akan tetapi dalam kenyataannya tempoh tiga hari itu bahkan menjadi bahan ejekan kepada Nabi Saleh yang ditentangnya untuk mempercepat datangnya azab itu dan tidak usah ditangguhkan tiga hari lagi.
Turunnya azab Allah yang dijanjikan
Nabi Saleh memberitahu kaumnya bahwa azab Allah yang akan menimpa di atas mereka akan didahului dengan tanda-tanda, yaitu pada hari pertama bila mereka terbangun dari tidur, wajah mereka menjadi kuning dan akan berubah menjadi merah pada hari kedua dan hitam pada hari ketiga dan pada hari keempat turunlah azab Allah yang pedih.
Mendengar ancaman azab yang diberitahukan oleh Nabi Saleh kepada kaum kelompok sembilan orang yaitu kelompok pembunuh unta merancang melakukan pembunuhan ke atas diri Nabi Saleh mendahului tibanya azab yang diancamkan itu. Mereka mengadakan pertemuan rahasia dan bersumpah bersama akan melaksanakan rancangan pembunuhan itu di waktu malam, di saat orang masih tidur nyenyak untuk menghindari tuntutan balas darah oleh keluarga Nabi Saleh, jika diketahui identitas mereka sebagai pembunuhnya. Rancangan mereka ini dirahasiakan sehingga tidak diketahui dan didengar oleh siapapun kecuali kesembilan orang itu sendiri.
Ketika mereka datang ke tempat Nabi Saleh bagi melaksanakan rancangan jahatnya di malam yang gelap-gelita dan sunyi-senyap jatuhlah di atas kepala mereka batu-batu besar yang datang dari langit dan yang seketika merebahkan mereka di atas tanah dalam keadaan tidak bernyawa lagi. Demikianlah Allah telah melindungi rasul-Nya dari perbuatan jahat hamba-hamba-Nya yang kafir.
Satu hari sebelum hari turunnya azab yang telah ditentukan itu, dengan izin Allah berangkatlah Nabi Saleh bersama para mukminin pengikutnya menuju Ramlah, sebuah tempat di Palestina, meninggalkan Hijir dan penghuninya, kaum Tsamud habis binasa, ditimpa halilintar yang dahsyat beriringan dengan gempa bumi yang mengerikan.
Kisah Saleh dalam al-Quran
Kisah Nabi Saleh telah diceritakan dengan 72 ayat dalam 11 surah seperti pada surah Al-A'raf, ayat 73 hingga 79:
"...dan (Kami telah mengutus) kepada kaum Tsamud saudara mereka Shaleh. Ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang bukti yang nyata kepadamu dari Tuhammu. Unta betina Allah ini menjadi tanda bagimu, maka biarkanlah dia makan di bumi Allah, dan janganlah kamu mengganggunya dengan gangguan apapun, (yang karenanya) kamu akan ditimpa siksaan yang pedih", dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikam kamu pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum 'Aad dan memberikan tempat bagimu di bumi. Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah; maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan. Pemuka-pemuka yang menyombongkan diri di antara kaumnya berkata kepada orang-orang yang dianggap lemah yang telah beriman di antara mereka, "Tahukah kamu bahwa Shaleh di utus (menjadi rasul) oleh Tuhannya?" Mereka menjawab, "Sesungguhnya kami beriman kepada wahyu, yang Shaleh diutus untuk menyampaikannya." Orang-orang yang menyombongkan diri berkata, "Sesungguhnya kami adalah orang yang tidak percaya kepada apa yang kamu imani itu." Kemudian mereka sembelih unta betina itu, dan mereka berlaku angkuh terhadap perintah Tuhan, dan mereka berkata, "Hai Shaleh, datangkanlah apa yang kamu ancamkan itu kepada kami, jika (betul) kamu termasuk orang-orang yang diutus (Allah)." Karena itu mereka ditimpa gempa, maka jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di tempat tinggal mereka. Maka Shaleh meninggalkan mereka seraya berkata, "Hai kaumku sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanat Tuhanku, dan aku telah memberi nasihat kepadamu, tetapi kamu tidak menyukai orang-orang yang memberi nasihat."
Selain itu, dikisahkan juga pada surah Hud ayat 61 hingga ayat 68, dan surah Al-Qamar ayat 23 hingga ayat 32.
Pengajaran dari kisah Nabi Saleh[sunting | sunting sumber]
Pengajaran yang menonjol yang dapat dipetik dari kisah Nabi Saleh ini ialah bahwa dosa dan perbuatan mungkar yang dilakukan oleh sekelompok kecil warga masyarakat yang negatif dapat membinasakan masyarakat itu seluruhnya.
Lihatlah betapa kaum Tsamud menjadi binasa, hancur, bahkan tersapu bersih di atas bumi kerana dosa dan pelanggaran perintah Allah yang dilakukan oleh beberapa orang pembunuh unta Nabi Saleh. Di sinilah letaknya hikmah perintah Allah agar kita melakukan amar makruf, nahi mungkar. Ini kerana dengan melakukan tugas amar makruf nahi mungkar yang menjadi fardu kifayah itu, setidak-tidaknya kalau tidak berhasil mencegah kemungkaran yang terjadi di dalam masyarakat dan perlindungan kita, kita telah membebaskan diri dari dosa menyetujui atau merestui perbuatan mungkar itu.
Bersikap acuh tak acuh terhadap maksiat dan kemungkaran yang berlaku di depan mata dapat diertikan sebagai persetujuan dan penyekutuan terhadap perbuatan mungkar itu.
Kesamaan dengan kisah Injil
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Selah
Ketidak jelasan dalam hipotesa periode waktu dan kesamaan dari nama, telah membuat orang memiliki opini bahwa Shaleh adalah seorang nabi yang bernama Shelah dalam Injil; Sedangkan kontroversinya adalah sejak tidak adanya kesamaan kisah di antara kisah Shaleh di Al Qur'an dan kisah Shelah di Injil.
Banyak cendekiawan muslim menyamakan kisah kaum Tsamud dengan sejarah Petra, sesuai dengan kisah mereka yang hidup di dalam batu-batuan cadas untuk dijadikan tempat tinggal.

Nabi Ibrahim A.S







Untuk Surah, lihat Surah Ibrahim.
Untuk Nabi yang sama dari sudut pandang Agama Yahudi & Kristen, lihat Abraham.
Ibrahim (bahasa Arab: إبراهيم ) merupakan nabi dalam agama Samawi. Ia bergelar Khalilullah (خلیل اللہ, Kesayangan Allah).[1] Ibrahim bersama anaknya, Ismail, terkenal sebagai para pendiri Baitullah. Ia diangkat menjadi nabi yang diutus kepada kaum Kaldān yang terletak di negeri Ur, yang sekarang dikenal sebagai Iraq. Ibrahim merupakan sosok teladan utama bagi umat Islam dalam berbagai hal. Ibadah Haji dan penyembelihan hewan kurban pada Idul Adha merupakan beberapa perayaan untuk memperingati sikap berbakti Ibrahim terhadap Allah.
Ibrahim termasuk golongan manusia pilihan di sisi Allah, serta termasuk golongan Ulul Azmi. Nama Ibrahim diabadikan sebagai nama sebuah surah, serta disebut sebanyak 69 kali di Al-Qur'an.
Etimologi
Dalam buku yang berjudul "Muhammad Sang Nabi - Penelusuran Sejarah Nabi Muhammad Secara Detail," karya Omar Hashem, dikatakan bahwasanya nama Ibrahim berasal dari dua suku kata, yaitu ib/ab (إب) dan rahim (راهيم). Jika disatukan maka nama itu memiliki arti "ayah yang penyayang."[2][3]
Genealogi
Ibrahim merupakan putra Azar (Tarikh) bin Nahur bin Sarugh bin Ra'u bin Faligh bin Abir bin Shaleh bin Arfakhsad bin Sam bin Nuh. Al-Hafidz ibnu Asakir meriwayatkan bahwasanya ibu kandung nabi Ibrahim bernama Amilah. Sementara menurut al-Kalbiy, ibu kandung nabi Ibrahim bernama Buna binti Karbina bin Kartsi, yang berasal dari Bani Arfakhsyad.
Azar memiliki tiga putra: Ibrahim, Haran, dan Nahor. Ibrahim dilahirkan di sebuah wilayah bernama Faddam Aram, yang terletak di kerajaan Babilonia. Ibnu Asakir meriwayatkan dalam kitab at-Tarikh dari Ishaq bin Basyar al-Kahiliy bahwasanya nabi Ibrahim dijuluki sebagai "Abu adh-Dhaifan." Ibrahim memiliki dua putra yang termasuk golongan nabi, yakni nabi Ismail dan nabi Ishaq, sementara nabi Ya'qub merupakan cucu Ibrahim. Haran juga memiliki seorang putra yang termasuk golongan nabi, yakni nabi Luth.
Para istri Ibrahim
Ketika Sarah hendak ditawan raja Mesir untuk dijadikan selir, Allah memberi perlindungan kepada Sarah sehingga raja Mesir tidak dapat menjadikan Sarah sebagai selir. Setelah menyadari bahwa Allah telah menghadirkan berbagai azab yang menimpa diri raja Mesir berkenaan dengan Sarah yang merupakan istri Ibrahim, ia mengembalikan Sarah kepada Ibrahim; kemudian raja Mesir menghadiahkan Hajar sebagai budak untuk Sarah sebagai penebusan dosa. Hajar adalah seorang permaisuri kerajaan Mesir.[4]
Para istri Ibrahim dan anak-anak yang dilahirkan oleh mereka adalah sebagai berikut:
Sarah: Ishaq
Qanthura binti Yaqthan: Zimran, Yaqsyan, Madan, Madyan, Syiyaq dan Syuh.
Mukjizat
Melihat burung dihidupkan kembali
Sewaktu Ibrahim telah bertekad memerangi perilaku syirik dan penyembahan berhala, ia masih ingin meneguhkan keimanan terlebih dahulu sehingga dapat menenteramkan kalbu. Maka Ibrahim memohon kepada Allah, agar diperlihatkan kepada dirinya tentang cara Allah menghidupkan kembali makhluk-makhluk yang sudah mati.
"...dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata, "Wahai Tuhanku, perlihatkanlah kepada diriku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati." Allah berfirman, "Belum yakinkah kamu?" Ibrahim menjawab, "Aku telah meyakininya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap." Allah berfirman, "Ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya olehmu. Lalu letakkan di atas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggilah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana."
Diselamatkan ketika berada di Perapian
Sebagian ulama salaf menyebutkan bahwa ketika Jibril menampakkan diri kepada Ibrahim di udara, ia bertanya kepada Ibrahim apakah Ibrahim memerlukan bantuan, kemudian Ibrahim menjawab tidak perlu bantuan.[5] Diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Sa'id bin Jubair bahwasanya Malaikat Ar-Ra'd (malaikat pengatur awan dan hujan) mengatakan: "Kapan saja aku diperintah, maka aku akan menurunkan hujan" namun Firman Allah hadir lebih cepat,
"Kami berfirman, "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim."
Ka'ab al-Ahbar meriwayatkan, "Saat itu seluruh penduduk bumi tidak bisa menyalakan api, sedangkan Ibrahim tidak terbakar sedikitpun selain tali yang mengikat dirinya." Sedangkan menurut As-Suddiy, "Saat itu Ibrahim didampingi oleh Malaikat Azh-Zhil (malaikat pemberi naungan), sehingga sewaktu Ibrahim berada di kobaran api, sebenarnya ia berada di taman hijau. Orang-orang melihatnya namun tidak mampu memahami keadaan itu dan ia pun tidak keluar untuk menemui mereka." Ibnu Majah meriwayatkan bahwa ketika Ibrahim dilempar ke dalam kobaran api besar; semua hewan di muka bumi berusaha memadamkan api tersebut, kecuali tokek yang berusaha membuat api membesar.[6]
Pasir berubah menjadi makanan
Abdur Razzaq meriwayatkan bahwasanya ketika Namrudz memiliki banyak persediaan makanan, terdapat orang-orang yang hadir untuk memperoleh kebutuhan makanan, termasuk Ibrahim yang turut hadir. Menurut kitab "Qashash al-Anbiyaa", pada sebuah hari ketika persediaan makanan telah habis, Ibrahim mengambil gundukan pasir, yang kemudian berubah menjadi bahan makanan tatkala ia sampai di rumah.[7]
Kisah
Kelahiran dan masa muda
Pada 2295 SM. Kerajaan Babilonia waktu itu diperintah oleh Namrudz, seorang raja bengis yang berkuasa secara absolut dan zalim. Kerajaan itu mendapat pertanda langka pada bintang-bintang bahwa akan ada seorang anak laki-laki perkasa lahir dan keturunannya akan memenuhi seisi bumi, dengan salah seorang keturunannya akan membunuh Namrudz. Ketakutan terhadap kabar ini, maka ada perintah keji supaya bayi laki-laki itu harus dibunuh.[8] Pada waktu yang hampir bersamaan, Azar merasakan kebahagiaan sekaligus kekhawatiran karena ia mendengar kabar bahwa istrinya sedang mengandung seorang anak, beberapa waktu setelah ia dinobatkan sebagai panglima kerajaan sehingga Azar diperintah Namrudz supaya kelak menyerahkan bayinya itu. Kemudian kedua putra Azar, yakni Nahor dan Haran, memberi pendapat tentang persoalan ini. Haran, sebagai seorang ahli nujum serta memiliki ilmu nubuat, berpendapat bahwa sang ayah dapat menyerahkan anak itu kepada raja, sebab Haran meyakini bahwa belum ada pertanda di langit yang gagal; sekalipun harus diserahkan ke pedang atau perapian, Haran percaya akan ada keajaiban yang membuat anak itu tetap hidup. Sementara itu, Nahor memberi saran supaya sang ibu meninggalkan Babilonia untuk sementara waktu, sehingga sang ayah dapat menyerahkan bayi lain sebagai ganti bayinya. Azar menerima saran Nahor supaya meninggalkan Babilonia.
Ketika telah menempatkan istrinya bersama seorang bidan supaya berlindung di sebuah gua sampai hari bersalin; Azar mengambil seorang bayi dari seorang hambanya untuk diserahkan ke Namrudz. Ketika penyembelihan bayi dilakukan, Namrudz bergembira sebab ia menyangka ancaman bagi kerajaannya telah lenyap. Sementara itu, ketika istri Azar telah mengalami persalinan, ia bersama seorang bidan merawat bayi yang dinamai Ibrahim. Setelah beberapa waktu, Ibrahim masih ditempatkan di dalam gua tersebut supaya menghindari kecurigaan Namrudz. Kemudian Ibu kandung Ibrahim bersama seorang bidan harus beranjak pergi dalam keadaan berat hati, sehingga sang ibu menangis seraya berdoa: "Semoga Sang Pelindung selalu menyertaimu, wahai anakku....." maka Allah mengutus malaikat Jibril supaya hadir dan merawat Ibrahim.[8]
Haran masih mempercayai pertanda di langit bahwa adiknya masih selamat, sehingga Haran pergi mendatangi gua yang telah digunakan sebagai tempat perlindungan. Haran takjub ketika mendapati adiknya, yakni Ibrahim, telah menjadi seorang anak laki-laki yang dapat berbicara. Haran mengajak Ibrahim pulang ke negeri Babilonia, namun Ibrahim sempat menolak seraya menyatakan bahwa ia tidak mempunyai rumah karena ia mengaku telah tersesat di sebuah tempat yang tidak ia kenal. Pada akhirnya Haran berhasil membawa Ibrahim ke rumah sang ayah di Babilonia. Ketika Haran mempertemukan Ibrahim, sang ayah tidak percaya bahwa anak yang diajak Haran merupakan bayi yang telah ditinggalkan di gua. Ketika Ibrahim ditanyai tentang siapa yang selama ini memberinya makan, ia menjawab bahwa Yang Maha Pemberi yang menyediakan makanan untuknya, lalu ia kembali ditanya tentang siapa yang merawatnya saat sakit, ia menjawab bahwa Yang Maha Menyembuhkan yang melakukannya, kemudian ketika ditanya tentang siapa yang memberitahunya tentang jawaban-jawaban ini, Ibrahim menjawab bahwa Yang Maha Mengetahui yang mengajarinya. Maka Azar, ayah kandung Ibrahim, merasa heran dan takjub terhadap Ibrahim. Untuk menghindari kecurigaan Namrudz, Ibrahim diasuh di rumah Haran yang berada di luar wilayah Babilonia. Di sana Ibrahim dibesarkan bersama anak-anak Haran yaitu Luth, Sarah dan Milka.
Mencari Tuhan yang sebenarnya
Ketika Ibrahim telah beranjak dewasa, ia merasa kehilangan sosok yang sebelumnya memberi makan dan perlindungan untuk dirinya, terlebih ia telah mendapati banyak orang yang merupakan para penyembah berhala tetapi Ibrahim mengingkari anggapan bahwa patung berhala adalah dewa; sehingga Ibrahim berniat untuk mencari Tuhan yang sesungguhnya. Maka Ibrahim memilih untuk berpindah ke rumah nabi Nuh selama beberapa waktu.[8] Beberapa waktu kemudian, Ibrahim memutuskan pergi sebab ia belum mendapat jawaban yang memuasakan dalam pencariannya; walau demikian, Ibrahim pulang sambil memperoleh berbagai ilmu maupun risalah berharga dari nabi Nuh. Tatkala Ibrahim kembali ke rumah Azar, ayah kandungnya, ia sering mendapati sang ayah sedang membuat patung-patung serta meletakkan makanan di depan patung-patung itu sehingga menyebabkan Ibrahim bertanya-tanya tentang perilaku sang ayah. Mendapati jawaban bahwa sang ayah menyembah patung lantaran tradisi leluhur, Ibrahim mempertanyakan tradisi ini namun sang ayah membiarkan Ibrahim. Pada zaman Ibrahim, sebagian besar orang di Mesopotamia beragama politeisme, yakni sebuah tradisi penyembahan kepada lebih dari satu sembahan, baik sembahan-sembahan yang dianggap berada di muka bumi maupun sembahan-sembahan yang dianggap berada di langit, dan orang-orang tersebut membuat berbagai patung sebagai perlambangan sembahan-sembahan itu. Nahor menyatakan bahwa di langit ada berbagai sembahan, namun Ibrahim merasa perlu membuktikan ucapan ini.
Terdapat beberapa ayat yang menjelaskan sebagian kisah tentang pencarian Ibrahim mengenai Tuhannya:
Ketika malam telah gelap, ia melihat sebuah bintang (lalu) ia berkata: "Inilah Tuhanku", tetapi tatkala bintang itu tenggelam ia berkata: "aku tidak suka kepada yang tenggelam."


Kemudian tatkala ia melihat bulan terbit ia berkata: "Inilah Tuhanku". Tetapi setelah bulan itu terbenam, ia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang yang sesat."

Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, ia berkata: "Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar". Maka tatkala matahari itu terbenam, ia berkata: "Wahai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kalian persekutukan."

