Nabi Muhammad S.AW
Lahir pada tahun 570 M di Mekkah, Muhammad melewati masa kecil sebagai yatim
piatu. Muhammad dibesarkan di bawah asuhan kakeknya Abdul Muthalib kemudian
pamannya Abu Thalib. Beranjak remaja, Muhammad bekerja sebagai
pedagang. Muhammad kadang-kadang mengasingkan diri ke gua sebuah bukit hingga
bermalam-malam untuk merenung dan berdoa. Diriwayatkan dalam usia ke-40,
Muhammad didatangi Malaikat Jibril dan
menerima wahyu pertama dari Allah.[14] Tiga
tahun setelah wahyu pertama, Muhammad mulai berdakwah secara terbuka,[15]menyatakan keesaan Allah dalam bentuk
penyerahan diri melalui Islam sebagai agama yang benar dan meninggalkan
sesembahan selain Allah. Muhammad menerima wahyu berangsur-angsur hingga kematiannya.[16] Praktik
atau amalan Muhammad diriwayatkan dalam hadis,
dirujuk oleh umat Islam sebagai sumber hukum Islam bersama Al-Quran.
Muhammad bersama pengikut awal mendapati berbagai bentuk
perlawanan dan penyiksaan dari beberapa suku Mekkah. Seiring penganiayaan yang
terus berlanjut, Muhammad membenarkan beberapa pengikutnya hijrah ke Habsyah, sebelum Muhammad memulai misi hijrah ke Madinah pada
tahun 622. Peristiwa hijrah menandai awal penanggalan Kalender Hijriah dalam
Islam. Di Madinah, Muhammad menyatukan suku-suku di bawah Piagam Madinah. Setelah delapan tahun bertahan atas
serangan suku-suku Mekkah, Muhammad mengumpulkan 10.000 Muslim untuk mengepung
Mekkah. Serangan tidak mendapat perlawanan berarti dan Muhammad mengambil alih
kota dengan sedikit pertumpahan darah. Ia menghancurkan berhala-hala. Pada
tahun 632, beberapa bulan setelah kembali ke Madinah usai menjalani Haji Wada, Muhammad jatuh sakit dan wafat. Muhammad
meninggalkan Semenanjung Arab yang
telah bersatu dalam pemerintahan tunggal Islam dan sebagian besar telah
menerima Islam.
Etimologi
"Muhammad" (Arab: محمد بن عبد الله; Transliterasi: Muḥammad;[17] diucapkan [mʊħɑmmæd] (
simak))[18][19][20] secara
bahasa berasal dari akar kata semitik 'H-M-D' yang dalam bahasa Arab berarti
"dia yang terpuji". Selain itu, dalam salah satu ayat Al-Qur'an,[21] Muhammad
dipanggil dengan nama "Ahmad" (أحمد), yang dalam bahasa Arab juga berarti "terpuji".
Sebelum masa kenabian, Muhammad mendapatkan dua gelar dari
suku Quraisy (suku
terbesar di Mekkah yang juga suku dari Muhammad) yaitu Al-Amiin yang artinya "orang yang dapat
dipercaya" dan As-Saadiq yang artinya "yang benar".
Setelah masa kenabian para sahabatnya memanggilnya dengan gelar Rasul Allāh (رسول الله), kemudian menambahkan kalimat Shalallaahu 'Alayhi Wasallam (صلى الله عليه و سلم, yang berarti "semoga Allah memberi kebahagiaan dan
keselamatan kepadanya"; sering disingkat "S.A.W" atau
"SAW") setelah namanya.
Muhammad juga mendapatkan julukan Abu al-Qasim[2] yang
berarti "bapak Qasim", karena Muhammad pernah memiliki anak lelaki
yang bernama Qasim, tetapi ia meninggal dunia sebelum mencapai usia dewasa.
Genealogi
Silsilah Muhammad dari kedua orang tuanya kembali ke Kilab
bin Murrah bin Ka'b bin Lu'ay bin Ghalib bin Fihr (Quraish) bin Malik
bin an-Nadr (Qais) bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah (Amir) bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma`ad bin Adnan.[22] Silsilah
sampai Adnan disepakati oleh para ulama, sedangkan setelah Adnan terjadi
perbedaan pendapat. Adnan secara umum diyakini adalah keturunan dari Ismail bin Ibrahim, yang selanjutnya adalah keturunan Sam bin Nuh.