Inilah daya logika yang Allah karuniakan untuk nabi Ibrahim sehingga ia menolak agama penyembahan langit yang sedang dipercayai kaumnya. Ibrahim pun menyadari bahwa Yang Mengendalikan bulan, bintang, matahari, siang dan malam; juga Yang Menciptakan seluruh makhluk di bumi adalah Tuhan yang sebenarnya.[9]
Berdakwah kepada ayah kandungnya
Ibrahim menganggap bahwa kewajiban pertama yang harus ia lakukan sebelum berdakwah kepada orang lain ialah terlebih dahulu menyadarkan Azar, ayah kandungnya, sebagai orang yang terdekat kepadanya, juga sebagai peringatan untuk sang ayah bahwa tindakan menyembah berhala-berhala merupakan perbuatan sesat yang setara dengan kemusyrikan. Selain itu, Ibrahim menganggap bahwa sikap berbakti kepada sang ayah mewajibkan dirinya untuk memberi penerangan supaya menyingkirkan kepercayaan sesat, sehingga sang ayah mengikutinya dalam beriman kepada Allah, Yang Maha Kuasa.[10]
Dengan sikap yang sopan dan adab yang patut ditunjukkan oleh seorang anak terhadap orang tua serta melalui ucapan yang halus, Ibrahim datang kepada ayahnya menyampaikan bahwa Allah telah mengutus ia sebagai nabi dan rasul; serta telah diilhamkan dengan ilmu dan risalah yang tidak dimiliki oleh sang ayah. Ibrahim mulai berbicara secara lemah lembut kepada ayahnya, kemudian bertanya apakah gerangan yang menjadi penyebab untuk menyembah berhala sebagaimana yang diperbuat kaumnya, walaupun berhala-berhala itu tidak dapat mengaruniakan nasib baik untuk para penyembahnya, tidak pula dapat mencegah nasib buruk. Diterangkan pula kepada ayahnya bahwa penyembahan berhala merupakan semata-mata ajaran setan yang memang menjadi musuh umat manusia sejak Adam diturunkan ke bumi. Ia mengajak kepada ayahnya supaya merenungkan dan memikirkan nasihat beserta seruan untuk meninggalkan berhala-berhala, supaya sang ayah menyembah Allah yang telah menciptakan umat manusia beserta semua makhluk hidup lain, juga yang mengaruniakan untuk mereka, rezeki beserta kenikmatan hidup, serta yang telah mempercayakan bumi beserta segala isinya kepada umat manusia.[11]
Peringatan terhadap para penyembah berhala
Semasa remaja, Ibrahim masih sering bertanya kepada sang ayah tentang Tuhan yang sesungguhnya. Walau demikian, ayahnya tetap tak menghiraukan Ibrahim. Sampai suatu ketika Ibrahim bertanya: "Terbuat dari apakah patung-patung ini?" maka ayahnya menunjukkan kayu sebagai bahan. Ibrahim pun mempertanyakan: "Patutkah kayu disebut sebagai sembahan? benda mati yang hangus lenyap di perapian?" untuk menghindari pertanyaan-pertanyaan lain, Azar menyuruh Ibrahim menjual patung-patung. Tetapi didasari iman dan tauhid yang telah Allah ilhamkan, Ibrahim menyadari kesia-siaan patung berhala sehingga ia justru berdakwah kepada banyak orang tentang betapa tak berdaya patung buatan ayahnya: "Siapakah yang mau membeli patung-patung diam dan tidak berguna ini?" melalui berbagai cara, Ibrahim berusaha menyadarkan tentang kesia-siaan patung berhala, juga Ibrahim berupaya menyebarkan dakwah tentang Tuhan yang sesungguhnya.
Sewaktu mendapati Azar, ayah kandungnya, tetap tidak mau meninggalkan penyembahan patung berhala kayu, Ibrahim merasa sedih dan ingin menyadarkan sang ayah tentang kekeliruan ini. Ibrahim berusaha memperingatkan secara berulang-ulang, hingga Ibrahim menyatakan: "Sekiranya kayu memang sembahan, bukankah api dapat menghanguskan kayu? sekalipun api dianggap sebagai sembahan, maka air dapat memadamkan dan melenyapkan api; meskipun air dianggap sebagai sembahan, maka air akan lenyap diserap oleh tanah; sekalipun tanah dianggap sebagai sembahan, maka matahari mengeringkan tanah dan menjadikannya tandus; sekalipun matahari bersinar terang, tidaklah itu patut dianggap sebagai sembahan sebab matahari akan kehilangan cahaya karena awan yang bergumpal-gumpal dan lenyap dalam kegelapan malam lalu tergantikan sinar bulan dan bintang-bintang; Awan-awan ataupun malam tidaklah patut dianggap sebagai sembahan; apakah sembahan hanya hadir dalam waktu tertentu dan menghilang dalam waktu tertentu pula, sementara umat manusia beserta segala makhluk di bumi selalu hidup dan hadir setiap waktu? Bukankah Yang telah Menciptakan langit dan bumi beserta segala hal yang berada antara keduanya merupakan Tuhan yang sesungguhnya? kiranya kamu mau merenungkan."
Ibrahim berseru kepada kaumnya: "Apapun yang kalian sembah itu adalah segala yang kubenci selain Tuhannya alam semesta, Dialah yang menciptakan diriku dan membimbing diriku,[12] sebab Dialah yang menciptakan sesuatu berdasar TujuanNya dan KehendakNya, Dialah yang menghadirkan kebenaran kepadaku melalui pendengaranku, sebab semula aku hanya ciptaan yang bahkan tidak mengenali diri sendiri, Dialah yang menampakkan cahaya yang menerangi supaya aku mengetahui jalan yang harus kutempuh karena aku hanyalah ciptaan yang tersesat di antara bumiNya dan langitNya, Dialah yang selalu hadir untukku sebab Dialah yang menyediakan segala hal untuk kumakan dan kuminum, Dialah yang menghidupkan orang yang mati untuk Dia dan yang mematikan orang yang hidup tanpa Dia. Aku sendiri tidak mengetahui untuk apa aku dihidupkan maka tiada tugas bagiku di dunia selain melaksanakan apapun yang diperintahkan oleh Sang Pencipta yang menghidupkan diriku, dan aku pun bersedia mati, sekiranya Dia pula yang menghendaki hal tersebut. Lalu patutkah aku bersujud memuja benda-benda yang kalian serukan itu daripada menyembah Tuhan yang menghidupkan seluruh makhluk di bumi?" Dengan cara demikian, Ibrahim berusaha untuk menyadarkan kaumnya; walau mereka mengabaikan berbagai seruan Ibrahim; bahkan mereka tetap berkeras meneruskan penyembahan berhala.
Sewaktu telah memperoleh berbagai risalah Allah, Ibrahim tetap bertekun dalam menyampaikan berbagai dakwah menentang tindakan penyembahan berhala yang berlangsung di tengah-tengah kaumnya; hingga ketika Ibrahim menyadarkan ayah kandungnya beserta kaumnya, tentang kesesatan penyembahan berhala:
"...dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya, Azar, "Patutkah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata."
— Al-An'am 6:74
Perlawanan menghadapi kaum penyembah berhala
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Ikonoklasme
Sewaktu Ibrahim telah menyadarkan kesesatan berbagai jenis penyembahan berhala, juga berbagai dakwahnya telah tersebar ke berbagai negeri; Namrudz, yang telah mendakwakan diri sebagai raja di muka bumi, memerintahkan seluruh rakyatnya datang membawa banyak batu dan patung untuk mendirikan sebuah tugu menjulang tinggi di Babilonia sebagai tempat berhala khusus sehingga seluruh orang di negeri itu diajak bersatu sebagai sebuah kaum penyembah patung berhala agar orang-orang tersebut menganggap segala jenis ibadah yang tidak menyembah patung berhala sebagai ibadah menyimpang. Ketika mendapati berbagai patung berhala dijadikan sebagai sembahan, maka Ibrahim bertekad untuk Allah,[13] sewaktu berjihad meremukkan berbagai patung berhala sebagai bentuk perlawanan terhadap kesesatan serta kebodohan di tengah-tengah kaumnya,[14] serta membuktikan bahwa patung batu hanyalah benda mati yang tidak dapat bertindak apapun untuk para penyembahnya.[15] Ibrahim datang untuk meruntuhkan segala patung batu yang berada di Babilonia terkecuali sebuah patung terbesar yang dianggap sebagai sembahan paling hebat bagi kaumnya.
Mendapati terdapat batu-batu yang remuk beserta puing reruntuhan di tempat berhala mereka, para penyembah berhala merasa marah, kemudian mereka hendak menghukum orang yang melakukan tindakan ini.[16] Ibrahim; yang dikenal berani menentang penyembahan berhala, dipanggil untuk dihakimi. Mereka bertanya: "Apakah kamu yang melakukan perbuatan ini terhadap sembahan-sembahan kami, wahai Ibrahim?" ia menjawab: "Sebenarnya patung terbesar itulah yang melakukan hal ini, cobalah tanyakan kepada benda itu jika memang dapat berbicara." mereka pun mulai tersadar, lalu ia mengatakan: "Sesungguhnya kalian memang orang-orang yang zalim" lalu dengan kepala tertunduk, mereka berkata: "Sesungguhnya kamu telah menyadari bahwa berhala-berhala itu memang tidak dapat berbicara." ia berkata: "Lalu mengapakah kalian menyembah kepada yang selain Allah, kalian menyembah berbagai sembahan yang tidak sedikit pun dapat mengaruniakan manfaat, tidak pula menimpakan nasib buruk untuk kalian?[17] sekiranya kalian tidak menghentikan tindakan semacam ini, tentulah Tuhanku kelak membakar kalian di Neraka."[18]
Perapian Babilonia
Mendengar pernyataan bahwa kelak para penyembah berhala akan dibakar di Neraka; mereka tidak serta merta menyerah dan mengakui dosa, justru mereka beranggapan bahwa ia hendak membakar seluruh orang yang telah menyembah berhala. Sebagai hukuman atas tindakan terhadap patung-patung berhala maupun pernyataan ini, mereka hendak membunuh dan membakarnya. Para penyembah berhala itu beramai-ramai mengumpulkan banyak kayu bakar untuk sebuah perapian besar.[19] Kemudian Namrudz, orang yang telah mengajak seluruh penduduk negeri agar menyembah berhala, menyatakan secara angkuh: "Hal ini akan menjadi bukti, siapa raja dan dewa di muka bumi ini, serta siapa yang manusia biasa, kalian akan menyaksikan pada hari ini bahwa orang itu dilenyapkan di perapian akibat berani menyatakan bahwa kelak Tuhannya membakar kaum kita; maka biarlah Tuhannya yang menyelamatkan orang itu, sementara akulah dewa yang menyelamatkan kalian, bukan orang itu!"
Terdapat banyak orang dari berbagai negeri yang hadir untuk menyaksikan peristiwa ini, bahwa sebagian besar dari mereka percaya kepada Namrudz. Di tengah-tengah kerumunan, terdapat kakak Ibrahim, Haran, yang turut dihadirkan karena selama ini telah menyembunyikan Ibrahim dan tidak menyerahkan kepada Namrudz. Ketika Haran ditanya mengapa ia tidak menuruti perintah Namrudz, ia menjawab: "Bukankah aku pernah mengatakan bahwa apapun yang kalian lakukan, kalian takkan bisa mengubah segala yang tertulis di langit, sebab kalian sendiri tidak sanggup mengubah langit dan bukanlah kalian yang berkuasa di langit maupun di bumi" kemudian mereka menjawab: "Memang ucapan itu terbukti sampai saat ini, namun lihatlah setelah Ibrahim jatuh ke perapian itu, apakah ucapanmu itu masih tetap berlaku" mereka pun bertanya: "Apakah kamu percaya kepada Tuhannya Ibrahim?" Haran merasakan keraguan dalam benaknya, sebab di malam sebelumnya ia mendapati pertanda di langit bahwa akan ada orang yang terbakar hebat oleh perapian, sehingga Haran menganggap bahwa adiknya takkan selamat dari perapian. Haran menjawab: "Seandainya Ibrahim tidak selamat dari perapian tentulah aku akan pergi dan meninggalkan kalian sejauh mungkin bersama aib ini; akan tetapi jika melalui keajaiban dahsyat sehingga Ibrahim berhasil selamat maka aku akan datang dan memeluknya."
Ketika Ibrahim hendak dilempar ke perapian, sesosok malaikat hadir untuk menawarkan pembebasan untuk Ibrahim supaya dapat melarikan diri menghadapi hukuman kaumnya, namun Ibrahim berkata: "Cukuplah Yang Maha Melindungi yang memberi keselamatan kepada diriku, sebab selama ini Dialah yang melindungi nyawaku terhadap Maut bahwasanya segala penyelamatan hanya berasal dari Dia; sekalipun aku harus mati, maka aku bersedia jika hal itu yang Dia kehendaki" lalu malaikat tersebut beranjak pergi.[20][8] Allah turut bersaksi dengan para malaikat ketika mendapati bahwa banyak manusia di muka bumi pada zaman itu memiliki satu pemikiran dari satu sudut pandang terhadap peristiwa perapian ini, maka Allah hendak melaksanakan ketetapan kepada pikiran orang-orang tersebut dengan menampakkan berbagai hal berbeda dalam penglihatan mereka; yang kemudian satu umat dan satu bangsa di bumi menjadi berbagai bangsa yang memiliki pendirian dan pola pikir yang berbeda. Tatkala Ibrahim melompat ke perapian yang membara, seketika Allah berfirman kepada perapian supaya menjadi keselamatan terhadap Ibrahim,[21] maka api dari Allah hadir untuk melindungi Ibrahim supaya dapat berjalan dalam keadaan selamat dari tengah-tengah perapian.
Mendapati Ibrahim selamat dari tengah-tengah perapian yang membara, seketika itu pula Haran bergegas mendekat untuk memeluknya; akan tetapi Haran seketika mati disambar oleh kobaran api, sebab Haran tanpa memiliki keimanan sewaktu mendekat kepada api yang dihadirkan Allah supaya menjadi keselamatan untuk orang yang bersungguh-sungguh mengimani Allah, yakni Ibrahim.[8] Pada saat semacam ini, muncul banyak pandangan dalam pengamatan orang-orang yang menyaksikan, sehingga mereka menyatakan tentang kepercayaan masing-masing akibat munculnya berbagai pendapat berbeda terhadap kejadian ini. Orang-orang yang saling bersepakat tentang pandangan serupa; kemudian membentuk sebuah kelompok tersendiri untuk membantah serta berselisih dengan pihak yang berseberangan pandangan; disebabkan mereka saling berkeras pada pendapat masing-masing dan mereka mendengki untuk menerima kebenaran dari pihak lain,[22] termasuk untuk menerima kebenaran bahwa Allah yang telah menyelamatkan Ibrahim sewaktu menghadapi perapian. Sebagian besar orang berpegang pada pendapat masing-masing serta tidak mengakui satu sama lain bahkan mereka enggan mengakui Allah. Walaupun orang-orang tersebut mengakui kebenaran ajaran Ibrahim di dalam hati, mereka memiliki kedengkian serta tidak mau menanggung rasa malu.[23] Sejak saat itulah terdapat banyak kelompok orang yang saling menjauh berpencar dari tempat perapian ini, kemudian mengada-adakan bahasa dan budaya serta bentuk kepercayaan yang dianggap oleh masing-masing sebagai hal paling benar. Kemudian terdapat tujuh puluh bahasa di muka bumi.[8][24] Di antara banyak manusia yang menghendaki hawa nafsu serta kepercayaan masing-masing,[25] Ibrahim maju seraya menyatakan bahwa ia hanya beriman kepada Allah; juga ia hanya berserah diri kepada Kehendak Allah.[26][27]Maka Allah memilih Ibrahim dari tengah-tengah umat manusia sebagai manusia pilihan Allah,[28] sehingga Allah memberkati Ibrahim beserta golongan yang mengikuti pribadi Ibrahim.[29] Setelah itu, Ibrahim mengatakan kepada orang-orang yang saling berselisih: "Sesungguhnya berhala-berhala yang kalian sembah selain Allah, hanyalah didasari rasa tentram dan kasih sayang bagi kalian sendiri dalam kehidupan dunia ini. Kelak pada Hari Kiamat, sebagian kalian mengingkari sebagian lain dan sebagian kalian mengutuk sebagian lain, dan tempat kembali kalian memang Neraka dan takkan ada satupun yang membela kalian."[30]
Perdebatan dengan Namrudz dan hijrah dari tanah leluhur
Setelah memahami bahwa Allah yang telah menyelamatkan Ibrahim sewaktu menghadapi perapian yang membara, Namrudz beserta para pengikutnya merasa dipermalukan serta merasa takut bahwa akan ada lebih banyak orang yang percaya kepada Ibrahim dibanding kepada kerajaannya. Akibat telah mendakwakan diri secara angkuh sebagai raja dan dewa atas umat manusia maka Namrudz enggan mengakui mu'jizat Ilahi pada diri Ibrahim. Kemudian Namrudz berupaya mengalahkan Ibrahim dengan memberi pertanyaan sebagai tantangan: “Kami sadari bahwa kamu memang tetap hidup dari tengah-tengah perapian tetapi kamu tidak menghadirkan sembahanmu di hadapan kami, maka kami takkan percaya kepadamu” Ibrahim mengatakan: "Tuhankulah Yang Menghidupkan maupun Yang Mematikan siapa yang Dia kehendaki, sebab Dialah Yang Maha Kuasa atas segala hal yang berada di langit maupun di bumi." Seketika Namrudz memanggil dua orang budak lalu Namrudz membunuh salah seorang budak serta membiarkan seorang yang lain tetap hidup, Namrudz semakin menyombongkan diri: "Aku pun memiliki kuasa di bumi terhadap orang-orang itu sebab akulah raja, dan aku pun dewa yang sanggup menghidupkan maupun mematikan; maka aku bertaruh dengan seluruh budak yang kumiliki bahwa kamu takkan bisa menunjukkan bukti-bukti tentang Tuhanmu itu kepada diriku" Ibrahim berkata: "Sekalipun kamu memberi seisi bumi kepadaku, ketahuilah bahwa segala yang ada di bumi beserta yang ada di langit adalah Milik Allah. Maka lihatlah ke arah matahari yang terbit itu, sesungguhnya Allah adalah Yang Menerbitkan Matahari dari arah timur, jika memang terdapat kuasa pada dirimu terhadap matahari maka terbitkanlah matahari dari arah barat," seketika Namrudz tertegun dan menjadi bisu di hadapan Ibrahim,[31] lalu banyak orang yang meninggalkan dan memisahkan diri dari kepemimpinan Namrudz sehingga orang-orang tersebut mendirikan kekuasaan mereka sendiri.
Dengan diiringi banyak pengikut, Ibrahim meninggalkan Babilonia sewaktu Azar memanggil anak-anaknya supaya hadir di rumah Haran untuk pembagian warisan. Kedua anak perempuan Haran masing-masing dijadikan istri untuk dua saudaranya, Ibrahim dan Nahor, sedangkan anak laki-laki Haran, Luth, memilih ikut bersama Ibrahim; selain karena keberadaan Ibrahim yang pernah tinggal di rumah Haran, Luth juga telah memiliki keimanan terhadap ajaran Ibrahim.[32] Ibrahim sempat mengajak ayah kandungnya supaya meninggalkan penyembahan berhala supaya berangkat bersamanya dalam mengikut kepada Allah. Namun, sang ayah telah merasa lelah terhadap seruan-seruan semacam ini, kemudian menghendaki Ibrahim pergi meninggalkannya untuk waktu yang lama. Meskipun demikian, Ibrahim masih sempat berdoa memohonkan pengampunan untuk ayahnya sebagai janji dan wujud anak yang berbakti terhadap orang tua.[33] Akan tetapi terdapat peringatan Allah yang menyadarkan nabi Ibrahim supaya tidak lagi memohonkan pengampunan untuk ayahnya, sebab ayahnya merupakan orang yang menolak serta memusuhi penyembahan kepada Allah.[34]
Ibrahim bersama Sarah, Luth,[35] serta para pengikutnya meninggalkan rumah Haran untuk berangkat ke manapun yang Allah perintahkan.[36] Oleh karena Ibrahim telah beriman, berjihad dan berhijrah untuk Allah,[37] maka Allah memberkati Ibrahim; juga Allah berjanji akan menghadiahi Ibrahim beserta keturunannya maupun kaum pengikutnya berupa pewarisan "sebuah negeri yang diberkahi atas alam semesta."[38] Perjanjian Ilahi untuk Ibrahim tersebut kelak diwariskan kepada Ishaq, yang kemudian diterima Ya'qub, lalu beralih kepada dua belas putra Ya'qub hingga sampai kepada umat Bani Israil. Selain itu, Perjanjian langka ini berisi karunia ganda berupa anugerah istimewa di dunia beserta karunia surga di Akhirat.[39]
Tatkala menjadi pendatang di negeri Mesir, Ibrahim disambut sebagai tamu kehormatan yang diberi berbagai pemberian, sebab Sarah hendak dijadikan istri oleh raja Mesir; lantaran Ibrahim telah memperkenalkan Sarah, yang berparas sangat cantik, sebagai saudaranya sendiri agar Ibrahim tidak mendapat celaka di negeri Mesir. Semenjak tinggal di rumah Haran, Ibrahim telah menganggap anak perempuan kakaknya ini sebagai saudaranya sendiri, serta sebagai saudara dalam keimanan. Allah menimpakan kemalangan dan azab kepada raja Mesir tatkala hendak mengambil Sarah ke istana Mesir, sehingga raja Mesir dihalangi untuk menjadikan Sarah sebagai istri. Sewaktu raja Mesir tersadar bahwa azab telah ditimpakan akibat Sarah yang merupakan istri Ibrahim, maka raja Mesir merasa bersalah karena hendak menikahi wanita yang telah bersuami dan ia merasa takut terhadap nabi Ibrahim. Sebagai tanda permintaan maaf, raja Mesir memberi banyak hadiah kepada Ibrahim juga sebuah tanah milik di Mesir agar Ibrahim tetap tinggal di Mesir. Bahkan anak perempuan raja Mesir; yakni Hajar, telah diserahkan sebagai budak kepada Sarah untuk penebus kesalahan yang hendak diperbuat raja Mesir.
Tamu Ibrahim
Walaupun mendapat ajakan untuk menetap di Mesir; atas keimanannya, Ibrahim tetap pergi menuju negeri yang Allah wariskan untuknya, yang membuktikan bahwa Ibrahim lebih menaruh kepercayaan terhadap janji Allah dibanding terhadap janji manusia. Sewaktu meninggalkan negeri Mesir pula, Ibrahim melepas kepergian rombongan nabi Luth yang pergi ke negeri Sadum. Selama menetap di negeri Palestina, Ibrahim menjadi sosok yang terhormat dan dikenal luas di berbagai negeri oleh karena Ibrahim berlaku dermawan terhadap penduduk Kana’an maupun orang-orang asing.
Sekalipun Allah telah berjanji bahwa seluruh negeri itu diwariskan untuk dirinya maupun kaum keturunannya sebagai tanah milik, Ibrahim tidak mengusir ataupun menyingkirkan penduduk yang tinggal di sekitar wilayahnya, karena Ibrahim mengaku bahwa dirinya hanyalah pendatang di bumi yang diterima secara baik oleh Allah, sehingga Ibrahim hendak berbuat baik pula kepada banyak orang sebagaimana Allah telah berbuat baik kepada dirinya.[40] Ibrahim menjadi sosok yang sangat ramah menyambut para pendatang maupun para pengembara yang singgah di rumahnya.[41] Ibrahim juga mengenalkan ajaran iman kepada Allah, sewaktu ia menerima para tamu dari berbagai negeri.
Allah tidak memerintahkan Ibrahim untuk menguasai negeri Palestina karena sosoknya yang memiliki kesetiaan sejati kepada Allah, disertai keimanan diri yang kuat; sehingga ia mampu mempengaruhi kaum penduduk negeri itu dengan tidak sedikitpun mengalami pelemahan iman akibat hidup di tengah-tengah mereka. Allah memilih kaum keluarga Ibrahim supaya menerima karunia istimewa di antara umat manusia di muka bumi;[42] sebagaimana Allah telah berjanji kepada Ibrahim bahwa ia beserta golongan pengikutnya akan memperoleh berkat beserta karunia yang berkenan di dunia beserta anugerah yang kekal di negeri Akhirat; yakni upah terbaik untuk hamba-hamba Allah.[43] Sewaktu penduduk di negeri itu hendak mengangkat Ibrahim sebagai seorang raja di tengah-tengah mereka; ia menolak keinginan mereka seraya menyatakan bahwa hanya ada satu Raja di langit maupun di bumi, yakni Allah. Kebijaksanaan serta kesalehan nabi Ibrahim membuat bangsa Kana'an merasa segan untuk berbuat dosa sebab mereka menyadari kekuatan iman beserta kasih setia nabi Ibrahim kepada Allah.
Sewaktu Ibrahim memikirkan tentang keadaan generasi pewarisnya, ia berdoa kiranya Allah mengaruniakan seorang putra yang termasuk golongan saleh,[44] maka Allah berjanji akan mengaruniakan seorang putra sebagai pewaris Ibrahim. Beberapa waktu kemudian, Sarah menyarankan Ibrahim agar menikahi Hajar supaya memperoleh anak. Setelah dianugerahi seorang putra melalui Hajar, yakni Ismail, Ibrahim menerima perintah sunat sebagai jaminan bahwa ia akan memperoleh keturunan melalui Sarah.[45] Beberapa waktu setelah bersunat, Ibrahim menerima kunjungan para tamu istimewa yakni tiga malaikat berwujud tiga laki-laki, akan tetapi wujud ketiga malaikat ini berbeda dengan rupa manusia yang selama ini ditemui Ibrahim, ia pun merasa asing, kemudian ia bersegera mempersiapkan jamuan khusus untuk ketiganya. Ibrahim menghidangkan daging anak sapi panggang kepada mereka, namun Ibrahim merasa heran terhadap sikap ketiganya yang tidak memakan hidangan tersebut. Kemudian para malaikat ini menenangkan ia serta menyampaikan kabar gembira kepada Ibrahim bahwa Ishaq akan lahir untuknya, dan Ya’qub akan disebut sebagai penerus Ishaq.[46] Ibrahim takjub mendengar kabar gembira ini, namun ia menyatakan tetap yakin terhadap janji Allah.[47] Sementara itu Sarah tertawa dan merasa heran sewaktu mendengar hal ini karena menganggap lucu bagi seorang wanita yang telah berumur tua untuk menimang seorang bayi.[48]
Ketika salah satu malaikat menyampaikan kabar bahwa ada bencana dahsyat yang segera menimpa kaum Luth; Ibrahim yang menaruh belas kasihan terhadap kehidupan banyak orang, menahan malaikat ini beranjak dari rumahnya seraya memohonkan supaya Allah memberi kesempatan bertobat untuk orang-orang berdosa itu sebelum ditumpas.[49] Malaikat tersebut menjawab bahwa keputusan ini telah mutlak bagi Allah; sebab Allah telah mengutus Luth supaya memperingatkan orang-orang berdosa itu,[50] namun orang-orang itu tidak mengubah perilaku keji mereka sehingga Luth berseru-seru memohon pertolongan kepada Allah.[51] Kemudian Ibrahim memohonkan keselamatan untuk Luth beserta orang-orang yang beriman supaya diluputkan ketika azab terjadi. Hal ini dikabulkan untuk seluruh keluarga Luth, terkecuali istri Luth.[52]
Setelah Ishaq lahir, Ibrahim sangat menyayangi dan mengistimewakan Ishaq, putra yang telah lama Allah janjikan sebagai pewarisnya. Sarah menyarankan supaya Ishaq tidak berada dekat dengan Ismail, maka Ibrahim memutuskan agar keduanya tinggal terpisah dengan Ishaq supaya kelak tidak ada pertengkaran antara kedua putra Ibrahim; terlebih Allah telah menyatakan jauh sebelum Ismail dilahirkan bahwasanya Ishaq telah tertulis sebagai penerus dan pewaris Ibrahim.
Ibadah Qurban
Ketika seorang putra Ibrahim telah mencapai usia dewasa, Allah hendak menguji kesetiaan Ibrahim terhadap perintah-perintahNya melalui sebuah mimpi tentang penyembelihan anak. Keimanan Ibrahim, yang telah berhasil menghadapi ujian-ujian sebelumnya, sama sekali tidak berubah sewaktu menerima perintah ini. Ibrahim mengajak putranya berangkat untuk melaksanakan perintah Allah, ia tidak sedikitpun mengeluh ataupun memohon keringanan dari Allah tentang perintah ini melainkan ia melaksanakan sebagaimana yang Allah perintahkan. Ketika Ibrahim membaringkan putranya untuk melaksanakan perintah Allah, terlebih dahulu ia meminta tanggapan dan persetujuan dari sang putra. Ibrahim berkata: "Wahai putraku, sesungguhnya aku melihat dalam sebuah mimpi bahwa aku menyembelihmu, maka sampaikanlah apa pendapatmu!" putranya menjawab: "Wahai ayahku, laksanakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; dengan perkenan Allah, kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar."[53] Tatkala putranya telah merelakan diri serta Ibrahim telah bersiap mengulurkan tangan untuk menyembelih putranya, seketika Allah memanggil Ibrahim supaya menahan tangannya, sebab tindakan ini membuktikan bahwa Ibrahim bersedia melaksanakan apapun untuk Allah, juga membuktikan wujud seorang hamba yang berbakti serta seorang sosok yang terpercaya bagi Allah.[54] Kemudian Ibrahim mendapati seekor sembelihan besar sebagai kurban pengganti putranya.[55] Sumber Alkitabiah menjelaskan bahwa Ishaq adalah putra Ibrahim yang hendak dikurbankan. Walau demikian, sebagian besar sumber yang digunakan umat Islam merujuk kepada Ismail.[8]
Atas pengabdian sepenuhnya ini, maka Allah memberkahi Ibrahim, serta menyampaikan kabar bahwa Ishaq merupakan nabi yang termasuk golongan saleh,[56]demikian pula Ya'qub sebagai penerus, sehingga Allah mengistimewakan ketiga sosok ini dengan buah tutur serta gelar terbaik di antara umat manusia yang pernah ada.[57] Ibrahim masih hidup untuk mendidik cucunya, Ya’qub, serta memberkati sang cucu. Sebelum meninggal dunia, Ibrahim bersyukur kepada Allah,[58]kemudian Ibrahim mengumpulkan putra-putranya untuk mewariskan agama kepada putra-putranya beserta kepada Ya’qub.[59]
Doa
Terdapat doa-doa yang dipanjatkan Ibrahim,[60] salah satunya doa ketika Ibrahim mendirikan Baitullah, bersama nabi Ismail, yakni doa yang ditujukan untuk nasib generasi-generasi penerus mereka:
Dan ketika Ibrahim berdo'a, "Wahai Tuhanku, jadikan negeri ini negeri yang aman sentosa, dan karuniakan rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman kepada Allah maupun hari Akhir." Allah berfirman, "Dan kepada orang yang kafir pun Aku berikan kesenangan hidup yang sementara, kemudian Aku paksa orang itu menerima malapetaka Neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali,"

dan ketika Ibrahim meninggikan dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdo'a): "Wahai Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Wahai Tuhan kami, jadikan kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau

dan kiranya Engkau tunjukkan kepada kami cara-cara beserta tempat-tempat ibadah kami, dan terimalah taubat kami, sungguh Engkaulah Yang Maha Penerima tobat, Maha Penyayang.

Wahai Tuhan

Dan ketika Ibrahim berdoa: "Wahai Tuhanku, jadikanlah negeri ini, sebuah negeri yang aman, dan kiranya hindarkan aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala.

Wahai Tuhanku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan sebagian besar dari umat manusia, maka barangsiapa yang mengikuti diriku, maka sesungguhnya orang itu termasuk golonganku, dan barang siapa yang mendurhakai diriku, maka sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.

Wahai Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumahMu yang dihormati, Wahai Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian umat manusia cenderung kepada mereka dan karuniakan mereka berupa buah-buahan, supaya mereka bersyukur.

Wahai Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui segala yang kami sembunyikan dan segala yang kami nyatakan; dan tiada sesuatu pun yang tersembunyi bagi Allah, baik yang ada di bumi maupun yang ada di langit.

Wahai Tuhanku, jadikan aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan salat, Wahai Tuhan kami, perkenankan doaku.

Wahai Tuhan kami, ampunilah aku dan kedua ibu bapakku dan sekalian orang-orang berman pada hari terjadinya hisab.

Teladan
Nabi Ibrahim merupakan sosok teladan dan panutan utama untuk umat Islam dalam hal keimanan, pengabdian, dan ketauhidan, kepada Allah.[61][62] nabi Muhammad mendapat anjuran melalui Firman Allah supaya mengikuti pribadi Ibrahim:
Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan yang patuh kepada Allah, serta hanif; dan ia bukanlah golongan musyrik
— An-Nahl 16:120
Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan ia, ketika mereka berkata kepada kaum mereka, "Sesungguhnya kami berlepas diri dari kalian dan dari apa yang kalian sembah selain Allah, kami mengingkari kalian dan telah nyata antara kami dan kalian terdapat permusuhan dan kebencian untuk selama-lamanya sampai kalian beriman kepada Allah saja." kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya, "Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan untuk kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatu pun dari Allah terhadap dirimu."
"Wahai Tuhan kami, hanya kepada Engkaulah kami bertawakal dan hanya kepada Engkaulah kami bertobat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali.



Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi orang-orang kafir. Dan ampunilah kami Wahai Tuhan kami. Sesungguhnya Engkau, Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."

Sesungguhnya pada mereka itu ada teladan yang baik untuk kalian, (yaitu) bagi orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) Hari kemudian. Dan barang siapa yang berpaling, maka sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Kaya, Maha Terpuji.

Dan ketika Ibrahim menyatakan kepada bapaknya beserta kaumnya: "Sesungguhnya aku berlepas diri terhadap yang kalian sembah, terkecuali Tuhan Yang Merancang diriku, Dialah yang menuntun diriku". dan ia menjadikan ini sebagai pedoman dasar pada penerusnya, supaya mereka kembali.
Katakanlah: "Sesungguhnya aku telah dituntun oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus, yaitu agama yang benar, agama Ibrahim yang lurus, dan Ibrahim bukanlah golongan musyrik".

Katakanlah: "Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhannya semesta alam; tiada sekutu terhadap Dia; dan demikian itulah yang diperintahkan kepada diriku dan aku adalah orang yang pertama-tama berserah diri (kepada Allah)".

Ibadah Haji dan penyembelihan hewan kurban pada Idul Adha yang dirayakan setiap tahun, merupakan bentuk penghormatan umat Islam di seluruh dunia terhadap pengabdian nabi Ibrahim dan nabi Ismail sewaktu mendirikan Baitullah:[63]
Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan): "Janganlah kamu mempersekutukan sesuatupun dengan Aku dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang thawaf, dan orang-orang yang beribadat dan orang-orang yang ruku' dan sujud. Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh, supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa hewan ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir."
Julukan
Khalilullah (خلیل اللہ) adalah julukan istimewa yang Allah berikan untuk Ibrahim yang bermakna Kesayangan Allah:
Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang ia pun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi KesayanganNya.
— An-Nisa 4:125
Nabi Ibrahim disebut pula sebagai "Bapak Umat Muslim":
Dan berjihadlah kalian pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kalian dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kalian, agama sebagai suatu kesempitan. (Ikutilah) agama bapak leluhur kalian; Ibrahim. Dia telah menamai kalian sebagai golongan muslim sejak dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi terhadap dirimu dan supaya kalian menjadi saksi terhadap segenap umat manusia, maka dirikan sembahyang, tunaikan zakat dan berpeganglah kalian pada tali Allah; Dialah Pelindung kalian, maka Dialah sebaik-baik Pelindung serta sebaik-baik Penolong.
— Al-Hajj 22:78
Shuhuf
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Kitab Allah
Berbagai ajaran Ibrahim tercantum dalam lembaran-lembaran (shuhuf) Ibrahim yang setara dengan lembaran-lembaran Musa.[64]
Kami akan membacakan kepadamu maka kamu tidak akan lupa, kecuali kalau Allah menghendaki. Sesungguhnya Dia mengetahui perkara yang jelas maupun perkara yang samar.

dan Kami akan memberi kamu taufik kepada jalan yang mudah oleh sebab itu berilah peringatan, karena peringatan itu bermanfaat, orang-orang yang berhati-hati akan memperoleh pelajaran; sedangkan golongan yang celaka akan menjauhinya yakni golongan yang akan memasuki perapian besar kemudian golongan itu tidak mati di dalamnya dan tidak (pula) hidup.

Betapa beruntung orang yang memurnikan diri dan ia ingat nama Tuhannya lalu ia sembahyang, namun kalian lebih memilih kehidupan duniawi sedang kehidupan Akhirat merupakan yang terbaik serta yang abadi. Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam Lembaran-Lembaran terdahulu; Lembaran-Lembaran Ibrahim dan Musa.

Referensi
^ Tercantum di Surah An-Nisa:125 "...dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang ia pun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayanganNya."
^ Surah At-Taubah : 114
^ "Muhammad Sang Nabi" - Penelusuran Sejarah Nabi Muhammad Secara Detail, karya Omar Hashem, Bab 1. Kondisi Geografis - Kafilah Nabi Ibrahim, Hal.9.
^ Kitab Qishashul Anbiya karya Ibnu Katsir
^ Kitab as-Silsilatu adh-Dhaifah.
^ Imam Ahmad berkata, Afwan telah menceritakan kepada kami, Jarir telah menceritakan kepada kami, Sumamah, pelayan Abu Fakah bin al-Mughirah telah menceritakan kepadaku, ia berkata: "Saya pernah menemui Aisyah. Saya melihat ada sebuah tombak yang bersandar di dalam rumahnya, maka aku bertanya: "Wahai Ummul Mukminin, Apa yang engkau perbuat dengan tombak ini?" Aisyah menjawab: "Tombak ini untuk membunuh tokek-tokek, sebab terdapat hadist yang disampaikan kepada kami: "Ketika Ibrahim dilemparkan kedalam api, maka semua hewan di muka bumi ini berusaha memadamkan api tersebut, kecuali tokek yang berusaha meniupnya. Maka rasul memerintahkan kepada kami untuk membunuhnya." Hadits riwayat Ibnu Majah dari Abu Bakar bin Abi Syaibah dari Yunus dari Muhammad dari Jarir bin Hazim.
^ Suatu hari ketika Ibrahim telah dekat dengan rumahnya, ia mendapati gundukan pasir dan memenuhi kedua kantungnya dengan pasir tersebut seraya berkata: “Bila aku telah sampai kepada keluargaku, maka aku akan menghiburkan mereka (dengan pasir ini).” Ketika sampai di rumah dan bertemu dengan keluarganya, Ibrahim kemudian meletakan barang bawaan, lalu berbaring dan tidur. Selanjutnya istrinya, Sarah berdiri dan melihat kedua kantung yang dibawa suaminya, ternyata keduanya berisi bahan makanan. maka ia segera memasaknya dan menyajikannya sebagai makanan. Kisah ini ditulis pada kitab "Qashash al-Anbiyaa" (Kisah Para Nabi dan Rasul), Kisah Nabi Ibrahim Al-Khalil, Perdebatan Ibrahim al-Khalil dengan Orang yang berusaha Merampas Izari al-Adhamah (Pakaian Keagungan) dan Rida’ al-Kibriya’ (Selendang Kesombongan) dari al-Adhim al-Jalil, hal. 204-205. Karya Ibnu Katsir, tahqiq hadits Syekh Al-Albani.
^ a b c d e f g Ginzberg, Louis, ed. (1909). The Legends of the Jews (Translated by Henrietta Szold) Philadelphia: Jewish Publication Society.
^ Surah Al-A'raf : 54, Ibrahim : 33, An-Nahl : 12, Luqman : 20, Fatir : 13, Al-Jatsiyah : 13
^ Surah Al-Ankabut: 8
^ Surah Al-Baqarah: 30
^ Surah Asy-Syu'ara: 78
^ Surah Al-Anbiya' : 51-58
^ Surah Al-Mujadilah : 22, An-Nisa : 135
^ Surah At-Tahrim: 9, Al-Maidah: 54
^ Surah Al-Anbiya' : 59-60
^ Surah Al-Anbiya' : 62-67
^ Surah Al-A'raf: 179
^ Surah As-Saffat : 97-98, Al-Ankabut : 24, Al-Anbiya' : 68
^ Surah Al-Imran: 173-174
^ Surah Al-Anbiya: 69
^ Surah Asy-Syura: 8, Yunus: 19
^ Surah Al-'Ankabut : 70, Al-Baqarah: 213, Al-Imran: 19, Al-Jatsiyah: 17, Al-Baqarah: 90, Al-Baqarah: 109
^ Surah Asy-Syura: 21
^ Surah An-Nisa : 27, Al-Maidah : 49, Al-Furqan : 43, An-Najm : 23
^ Surah Al-Baqarah: 131
^ Al-Baqarah: 213, Hud: 118-119, Muhammad: 14, Fussilat: 33
^ Surah Al-Baqarah: 130
^ Surah Az-Zukhruf: 26-28, Ali-Imran : 68
^ Surah Al-Mujadilah : 22, Al-'Ankabut : 25, Az-Zukhruf : 26-30, Al-Mumtahanah : 3-6
^ Surah Al-Baqarah : 260
^ Surah Al-Ankabut: 26
^ Surah Maryam : 42-48
^ Surah Al-Mumtahanah : 3-4, At-Taubah : 114
^ Surah Al-Anbiya' : 71
^ Surah Az-Zukhruf : 27, Al-Mumtahanah : 4-6
^ Surah Al-Ankabut: 69, At-Taubah: 20, Ali-Imran: 195, An-Nahl: 110
^ Surah Al-Anbiya : 105, Al-Anbiya: 71, Al-Hajj: 58, An-Nahl: 41, Asy-Syuara : 85
^ Surah Dukhan : 32-33, Al-Maidah : 12
^ Surah An-Nahl: 30, Al-Qasas: 77, As-Saffat: 108-111
^ Surah Al-Qasas: 77, An-Nahl: 30
^ Surah Al-Imran : 33-34, An-Nisa : 54, Al-Ankabut 27
^ Surah An-Nahl: 120-123, Al-A'raf: 169, Al-Ankabut: 27
^ Surah As-Saffat : 100
^ Sefer Yūḇāl 15:9-14
^ Surah Hud : 69-70, Al-Hijr : 51-54, Az-Zariyat : 24-28
^ Surah Al-Hijr : 55-56
^ Surah Hud : 71-73, Az-Zariyat : 29-30
^ Surah Hud : 74-76
^ Surah As-Saffat : 132-136, Al-A'raf : 80-84, An-Naml : 54-58, Hud : 77-83, Al-Hijr : 57-77
^ Surah Al-Ankabut : 28-35, Al-Qamar : 33-40, Asy-Syu'ara: 160-175, Al-Anbiya': 74-75
^ Surah Hud: 81, Al-Ankabut : 31-32, Al-Hijr : 58-60, Al-A'raf : 80-83, An-Naml : 54-58, As-Saffat : 132-135, At-Tahrim: 10
^ Surah As-Saffat : 102-105
^ Surah Al-At-Taubah: 24
^ Sefer Hayashar (Samuel, Moses; Book of Jasher Referred to in Joshua and Second Samuel 1840)
^ Surah As-Saffat : 112
^ Surah Shaad : 45-47, Al-An'am : 84, Maryam : 49-50, Al-Anbiya' : 72-73, Al-'Ankabut : 27
^ Surah Ibrahim : 39
^ Surah Al-Baqarah : 132
^ Surah Asy-Syuara : 83-89
^ Surah Al-Baqarah : 124
^ Surah Al-Baqarah : 135, Al-'Imran : 95, An-Nahl : 123, Maryam : 36-56
^ Surah Al-'Imran : 95-97
^ Surah An-Najm: 36-56


Nabi Luth A.S








Untuk Nabi yang sama dari sudut pandang Agama Yahudi & Kristen, lihat Lot.
Lūth (Arab: لُوطٌ, Ibrani: לוֹט, Injil: Lot) (sekitar 1950-1870 SM) adalah salah satu nabi yang diutus untuk negeri Sadum dan Gomorrah.[1] Ia diangkat menjadi nabi pada tahun 1900 SM. Ia ditugaskan berdakwah kepada Kaum yang hidup di negeri Sadum, Syam, Palestina. Namanya disebutkan sebanyak 27 kali dalam Al-Quran. Ia meninggal di Desa Shafrah di Syam, Palestina.
Genealogi
Nabi Luth adalah anak keponakan dari Nabi Ibrahim. Ayahnya yang bernama Haran (Abara'an) bin Tareh adalah saudara kandung dari Ibrahim, ayahnya kembar dengan pamannya yang bernama Nahor. Silsilah lengkapnya adalah Luth bin Haran bin Azara bin Nahur bin Suruj bin Ra'u bin Falij bin 'Abir bin Syalih bin Arfahsad bin Syam bin Nuh.
Ia menikah dengan seorang gadis yang bernama Ado, pendapat lain mengatakan ia bernama Walihah.[2] Luth memiliki dua anak perempuan Raitsa dan Zaghrata.
Biografi
Nabi Luth beriman kepada saudara bapaknya {pamannya}, yaitu Nabi Ibrahim, yang mendampinginya dalam semua perjalanan. Ketika mereka berada di Mesir mereka mempunyai usaha bersama dalam bidang peternakan yang sangat berhasil. Binatang ternaknya berkembang biak dengan pesat sehingga dalam waktu yang singkat jumlah binatang yang sudah berlipat ganda itu tidak dapat ditampung dalam tempat tersebut. Akhirnya usaha bersama Ibrahim-Luth dipecah dan binatang ternak serta harta milik perusahaan mereka dibagi dan berpisahlah Luth dengan Ibrahim. Luth pindah ke Yordania dan bermukim di sebuah tempat bernama Sadum (Sodom).
Kerasulan
Masyarakat Sadum atau Sodom adalah masyarakat yang rendah moralnya dan rusak akhlaknya. Masyarakat Sadum tidak mempunyai pegangan agama atau nilai kemanusiaan yang beradab. Maksiat dan kemungkaran merajalela dalam pergaulan hidup mereka. Pencurian dan perampasan harta merupakan kejadian sehari-hari di mana yang kuat menjadi penguasa sedangkan yang lemah menjadi korban penindasan dan perlakuan sewenang-wenang. Maksiat yang paling menonjol yang menjadi ciri khas hidup mereka adalah perbuatan homoseksual atau liwath di kalangan lelakinya dan lesbian di kalangan wanitanya. Kedua jenis kemungkaran ini begitu merajalela di dalam masyarakat sehingga hal tersebut merupakan suatu kebudayaan bagi kaum Sadum.
Musafir yang masuk ke Sadum tidak akan selamat dari gangguan mereka. Jika ia membawa barang-barang yang berharga maka dirampaslah barang-barangnya, jika ia melawan atau menolak menyerahkan hartanya maka nyawanya tidak akan selamat. Akan tetapi jika pendatang itu seorang lelaki yang bermuka tampan dan berparas elok maka ia akan menjadi rebutan di antara kalangan laki-laki dari mereka dan akan menjadi korban perbuatan keji lelakinya dan sebaliknya jika si pendatang itu seorang perempuan muda maka ia akan menjadi mangsa bagi pihak wanitanya pula.
Kepada masyarakat yang sudah sedemikian rupa keruntuhan moralnya dan sedemikian penyakit sosialnya diutuslah Nabi Luth sebagai Rasul-Nya untuk mengangkat mereka dari lembah kenistaan ,kebodohan dan kesesatan serta membawa mereka ke dalam kebudayaan yang bermoral dan berakhlak mulia. Nabi Luth mengajak mereka beriman dan beribadah kepada Allah meninggalkan kebiasaan mungkar, menjauhkan diri dari perbuatan maksiat dan kejahatan, menghindari bujukan iblis dan setan. Ia memberi peringatan kepada mereka bahwa Allah-lah yang telah menciptakan mereka dan alam sekitar mereka. Allah tidak meridhai amal perbuatan mereka yang mendekati sifat dan tabiat kebinatangan dan tidak sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan dan bahwa Allah akan memberi ganjaran setimpal dengan amal perbuatan mereka. Yang berbuat baik dan beramal saleh akan diberi pahala dan surga di akhirat sedang yang melakukan perbuatan mungkar akan diberi balasan dengan memasukkannya ke dalam neraka Jahanam.
Nabi Luth berseru kepada mereka agar meninggalkan adat kebiasaan keji mereka yaitu melakukan perbuatan homoseksual dan lesbian. Luth menyatakan perbuatan itu bertentangan dengan fitrah dan hati nurani manusia serta menyalahi hikmah yang terkandung di dalam penciptaan manusia yang diciptakan menjadi dua jenis yaitu lelaki dan wanita. Juga kepada mereka di beri nasihat supaya menghormati hak milik masing-masing dengan meninggalkan perbuatan perampasan, perampokan serta pencurian yang selalu mereka lakukan di antara sesama mereka dan terutama kepada musafir yang datang ke Sadum. Diterangkan bahwa perbuatan-perbuatan itu akan merugikan mereka sendiri, kerana perbuatan itu akan menimbulkan kekacauan dan ketidak amanan di dalam negeri sehingga masing-masing dari mereka tidak merasa aman dan tenteram dalam hidupnya.
Demikianlah Nabi Luth, melaksanakan dakwahnya sesuai dengan tugas risalahnya. Ia tidak henti-henti menggunakan setiap kesempatan dan dalam tiap pertemuan dengan kaumnya secara berkelompok atau perorangan mengajak agar mereka beriman dan percaya kepada Allah dan menyembah-Nya. Diajaknya kaumnya untuk melakukan amal saleh dan meninggalkan perbuatan maksiat dan mungkar. Akan tetapi keruntuhan moral dan kerusakan akhlak telah mendarah daging di dalam pergaulan sosial mereka dan pengaruh hawa nafsu serta bujukan setan sudah begitu kuat dan menguasai tindak-tanduk mereka, maka dakwah dan ajakan Nabi Luth yang dilaksanakan dengan kesabaran dan ketekunan tidak mendapat tempat di dalam hati dan pikiran mereka dan berlalu begitu saja, masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Telinga-telinga mereka sudah menjadi tuli terhadap ajaran-ajaran Nabi Luth sedang hati dan pikiran mereka sudah tersumbat rapat dengan ajaran-ajaran setan dan iblis.
Kaum Luth merasa kesal mendengar dakwah dan nasihat-nasihat Nabi Luth yang tidak putus-putusnya itu dan minta agar ia menghentikan aksi dakwahnya atau menghadapi pengusiran dirinya dari Sadum bersama keluarga dan pengikutnya. Dari Nabi Luth pun sudah tidak ada harapan lagi kalau masyarakat Sadum dapat terangkat dari lembah kesesatan dan keruntuhan moral mereka dan bahwa meneruskan dakwah kepada mereka yang sudah buta-tuli hati dan pikiran itu hanya sia-sia belaka. Satu-satunya cara, menurut pikiran Nabi Luth untuk mencegah penyakit akhlak yang sudah parah itu agar tidak menular kepada negeri tetangganya, ialah dengan melenyapkan mereka dari atas bumi sebagai balasan terhadap kecongkakan mereka, juga agar menjadi pelajaran umat-umat sesudahnya. Dia memohon kepada Allah agar masyarakat Sadum diberi pelajaran berupa azab di dunia sebelum azab yang menanti mereka di akhirat kelak.
Kedatangan para malaikat
Permohonan Nabi Luth dan doanya diperkenankan dan dikabulkan oleh Allah. Dikirimkanlah kepadanya tiga orang malaikat yang menyamar sebagai manusia biasa. Mereka adalah malaikat yang bertemu Nabi Ibrahim dengan membawa berita gembira atas kelahiran Nabi Ishaq, dan memberitahukan kepada mereka bahwa mereka adalah utusan Allah dengan tugas menurunkan azab kepada kaum Luth, penduduk kota Sadum. Dalam pertemuan tersebut Nabi Ibrahim memohon agar penurunan azab kepada kaum Sodom ditunda, kalau-kalau mereka kembali sadar, kemudian mendengarkan dan mengikuti ajakan Luth serta bertobat dari segala maksiat dan perbuatan mungkar. Juga dalam pertemuan itu Nabi Ibrahim mohon agar anak saudaranya, Luth diselamatkan dari azab yang akan diturunkan kepada kaum Sodom, permintaan itu oleh para malaikat tersebut diterima dan dijamin bahwa Luth dan keluarganya tidak akan terkena azab.
Para malaikat tersebut sampai di Sodom dengan menyamar sebagai lelaki muda yang berparas tampan dan badan yang berotot, serta tegap tubuhnya. Dalam perjalanan, ketika mereka hendak memasuki kota, mereka berselisih dengan seorang gadis yang cantik yang sedang mengambil air dari sebuah perigi. Lelaki muda (malaikat) bertanya kepada si gadis kalau-kalau mereka diterima di rumah sebagai tamu. Si gadis tidak berani memberi keputusan sebelum ia berunding terlebih dahulu dengan keluarganya. Maka ditinggalkanlah para lelaki muda itu lalu pulang ke rumah cepat-cepat untuk memberitahu ayahnya (Luth).
Mendengar kabar berita anak perempuannya, Nabi Luth menjadi bingung, jawaban apa yang harus ia berikan kepada para pendatang yang ingin bertamu ke rumahnya untuk beberapa waktu, namun menerima tamu yang berparas tampan akan mengundang risiko yaitu gangguan kepadanya dan kepada tamu dari kaumnya yang tergila-gila untuk melakukan hubungan seks sejenis dengan anak muda yang mempunyai tubuh bagus dan paras wajah elok. Sedang kalau hal yang demikian itu terjadi ia sebagai tuan rumah harus bertanggungjawab terhadap keselamatan tamunya, padahal ia merasa bahwa ia tidak akan berdaya menghadapi kaumnya yang bengis-bengis dan haus maksiat itu.
Nabi Luth memutuskan untuk menerima lelaki-lelaki muda itu sebagai tamu di rumahnya. Luth hanya pasrah kepada Allah dan berlindung sekiranya terdapat segala rintangan yang datang. Lalu pergilah Luth menjemput tamu yang sedang menanti di pinggir kota dan diajaklah mereka bersama-sama ke rumah. Ketika itu, kota Sodom sudah dalam keadaan malam hari dan penduduknya sudah nyenyak tidur di rumah masing-masing.
Nabi Luth telah pun berpesan kepada isteri dan kedua puterinya agar merahasiakan kedatangan anak-anak lelaki muda itu. Jangan sampai terdengar dan diketahui oleh kaumnya. Namun, isteri Nabi Luth membocorkan berita kedatangan tamu Luth kepada mereka. Berita kedatangan tamu Luth tersebar kerana isteri Nabi Luth. Datanglah beramai-ramai lelak-lelaki Sodom, yang buta seks ini, ke rumah Nabi Luth, berkeinginan untuk memuaskan nafsu seksual mereka, setelah lama tidak mendapat anak muda. Berteriaklah mereka memanggil Luth untuk melepaskan anak-anak muda itu, agar diberikan kepada mereka untuk memuaskan nafsu.
Dengar teriakan mereka, Nabi Luth tidak membuka pintu bagi mereka dan berseru agar mereka kembali ke rumah masing-masing dan jangan mengganggu tamu yang datangnya dari jauh yang sepatutnya dihormati dan dimuliakan. Mereka diberi nasihat agar meninggalkan perbuatan mereka yang keji itu. Perbuatan mereka yang bertentangan dengan fitrah manusia dan kodrat alam di mana Allah telah menciptakan manusia berpasangan antara lelaki dengan perempuan untuk menjaga kelangsungan keturunan umat manusia sebagai makhluk yang termulia di atas bumi. Nabi Luth berseru agar mereka kembali kepada isteri-isteri mereka dan meninggalkan perbuatan maksiat dan mungkar yang tidak senonoh, sebelum mereka dilanda azab dan siksaan Allah.
Seruan dan nasihat-nasihat Nabi Luth tidak dihiraukan dan dipedulikan, mereka bahkan mendesak akan membuka pintu rumahnya dengan paksa jika pintu tidak dibuka dengan sukarela. Merasa dirinya sudah tidak berdaya untuk menahan arus orang-orang lelaki kaumnya itu yang akan memaksakan kehendaknya dengan kekerasan berkatalah Nabi Luth secara terus terang kepada para tamunya: "Sesungguhnya aku tidak berdaya lagi menahan orang-orang itu jika menyerbu ke dalam. Aku tidak memiliki senjata dan kekuatan fisik yang dapat menolak kekerasan mereka, tidak pula mempunyai keluarga atau sanak saudara yang disegani oleh mereka yang dapat aku mintai pertolongannya. Aku merasa sangat kecewa, bahwa sebagai tuan rumah aku tidak dapat menghindarkan gangguan terhadap tamu di rumahku sendiri." Mendengar keluh kesah Nabi Luth, lantas pemuda-pemuda itu memberitahu hal yang sebenarnya, bahwa mereka adalah malaikat-malaikat yang menyamar sebagai manusia yang diutus oleh Allah untuk menurunkan azab dan siksa atas rakyatnya karena segala kemungkaran dan kemaksiat yang keji dan kotor.
Malaikat-malaikat itu menyuruh Nabi Luth membuka pintu rumahnya seluas mungkin agar dapat memberi kesempatan bagi orang-orang yang haus seks dengan lelaki itu masuk. Mereka pun menyerbu masuk. Namun malangnya ketika pintu dibuka dan para penyerbu menginjakkan kaki mereka untuk masuk, tiba-tiba gelaplah pandangan mereka dan tidak dapat melihat sesuatu pun. Malaikat-malaikat tadi telah membutakan mata mereka. Lalu, diusap-usap dan digosok-gosok mata mereka, ternyata mereka sudah menjadi buta.
Sementara para penyerbu rumah Nabi Luth berada dalam keadaan kacau balau berbenturan satu dengan yang lain berteriak-teriak, bertanya-tanya apa gerangan yang menjadikan mereka buta mendadak. Para malaikat tersebut berseru kepada Nabi Luth agar meninggalkan segera perkampungan tersebut bersama keluarga dan pengikutnya, karena telah tiba waktunya azab Allah ditimpakan. Para malaikat berpesan kepada Nabi Luth dan keluarganya agar dalam perjalanan ke luar kota jangan ada seorang pun dari mereka menoleh ke belakang.
Nabi Luth keluar dari rumahnya selepas tengah malam, bersama keluarganya terdiri dari seorang isteri dan dua puterinya berjalan cepat menuju keluar kota, tidak menoleh ke kanan maupun ke kiri sesuai dengan petunjuk para malaikat yang menjadi tamunya. Akan tetapi si isteri yang menjadi musuh dalam selimut bagi Nabi Luth tidak tega meninggalkan kaumnya. Ia berada di belakang rombongan Nabi Luth berjalan perlahan-lahan tidak secepat langkah suaminya dan tidak henti-hentinya menoleh ke belakang karena ingin mengetahui apa yang akan menimpa atas kaumnya, seakan-akan meragukan kebenaran ancaman para malaikat yang telah didengarnya sendiri. Dan begitu Nabi Luth beserta kedua puterinya melewati batas kota Sadum, sewaktu fajar menyingsing, bergetarlah bumi dengan dahsyatnya di bawah kaki rakyat Sadum, tidak terkecuali isteri Nabi Luth yang munafik itu. Getaran tersebut kemudian diikuti gempa bumi yang dahsyat disertai angin yang kencang dan hujan batu yang menghancurkan kota Sadum berserta semua penghuninya. Bertebaran mayat-mayat yang dilaknat oleh Allah di kota Sodom, dan hancurlah kota tersebut. Namun, masih ditinggalkan sisa-sisa kehancuran kota tersebut oleh Allah, sebagai peringatan kaum yang kemudian yang melalui bekas kota Sadum tersebut. Demikianlah kebesaran dan ayat Allah yang diturunkan untuk menjadi pelajaran bagi hamba-hamba-Nya yang mendatang.
Riwayat dalam Al-Quran
Al-Quran menceritakan kisah Nabi Luth yang berusaha menasihati kaumnya sebagaimana dalam Surat Asy-Syuaraa (26:160-173) berikut ini.
"Kaum Luth telah mendustakan rasul-rasul, ketika saudara mereka, Luth, berkata kepada mereka: "Mengapa kamu tidak bertakwa? Sesungguhnya aku adalah seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu, maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam. Mengapa kamu mendatangi jenis lelaki di antara manusia, dan kamu tinggalkan isteri-isteri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui batas." Mereka menjawab: "Hai Luth, sesungguhnya jika kamu tidak berhenti, benar-benar kamu termasuk orang-orang yang diusir." Luth berkata: "Sesungguhnya aku sangat benci kepada perbuatanmu." (Luth berdoa): "Ya Tuhanku selamatkanlah aku beserta keluargaku dari (akibat) perbuatan yang mereka kerjakan." Lalu Kami selamatkan ia beserta keluarganya semua, kecuali seorang perempuan tua (isterinya), yang termasuk dalam golongan yang tinggal. Kemudian kami binasakan yang lain. Dan Kami hujani mereka dengan hujan (batu) maka amat jeleklah hujan yang menimpa orang-orang yang telah diberi peringatan itu."
Kaum Luth membenci dan mengancam akan mengusir Nabi Luth karena mengajak sebagian dari mereka untuk meninggalkan perbuatan mereka yang tercela dan mengajak mereka beriman kepada Allah. Maka azab kehancuran dari Allah turun menimpa mereka, kisahnya seperti yang tercantum dalam Surah Al-A’raaf (7:80-84) berikut ini.
"...dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah (keji) itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu?" Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas. Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: "Usirlah mereka (Luth dan pengikut-pengikutnya) dari kotamu ini; sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura menyucikan diri. Kemudian Kami selamatkan dia dan pengikut-pengikutnya (yang beriman) kecuali istrinya (istri Nabi Luth); dia termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan), dan Kami turunkan kepada mereka hujan (batu); maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa itu."
Referensi
^ History of Islam by Professor Masudul Hasan
^ As-Suhailiy berkata; "Nama isteri Luth adalah Walihah sedangkan istri Nuh adalah Walighah", Kisah Para Nabi dan Rasul, Kisah Nabi Luth Hal. 277, Al-Hafizh Ibnu Katsir.