Riwayat
Kelahiran
Para ulama dan penulis sirah sepakat bahwa hari kelahiran Muhammad
jatuh pada bulan Rabiul Awal.[24] Muhammad
lahir di Mekkah, kota bagian selatan Jazirah Arab, sekitar tahun 570, berdekatan dengan Tahun Gajah yang
merupakan tahun kegagalan penyerangan Mekkah oleh pasukan bergajah di bawah
pimpinan Abrahah.[25][26]Pendapat paling mashyur merujuk tanggal 12
Rabiul Awal sebagai hari kelahiran Muhammad. Berdasarkan teks hadis, Muhammad
menyebut hari Senin sebagai hari kelahirannya. Penulis sirah Sulaiman Al-Manshurfuri dan ahli
astronomi Mahmud Basya dalam penelitiannya melacak hari Senin yang dimaksud
bertepatan dengan tanggal 9 Rabiul Awal.
Muhammad berasal dari salah satu klan suku Quraisy yakni Bani Hasyim yang
mewarisi silsilah terhormat di Mekkah, meskipun tak terpandang karena
kekayaannya.[27] Ayahnya, Abdullah meninggal saat Muhammad masih dalam
kandungan, enam bulan sebelum kelahiran.[28] Muhammad
bayi dibawa tinggal bersama keluarga dusun di pedalaman, mengikuti tradisi
perkotaan kala itu untuk memperkuat fisik dan menghindarkan anak dari penyakit
perkotaan.[29] Ia
diasuh dan disusui oleh Halimah binti Abi Dhuayb di kampung Bani Saad selama dua tahun.[30]Setelah itu, Muhammad kecil dikembalikan
untuk diasuh kepada budak Ummu Aiman. Pada usia ke-6, Muhammad kehilangan
ibunya, Aminah karena sakit.[30][31] Selama
dua tahun berikutnya, kebutuhan Muhammad ditanggung dan dicukupi oleh kakeknya
dari keluarga ayah, 'Abd al-Muththalib.
Ketika berusia delapan tahun, kakeknya meninggal dan Muhammad berikutnya diasuh
oleh pamannya Abu Thalib yang
tampil sebagai pemuka Bani Hasyim sepeninggal Abdul Muththalib.[30][32]
Perkenalan dengan Khadijah
Ketika Muhammad mencapai usia remaja dan
berkembang menjadi seorang yang dewasa, ia mulai mempelajari ilmubela diri dan memanah, begitupula dengan ilmu untuk menambah
keterampilannya dalam berdagang. Perdagangan menjadi hal yang umum dilakukan
dan dianggap sebagai salah satu pendapatan yang stabil. Muhammad sering
menemani pamannya berdagang ke arah Utara dan kabar tentang kejujuran dan
sifatnya yang dapat dipercaya menyebar luas dengan cepat, membuatnya banyak
dipercaya sebagai agen penjual perantara barang dagangan penduduk Mekkah.
Salah seseorang yang mendengar tentang kabar adanya anak
muda yang bersifat jujur dan dapat dipercaya dalam berdagang dengan adalah
seorang janda yang bernama Khadijah. Ia adalah seseorang yang memiliki status
tinggi di kalangan suku Arab. Sebagai seorang pedagang, ia juga sering
mengirim barang dagangan ke berbagai pelosok daerah di tanah Arab. Reputasi
Muhammad membuat Khadijah memercayakannya untuk mengatur barang dagangan
Khadijah, Muhammad dijanjikan olehnya akan dibayar dua kali lipat dan Khadijah
sangat terkesan ketika sekembalinya Muhammad membawakan hasil berdagang yang
lebih dari biasanya.
Seiring waktu akhirnya Muhammad pun jatuh cinta kepada
Khadijah, mereka menikah pada saat Muhammad berusia 25 tahun. Saat itu Khadijah
telah berusia mendekati umur 40 tahun, namun ia masih memiliki kecantikan yang
dapat menawan Muhammad. Perbedaan umur yang jauh dan status janda yang dimiliki
oleh Khadijah tidak menjadi halangan bagi mereka, walaupun pada saat itu suku Quraisy memiliki budaya yang
lebih menekankan kepada perkawinan dengan seorang gadis ketimbang janda.
Meskipun kekayaan mereka semakin bertambah, Muhammad tetap hidup sebagai orang
yang sederhana, ia lebih memilih untuk menggunakan hartanya untuk hal-hal yang
lebih penting.