Nabi Isma'il A.S






Untuk tokoh ini dalam sudut pandang Yahudi dan Kristen, lihat Ismael.
Isma'il (Arab: إسماعيل) (sekitar 1911-1779 SM) adalah seorang nabi dalam kepercayaan agama Islam. Isma'il adalah putera dari Ibrahim dan Hajar, kakak tiri dari Ishaq. Ia diangkat menjadi nabi pada tahun 1850 SM. Ia tinggal di Amaliq dan berdakwah untuk penduduk Al-Amaliq, bani Jurhum dan Qabilah Yaman. Namanya disebutkan sebanyak 12 kali dalam Al-Quran. Ia meninggal pada tahun 1779 SM di Mekkah.
Secara tradisional ia dianggap sebagai "Bapak Bangsa Arab", sedangkan menurut Sa'id bin Yahya al Umawiy dalam kitabnya al Maghazi menuliskan bahwa Isma'il belajar bahasa Arab dari bangsa Arab yang singgah di Makkah dari kalangan di mana ia diutus sebagai nabi. Maka bisa diambil kesimpulan bahwa Isma'il bukanlah nenek moyang bangsa Arab.

Etimologi

Isma'il berasal dari dua kata "dengarkan" (ishma' استمع) dan "Tuhan" (al/il ايل), yang artinya "Dengarkan (doa kami wahai) Tuhan."[1]

Genealogi

Isma'il bin Ibrahim menikah dengan Imarah binti Sa'd bin Usamah bin Aqil al-Amaliqiy, kemudian ayahnya memerintahkan Isma'il untuk menceraikan Imarah, lalu menikah lagi dengan Sayyidah binti Madhadh bin Amr al-Jurhumiy. Pernikahan dengan Meriba dan Malchut, diketahui memiliki sejumlah anak dan hanya ada seorang anak wanita yang bernama Bashemath.[2] Menurut Umar bin Abdul Aziz bahwa bangsa Arab Hijaz seluruh nasabnya kembali pada kedua anaknya Nabit dan Qaidzar.

Kisah Isma`il

Nabi Ibrahim yang berhijrah meninggalkan Mesir bersama Sarah, istrinya dan Hajar, dayangnya di tempat tujuannya di Israel. Ia telah membawa pindah juga semua hewan ternaknya dan harta miliknya yang telah diperolehnya sebagai hasil usaha dagangnya di Mesir. Al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas, berkata:
"Pertama-tama yang menggunakan setagi {setagen} ialah Hajar ibu Nabi Isma'il tujuan untuk menyembunyikan kandungannya dari Sarah yang telah lama berkumpul dengan Nabi Ibrahim tetapi belum juga hamil. Tetapi walaubagaimana pun juga akhirnya terbukalah rahasia yang disembunyikan itu dengan lahirnya Nabi Isma'il dan sebagai lazimnya seorang istri sebagai Sarah merasa telah dikalahkan oleh Hajar sebagai seorang dayangnya yang diberikan kepada Nabi Ibrahim dan sejak itulah Sarah merasakan bahawa Nabi Ibrahim lebih banyak mendekati Hajar kerana merasa sangat gembira dengan puteranya yang tunggal dan pertama itu, hal ini yang menyebabkan permulaan ada keratakan dalam rumahtangga Nabi Ibrahim sehingga Sarah merasa tidak tahan hati jika melihat Hajar dan minta pada Nabi Ibrahim supaya menjauhkannya dari matanya dan menempatkannya di lain tempat."
Untuk sesuatu hikmah yang belum diketahui dan disadari oleh Nabi Ibrahim, Allah mewahyukan kepadanya agar keinginan dan permintaan Sarah istrinya dipenuhi dan dijauhkanlah Isma'il bersama Hajar ibunya dan Sarah ke suatu tempat di mana yang ia akan tuju dan di mana Isma'il puteranya bersama ibunya akan ditempatkan dan kepada siapa akan ditinggalkan.
Maka dengan tawakkal kepada Allah berangkatlah Nabi Ibrahim meninggalkan rumah membawa Hajar dan Isma'il yang diboncengkan di atas untanya tanpa tempat tujuan yang tertentu. Ia hanya berserah diri kepada Allah yang akan memberi arah kepada binatang tunggangannya. Dan berjalanlah unta Nabi Ibrahim dengan tiga hamba Allah yang berada di atas punggungnya keluar kota masuk ke lautan pasir dan padang terbuka di mana terik matahari dengan pedihnya menyengat tubuh dan angin yang kencang menghambur-hamburkan debu-debu pasir.

Perintah meninggalkan Isma'il dan Hajar di Makkah

Setelah berminggu-minggu berada dalam perjalanan jauh yang melelahkan, tibalah Nabi Ibrahim bersama Isma'il dan ibunya di Makkah kota suci di mana Kaabah didirikan dan menjadi kiblat umat muslim dari seluruh dunia. Di tempat di mana Masjidil Haram sekarang berada, berhentilah unta Nabi Ibrahim mengakhiri perjalanannya dan di situlah ia meninggalkan Hajar bersama puteranya dengan hanya dibekali dengan serantang bekal makanan dan minuman sedangkan keadaan sekitarnya tiada tumbuh-tumbuhan, tiada air mengalir, yang terlihat hanyalah batu dan pasir kering.
Alangkah sedih dan cemasnya Hajar ketika akan ditinggalkan oleh Ibrahim seorang diri bersama dengan anaknya yang masih kecil di tempat yang sunyi senyap dari segala-galanya kecuali batu gunung dan pasir. Ia seraya merintih dan menangis, memegang kuat-kuat baju Nabi Ibrahim memohon belas kasihnya, janganlah ia ditinggalkan seorang diri di tempat yang kosong itu, tiada seorang manusia, tiada seekor binatang, tiada pohon dan tidak terlihat pula air mengalir, sedangkan ia masih menanggung beban mengasuh anak yang kecil yang masih menyusu.
Nabi Ibrahim mendengar keluh kesah Hajar merasa tidak tega meninggalkannya seorang diri di tempat itu bersama puteranya yang sangat disayangi akan tetapi ia sadar bahwa apa yang dilakukannya itu adalah kehendak Allah yang tentu mengandung hikmat yang masih terselubung baginya dan ia sadar pula bahwa Allah akan melindungi Isma'il dan ibunya dalam tempat pengasingan itu dari segala kesukaran dan penderitaan. Ia berkata kepada Hajar:
"Bertawakal-lah kepada Allah yang telah menentukan kehendak-Nya, percayalah kepada kekuasaan-Nya dan rahmat-Nya. Dialah yang memerintah aku membawa kamu ke sini dan Dialah yang akan melindungimu dan menyertaimu di tempat yang sunyi ini. Sesungguh kalau bukan perintah dan wahyu-Nya, tidak sesekali aku tega meninggalkan kamu di sini seorang diri bersama puteraku yang sangat kucintai ini. Percayalah wahai Hajar, bahwa Allah Yang Maha Kuasa tidak akan melantarkan kamu berdua tanpa perlindungan-Nya. Rahmat dan barakah-Nya akan tetap turun di atas kamu untuk selamanya, insya-Allah."
Mendengar kata-kata Ibrahim itu segeralah Hajar melepaskan genggamannya pada baju Ibrahim dan dilepaskannyalah dia menunggang untanya kembali ke Palestina dengan iringan air mata yang bercurahan membasahi tubuh Isma'il yang sedang menetak. Sedang Nabi Ibrahim pun tidak dapat menahan air matanya ketika ia turun dari dataran tinggi meninggalkan Makkah menuju kembali ke Palestina di mana istrinya Sarah sedang menanti. Ia tidak henti-henti selama dalam perjalanan kembali memohon kepada Allah perlindungan, rahmat dan barakah serta kurnia rezeki bagi putera dan ibunya yang ditinggalkan di tempat terasing itu.
Ia berkata dalam doanya:" Wahai Tuhanku! Aku telah tempatkan puteraku dan anak-anak keturunannya di dekat rumah-Mu (Baitullah) di lembah yang sunyi dari tanaman dan manusia agar mereka mendirikan shalat dan beribadat kepada-Mu. Jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan yang lezat, mudah-mudahan mereka bersyukur kepada-Mu."

Kemunculan mata air Zam-zam

Suatu hari, Hajar pergi berlari tergesa-gesa menuju bukit Shafa dengan mengharapkan mendapatkan sesuatu yang dapat menolongnya, tetapi hanya batu dan pasir yang didapatnya di situ, kemudian dari bukit Shafa ia melihat bayangan air yang mengalir di atas bukit Marwah dan larilah ia berharwahlah ke tempat itu namun ternyata bahwa yang disangkanya air adalah fatamorgana {bayangan} belaka dan kembalilah ke bukit Shafa karena mendengar seakan-akan ada suara yang memanggilnya tetapi gagal dan melesetlah dugaannya. Demikianlah maka karena dorongan keinginan hidupnya dan hidup anaknya yang sangat disayangi, Hajar mondar-mandir berlari sampai tujuh kali antara bukit Shafa dan Marwah yang pada akhirnya ia duduk termenung merasa capai dan hampir berputus asa.
Diriwayatkan bahwa selagi Hajar berada dalam keadaan tidak berdaya dan hampir berputus asa kecuali dari rahmat Allah dan pertolongan-Nya datanglah kepadanya malaikat Jibril, kemudian diajaklah Hajar mengikutinya pergi ke suatu tempat di mana Jibril menginjakkan telapak kakinya kuat-kuat di atas tanah dan segeralah memancur dari bekas telapak kaki itu air yang jernih dengan kuasa Allah. Itulah dia mata air zam-zam yang sehingga kini dianggap suci oleh jemaah haji, berdesakan sekelilingnya untuk mendapatkan setitik atau seteguk air daripadanya dan karena sejarahnya mata air itu disebut orang "Injakan Jibril". Ada juga yang mengatakan itu bekas air mata nabi Isma'il.
Alangkah gembiranya dan lega dada Hajar melihat air yang mancur itu. Segera ia membasahi bibir puteranya dengan air suci itu dan segera pula terlihat wajah puteranya segar kembali, demikian pula wajah si ibu yang merasa sangat bahagia dengan datangnya mukjizat dari sisi Tuhan yang mengembalikan kesegaran hidup kepadanya dan kepada puteranya sesudah dibayang-bayangi oleh bayangan mati kelaparan yang mencekam dada.

Perintah pengurbanan Isma'il

Tiada keragu-raguan antara siapa yang di korbankan Ibrahim sebab Allah telah berfirman dalam Al-Quran, bahwa Isma'il lah yang dikorbankan.[3] Nabi Ibrahim dari masa ke semasa pergi ke Makkah untuk mengunjungi dan menjenguk Isma'il di tempat pengasingannya bagi menghilangkan rasa rindu hatinya kepada puteranya yang ia sayangi serta menenangkan hatinya yang selalu rungsing bila mengenangkan keadaan puteranya bersama ibunya yang ditinggalkan di tempat yang tandus, jauh dari masyarakat kota dan pengaulan umum.
Sewaktu Nabi Isma'il mencapai usia remajanya Nabi Ibrahim mendapat mimpi bahwa ia harus menyembelih Isma'il puteranya dan mimpi seorang nabi adalah salah satu dari cara-cara turunnya wahyu Allah, maka perintah yang diterimanya dalam mimpi itu harus dilaksanakan oleh Nabi Ibrahim. Ia duduk sejurus termenung memikirkan ujian yang maha berat yang ia hadapi. Sebagai seorang ayah yang dikurniai seorang putera yang sejak puluhan tahun diharap-harapkan dan didambakan, seorang putera yang telah mencapai usia di mana jasa-jasanya sudah dapat dimanfaatkan oleh si ayah, seorang putera yang diharapkan menjadi pewarisnya dan penyampung kelangsungan keturunannya, tiba-tiba harus dijadikan qurban dan harus direnggut nyawa oleh tangan si ayah sendiri.
Namun ia sebagai seorang Nabi, pesuruh Allah dan pembawa agama yang seharusnya menjadi contoh dan teladan bagi para pengikutnya dalam bertaat kepada Allah, menjalankan segala perintah-Nya dan menempatkan cintanya kepada Allah di atas cintanya kepada anak, istri, harta benda dan lain-lain. Ia harus melaksanakan perintah Allah yang diwahyukan melalui mimpinya, apa pun yang akan terjadi sebagai akibat pelaksanaan perintah itu.
Sungguh amat berat ujian yang dihadapi oleh Nabi Ibrahim, namun sesuai dengan firman Allah yang bermaksud: "Allah lebih mengetahui di mana dan kepada siapa Dia mengamanatkan risalahnya". Nabi Ibrahim tidak membuang masa lagi, berazam (niat) tetap akan menyembelih Nabi Isma'il puteranya sebagai qurban sesuai dengan perintah Allah yang telah diterimanya, dan berangkatlah serta merta Nabi Ibrahim menuju ke Makkah untuk menemui dan menyampaikan kepada puteranya apa yang Allah perintahkan.
Kisah ini dikisahkan oleh Allah pada salah satu ayat-Nya, yang berbunyi:
Nabi Isma'il sebagai anak yang soleh yang sangat taat kepada Allah dan bakti kepada orang tuanya, ketika diberitahu oleh ayahnya maksud kedatangannya kali ini tanpa ragu-ragu dan berfikir panjang berkata kepada ayahnya:
Aku hanya meminta dalam melaksanakan perintah Allah itu, agar ayah mengikatku kuat-kuat supaya aku tidak banyak bergerak sehingga menyusahkan ayah, kedua agar menanggalkan pakaianku supaya tidak terkena darah yang akan menyebabkan berkurangnya pahalaku dan terharunya ibuku bila melihatnya, ketiga tajamkanlah parangmu dan percepatkanlah perlaksanaan penyembelihan agar meringankan penderitaan dan rasa pedihku, keempat dan yang terakhir sampaikanlah salamku kepada ibuku berikanlah kepadanya pakaian ku ini untuk menjadi penghiburnya dalam kesedihan dan tanda mata serta kenang-kenangan baginya dari putera tunggalnya."
Kemudian dipeluknyalah Isma'il dan dicium pipinya oleh Nabi Ibrahim seraya berkata: "Bahagialah aku mempunyai seorang putera yang taat kepada Allah, bakti kepada orang tua yang dengan ikhlas hati menyerahkan dirinya untuk melaksanakan perintah Allah".
Saat penyembelihan yang mengerikan telah tiba. Diikatlah kedua tangan dan kaki Isma'il, dibaringkanlah ia di atas lantai, lalu diambillah parang tajam yang sudah tersedia dan sambil memegang parang di tangannya, kedua mata nabi Ibrahim yang tergenang air berpindah memandang dari wajah puteranya ke parang yang mengilap di tangannya, seakan-akan pada masa itu hati dia menjadi tempat pertarungan antara perasaan seorang ayah di satu pihak dan kewajiban seorang rasul di satu pihak yang lain. Pada akhirnya dengan memejamkan matanya, parang diletakkan pada leher Nabi Isma'il dan penyembelihan di lakukan . Akan tetapi apa daya, parang yang sudah demikian tajamnya itu ternyata menjadi tumpul dileher Nabi Isma'il dan tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya dan sebagaimana diharapkan.
Kejadian tersebut merupakan suatu mukjizat dari Allah yang menegaskan bahwa perintah perkorbanan Isma'il itu hanya suatu ujian bagi Nabi Ibrahim dan Nabi Isma'il sampai sejauh mana cinta dan taat mereka kepada Allah. Ternyata keduanya telah lulus dalam ujian yang sangat berat itu. Nabi Ibrahim telah menunjukkan kesetiaan yang tulus dengan perkorbanan puteranya. untuk berbakti melaksanakan perintah Allah sedangkan Nabi Isma'il tidak sedikit pun ragu atau bimbang dalam memperagakan kebaktiannya kepada Allah dan kepada orang tuanya dengan menyerahkan jiwa raganya untuk dikorbankan, sampai-sampai terjadi seketika merasa bahwa parang itu tidak lut memotong lehernya, berkatalah ia kepada ayahnya:" Wahai ayahku! Rupa-rupanya engkau tidak sampai hati memotong leherku karena melihat wajahku, cubalah telangkupkan aku dan laksanakanlah tugasmu tanpa melihat wajahku. "Akan tetapi parang itu tetap tidak berdaya mengeluarkan setitik darah pun dari daging Isma'il walau ia telah ditelangkupkan dan dicuba memotong lehernya dari belakang.
Dalam keadaan bingung dan sedih hati, kerana gagal dalam usahanya menyembelih puteranya, datanglah kepada Nabi Ibrahim wahyu Allah dengan firmannya:
Kemudian sebagai tebusan ganti nyawa, Isma'il telah diselamatkan itu, Allah memerintahkan Nabi Ibrahim menyembelih seekor domba yang telah tersedia di sampingnya dan segera dipotong leher kambing itu oleh dia dengan parang yang tumpul di leher puteranya Isma'il itu, dan inilah asal permulaan sunnah berqurban yang dilakukan oleh umat Islam pada tiap Hari Raya Idul Adha di seluruh pelosok dunia.

Isma'il membantu ayahnya membangun Kaabah

Nabi Isma'il dibesarkan di Makkah (pekarangan Kaabah). Apabila dewasa dia menikah dengan wanita dari Suku Jurhum. Walaupun tinggal di Makkah, Isma'il sering dikunjungi ayahnya.
Sekitar tahun 1892 SM, ayahnya menerima wahyu dari Allah agar membangun Kaabah. Hal itu disampaikan kepada anaknya. Isma'il berkata: “Kerjakanlah apa yang diperintahkan Tuhanmu kepadamu dan aku akan membantumu dalam pekerjaan mulia itu.” Ketika membangun Kaabah, Nabi Ibrahim berkata kepada Isma'il: “Bawakan batu yang baik kepadaku untuk aku letakkan di satu sudut supaya ia menjadi tanda kepada manusia.” Kemudian Jibril memberi ilham kepada Isma'il supaya mencari batu hitam untuk diserahkan kepada Nabi Ibrahim. Setiap kali bangun, mereka berdoa: “Wahai Tuhan kami, terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” Bangunan (Kaabah) itu menjadi tinggi dan Ibrahim makin lemah untuk mengangkat batu. Dia berdiri di satu sudut, kini dikenali Maqam Ibrahim.

Isma'il menceraikan istrinya

Nabi Ibrahim sering berulang kali mengunjungi anaknya. Pada satu hari, dia tiba di Makkah dan mengunjungi rumah anaknya. Suatu ketika, Isma'il tiada di rumah saat itu tidak ada siapapun melainkan istrinya. Istri Isma'il tidak mengenali bahwa orang tua itu adalah mertuanya (bapaknya Isma'il). Apabila Nabi Ibrahim bertanya istri Nabi Isma'il mengenai suaminya itu, dia diberitahu anaknya keluar berburu. Seterusnya Nabi Ibrahim bertanya keadaan mereka berdua. Istrinya berkata: “Kami berada dalam kesempitan.” Nabi Ibrahim berkata: “Apakah kamu mempunyai jamuan, makanan dan minuman?” Dijawab istri Isma'il: “Aku tidak mempunyainya, malah apa pun tiada.” Kelakukan istri Nabi Isma'il itu tidak manis dipandang Nabi Ibrahim karena kelihatan tidak terima dengan pemberian Allah dan jemu untuk hidup bersama suaminya. Malah, dia kelihatan bersifat kikir karena tidak menginginkan kedatangan tamu. Akhirnya Nabi Ibrahim berkata kepada istri anaknya: “Jika suamimu kembali, sampaikanlah salamku kepadanya dan katakan kepadanya supaya dia menggantikan pintunya.”
Selepas itu Nabi Ibrahim pergi dari situ. Sejurus kemudian, Nabi Isma'il pulang ke rumah dengan hati gembira karena dia menganggap tidak ada hal yang tidak diingini terjadi sepanjang ketiadaannya di rumah. Nabi Isma'il bertanya kepada istrinya: “Apakah ada orang datang menemui kamu?” Istrinya berkata: “Ya, ada orang tua yang kunjungi kita.” Isma'il berkata: “Apakah dia mewasiatkan sesuatu kepadamu?” Istrinya berkata: “Ya, dia menyuruhku menyampaikan salam kepadamu dan memintaku mengatakan kepadamu supaya menggantikan pintumu.” Isma'il berkata: “Dia adalah bapakku. Sesungguhnya dia menyuruhku supaya menceraikanmu, maka kembalilah kepada keluargamu.” Selepas menceraikan istrinya, Nabi Isma'il menikah lagi, kali ini dengan seorang lagi wanita dari Suku Jurhum. Istri baru itu mendapat keredaan bapaknya karena pandai menghormati tamu, tidak menceritakan perkara yang menjatuhkan martabat suami dan bersyukur atas nikmat Allah. Isma'il hidup bersama istri barunya itu hingga melahirkan beberapa anak.
Nabi Isma'il mempunyai 12 anak lelaki dan seorang anak perempuan Bashemath, yang dinikahkan dengan anak saudaranya (keponakan), yaitu Al-’Aish bin Ishaq. Dari keturunan Nabi Isma'il lahir Nabi Muhammad. Keturunan Nabi Isma'il juga menurunkan bangsa Arab Musta’ribah.

Nabi Ishaq A.S



Untuk Nabi yang sama dari sudut pandang Agama Yahudi & Kristen, lihat Ishak.
Ishaq (Ibrani: יִצְחָק, Standar Yiẓḥaq Tiberian Yiṣḥāq ; Arab: إِسْحَاقَ, ʾIsḥāq) (sekitar 1761 SM - 1638 SM)[1][2] adalah putra kedua Nabi Ibrahim setelah Ismail yang beribu Siti Hajar dan merupakan orang tua dari Nabi Yaqub.[3]
Ishaq diutus untuk masyarakat Kana'an. Kisah Nabi Ishaq sangat sedikit diceritakan dalam Al-Qur'an. Nabi Ishaq disebutkan dalam Al-Qur'an sebanyak 15 kali.[4] Sedangkan keutamaan Nabi Ishaq disebutkan 9 kali dan kenabian Ishaq 10 kali.[5] Dikatakan bahwa ia memiliki 2 anak dan meninggal di Al Khalil.

Etimologi

Nama Ishaq berasal dari bahasa Yahudi Yiṣḥāq yang berarti tertawa / tersenyum. Kata itu didapatkan dari ibunya, Sarah yang tersenyum tidak percaya ketika mendapatkan kabar gembira dari malaikat Jibril.[6]

Genealogi

Ishaq bin Ibrahim bin Azar bin Nahur bin Suruj bin Ra'u bin Falij bin 'Abir bin Syalih bin Arfakhsyad bin Syam bin Nuh. Ishaq menikah dengan Rifqa binti Batnail bin Nahur bin Tarih, menikah pada tahun 2088 SM. Dari pernikahan ini Ishaq memiliki dua anak kembar Yaqub dan Al-Aish ('Aysu).

Kisah

Sebelum kelahiran Ishaq, Sarah dan suaminya, Ibrahim mendapat kabar gembira dari Allah melalui malaikat Jibril.[7] Dalam pesan itu malaikat Jibril menyampikan pesan bahwa Sarah akan melahirkan seorang anak laki-laki bernama Ishaq yang kelak akan menjadi seorang nabi[8]. Namun, Sarah tersenyum karena merasa heran dan aneh. Dia merasa aneh karena tidak mungkin dia dan suaminya dapat memberi keturunan jika usia mereka sudah cukup tua, yaitu Sarah berusia 90 tahun dan Nabi Ibrahim 100 tahun.[9] Ishaq pun akhirnya terlahir di kota Kana'an pada tahun 1761 SM.
Ishaq merupakan anak kedua dari Nabi Ibrahim dan Sarah setelah Ismail. Bersama Ismail, ia menjadi penerus ayahnya untuk berdakwah di jalan Allah. Ketika Ibrahim telah sangat tua, Ishaq belum juga menikah. Ibrahim tidak mengizinkan Ishaq menikah dengan wanita Kana'an karena masyarakatnya tidak mengenal Allah dan asing terhadap keluarganya. Karena itu, Ibrahim memerintah seorang pelayan untuk pergi ke Harran, Irak dan membawa seorang perempuan dari keluarganya. Perempuan yang dimaksud itu adalah Rifqah binti Batnail bin Nahur, saudara Ibrahim yang kemudian dinikahkan dengan Ishaq.[6][10]
Setelah 10 tahun Ishaq menikah dengan Rifqah, lahirlah dua anak kembar. Anak pertama diberi nama Al-Aish dan anak kedua Yaqub yang lahir dengan memegang kaki saudaranya. Ishaq lebih menyayangi Al-Aish daripada Yaqub. Dari Ishaq-lah kemudian terlahir nabi-nabi Bani Israil.[6]
Menurut salah satu riwayat, Ishaq meninggal pada usia 180 tahun.[6]


Nabi Ya'qub A.S




Ya'qub (Ibrani: יַעֲקֹב Yaʿaqob, Arab: يعقوب Yaʿqūb) adalah seorang nabi yang merupakan putra Ishaq bin Ibrahim. Ya'qub memiliki seorang saudara kembar bernama Ishau. Ya'qub, yang kemudian dinamai Israel (Ibrani: יִשְׂרָאֵלYiśrāʾēl, bahasa Arab: اسرائيل Isrāʾīl), merupakan figur yang dikenal sebagai leluhur "kedua belas suku."
Nama Ya'qub disebut sebanyak 16 kali dalam Al-Qur'an.[2]

Kelahiran

Ya'qub dan Ishau dilahirkan oleh istri Ishaq yang bernama Ribkah, sewaktu Ishaq berusia 60 tahun. Kedua anak kembar ini terlahir dengan tubuh Ishau sebagai yang pertama kali keluar diikuti tubuh Ya'qub dalam keadaan tangan menggenggam tumit kakaknya.[3] Ishaq sangat menyayangi Ishau, sebab Ishaq menganggap Ishau sebagai putra sulung yang kelak menerima warisan anugerah dari ayahnya. Sementara itu, Ya'qub merupakan cucu kesayangan Ibrahim,[3] sebab Ya'qub senang tinggal di rumah untuk berada dekat serta belajar dari dirinya. Ya'qub juga menjadi anak kesayangan ibunya, Ribkah,[3] sebab si putra bungsu gemar membantu serta rajin mengurus rumah untuk meringankan pekerjaan orang tua.

Ya'qub dan Ishau

Pada mulanya kedua cucu Ibrahim ini memiliki kesamaan satu sama lain, keduanya belajar ilmu kepada sang kakek di masa tuanya. Ishau mengagumi sang kakek karena harta kekayaan berlimpah beserta kedudukan duniawi terhormat yang disegani oleh banyak orang; sementara itu Ya'qub memuji Allah yang menganugerahkan banyak karunia untuk sang kakek sehingga ia berdoa kiranya Allah berbuat hal yang sama untuk dirinya. Seiring waktu berlalu, Ya'qub menjadi semakin tekun beribadah kepada Allah, sesuai yang diajarkan oleh Ibrahim. Di sisi lain, Ishau memutuskan untuk meninggalkan rumah leluhurnya lalu berangkat mengembara seorang diri namun tetap berbakti terhadap orang tua untuk mengikuti kesuksesan sang kakek sebagaimana perjalanan Ibrahim ketika meninggalkan negeri Haran. Akan tetapi Ishau memiliki tujuan berbeda, Ibrahim meninggalkan tanah leluhur untuk melaksanakan perintah Allah, sedangkan Ishau berniat mendapat banyak harta benda serta kemewahan duniawi.[3] Sebagai bukti sikap berbakti terhadap orang tua, khususnya sang ayah, Ishau memburu banyak hewan untuk diberikan kepada Ishaq yang gemar makan daging. Sikap berbakti Ishau menambah keyakinan pada diri Ishaq bahwa ia akan menyerahkan warisan anugerah untuk anak tertuanya.[3]
Ketika mendengar bahwa sang kakek merupakan manusia yang ditakdirkan menjumpai maut, Ishau merasa heran serta tidak percaya bahwa orang sehebat Ibrahim harus menghadapi maut yang kemudian meninggalkan segala pencapaian di dunia. Ishau memutuskan pergi untuk melupakan kepedihan ini. Ishau, yang membanggakan diri sebagai keturunan Ibrahim, hendak membalas kepada Namrudz yakni orang yang pernah ingin membunuh sang kakek. Ishau pergi berbekal sebilah pedang sambil mencari tempat dimana Namrudz berada. Ketika mendapati Namrudz sedang berada di sebuah padang rumput, Ishau seketika menikam tubuh Namrudz dari belakang kemudian Namrudz membalas hantaman keras ke tubuh Ishau. Namrudz terkejut melihat Ishau, yang mengingatkan dirinya tentang Ibrahim. Kemudian Ishau mengutuk Namrudz, juga Ishau menyatakan sedang membalaskan atas hal yang pernah diperbuat terhadap sang kakek. Meski mendapat serangan keras di tubuhnya, Ishau berhasil membunuh Namrudz,[4] kemudian Ishau melarikan diri terhadap bala tentara Namrudz yang datang dan mengejar dirinya.
Sementara Ishau memutuskan pergi, Ya'qub tetap berada di rumah sehingga ditanyai oleh Ibrahim tentang sebab keberadaannya ini. Ya'qub menjawab bahwa ia percaya bahwa Allah selalu menyertai sang kakek sehingga Ya'qub ingin berada dekat dengannya. Mendengar ucapan ini, Ibrahim memberkati Ya'qub, seraya menyatakan bahwa ia akan mewarisi bagian warisan anugerah; yakni berkat langka dari sisi Allah untuk Ibrahim, yang telah diwariskan kepada Ishaq. Ya'qub takjub mendengar hal ini, sebab ia bukanlah anak sulung yang memiliki kelebihan di mata Ishaq, namun Ibrahim menenangkan cucunya dengan berkata bahwa berkat anugerah itu berasal dari sisi Allah,[5] terlebih lagi terdapat perjanjian bahwa Ya'qub telah lama ditetapkan sebagai pewaris keluarga Ibrahim, sehingga Ya'qub ditakdirkan mewarisi anugerah istimewa di dunia maupun di Akhirat.[6] Ya'qub juga turut bersaksi bersama putra-putra Ibrahim tentang agama yang Allah wariskan untuk kaum keturunan Ibrahim.[7]
Ketika Ishau pulang dari pertarungan melawan Namrudz, ia merasa sekarat serta kelelahan, kemudian ia menjumpai Ya'qub sedang memasak sup kacang merah untuk para tamu yang berkabung atas Ibrahim yang telah meninggal dunia. Ishau yang kelaparan mendesak seraya berteriak meminta makanan kepada Ya'qub. Oleh sebab Ishau tidak percaya adanya kebangkitan orang mati, ia takut akan segera mati,[8] sehingga ia menyatakan bersedia memberikan apapun untuk nyawanya.
Sewaktu Ya'qub memperingatkan kepada Ishau tentang adanya kehidupan Akhirat sesudah mati, Ishau justru secara zalim mengingkari bahwa kelak Allah membangkitkan orang-orang mati,[9][3] sebab Ishau telah mengingkari ajaran Ibrahim bahwa kekayaan berkat berasal dari sisi Allah.[10] Sebagai hukuman atas sikap zalim Ishau ini,[11] Allah memindahkan hak waris Ibrahim kepada orang yang Allah perkenan yakni Ya'qub,[12] keturunan Ibrahim yang meneladani dan mewarisi Ibrahim. Oleh karena telah memperoleh banyak Ilmu dari Ibrahim, Ya'qub telah memahami bahwa pemilik hak kesulungan kelak berhak untuk menerima warisan anugerah. Ya'qub juga meyakini bahwa berkat dunia beserta Akhirat berasal dari sisi Allah.[13]
Ya'qub bersedia memberi makanan setelah Ishau bersumpah menjual hak anak sulung sebagai ganti makanan tersebut, agar sumpah ini menjadi bukti jaminan kepada dirinya; lalu Ishau seketika menyetujui persyaratan ini akibat belum memahami keistimewaan hak anak sulung. Setelah menghabiskan makanan ini, Ishau merasa terlahir kembali seraya bersuka cita, sejak saat ini pula Ishau menamakan diri sebagai Edom, istilah yang bermakna si merah sesuai dengan warna makanan yang ia makan.[14]

Pewaris Ishaq

Setelah memiliki hak anak sulung dari Ishau, Ya'qub secara sah memperoleh keistimewaan sebagai anak sulung Ishaq. Sementara itu, Ishau; yang dikenal sebagai cucu Ibrahim, memutuskan untuk mengawini putri-putri dari suku Hiti, yakni salah satu suku bangsa keturunan Kana'an. Walau demikian, perkawinan ini menyebabkan Ishau melanggar amanat dari Ibrahim yang pernah berwasiat agar keturunannya tidak kawin dengan orang dari keturunan Kana'an. Sepeninggal Ibrahim, Ya'qub berpindah ke rumah nabi Sam, putra nabi Nuh, untuk memperdalam ilmu agama maupun ibadah kepada Allah.[3]
Ishaq sering meratap ketika melihat putra kesayangannya turut dalam kebiasaan bangsa Kana'an yang meninggalkan kewajiban ibadah, bahkan melanggar pengajaran Ibrahim untuk selalu berpegang kepada perintah maupun bimbingan Allah. Diliputi kepedihan hati, Ishaq ditimpa penyakit berat disertai penglihatan mata yang memburuk. Menganggap bahwa penyakit ini merupakan pertanda kematian, Ishaq berniat untuk mewariskan berkat anugerah untuk putra sulungnya, Ishau, sebelum maut menjemput.[15] Namun Ishaq belum mengetahui bahwa hak kesulungan pada Ishau telah beralih ke Ya'qub. Ishaq meminta putra sulungnya, Ishau, agar membuat hidangan daging untuk sang ayah sebelum melakukan pemberkatan. Sekalipun Ishaq menyebut Ishau sebagai putra sulung; akan tetapi Allah lebih berkenan terhadap kesalehan Ya'qub,[16] sehingga Allah mengutus sesosok malaikat agar membantu Ya'qub memperoleh hak sebagai pewaris berkat Ibrahim. Walau Ishaq tidak dapat mengenali putra sulungnya sewaktu Ya'qub menyerahkan hidangan daging kepada sang ayah; kehadiran malaikat Allah meyakinkan Ishaq agar memberkati Ya'qub. Selain itu, Ribkah juga turut memberkati Ya'qub, putra kesayangannya.[3]
Tatkala Ishau datang menemui sang ayah untuk menerima anugerah waris, Ishaq merasa bersalah bahwa ia telah memberkati orang yang bukan putra sulungnya, Ishau. Akan tetapi Ishaq berubah pikiran sewaktu Ishau menyatakan bahwa ia telah menjual hak anak sulung kepada Ya'qub, dengan demikian Ishaq menyadari bahwa Allah turut mengatur takdir yang sedang terjadi. Sebagaimana Allah berjanji mengaruniakan berkat ganda berupa karunia di dunia maupun Akhirat untuk Ibrahim, maka Ishaq memperoleh berkat tersebut sebagai pewaris utama atau "putra sulung" Ibrahim, yang kemudian berkat tersebut diwariskan kepada Ya'qub yakni "putra sulung" Ishaq. Ishau merasa sangat menyesal karena telah menjual hak kesulungan secara seketika yang membuat dirinya seolah kehilangan harapan untuk mewarisi harta kekayaan ayahnya.[17] Mendapati Ishau berupaya keras seraya sujud menyembah bahkan mengemis kepada sang ayah tentang bagian berkat warisan, pada akhirnya Allah berbelas kasihan serta memberi sebagian berkat bagi putra Ishaq ini.[18][3]
Walaupun dirinya sendiri yang telah menjual hak kesulungannya,[19] Ishau sangat meratapi bagian warisan yang menurutnya dirampas oleh Ya'qub. Ishau berniat untuk membunuhnya ketika sang ayah telah wafat. Sewaktu mendengar ucapan serapah ini, Ribkah menasehati Ya'qub agar berpindah sementara waktu di rumah pamannya yakni Laban, di negeri Haran. Walaupun sebelumnya Ya'qub menyatakan berani untuk melawan Ishau,[20] namun ia lebih memilih menuruti saran sang ibu supaya menikahi seorang anak perempuan Laban, agar Ya'qub terhindar dari pernikahan dengan keturunan Kana'an. Kemudian Ishaq dan Ribkah melepas keberangkatan Ya'qub dengan mengakui bahwa Allah telah menyertai Ya'qub, serta menegaskan haknya sebagai anak sulung yang secara sah mendapat warisan berkat istimewa dari Ibrahim. Ishaq juga secara khusus berpesan kepada Ya'qub agar tidak mengawini perempuan keturunan Kana'an melainkan mengawini seorang perempuan yang masih memiliki hubungan kerabat dengan keluarga Ibrahim. Tatkala mendengar kabar bahwa ayahnya tidak berkenan terhadap wanita-wanita Kana'an, Ishau memutuskan pergi ke rumah pamannya, yakni Ismail bin Ibrahim, supaya mengawini seorang anak perempuan Ismail. Ishau tidak berniat pergi ke Haran, sebab ia mengetahui bahwa Ibrahim pernah melarang Ishaq agar tidak pergi ke Haran.

Keberangkatan ke negeri Haran

Sewaktu berangkat ke Haran, Ishaq memperbekali banyak harta benda maupun hewan ternak untuk Ya'qub sebagai bagian warisan anak sulung. Sementara itu, Ishau merasa geram ketika mendengar kabar bahwa Ya'qub berangkat sambil mengangkut perbekalan berlimpah dari kedua orang tuanya, kemudian Ishau bersiasat untuk merampas bagian waris duniawi yang telah diserahkan Ishaq kepada Ya'qub. Maka Ishau mengutus budak-budak Ishaq agar pergi menyampaikan pesan kepada Ya'qub.
Sewaktu gerombolan ini menyusul Ya'qub, mereka menyampaikan pesan bahwa Ishaq memerintahkan Ya'qub agar menyerahkan kembali muatan perbekalan kepada Ishau melalui mereka, supaya Ishau tidak mendengki ataupun supaya Ishau tidak berangkat mengejar Ya'qub ke negeri Haran. Di sisi lain, Ya'qub bersyukur telah menerima berkat anugerah Allah yang disampaikan melalui orang tuanya; yang cukup menjadi bekal jaminan hidup di dunia serta di Akhirat.[21][22]Ya'qub menyerahkan seluruh harta perbekalan ini kepada para budak Ishaq untuk kemudian diserahkan kepada Ishau sehingga Ya'qub harus berjalan tanpa mengangkut bekal apapun ketika sampai di rumah pamannya selain Perlindungan Allah yang selalu menyertai Ya'qub dimanapun ia berada, supaya kelak ia pulang dalam keadaan selamat.
Di tengah-tengah perjalanan ini, Ya'qub mendapat sebuah mimpi nubuat yang bermakna Allah berjanji bahwa keturunan Ya'qub akan berjumlah sangat banyak memenuhi bumi apabila ia tetap setia melaksanakan perintah-perintah Allah. Selain itu, Ya'qub memperoleh nubuat bahwa ia akan memberkati dua belas putranya sehingga kelak Ya'qub akan disebut sebagai leluhur kedua belas suku.[3] Kemudian Ya'qub mendirikan tanda peringatan di tempat ia telah bermimpi, ia juga berikrar kepada Allah bahwa ia akan bersegera mengadakan persembahan khusus di tempat tersebut apabila Allah menyertai serta memperkenan Ya'qub pulang ke negeri ayahnya dalam keadaan selamat.

Kehidupan di negeri Haran

Tatkala tiba di negeri Haran, Ya'qub melihat Rahil, anak perempuan pamannya, yang seketika membuat Ya'qub terpikat dan ingin menjadikan perempuan ini sebagai istri. Laban, paman Ya'qub, memberi syarat bahwa Ya'qub harus terlebih dahulu bekerja selama tujuh tahun demi mendapat Rahil. Ketika negeri Haran mendapat kelimpahan berkat karena kehadiran Ya'qub yang diberkati Allah, maka Laban mengadakan berbagai tipu muslihat untuk menghalangi Ya'qub pulang ke rumah ayahnya.
Bertahun-tahun kemudian, Ya'qub memiliki kekayaan yang berlimpah di negeri Haran karena senantiasa berpegang kepada perintah-perintah Allah dimanapun ia berada serta ia tidak mengikuti kebiasaan penduduk yang ada di sekitarnya. Selama itu pula, Ya'qub dikaruniai dua belas anak dari keempat istrinya. Kesebelas putra Ya'qub adalah Rubin, Simeon, Lawy, Yahudah, Dan, Naftali, Gad, Asyer, Yisakhar, Zebulon, dan Yusuf; sementara seorang putrinya bernama Dinah.[3] Ketika Allah berfirman agar kembali ke rumah ayahnya, Ya'qub menjadi seorang hartawan kaya raya dengan banyak anak, banyak ternak, juga banyak budak sewaktu meninggalkan negeri Haran, meski ia tanpa membawa muatan perbekalan sewaktu pertama kali tiba di negeri tersebut.

Kepulangan dari negeri Haran

Dalam perjalanan pulang, Ya'qub harus menghadapi sesosok malaikat setelah membawa segala kepunyaannya menyeberangi sebuah sungai. Atas izin Allah, Ya'qub berhasil menang melawan malaikat tersebut meski sendi pangkal pahanya mendapat hantaman. Tatkala mendapati hal ini, putra-putra Ya'qub merasa menyesal tidak turut membantu sang ayah; yang kemudian putra-putra Ya'qub menahan diri untuk memakan segala jenis daging yang menutupi pangkal paha sebagai bentuk peringatan atas kejadian ini.[23] Ketika mendapat kabar bahwa ia akan berhadapan dengan Ishau serta gerombolannya; Ya'qub memikirkan keselamatan segala kepunyaannya namun Ya'qub tetap bersabar menaruh kepercayaan kepada janji Allah, juga Ya'qub berdoa secara bersungguh-sungguh kepada Allah agar dapat memenuhi ikrar perjanjian apabila Allah memperkenan dirinya pulang dalam keadaan selamat di negeri ayahnya. Kemudian Ya'qub mendapati Ishau beserta gerombolannya merasa ketakutan terhadap kehadiran Ya'qub, oleh sebab Allah yang menyertai dan membela keluarga Ya'qub, maka Allah telah mengutus ribuan bala tentara malaikat yang membela keluarga Ya'qub yang beriman,[24][25] sehingga ribuan bala tentara malaikat ini telah menangkap seraya mengancam akan membunuh seluruh kepunyaan Ishau apabila berani berbuat jahat terhadap Ya'qub maupun segala kepunyaannya.[3] Ya'qub juga memberi banyak hadiah untuk saudaranya lalu Ya'qub dan Ishau saling berdamai.
Ya'qub mendirikan kemah di tengah-tengah suku keturunan Kana'an sewaktu tiba di negeri ayahnya. Ia lupa tentang ikrar perjanjiannya berupa persembahan khusus sebagai bentuk syukur karena selama ini Allah telah mengaruniakan keselamatan untuk dirinya serta telah melindungi dirinya menghadapi berbagai bahaya. Atas sikap ini, Allah memberi beberapa hukuman untuk memperingatkan Ya'qub. Anak perempuan Ya'qub, yakni Dinah, diperkosa oleh seorang pangeran dari suku keturunan Kana'an. Bangsa Kana'an merupakan bangsa penyembah berhala yang menganggap perzinahan sebagai hal kewajaran di tengah-tengah mereka; sehingga suku bangsa Kana'an di wilayah tersebut memperbolehkan perilaku keji berlangsung.
Hal ini menimbulkan kebencian dan kemurkaan besar pada kedua saudara Dinah, yakni Simeon dan Lawy. Simeon menganggap kejadian ini sebagai penistaan terhadap nama baik keturunan Ya'qub. Sementara itu, Allah mengutus Lawy menjadi Rasul yang diperbekali sebilah pedang beserta tameng supaya dapat membalas tindakan jahat suku keturunan Kana'an.[26][27] Ia memahami bahwa kejadian ini dapat merusak perjanjian Ibrahim terhadap keturunannya supaya tetap diberkati, yakni larangan untuk tidak memiliki hubungan keluarga dengan keturunan Kana'an yang terlaknat. Terlebih lagi, apabila keturunan orang-orang beriman dibiarkan memiliki ikatan keluarga dengan kaum keturunan pezinah yang menyembah berhala, tentu kaum penyembah berhala akan memaksa kebiasaan kafir bangsa musyrik terhadap orang-orang beriman; yang berakibat merusak kesetiaan keturunan Ibrahim terhadap Allah. Dengan demikian, Lawy mempertimbangkan Hukum Allah sewaktu menumpas kaum keturunan kafir yang hendak menggabungkan diri dengan keturunan orang-orang beriman.[28][29][30] Sekalipun mengemis perkenan atau perjanjian damai kepada golongan beriman, orang-orang yang berzinah maupun orang-orang yang menyembah berhala tidak memiliki hak mendapat bagian dalam warisan Ibrahim. Hal ini pula yang kemudian harus diberlakukan sewaktu Bani Israel mengambil alih negeri perjanjian yang sebelumnya dihuni bangsa Kana'an.[31]
Tatkala Simeon telah dipenuhi dendam, ia berniat membantai seluruh laki-laki suku Kana'an yang memandang rendah keturunan Ya'qub, akibat kaum itu telah membiarkan dan mengizinkan adanya perzinahan terjadi di tengah-tengah mereka. Lawy berniat menumpas seluruh laki-laki suku Kana'an sebagai Hukuman Murka Allah, maupun sebagai peringatan supaya tidak ada dari keturunan Ya'qub yang terbujuk mengawini keturunan Kana'an yang terlaknat, dengan harapan kelak tiada kaum keturunan ayahnya yang turut mendapat kesengsaraan dengan bangsa keturunan Kana'an; yakni bangsa yang membiarkan perbuatan dosa terjadi di tengah-tengah mereka akibat mengabaikan perintah-perintah Allah. Simeon dan Lawy bersumpah kepada Allah untuk membalas perbuatan keji ini.[32]Maka mereka berangkat sambil membawa pedang lalu tanpa belas kasihan membunuh suku keturunan Kana'an di wilayah tersebut, oleh karena suku ini telah melakukan perkara keji menyembah berhala serta tidak menentang dosa pencemaran terhadap adik mereka, bahkan suku ini mengizinkan perkara zinah yang dibenci Allah.[33] Lawy membunuh Sikhim yakni pangeran dari suku keturunan Kana'an, sementara Simeon membunuh Hamor, raja suku tersebut.[3] Seluruh anak lelaki hingga seluruh pria di suku tersebut mati dibantai Simeon dan Lawy;[34] kemudian keduanya menyelamatkan Dinah dari wilayah suku pezinah ini.[35]
Sewaktu Simeon dan Lawy pulang, Ya'qub memarahi kedua putranya yang telah bertindak gegabah tanpa terlebih dahulu meminta pertimbangan dari sang ayah, oleh sebab suku tersebut telah menyampaikan perjanjian kepada keluarga Ya'qub. Walau demikian, Simeon membela diri bahwa keduanya tidak bisa membiarkan perlakuan keji suku Kana'an yang mempersamakan adik mereka sebagai pezinah;[36] juga sebagai peringatan bagi siapapun yang nekat menimpakan kejahatan terhadap keluarga Israel, maka orang itu dan siapapun yang menyetujui kejahatan tersebut akan menghadapi Kemurkaan Allah melalui tangan keduanya,[37][38]Sementara itu Lawy memperingatkan sang ayah tentang Perjanjian Allah terhadap suku Kana'an, walau ia merasa bersalah sebab tidak menghormati kedudukan ayahnya;[39] kemudian ia memutuskan bertekun dalam ibadah serta pertobatan untuk menghapus dosa ini.[40] Sejak saat ini pula, Lawy tidak lagi akrab dengan Simeon.
Akibat kekerasan Simeon dan Lawy, penduduk negeri yang tinggal di sekitar Ya'qub dipenuhi rasa takut dan gentar untuk bergaul dengan keluarga Ya'qub. Kemudian mereka pun menyadari bahwa keluarga Ya'qub merupakan pewaris keluarga Ibrahim yang mencegah perbuatan dosa, juga menjaga Hukum-Hukum Allah beserta perintah-perintah Allah sehingga Perlindungan Allah selalu menyertai keluarga Ya'qub; dengan demikian Allah takkan membiarkan orang yang berbuat jahat kepada keluarga tersebut lolos tanpa hukuman pedih.[41]
Melalui kejadian ini, Ya'qub menyadari kesalahannya serta menerima peringatan Ilahi tentang ikrar perjanjiannya sehingga ia bertobat seraya bergegas menepati ikrar perjanjian untuk mengadakan persembahan khusus kepada Allah, tepat di tempat sebelumnya ia pernah berikrar kepada Allah sewaktu berangkat meninggalkan negeri ayahnya. Setelah memenuhi ikrar perjanjian, Allah mengampuni kesalahan Ya'qub,[42] serta mengubah nama Ya'qub menjadi "Israel" lalu Allah berjanji bahwa seisi bumi akan menjadi milik kaum keturunan Israel.[43] Kemudian Israel mengajak seluruh keluarganya berpindah ke rumah Ishaq. Sewaktu tiba di rumah ayahnya, Ishaq dan Ribkah merasa sangat bahagia sewaktu melihat Ya'qub masih beriman kepada Allah. Ishaq dan Ribkah sangat bersyukur kepada Allah atas karunia seorang putra yang menyelamatkan nama baik keturunan Ibrahim yang dikenal setia kepada Allah. Terlebih lagi, Ishaq mendapati bahwa putra-putra yang dikaruniakan untuk Ya'qub memiliki kesalehan menyerupai ayah mereka.[44] Ishaq sempat menyampaikan nubuat kepada Lawy dan Yahudah,[45]bahwasanya Lawy mewarisi kedudukan Imam,[46] sementara Yahudah mewarisi kedudukan pemimpin di Israel.

Israel dan putra-putranya

Dalam perjalanan menuju rumah Ishaq, Israel mendapat kabar bahwa Rahil melahirkan anak ketiga belas untuknya, yakni seorang putra bernama Bunyamin, walau Rahil meninggal setelah persalinan. Dengan demikian Israel dapat menjadi leluhur kedua belas suku serta menggenapi nubuat untuk dirinya. Kedua belas putra Israel adalah Rubin, Simeon, Lawy, Yahudah, Dan, Naftali, Gad, Asyer, Yisakhar, Zebulon, Yusuf dan Bunyamin. Sepeninggal Rahil, Israel sendiri yang harus mengurus Yusuf dan Bunyamin, sehingga putra-putra Rahil lebih diperhatikan melebihi putra-putra Israel yang lain. Sebagai nabi pilihan; Ya'qub dikaruniai Ilmu istimewa dari sisi Allah;[47][48] sehingga mendapat nubuat bahwa Yusuf akan menjadi pertanda yang akan menyelamatkan kehidupan seluruh Bani Israel terhadap banyak kesusahan yang melanda, dan Yusuf akan menjadi syarat penggenapan berkat Allah kepada Ibrahim dan Ishaq. Terlebih lagi, Israel mengetahui bahwa Perlindungan Allah telah menyertai Yusuf, oleh sebab itu Israel sangat mengutamakan keselamatan Yusuf.
Yusuf pernah mendapat mimpi nubuat yang bermakna bahwa kesebelas saudaranya beserta kedua orang tuanya akan bersujud di hadapan dirinya, bahkan Yusuf memahami makna mimpi ini adalah pertanda keistimewaan dirinya dibanding putra-putra Israel yang lain. Hal ini menimbulkan kebahagiaan pada diri Israel bahwa Yusuf mewarisi anugerah nubuat beserta berkat sebagaimana yang pernah dikaruniakan untuk Ibrahim dan Ishaq. Israel melarang Yusuf menceritakan mimpi ini kepada saudara-saudaranya,[3] walau demikian rasa iri menyulut rasa benci pada diri saudara-saudaranya sehingga muncul niat jahat terhadap Yusuf.[49]
Sewaktu kesepuluh putra Israel mendapati perlakuan istimewa sang ayah terhadap Yusuf dan Bunyamin, maka muncul dugaan bahwa ayah mereka hendak berlaku curang terhadap mereka.[50] Yahudah bersama kesembilan saudaranya mengadakan siasat supaya menghindarkan perilaku curang sang ayah terhadap para putra Israel, serta supaya mereka memiliki bagian tertentu dalam warisan anugerah.[51] Mereka belajar dari tindakan ceroboh Simeon dan Lawy, sehingga memohon izin terlebih dahulu kepada ayah mereka sewaktu hendak mengadakan perjalanan bersama-sama Yusuf. Kesepuluh putra Israel membujuk sang ayah bahwa diri mereka mengingini kebaikan untuk diri Yusuf serta mereka hendak melindunginya.[52][53] Israel mengetahui adanya firasat buruk tentang perjalanan mereka, walau akhirnya Israel melepas keberangkatan Yusuf bersama dengan kesepuluh putranya.[54]
Tatkala kesepuluh putra Israel pulang tanpa Yusuf, mereka menjelaskan kepada Israel bahwa hanya ada baju Yusuf yang berlumuran darah setelah ditinggalkan seorang diri.[55] Merasa heran terhadap penjelasan mereka, Israel menduga bahwa kehilangan ini sebagai pertanda buruk tentang keselamatan kaum keluarganya. Yusuf bagi Israel merupakan pertanda pertolongan serta pertanda keselamatan, juga penggenapan berkat untuk kaum keturunannya; sehingga ia menduga kehilangan atau kematian Yusuf dapat menjadi firasat bahwa akhir seluruh keturunannya akan segera terjadi. Firasat ini hampir mendekati kebenaran ketika terjadi musim paceklik yang menghentikan usaha pertanian di negerinya, yang berakibat seluruh keluarganya dilanda kelaparan. Di sisi lain, keimanan Israel membuat ia tetap bersabar serta berserah diri menaruh kepercayaan kepada Allah.[56]
Sewaktu wabah kelaparan panjang terjadi, kesepuluh putra Israel pergi membeli persediaan makanan ke Mesir namun mereka kembali dengan mendapati jumlah uang penukar yang masih utuh. Kemudian mereka meminta izin kepada Israel supaya Bunyamin turut menyertai mereka sewaktu hendak membeli persediaan makanan ke Mesir, sebab sang pemegang kuasa negeri Mesir telah menuntut kehadiran Bunyamin. Meski sempat menolak, Israel terpaksa mengizinkan hal ini setelah wabah kelaparan hebat menimpa seluruh anggota keluarga mereka.[57] Walau diliputi kepedihan hati tentang keselamatan Yusuf, Israel masih memiliki keimanan serta keyakinan kepada janji Allah bahwa Yusuf beserta saudara-saudaranya akan kembali pada dirinya,[58] sehingga nubuat tentang kedua belas suku dapat terpenuhi.
Sewaktu putra-putranya pulang dari perjalanan untuk membeli persediaan makanan di Mesir, Israel merasakan keberadaan Yusuf di dekatnya. Hal ini disebabkan baju Yusuf yang dibawa dari Mesir supaya pakaian tersebut dibasuhkan ke wajahnya, agar penglihatan Israel membaik.[59] Mereka juga membawa kabar gembira bahwa Yusuf telah menjadi seorang panglima Mesir yang berkuasa atas segala kebijakan dan peraturan di Mesir, bahkan Yusuf telah berdamai dengan saudara-saudaranya.[60] Sewaktu kesepuluh putra Israel memohonkan maaf kepadanya, Israel memohonkan pengampunan kepada Tuhannya, yakni Yang Maha Pengampun serta Maha Penyayang terhadap kesalahan mereka.[61] Yusuf juga mengundang seluruh keluarga Israel supaya berpindah ke Mesir selama masa kelaparan berlangsung. Pertemuan Israel dengan Yusuf, putra kesayangannya, terasa sangat membahagiakan sebab telah terbukti bahwa Yusuf menjadi pertanda pertolongan dan pertanda keselamatan untuk Israel beserta seluruh kaum keturunan Israel.

Hijrah ke Mesir dan pewarisan berkat

Selama tinggal di Mesir, Israel mengasuh dan mengajarkan ilmu-ilmu yang telah diperoleh dari para leluhurnya kepada kedua putra Yusuf yakni Ifrayim dan Manushah. Israel merasa dekat dengan kedua putra Yusuf sehingga menganggap kedua cucunya ini sebagai kedua putra kandungnya sendiri. Sebelum Maut menjemput, Israel memberkati kedua putra Yusuf sebagaimana memberkati putra-putranya sendiri.[62] Kemudian kedua belas putra Israel dihimpunkan supaya mendapat bagian warisan anugerah yang berasal dari sisi Allah. Sebelum memberikan berkat-berkat anugerah, Israel terlebih dahulu ingin mengetahui keimanan kedua belas putranya dengan meminta kesaksian tentang hal yang akan mereka sembah sepeninggal dirinya. Israel merasa lega sewaktu mendengar bahwa semua putranya berikrar untuk senantiasa mengabdi kepada "Tuhannya Ya'qub, maupun Tuhannya Ibrahim, maupun Tuhannya Isma'il, maupun Tuhannya Ishaq," yakni Tuhan Yang Tunggal;[63] sehingga masing-masing putranya terbukti layak sebagai para pewaris Israel yang menerima berkat istimewa dari sisi Allah.
Anak pertama Israel, Rubin, mendapat beberapa pujian dan teguran keras, sebab tingkah lakunya tidak mewarisi kesalehan ataupun kepribadian Israel, sehingga Rubin tidak layak disebut sebagai anak sulung Israel. Oleh sebab itu "warisan kesulungan" berupa bagian kedudukan Imam, beralih ke Lawy, sementara bagian kerajaan beralih ke Yahudah, serta bagian terbanyak milik anak sulung beralih ke Yusuf. Simeon beserta Lawy mendapat bagian bersama dari Israel akibat peristiwa pembantaian salah satu suku keturunan Kana'an yang meninggalkan kesan bagi Israel karena telah membuat nama Israel disegani sekaligus ditakuti oleh bangsa-bangsa lain. Israel memperingatkan bahwa gabungan kekuatan keduanya dapat menimbulkan kehancuran besar pada musuh-musuh mereka, oleh karena watak Simeon yang rela mati-matian melindungi nama baik Bani Israel sementara Lawy berwatak tidak kenal belas kasihan untuk membunuh siapapun yang nekat memperbuat dosa keji. Dari watak keras keduanya, Israel memahami pula bahwa Simeon membenci Yusuf lalu mengadakan siasat membunuhnya meski tidak dilakukan.[64]
Mendapati ketiga saudaranya mendapat teguran keras, Yahudah merasa takut bahwa ia akan mendapat bagian serupa karena dirinya merasa bersalah telah memimpin siasat untuk memisahkan Yusuf. Akan tetapi Israel justru sangat memuji Yahudah yang memiliki kebijaksanaan untuk memutuskan sesuatu, sebab Israel mengetahui bahwa Yahudah adalah orang yang berhasil menghindarkan dosa pembunuhan terhadap Yusuf. Yahudah terbukti memiliki sikap takut terhadap hukuman Allah; sehingga Yahudah berhasil menyadarkan kesembilan saudaranya bahwa Yusuf adalah seorang putra Israel, yang juga seorang yang masih bersaudara dengan mereka; lalu kesepuluh putra Israel bersepakat tidak membunuhnya.
Israel menyampaikan berkat bahwa Zebulon akan memperoleh penghidupan yang baik di tepi lautan sedangkan Yisakhar akan menjadi pekerja rodi yang kuat di negeri yang makmur. Israel memberkati Dan bahwa kaum keturunannya muncul sebagai suku hakim di Bani Israel yang kelak menjadi pertanda keselamatan dari Allah. Sedangkan Gad akan menjadi suku yang tangguh walau hidup di tengah-tengah bangsa besar. Israel memberkati Asyer bahwa kelak kaum keturunannya akan menyediakan hidangan kaum raja dan bangsawan. Sementara itu, Naftali akan muncul seperti "rusa melompat" yang menyampaikan perkataan bijaksana.
Ketika giliran pemberkatan untuk bagian Yusuf, Israel sangat bersyukur kepada Allah karena ia masih diizinkan melihat Yusuf maupun keturunan-keturunan Yusuf yang Allah karuniakan untuk menyelamatkan keberlangsungan Bani Israel menghadapi berbagai kesulitan. Israel menyampaikan pujian luar biasa untuk Yusuf, sebab bagian warisan terbesar dari Ibrahim, Ishaq dan dirinya akan menyatu pada diri Yusuf, anak sulung Israel.[3] Bunyamin juga memperoleh berkat dari ayahnya yang berkaitan dengan masa depan keturunannya. Israel juga mengucap berkat tentang watak ataupun hal yang akan terjadi kepada sebagian mereka beserta keturunan mereka dengan perlambangan simbol tertentu, semisal perlambangan singa (Yahudah), keledai (Yisakhar), ular (Dan), rusa betina (Naftali), pohon kokoh yang berbuah (Yusuf), serta serigala (Bunyamin).[65]
Sebelum meninggal dunia, Israel berwasiat supaya ia dimakamkan di tempat pemakaman pribadi milik keluarga Ibrahim di tanah airnya. Yusuf memimpin rombongan perkabungan sewaktu berangkat ke tempat pemakaman ayahnya, sehingga kehadiran Yusuf ini sangat dihormati dan dipuji oleh penduduk berbagai bangsa; oleh karena Yusuf, putra Israel, merupakan seorang hamba pilihan Allah,[66] serta pemegang kuasa agung di Mesir yang telah menyediakan makanan juga telah berjasa menyelamatkan hidup berbagai bangsa di muka bumi.[67]

Gelar

Allah menggelari Ya'qub sebagai salah satu dari "ketiga manusia pilihan paling utama" setelah Ibrahim dan Ishaq.[68] Selain itu Ya'qub disebut pula sebagai Israel, leluhur umat Bani Israel yakni sebuah umat pilihan yang Allah istimewakan melampaui alam semesta.[69] Nama Israel disebut sebanyak dua kali di Al-Qur'an,[70]serta memiliki banyak keturunan yang termasuk golongan nabi.

Referensi


1.     ^ A-Z of Prophets in Islam and Judaism, B. M. Wheeler, Jacob
2.     ^ a b c d e f g h i j k l m n o Ginzberg, Louis, ed. (1909). The Legends of the Jews (Translated by Henrietta Szold) Philadelphia: Jewish Publication Society.
3.     ^ Sefer Hayashar (Samuel, Moses; Book of Jasher Referred to in Joshua and Second Samuel 1840)
4.     ^ Surah Al-Imran : 73-74, Yunus : 58, Jumuah : 4
5.     ^ Surah Al-Anbiya : 72-73, Hud : 71
6.     ^ Surah Al-Baqarah : 131-132
7.     ^ Surah Al-Baqarah : 212-213, Al-Baqarah : 200, Ali-Imran : 145, Asy-Syura : 20, Yunus : 7, Al-Ankabut : 64
8.     ^ Surah As-Saffat : 112-113, Al-Baqarah : 28, An-Nahl : 38-39, Al-Isra : 119, Ar-Rum : 44-45, Al-Isra : 99, Hud : 7-8, Ibrahim: 2-3, An-Nahl : 106-109, Yasin : 79, Al-An'am : 29-33, Al-An'am : 112-113 Ali-Imran : 77, Al-Insan : 27-31, As-Saffat : 50-51, Al-Jatsiyah : 32, Az-Zukhruf : 83, Ad-Dukhan : 40, Al-Qamar : 46, Al-A'raf : 147, Al-Hajj : 66-70
9.     ^ Surah Al-Baqarah : 130, Ali-Imran : 32-34, Muhammad : 8-9, At-Taubah : 62-68, Az-Zukhruf : 36-44, Al-Hajj : 51-57, Al-Ahqaf : 17-19, Al-Lail : 4-11
10.  ^ Surah Al-Baqarah : 124, Ali-Imran : 57, Al-Hajj : 3-14, Ar-Ra'd : 25-26, An-Nisa : 115-123, Al-Mu'min : 18-76, Al-Mujadilah : 5-6, Az-Zumar : 22-26, Al-Furqan : 11-31, Muhammad : 28-38, Al-A'raf : 43-45
11.  ^ Surah Asy-Syura : 8, Hadid : 20-21, Ali-Imran : 73-74, Ar-Rum: 5, Al-Insan : 29-31, Al-Hadid : 29, Al-Lail : 13, Asy-Syura : 17-19
12.  ^ Surah An-Nisa : 122-126, An-Nisa : 131-134, Ibrahim: 27, An-Nahl : 30, Al-Ahqaf 13-16, Az-Zukhruf : 33-35
13.  ^ Sefer Yūḇāl 24:6
14.  ^ Surah Al-Baqarah: 180-182
15.  ^ Surah An-Nahl : 41-42, An-Nisa : 122-126, Fussilat : 30-31
16.  ^ Surah Al-Baqarah : 268
17.  ^ Surah Al-Baqarah : 126, As-Saffat : 12-13, At-Taubah : 59, Ali-Imran : 176-178, Al-Mu'minun : 61, Muhammad : 8-9, An-Nahl : 106-109, Hud : 15-16, Al-Mu'min : 1-22, Asy-Syura 17-22
18.  ^ Surah Al-Kahfi : 54-59
19.  ^ Sefer Yūḇāl 27:4
20.  ^ Surah Qasas: 60-61, Yunus: 58, Az-Zukhruf: 32
21.  ^ Surah Al-Baqarah: 130, Al-Ankabut: 27
22.  ^ Surah Ali Imran: 93
23.  ^ Surah As-Saffat: 171-173, Al-Anfal : 29-30, Az-Zumar : 25-26, Fussilat : 30-31
24.  ^ Surah Al-Ahzab : 9-12, Muhammad: 1-2, Al-Anfal: 59-60, Al-Hajj: 38-41, Ali-Imran: 160, Al-Fath: 4-7, Al-Anfal: 12-14, Surah Ar-Rum : 58-60, Al-Muddatsir : 31
25.  ^ Testament of Levi 5:1-7
26.  ^ Surah Al-Hajj: 75-78
27.  ^ Surah At-Taubah : 62-70, Muhammad : 35-36
28.  ^ Sefer Yūḇāl 30
29.  ^ Surah Ibrahim: 13-15, Ibrahim: 18-20, An-Nur: 3, Muhammad : 7-15, Al-Imran: 146-151, Ali-Imran : 194-198, An-Nisa : 58-59, An-Nisa : 95-96, Al-Furqan : 67-76, An-Nisa : 74, Yunus : 62-64, Al-Baqarah : 216-218, Al-Anfal : 72-73, Yunus : 37-40, At-Taubah : 111-112
30.  ^ Surah An-Nisa : 77, Al-Fath : 20-24, Yunus : 13-14, Ali-Imran : 56, Al-Hajj : 43-48, Al-Anbiya : 7-19, Al-Ahzab : 22-27, Al-Anfal : 72-73
31.  ^ Sefer Hayashar 34:23
32.  ^ Surah An-Nur : 3, Muhammad : 7-15, At-Taubah : 71-72, Al-Isra : 32
33.  ^ Sefer Yūḇāl 30: 4
34.  ^ Sefer Yūḇāl 30: 24
35.  ^ Surah An-Nur : 23-26
36.  ^ Testament of Levi 6:8-7:3
37.  ^ Surah At-Taubah : 14, An-Nisa : 91, Al-Anfal : 17-18, Ar-Rum: 5, Al-Ahzab : 22-27, An-Nisa : 76
38.  ^ Testament of Levi
39.  ^ Surah Al-Maidah : 39-40, Al-Furqan : 70-76, An-Nisa :17
40.  ^ Surah An-Nahl : 110, At-Taubah : 14-15, Muhammad : 11-12, Ar-Rum : 5-7, Al-Ahzab : 25-27, Al-Fath : 20-24, Al-Anfal : 12-14
41.  ^ Surah Al-Anfal 27-29, An-Nahl : 110, At-Taghabun : 15-18, An-Nisa :17
42.  ^ Sefer Yūḇāl 32:17-20
43.  ^ Sefer Yūḇāl 31:32
44.  ^ Sefer Yūḇāl 31
45.  ^ Sefer Yūḇāl : 32
46.  ^ Surah Yusuf : 68
47.  ^ Sefer Yūḇāl 32:21-26
48.  ^ Surah An-Nisa : 32-33, Yusuf : 4-5
49.  ^ Surah Yusuf : 6
50.  ^ Surah Yusuf : 8-10
51.  ^ Surah Yusuf : 11-12
52.  ^ Surah Yusuf : 53
53.  ^ Surah Yusuf : 11-14
54.  ^ Surah Yusuf : 17-18
55.  ^ Surah Al-Baqarah : 155-157, An-Nisa : 175, Hud : 9-11, Yusuf : 18, Yusuf : 67, Yusuf : 83, An-Nahl : 110, Az-Zumar : 10
56.  ^ Surah Yusuf : 62-68
57.  ^ Surah Yusuf : 86-87
58.  ^ Surah Yusuf : 93-96
59.  ^ Surah Yusuf : 91-92
60.  ^ Surah Yusuf : 97-98
61.  ^ Surah Al-Baqarah: 180-182
62.  ^ Surah Al-Baqarah : 133
63.  ^ Surah Yusuf : 24
64.  ^ Surah Yusuf : 55
65.  ^ Surah Shaad : 45-47, Al-An'am : 83-84, Maryam : 49-50, Al-Anbiya' : 72-73, Al-'Ankabut : 27
66.  ^ Surah Al-Baqarah : 122, Al-Baqarah : 40, Al-A'raf : 140, Al-Jatsiyah : 16
67.  ^ Surah Al-Imran: 93, Maryam: 58

Nabi Yusuf  A.S











Artikel ini berisi uraian tentang Yusuf bin Yakub. Untuk nama Yusuf lain, lihat Yusuf.
Yusuf (Arab يوسف ) (sekitar 1745-1635 SM) adalah salah satu nabi agama Islam. Ia juga merupakan salah satu dari 12 putra Yaʿqub dan merupakan buyut dari Ibrahim. Ia diangkat menjadi nabi pada tahun 1715 SM dan ia ditugaskan berdakwah kepada Kanʻān dan Hyksos di Mesir. Namanya disebutkan sebanyak 27 kali di dalam Al-Quran. Ia memiliki 2 anak laki dan 1 anak perempuan dan ia wafat di Nablus Palestina.

Genealogi

Yusuf adalah cucu dari Ishaq, silsilah lengkapnya adalah Yusuf bin Yaʿqub bin Ishaq bin Ibrahim bin Azar bin Nahur bin Suruj bin Ra'u bin Falij bin 'Abir bin Syalih bin Arfahsad bin Syam bin Nuh. Yusuf merupakan putera ketujuh (ada sumber mengatakan anak kesebelas) Yaʿqub dan Yusuf mempunyai ibu yang dikenali sebagai Rahil (Rahel) dengan adiknya, Bunyamin (Benyamin). Yusuf menikah dengan seorang gadis yang bernama Ashenath kemudian memiliki dua orang anak yang bernama Manessa (Manasye) dan Ephiraim (Efraim).
Sedangkan Ibnu Katsir dalam kitabnya yang berjudul Qishashul Anbiya’ menuliskan bahwa Yusuf menikahi Ra’il binti Ra’ayil, janda dari Qithfir, kemudian lahirlah dua orang putra, yakni Afrayim dan Mansa.

Biografi

Yusuf mempunyai 12 orang saudara lelaki dan mempunyai rupa yang tampan dan dimanja oleh bapaknya. Walau bagaimanapun, ibu kandungnya wafat ketika ia berusia 12 tahun.
Kasih sayang berlebihan yang diperolehnya dari Nabi Yaqub membuat iri dan dengki saudara-saudara yang mewujudkan komplot menarik perhatian bapak mereka. Mereka berencana untuk membunuh dia.
Yahudza, anak lelaki keempat dari Yaʿqub dan yang paling tampan dan bijaksana di antara mereka tidak setuju dengan rencana pembunuhan itu karena perlakuan tersebut adalah dilarang. Maka, demi menghalau Yusuf, dia merencanakan untuk mencampakkan dia ke dalam sebuah 'sumur tua' yang terletak di persimpangan jalan tempat kafilah-kafilah dagang dan para musafir beristirahat. Dengan itu, kemungkinan Yusuf akan diselamatkan dari sumur tersebut dan dibawa oleh siapa saja untuk dijadikan budak.

Kisah dalam Al-Qur'an

Al-Qur'an mengawali kisah Yusuf saat ia masih muda. Ia bermimpi melihat sebelas planet, matahari, dan bulan bersujud padanya (Yusuf 12:4). Mimpi itu ia beritahukan kepada ayahnya, Yaqub yang menyuruhnya agar tidak memberitahukan mimpi itu kepada saudara-saudaranya yang pencemburu (Yusuf 12:5). Yusuf juga merupakan anak yang paling disayangi Yaqub, sehingga saudaranya merasa cemburu dan mereka merencanakan suatu rencana untuk membuang Yusuf (Yusuf 12:8). Saudara-saudara Yusuf meminta izin pada Yaqub untuk membawa Yusuf pergi bersama mereka, dan mereka diizinkan. Dalam perjalanan, Yusuf dimasukkan ke dalam sumur dan ditinggal pergi oleh saudara-saudaranya hingga kemudian ia ditemukan oleh kafilah dagang yang kemudian menjualnya di Mesir. Orang yang membeli Yusuf adalah Qithfir, seorang raja Mesir yang mempunyai julukan Al Aziz.

Mukjizat

Ketampanan rupa[

Kitab Jawi mengenai Hikayat Nabi Yusuf a.s.
Yusuf di dalam Al-Qur'an dikatakan sebagai pria tertampan di dunia.[1] Pernyataan ini digambarkan ketika Yusuf tumbuh remaja, istri tuannya yang bernama Zulaikha menggodanya karena tidak bisa menahan daya tarik ketampanannya dan setiap wanita yang melihatnya pasti terkesima, namun Yusuf menolaknya (Yusuf 12:23). Sehingga ia mengancam Yusuf akan dipenjarakan, jika tidak mengikuti perintahnya (Yusuf 12:32). Namun, Yusuf tetap teguh dan ia akhirnya dipenjarakan (Yusuf 12:33). Yusuf dipenjarakan bersama dua orang tahanan.[2]

Pentakwil mimpi

Di dalam penjara, mereka mengetahui bahwa Yusuf memiliki kejujuran yang tinggi dan dapat menafsirkan mimpi (Yusuf 12:36). Yusuf berhasil dalam menafsirkan mimpi 2 tahanan lainnya, mimpi mereka adalah bahwa salah satu dari mereka akan dihukum mati, dan yang lainnya akan dibebaskan dan kembali bekerja sebagai penuang air minum raja. Maka, Yusuf meminta pada temannya yang akan dibebaskan untuk mengemukakan masalahnya kepada raja. Namun, ketika dibebaskan, ia melupakan Yusuf, sehingga ia tetap dipenjara.
Beberapa tahun kemudian, raja bermimpi dan menanyakan apa artinya. Penuang minuman tersebut akhirnya ingat pada Yusuf, dan ia menanyakan Yusuf apa arti mimpi raja. Yusuf menafsirkan mimpi raja bahwa akan terjadi tujuh panen yang berlimpah, kemudian diikuti tujuh panen yang sedikit, dan kemudian ada tahun yang penuh dengan hujan. Raja yang mendengar tafsir Yusuf, akhirnya memanggilnya. Namun, sebelumnya Yusuf meminta kepada orang-orang yang menuduhnya ditanyai apa yang sebenarnya terjadi. Zulaikha akhirnya mengakui apa yang dilakukannya pada Yusuf. Yusuf akhirnya dibebaskan dan raja menghendaki ia bekerja untuknya. Yusuf akhirnya meminta agar ia ditugaskan untuk mengurus hasil bumi di negeri itu.
Selama tahun-tahun yang diramalkan paceklik, saudara-saudara Yusuf datang ke Mesir untuk meminta makanan. Mereka diperbolehkan menghadap Yusuf yang mengenal mereka, namun mereka tidak. Yusuf meminta mereka jika ingin meminta makanan lagi, mereka diharuskan membawa adik laki-laki bungsu mereka. Mereka akhirnya membawa adik bungsu mereka pada pertemuan berikutnya. Pada adik bungsunya itulah, Yusuf mengungkapkan kisahnya bahwa ia dipelakukan jahat oleh kakak-kakaknya. Yusuf akhirnya bekerja sama dengan adiknya. Adiknya untuk sementara ditinggal bersamanya. Yusuf berpura-pura bahwa adiknya ditahan karena mencuri gelas minum raja. Pada saat itu juga, Yaqub kehilangan penglihatannya karena merasa kehilangan Yusuf dan saudaranya.
Ketika saudara-saudara Yusuf datang lagi kepadanya, Yusuf mengungkapkan jati dirinya pada mereka. Saudara-saudara Yusuf akhirnya meminta maaf atas tindakan mereka. Yusuf kemudian meminta mereka membawakan bajunya kepada ayahnya dan mengusapkan pada wajah ayahnya untuk memulihkan penglihatannya dan juga memerintahkan mereka untuk membawa orangtua dan keluarga mereka ke Mesir.[2] Setelah tiba di Mesir, orang tua dan saudara-saudaranya bersujud untuk menghormatinya. Yusuf kemudian mengingatkan akan mimpinya pada masa muda yang ditafsirkan oleh ayahnya; sebelas planet, matahari, dan bulan bersujud padanya.[3]

Nabi Syu'aib A.S






Syu'aib (Arab: شعيب‎; Shuʕayb, Shuʕaib, Shuaib) (sekitar 1600 SM - 1500 SM)[1] adalah seorang nabi yang diutus kepada kaum Madyan dan Aikah menurut tradisi Islam. Ia diangkat menjadi nabi pada tahun 1550 SM. Namanya disebutkan sebanyak 11 kali di dalam Al-Qur'an dan ia wafat di Madyan.
Dalam Kitab Keluaran Alkitab Ibrani atau Alkitab Kristen tercatat seorang tokoh yang dianggap sama yaitu, Rehuel atau Yitro, imam di Madyan yang menjadi mertua Musa.

Etimologi

Syu'aib secara harafiah artinya "Yang Menunjukkan Jalan Kebenaran". Karena menurut kisah Islam, Syu'aib telah berusaha untuk menujukkan jalan yang lurus kepada umatnya yaitu penduduk Madyan dan Aykah.

Genealogi

Menurut sejarah Islam, Syuaib memiliki nasab sebagai berikut, Syu'aib bin Mikil bin Yasjir bin Madyan bin Ibrahim bin Azara bin Nahur bin Suruj bin Ra'u bin Falij bin ʿAbir bin Syalih bin Arfahsad bin Sam bin Nuh.
Dalam ajaran Kristen, Syu'aib secara tradisional dianggap sebagai Yitro, dan menjadi bapak mertua Musa dalam ajaran Samawi, karena Musa telah menikahi putrinya yang bernama Saffurah (Safrawa). Saffurah kemudian melahirkan 2 putra bagi Musa.[2] Seorang putra Rehuel, Hobab kemudian ikut Musa pergi ke tanah Kanaan. Setelah orang Israel masuk ke tanah Kanaan, keturunannya diberi sebidang tanah dan tinggal di tengah-tengah orang Israel.[3]
Sedangkan dalam Islam Syu'aib bukanlah mertua dari Musa, karena Syua'ib hidup pada masa tidak jauh dari masa Luth.[4] Kemudian Luth sezaman dengan Ibrahim, karena Luth adalah keponakan dari Ibrahim. Sementara Musa adalah keturunan Bani Israil, jauh dari zaman Ibrahim. Ibnu Katsir menyebutkan lebiih dari 400 tahun.
Musa jauh setelah Yusuf, sementara Yusuf keturunan Ya’kob bin Ishaq bin Ibrahim, dan tidak diketahui, ada berapa generasi antara Ibrahim dengan Musa. Sehingga secara perhitungan waktu, tidak mungkin jika Musa bertemu dengan Syuaib yang zamannya berdekatan dengan Luth dan Ibrahim.
Dalam hadits Muhammad menjelaskan bahwa, Syu'aib adalah seorang nabi dari Arab yang berbahasa Arab.[5] Sementara diskusi antara Musa dengan mertuanya dilakukan tanpa penerjemah, seperti yang Allah sebutkan kisahnya di dalam surat al-Qashas,
"Berkatalah dia (Orang tua madyan): “Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu, dan kamu In sya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik”. Dia (Musa) berkata: “Itulah (perjanjian) antara aku dan kamu. Mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan tambahan atas diriku (lagi), dan Allah adalah saksi atas apa yang kita ucapkan.” (al-Qashas: 27 – 28).

Dari keterangan diatas, ada beberapa hal mendekati yang bisa disimpulkan, diantaranya:
Ayat di atas menceritakan percakapan antara Musa dengan mertuanya soal mahar pernikahan, dan mereka lakukan tanpa penerjemah. Jika mertua Musa adalah Syuaib, tentu berbeda dengan bahasa Musa. Karena Musa berasal dari Bani Israil yang bahasanya bukan bahasa Arab.
·         Ada kesamaan nama daerah antara tempat dakwah Nabi Syuaib dengan mertuanya Musa, yaitu Madyan,
·         Mertua Nabi Musa adalah orang tua di Madyan, dan ia bukanlah Nabi Syuaib, dan pendapat ini yang dinilai kuat oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya, dengan pertimbangan surat Hud: ayat 89.[6]

Biografi

Menurut Islam, Syu'aib adalah salah satu dari 4 nabi bangsa Arab. Tiga nabi lainnya adalah Hud, Shaleh, dan Muhammad. Ia seorang nabi yang dijuluki juru pidato karena kecakapan dan kefasihannya dalam berdakwah.
Dia diyakini merupakan cicit laki-laki Ibrahim. Dia diutus sebagai nabi untuk kaum Madyan untuk memperingatkan mereka karena kecurangan-kecurangan mereka. Ketika mereka tidak menyesali perbuatannya, Allah menghancurkan kaum tersebut.

Kaum Madyan

Umat muslim meyakini bahwa Syu'aib ditetapkan oleh Allah untuk menjadi seorang nabi yang tinggal di timur Gunung Sinai kepada kaum Madyan dan Aykah. Yaitu kaum yang tinggal di pesisir Laut Merah di tenggara Gunung Sinai. Masyarakat tersebut disebut karena terkenal perbuatan buruknya yang tidak jujur dalam timbangan dan ukuran juga dikenal sebagai kaum kafir yang tidak mengenal Tuhan. Mereka menyembah berhala bernama al-Aykah, yaitu sebidang tanah gurun yang ditumbuhi pepohonan atau pepohonan yang lebat.
Syu'aib memperingatkan perbuatan mereka yang jauh dari ajaran agama, namun kaumnya tidak menghiraukannya. Syu'aib menceritakan pada kaumnya kisah-kisah utusan-utusan Allah terdahulu yaitu kaum Nuh, Hud, Shaleh, dan Luth yang paling dekat dengan Madyan yang telah dibinasakan Allah karena enggan mengikuti ajaran nabi. Namun, mereka tetap enggan, akhirnya Allah menghancurkan kaum Madyan dengan bencana melalui doa Syu'aib.

Dakwah

Ketika berdakwah bagi kaum Madyan, Nabi Syu'aib menerima ejekan masyarakat yang tidak mau menerima ajarannya karena mereka enggan meninggalkan sesembahan yang diwariskan dari nenek moyang kepada mereka. Namun, Syu'aib tetap sabar dan lapang dada menerima cobaan tersebut. Ia tidak pernah membalas ejekan mereka dan tetap berdakwah. Bahkan, dakwahnya semakin menggugah hati dan akal. Dalam berdakwah kadang ia memberitahukan bahwa dia sebenarnya sedarah dengan mereka. Hal ini memiliki tujuan agar kaumnya mau menuju jalan kebenaran. Karena itulah ia diangkat menjadi rasul Allah yang diutus bagi kaumnya sendiri. Nabi Syu'aib yang saat itu memiliki beberapa pengikut, mulai mendapat ejekan kasar dari kaum lain. Bahkan ada yang menganggapnya sebagai penyihir dan pesulap ulung.

Balasan Allah

Nabi Syu'aib mengerti bahwa kaumnya telah ditutup hatinya. Ia berdoa kepada Allah agar diturunkan azab pada kaum Madyan. Allah mengabulkan doa Syu'aib dan menimpakan azab melalui beberapa tahap.
Kaum Madyan pada awalnya diberi siksa Allah melalui udara panas yang membakar kulit dan membuat dahaga. Saat itu, pohon dan bangunan tidak cukup untuk tempat berteduh mereka. Namun, Allah memberikan gumpalan awan gelap untuk kaum Madyan. Kaum Madyan pun menghampiri awan itu untuk berteduh sehingga mereka berdesak-desakan dibawah awan itu. Hingga semua penduduk terkumpul, Allah menurunkan petir dengan suaranya yang keras di atas mereka. Saat itu juga Allah menimpakan gempa bumi bagi mereka, menghancurkan kota dan kaum Madyan.

Dalam Al-Qur'an

Nabi Syu'aib disebutkan dalam Al-Qur'an sebanyak 17 kali yang terdapat dalam :
·         Surat Al A’Raaf sebanyak 5 kali yaitu ayat 85, 88, 90, 92, dan 93.
·         Surat Hud sebanyak 7 kali yaitu ayat 84, 85, 87, 88, 91, 92, dan 94.
·         Surat Asy Syu'araa' sebanyak 3 kali yaitu ayat 177, 1898, dan 189.
·         Surat Al ‘Ankabuut sebanyak 2 kali yaitu ayat 36 dan 37.
Sementara untuk kisah Nabi Syu'aib disebutkan dalam Al-Qur'an sebanyak 40 kali yang dibagi dalam:
·         Keburukan kaum Syu'aib: Surat Al A’Raaf:85-86, Surat Hud:84-85, 87, 91-92, Surat Asy Syu'araa':181-183.
·         Diutus ke Ashabul-Aikah: Surat Al Hijr:78 dan Surat Asy Syu'araa':178.
·         Dakwah nabi Syu'aib kepada kaumnya: Surat Al A’Raaf:85-90, 93, Surat Hud:84, 86-87, 89-90, 92-93, Surat Asy Syu'araa':176-184, Surat Al ‘Ankabuut:36.
·         Cobaan nabi Syu'aib: Surat Al A’Raaf:87-90, Surat Hud:87-88 dan 91, Surat Asy Syu'araa':176, 185-188, Surat Shaad:13, dan Surat Qaaf:14.
·         Azab kaum Syu'aib: Surat Al A’Raaf:91-92, Surat At Taubah:70, Surat Hud:94-95, Surat Al Hijr:79, Surat Asy Syu'araa':189, Surat Al ‘Ankabuut:37.

Makam Syu'aib

Makam Syu'aib terpelihara dengan baik di Yordania yang terletak 2 km barat kota Mahis dalam area yang disebut Wadi Syu'aib.[7] Situs lain yang dikenal sebagai makam Syu'aib terletak di dekat Horns of Hattin di Lower Galilee. Sebuah tempat ini suci bagi umat Druze.

Referensi


1.     ^ Keluaran 2, terutama Keluaran 2:16-22
2.     ^ Hakim Hakim 1:16
3.     ^ “Mereka berkata: “Hai Syu’aib, apakah shalatmu menyuruh kamu agar kami meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak kami… Hai kaumku, janganlah hendaknya pertentangan antara aku (dengan kamu) menyebabkan kamu menjadi jahat hingga kamu ditimpa azab seperti yang menimpa kaum Nuh atau kaum Hud atau kaum Shaleh, sedang kaum Luth tidak (pula) jauh waktunya dari kamu. (QS. Hud: 87 – 89).
4.     ^ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyampaikan beberapa hal terkait para nabi, diantara yang beliau sampaikan kepada Abu Dzar adalah, "Ada 4 nabi dari arab, yaitu Hud, Shaleh, Syuaib, dan nabimu ini, wahai Abu Dzar." (HR. Ibnu Hibban dan dihasankan al-Hafidz Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wa an-Nihayah, 1/120).
5.     ^ Tafsir Ibnu Katsir, 6/228-229.


Nabi Ayyub A.S










Untuk Nabi yang sama dari sudut pandang Agama Yahudi & Kristen, lihat Ayub.
Ayyub (Bahasa Arab أيوب) (sekitar 1540-1420 SM) adalah seorang nabi yang ditugaskan berdakwah kepada Bani Israil dan Kaum Amoria (Aramin) di Haran, Syam. Ia diangkat menjadi nabi pada tahun 1500 SM dan Namanya disebutkan sebanyak 4 kali di dalam Al-Quran. Ia mempunyai 26 anak dan wafat di Huran, Syam.
Ayyub dikisahkan sebagai seorang nabi yang paling sabar ketika mendapatkan cobaan dari Tuhan, bahkan bisa dikatakan bahwa kesabarannya berada di ambang puncak kesabaran. Sering orang mengagumi kesabaran kepada Ayub. Misalnya, dikatakan: seperti sabarnya Ayyub. Jadi, Ayyub menjadi simbol kesabaran dan cermin kesabaran atau teladan kesabaran pada setiap bahasa, pada setiap agama, dan pada setiap budaya. Allah telah memujinya dalam kitab-Nya yang berbunyi:

Etimologi

Ayyub berasal dari bahasa Arab dan bahasa Ibrani, yang memiliki arti yang sama yaitu "menggantikan."[1]

Genealogi

Ayyub adalah putra dari Aish (Eswa) bin Ishaq bin Ibrahim. Sebagaimana disebutkan dalam kisah Yaqub, Aish adalah saudara kembar Yaqub, jadi Ayyub masih keponakan Yaqub dan sepupu Yusuf. Dalam situs web Tayibah.com dijabarkan bahwa silsilah Ayyub adalah sebagai berikut, Ayyub bin Amus bin Tawih bin Rum bin Ais (Eswa) bin Ishaq bin Ibrahim.[2]
Sumber lain mengatakan bahwa silsilah Ayyub adalah sebagai berikut, Ayyub bin Amwas bin Zarih dari keturunan Ibrahim.[3]

Riwayat

Ayyub adalah salah seorang manusia pilihan dari sejumlah manusia pilihan yang mulia. Allah telah menceritakan dalam kitab-Nya dan memujinya dengan berbagai sifat yang terpuji secara umum dan sifat sabar atas ujian secara khusus. Allah telah mengujinya dengan anaknya, keluarganya dan hartanya, kemudian dengan tubuhnya. Allah telah mengujinya dengan ujian yang tidak pernah ditimpakan kepada siapa pun, tetapi ia tetap sabar dalam menunaikan perintah Allah dan terus-menerus bertaubat kepada-Nya.
Setelah Nabi Ayub menderita penyakit kronis dalam jangka waktu yang cukup lama, di mana sahabat dan keluarganya telah melupakannya, maka ia menyeru Rabbnya, "(Ya Rabbku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang." (Al-Anbiya’: 83). Dikatakan kepadanya, "Hantamkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan minum." (Shod: 42). Nabi Ayyub AS menghantamkan kakinya, maka memancarlah mata air yang dingin karena hantaman kakinya tersebut. Dikatakan kepadanya, "Minumlah darinya serta mandilah." Nabi Ayyub AS melakukannya, maka Allah Ta’ala menghilangkan penyakit yang menimpa bathinnya dan lahirnya.
Kemudian Allah mengembalikan kepadanya; keluarganya, hartanya, sejumlah ni’mat serta kebaikan yang dikaruniakan kepadanya dalam jumlah yang banyak. Dengan kesabarannya itu maka ia merupakan suri teladan bagi orang-orang yang sabar, penghibur bagi orang-orang yang mendapat ujian atau ditimpa musibah serta pelajaran berharga bagi orang-orang yang mau mengambil pelajaran.*
Ketika Ayyub sakit, maka ia menemukan kepingan uang milik istrinya yang diperoleh dari hasil pekerjaannya melakukan sesuatu, sehingga ia bersumpah akan mencambuknya seratus kali cambukan. Kemudian Allah meringankannya dari Nabi Ayyub dan istrinya, seraya dikatakan kepadanya: "Dan ambillah dengan tanganmu seikat (rumput)." Yakni seikat jerami, ilalang, tangkai atau yang lainnya sebanyak seratus biji, kemudian pukullah ia dengannya "… dan janganlah kamu melanggar sumpah." (Shod: 44). Yakni melanggar sumpahmu.
Dalam ayat di atas terdapat dalil bahwa kifarat sumpah tidak disyari’atkan kepada seseorang sebelum syari’at kita, serta kedudukan sumpah di hadapan mereka adalah sama dengan nazdar, yang mesti dipenuhi.
Juga dalam ayat tersebut terdapat dalil, bahwa bagi orang yang tidak mungkin dilaksanakan hukuman had atasnya karena kondisinya yang lemah atau alasan lainnya, hendaklah diberlakukan kepadanya hukuman yang disebut dengan hukuman tersebut, karena tujuan dari pemberlakuan hukuman itu ialah pemberian rasa jera, bukan perusakkan atau penghancuran.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik dari Nabi Muhammad, dia bersabda, “Sesungguhnya Nabi Allah Ayub AS diuji dengan musibah tersebut selama delapan belas tahun, di mana keluarga dekat serta keluarga yang jauh telah menolaknya dan mengusirnya kecuali dua orang laki-laki dari saudara-saudaranya, di mana keduanya telah memberinya makan dan mengunjunginya. Kemudian pada suatu hari salah seorang dari kedua saudaranya itu berkata kepada saudaranya yang satu, ‘Demi Allah, perlu diketahui, bahwa Ayub telah melakukan suatu dosa yang belum pernah dilakukan siapa pun di dunia ini.’ Sahabatnya itu bertanya, ‘Dosa apakah itu?.’ Saudaranya tadi berkata, ‘Selama delapan belas tahun Allah tidak merahmatinya, sehingga menyembuhkannya dari penyakit yang dideritanya.’ Ketika keduanya mengunjungi Ayyub AS maka salah seorang dari kedua saudaranya itu tidak dapat menahan kesabarannya, sehingga ia menyampaikan pembicaraan tersebut kepadanya. Ayyub AS menjawab, ‘Aku tidak mengetahui apa yang kamu berdua bicarakan, kecuali Allah Ta’ala telah memberitahukan; bahwa aku diperintah untuk mendatangi dua orang laki-laki yang berselisih supaya keduanya mengingat Allah. Sedang aku akan kembali ke rumahku dan menutup diri dari keduanya, karena merasa benci mengingat Allah, kecuali dalam kebanaran.’”
Nabi Muhammad bersabda, “Ketika Ayyub AS pergi menunaikan hajatnya maka istrinya memegang tangannya hingga selesai. Suatu hari istrinya datang terlambat dan Ayyub AS menerima wahyu, ‘Hantamkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan minum.’ (Shad: 42) Ketika istrinya datang dan bermaksud menemuinya, maka ia melayangkan pandangannya dalam keadaan tertegun, dan Ayyub AS menyambutnya dalam rupa di mana Allah telah menyembuhkan penyakit yang dideritanya, dan rupanya sangat tampan seperti semula. Ketika istrinya melihatnya, seraya bertanya, ‘Semoga Allah memberkatimu, apakah engkau melihat nabi Allah yang sedang diuji? Demi Allah, bahwa aku melihatnya mirip denganmu saat ia sehat.’ Ayyub AS menjawab, ‘Sesungguhnya aku ini adalah dia.’ Ketika itu di hadapannya terdapat dua buah gundukan yaitu gundukan gandum dan jewawut. Kemudian Allah mengirim dua buah awan, di mana ketika salah satunya menaungi gundukan gandum, maka tercurah padanya emas hingga penuh, sedangkan pada gundukan jewawut tercurah mata uang hingga penuh.” (HR. Abu Ya’la, 3617, yang dishahihkan al-Hakim (2/581-582) dan Ibnu Hibban (2091) serta al-Albani dalam kitab Shahîh-nya no. 17).

Nabi Zulkifli A.S




Zulkifli (Arab: ذو الكفل, Dzū'l-Kifl) (sekitar 1500-1425 SM) adalah salah satu nabi dalam ajaran Islam yang diutus kepada kaum Amoria di Damaskus. Ia diangkat menjadi nabi pada tahun 1460 SM dan diutus untuk mengajarkan tauhid kepada kaumnya yang menyembah berhala supaya menyembah Tuhan Yang Maha Esa, taat beribadah, dan membayar zakat. Ia memiliki 2 orang anak dan meninggal ketika berusia 95 tahun di Damaskus Syiria. Namanya disebutkan sebanyak 2 kali di dalam Al-Quran.
Beberapa umat muslim masih mempertanyakan statusnya sebagai nabi. Tetapi ada juga sejumlah umat muslim yang percaya bahwa ia adalah orang beriman dan penyabar yang disebutkan dalam Al-Qur'an namun bukan seorang nabi.
Etimologi
Julukan Zulkifli ia dapat ketika pada suatu hari, seorang raja mengumpulkan rakyatnya dan bertanya, "Siapakah yang sanggup berlaku sabar, jika siang berpuasa dan jika malam beribadah?" Tak ada seorang pun yang berani menyatakan kesanggupannya. Menurut Mufassirin, akhirnya seorang anak muda yang bernama asli Basyar mengacungkan tangan dan berkata ia sanggup melakukan itu. Sejak saat itulah ia dipanggil dengan julukan Zulkifli yang artinya 'Sanggup'.
Riwayat Hidup

Kuburan Nabi Dzul Kifl di kota Kifl, Irak.
Riwayat Zulkifli sedikit sekali disebutkan dalam Al-Qur'an. Ia adalah putra Nabi Ayub yang lolos dari reruntuhan rumah Nabi Ayub yang menewaskan semua anak Nabi Ayub. Zulkifli adalah orang yang taat beribadah. Ia melakukan sembahyang seratus kali dalam sehari.
Menjadi raja
Suatu ketika, raja di negeri Rom saat itu, Nabi Ilyasa sudah semakin tua. Karena tak memiliki calon pengganti, raja mengadakan sayembara kepada kaum Rom, bahwa siapapun yang berpuasa di siang hari, beribadah di malam hari, dan tidak melakukan marah, ia akan diangkat menjadi raja.
Hal ini terdapat dalam riwayat Ibnu Jarir:
Dari kutipan riwayat di atas, Basyar menyanggupi semua persyaratan yang diberikan raja kepadanya. Ia pun dinobatkan menjadi raja. Pada masa pemimpinannya, ia berjanji kepada rakyatnya untuk menjadi hakim adil dalam menyelesaikan perkara. Karena keadilan dia, maka ia disebut sebagai Zulkifli pada masa itu.
Gangguan setan
Allah mengangkatnya sebagai nabi dan rasul. Setelah beberapa lama menjadi raja, dia memenuhi segala janjinya, sehingga Allah memberinya ujian kepadanya dengan setan yang berkeinginan untuk menggoyahkan imannya.
Suatu ketika, setan menjelma sebagai musafir lelaki tua. Keinginannya adalah membuat marah Zulkifli. Ia memaksa penjaga untuk dapat masuk istana dan menemui Zulkifli pada larut malam. Lelaki tua itu diizinkan masuk oleh penjaga istana. Dalam pertemuan tersebut, setan mengadu kepada Zulkifli tentang kekejaman orang lain terhadap dirinya. Namun Zulkifli menyuruhnya untuk datang besok malam ketika kedua belah pihak sudah merasa siap untuk bertemu. Namun musafir tersebut mengingkarinya dan malah datang pagi hari.
Keesokan harinya, musafir tersebut datang dan mengadu seperti pada malam sebelumnya. Maka Zulkifli menyuruhnya untuk datang pada malam hari saja. Lelaki itu berjanji dengan bersungguh-sungguh pada Zulkifli untuk datang pada malam hari. Namun ia mengingkarinya.
Pada hari yang ketiga, musafir itu datang lagi. Pada kali ini, tidak ada tanggapan dari Zulkifli. Maka setan itu tersebut menyelinap menembus pintu dan menunjukkan dirinya kepada Zulkifli. Zulkifli sangat terkejut melihat jelmaan setan tersebut. Lalu dia pun mengtahui bahwa musafir itu adalah setan yang mencoba membuatnya marah namun setan itu gagal. Karena keberhasilan Zulkifli menahan amarah, maka oleh Allah ia diangkat sebagai seorang nabi.
Kaum Rom
Nabi Zulkifli diutus oleh Allah kepada kaum Rom agar selalu mengingat satu Tuhan dan tidak menyembah berhala. Suatu ketika terjadi pemberontakan di negerinya oleh orang-orang yang durhaka kepada Allah. Zulkifli menyeru pada rakyatnya agar berperang, namun mereka semua takut mati sehingga tak seorang pun yang mau berperang. Mereka pun meminta Zulkifli untuk berdoa kepada Allah SWT agar mereka semua tidak mati dan menang dalam perang. Zulkifli pun berdoa kepada Allah dan Allah pun mengabulkan doanya.
Referensi al-Qur'an
Zulkifli disebutkan dalam ayat Al-Qur'an Surat Al Anbiyaa' dan Surat Shaad:

Dalam kedua masalah tersebut, Zulkifli yang disebut sebagai nabi dalam Al-Qur'an tersebut dapat juga merupakan orang lain yang tidak disebut dalam ayat tersebut.
Pendapat dan kontroversi tentang Zulkifli
Sebagian muslim sependapat dengan pandangan Muhammad bin Jarir al-Tabari, mengangap Zulkifli adalah orang baik dan sabar yang selalu menolong kaumnya dan membela kebenaran, namun bukan seorang nabi. Sebagian lainnya percaya bahwa dia seorang nabi.
Menurut Baidawi, Zulkifli seperti dengan nabi Yahudi bernama Yehezkiel yang dibawa ke Babilonia setelah kehancuran Yerusalem. Baginda dirantai dan dipenjarakan oleh Raja Nebukadnezar. Baginda menghadapi segala kesusahan dengan sabar dan mencela perbuatan mungkar Bani Israil.
Menurut versi lain nama aslinya Waidiah bin Adrin. Ia nabi bagi penduduk Suriah dan sekitarnya. Ia membangun kota Kifl di Irak.
Ada dua tempat yang diyakini sebagai makam Zulkifli. Pertama di Kifl, Irak dekat Najaf dan Al-Hillah dan yang kedua di Nawa, Suriah.


Nabi Harun A.S








Harun (Bahasa Arab هارو, Inggris:Aaron) (sekitar 1531-1408 SM) adalah salah seorang nabi yang telah diminta oleh Nabi Musa pada Allah dalam membantu memperkembangkan agama Allah. Ia diangkat menjadi nabi pada tahun 1450 SM. Ia ditugaskan berdakwah kepada para Firaun Mesir dan Bani Israil di Sina, Mesir. Namanya disebutkan sebanyak 19 kali di dalam Al-Quran dan wafat di Tanah Tih.

Genealogi

Harun adalah kakak kandung dari Musa, maka silsilahnya adalah sebagai berikut Harun bin Imran bin Qahits bin Lawi bin Yaʿqub bin Ishak bin Ibrahim. Menurut situs web scribd.com, silsilahnya adalah sebagai berikut, Harun bin Imran bin Fahis bin 'Azir bin Lawi bin Yaqub bin Ishaq bin Ibrahim bin Azara bin Nahur bin Suruj bin Ra'u bin Falij bin 'Abir bin Syalih bin Arfahsad bin Syam bin Nuh.

Biografi

Dia ialah kakak Nabi Musa, diutus untuk membantu Musa memimpin Bani Israel ke jalan yang benar.
Firman Allah bermaksud: “...dan Kami telah menganugerahkan kepadanya sebagian rahmat Kami, yaitu saudaranya, Harun menjadi seorang nabi.”
Harun dilahirkan tiga tahun sebelum Musa. Harun merupakan putra sulung Amram dari suku Lawwy. Ia merupakan nabi yang diutus kepada Bani Israel ketika menggembara di Mesir, dengan menggantikan peran Musa untuk sementara ketika harus melarikan diri ke negeri Midian. Ia yang fasih berbicara dan mempunyai pendirian tetap sering mengikuti Musa dalam menyampaikan dakwah kepada Firaun, Hamman dan Qarun. Nabi Musa sendiri mengakui saudaranya fasih berbicara dan berdebat, seperti diceritakan al-Quran: “Dan saudaraku Harun, dia lebih fasih lidahnya daripadaku, maka utuslah dia bersamaku sebagai pembantuku untuk membenarkan (perkataan) ku, sesungguhnya aku khawatir mereka akan berdusta.” Selama ditinggal Nabi Musa untuk bersemedi di Thur Sina, Harun juga diberikan amanah untuk mengawasi dan memimpin penduduk Bani Israel dari perbuatan mungkar, dan juga menyekutukan Allah dengan benda lain. Musa berkata kepada Harun: “Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku dan perbaikilah, jangan kamu mengikuti jalan orang yang melakukan kerusakan.”
Bagaimanapun, selama kepergian Musa ke Thur Sina, berlaku ujian terhadap Bani Israel. Sebagian mereka menyekutukan Allah dengan menyembah anak lembu yang terbuat dari emas oleh Samiri. Mereka menyembah patung lembu itu setelah terpedaya dengan tipu muslihat Samiri yang menjadikannya bisa berbicara. Harun sudah mengingatkan mereka bahwa perbuatan itu adalah dosa besar, namun segala nasihat dan amaran berkaitan dengan itu tidak dipedulikan.
Selepas menyepi selama 40 hari untuk menerima panggilan Ilahi, Musa kembali kepada kaumnya dan sungguh terkejut dengan perbuatan menyembah patung sapi itu. Musa bukan saja marah kepada kaumnya, malah Harun sendiri turut ditarik kepala dan janggutnya. Musa bertanya kepada Harun: “Wahai Harun, apa yang menghalangi engkau dari mencegah mereka ketika engkau melihat mereka sesat? Apakah engkau tidak mengikuti aku atau engkau menduharkai perintahku?”. Harun berkata: “Wahai saudaraku, janganlah engkau merenggut janggutku dan janganlah engkau menarik kepalaku, sesungguhnya aku takut engkau akan berkata, “engkau mengadakan perpecahan dalam Bani Israel dan engkau tidak memelihara perkataanku.” Kemudian Musa mendapatkan Samiri, lalu berkata: “Pergilah kamu dari sini bersama pengikutmu. Patung sapi itu yang menjadi tuhanmu akan aku bakar, kemudian aku akan hanyutkan ke dalam laut. Kamu dan pengikutmu pasti mendapat azab.”
Nabi Harun hidup selama 122 tahun. Dia wafat 11 bulan sebelum kematian Musa, di daerah al Tiih, yaitu sebelum Bani Israil memasuki Palestina. Mengenai Bani Israel, mereka memang keras kepala, banyak permasalahan dan sulit dipimpin, namun dengan kesabaran Musa dan Harun, mereka dapat dipimpin supaya mengikuti syariat Allah, seperti terkandung dalam Taurat ketika itu.

Nabi Ilyas A.S



Untuk Nabi yang sama dari sudut pandang Agama Yahudi & Kristen, lihat Elia.
Ilyas (bahasa Arab: إلياس ) (sekitar 910-850 SM) adalah seorang utusan Allah. Ilyas merupakan keturunan ke-4 dari Nabi Harun. Ia diangkat menjadi nabi pada tahun 870 SM dan ditugaskan berdakwah kepada orang-orang Finisia dan Bani Israel yang menyembah berhala bernama Baal di Kota Baalbak, Syam. Kota Baalbak diambil dari nama berhala yang mereka sembah. Namanya disebutkan sebanyak 2 kali di dalam Al-Quran. Menurut kisah Islam ia tidak wafat tetapi diangkat ke sisi Allah.

Genealogi]

Ilyas bin Yasin bin Fanhas dari keturunan Harun bin Imran.

Kisah Ilyas

Ilyas berulang kali memperingatkan kaumnya, namun mereka tetap durhaka. Karena itulah Allah menurunkan musibah kekeringan selama bertahun-tahun, sehingga mereka baru tersadar bahwa seruan Nabi Ilyas itu benar. Setelah kaumnya tersadar, Nabi Ilyas AS berdoa kepada Allah SWT agar musibah kekeringan itu dihentikan. Namun setelah musibah itu berhenti, dan perekonomian mereka memulih, mereka kembali durhaka kepada Allah SWT. Akhirnya kaum Nabi Ilyas kembali ditimpa musibah yang lebih berat daripada sebelumnya, yaitu gempa bumi yang dahsyat sehingga mereka mati bergelimpangan.
Selesailah halaman kehidupan dunia dan mereka dihadirkan di hadapan Allah pada hari kiamat. Allah menceritakan hal tersebut dalam firman-Nya:
Hanya ayat-ayat yang pendek ini yang Allah sebutkan berkaitan dengan kisah Nabi Ilyas, dan pendapat yang paling kuat adalah pendapat yang menyatakan bahwa Ilyas adalah seorang nabi yang bernama Ilya dalam Taurat. Injil Barnabas mengemukakan nasihat-nasihat Ilya. Tentu nasihat-nasihat tersebut tidak begitu terkenal dalam Taurat. Kami akan menyebutkan nasihat-nasihat tersebut karena di dalamnya terdapat hikmah yang dalam dan ketulusan hati. Pesan tersebut terdapat dalam injil Barnabas dari ayat 23 sampai ayat 49. Disebutkan di dalamnya bahwa "Ilyas adalah hamba Allah. Hal ini ditulis bagi semua orang yang menginginkan untuk berjalan bersama Allah Pencipta mereka. Sesungguhnya orang yang senang untuk banyak belajar maka ia akan takut kepada Allah. Karena orang yang takut kepada Allah, maka ia tidak akan merasa puas untuk mengetahui apa-apa yang diinginkan Allah saja. Hendaklah orang-orang yang menginginkan untuk mengerjakan amal-amal yang saleh memperhatikan diri mereka karena seseorang tidak akan memperoleh manfaat ketika mendapati dunia, mendapatkan keuntungan sementara ia mendapati kerugian.
Selanjutnya, hendaklah orang yang mengajari orang lain berusaha untuk lebih baik daripada orang lain, karena tidak akan bermanfaat suatu nasihat yang diberikan oleh orang yang tidak mengamalkan apa yang dikatakannya. Sebab, bagaimana seorang yang salah dapat memperbaiki kehidupannya sementara ia mendengar seorang yang lebih buruk darinya berusaha untuk mengajarinya. Kemudian hendaklah orang yang mencari Allah berusaha lari dari percakapan dengan manusia karena Musa ketika berada sendirian di atas gunung Saina' maka dia menemukan Allah dan berdialog dengan-Nya sebagaimana seorang pecinta berdialog dengan kekasihnya.
Hendaklah orang-orang yang mencari Allah berusaha keluar sekali setiap tiga puluh kali ke tempat yang biasa di jadikan perkumpulan oleh masyarakat dunia. Karena boleh jadi ia dapat melakukan suatu amal pada satu hari saja namun dihitung amalnya itu selama dua tahun, khususnya berkaitan dengan pekerjaan yang di situ ia mencari ridha Allah. Hendaklah ketika ia berbicara tidak melihat ke arah mana pun kecuali ke arah dua kakinya, dan ketika ia berbicara hendaklah mengatakan hal yang penting saja. Hendaklah ketika ia makan tidak berdiri dari meja makan dalam keadaan kekenyangan.
Hendaklah mereka berpikir setiap hari karena boleh jadi mereka tidak akan menemui hari berikutnya, dan hendaklah mereka benar-benar memanfaatkan waktu mereka sebagaimana mereka selalu bernapas. Hendaklah satu baju dari kulit binatang cukup untuk mereka. Hendaklah mereka setiap malam berusaha untuk tidur tidak lebih dari dua jam. Hendaklah mereka berusaha berdiri di tengah-tengah salat dengan rasa takut.
Kerjakanlah semua ini dalam rangka mengabdi kepada Allah dengan menjunjung tinggi syariat-Nya yang Allah karuniakan kepada kalian melalui Nabi Musa. Karena dengan cara seperti ini, kalian akan menemukan Allah dan kalian akan merasakan pada setiap zaman dan tempat bahwa kalian berada di bawah naungan Allah dan Dia akan selalu bersama kalian." Demikianlah apa-apa yang disebutkan dalam Injil Barnabas melalui tulisan Ilyas.



Para Utusan Allah S.W.T

Nabi Adam  A.S Adam   ( Ibrani :   אָדָם ;   Arab :   آدم , berarti   tanah ,   manusia   atau   cokelat muda ) adalah tokoh d...