Memperoleh gelar
Ketika Muhammad berumur 35 tahun, ia ikut bersama kaum
Quraisy dalam perbaikan Kakbah. Pada saat pemimpin-pemimpin suku Quraisy
berdebat tentang siapa yang berhak meletakkan Hajar Aswad, Muhammad dapat menyelesaikan masalah
tersebut dan memberikan penyelesaian adil. Saat itu ia dikenal di kalangan
suku-suku Arab karena sifat-sifatnya yang terpuji. Kaumnya sangat mencintainya,
hingga akhirnya ia memperoleh gelar Al-Amin yang
artinya "orang yang dapat dipercaya".
Diriwayatkan pula bahwa Muhammad adalah orang yang percaya
sepenuhnya dengan keesaan Tuhan.
Ia hidup dengan cara amat sederhana dan membenci sifat-sifat tamak, angkuh dan
sombong yang lazim di kalangan bangsa Arab saat itu. Ia dikenal menyayangi
orang-orang miskin, janda-janda tak mampu dan anak-anak yatim
serta berbagi penderitaan dengan berusaha menolong mereka. Ia juga menghindari
semua kejahatan yang sudah membudaya di kalangan bangsa Arab pada masa itu
seperti berjudi,
meminum minuman keras,
berkelakuan kasar dan lain-lain, sehingga ia dikenal sebagai As-Saadiq yang berarti "yang benar".
Kerasulan
Artikel
utama untuk bagian ini adalah: Eskatologi Islam
Gua Hira tempat
pertama kali Muhammad memperoleh wahyu.
Muhammad dilahirkan di tengah-tengah masyarakat
terbelakang yang senang dengan kekerasan dan pertempuran dan menjelang usianya
yang ke-40, ia sering menyendiri ke Gua Hira' sebuah gua bukit sekitar 6 km sebelah
timur kota Mekkah, yang kemudian dikenali sebagai Jabal An Nur. Ia bisa
berhari-hari bertafakur (merenung) dan mencari ketenangan dan
sikapnya itu dianggap sangat bertentangan dengan kebudayaan Arab pada zaman
tersebut yang senang bergerombol. Dari sini, ia sering berpikir dengan
mendalam, dan memohon kepada Allah supaya memusnahkan kekafiran dan kebodohan.
Muhammad pertama kali diangkat menjadi rasul pada malam
hari tanggal 17 Ramadhan/ 6 Agustus 611 M, diriwayatkan Malaikat Jibril datang
dan membacakan surah pertama dari Quran yang disampaikan
kepada Muhammad, yaitu surah Al-Alaq.
Muhammad diperintahkan untuk membaca ayat yang telah disampaikan kepadanya,
namun ia mengelak dengan berkata ia tak bisa membaca. Jibril mengulangi tiga
kali meminta agar Muhammad membaca, tetapi jawabannya tetap sama. Jibril
berkata:
"Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan
manusia dari segumpal darah. Bacalah, dengan nama Tuhanmu yang Maha Pemurah,
yang mengajar manusia dengan perantaraan (menulis, membaca). Dia mengajarkan
kepada manusia apa yang tidak diketahuinya."
— Al-Alaq 96: 1-5
Muhammad berusia 40 tahun 6 bulan dan 8 hari ketika ayat
pertama sekaligus pengangkatannya sebagai rasul disampaikan kepadanya menurut
perhitungan tahun kamariah (penanggalan
berdasarkan bulan), atau 39 tahun 3 bulan 8 hari menurut perhitungan tahun
syamsiah atau tahun masehi (penanggalan
berdasarkan matahari). Setelah kejadian di Gua Hira tersebut, Muhammad kembali
ke rumahnya, diriwayatkan ia merasakan suhu tubuhnya panas dan dingin secara
bergantian akibat peristiwa yang baru saja dialaminya dan meminta istrinya agar
memberinya selimut.
Diriwayatkan pula untuk lebih menenangkan hati suaminya,
Khadijah mengajak Muhammad mendatangi saudara sepupunya yang juga seorang Nasrani yaitu Waraqah bin Naufal seorang pendeta yang buta. Waraqah
banyak mengetahui nubuat tentang nabi terakhir dari kitab-kitab suci Kristen
dan Yahudi. Mendengar cerita yang dialami Muhammad, Waraqah pun berkata, bahwa
ia telah dipilih oleh Tuhan menjadi seorang nabi. Kemudian Waraqah menyebutkan
bahwa An-Nâmûs al-Akbar (Malaikat Jibril) telah datang
kepadanya, kaumnya akan mengatakan bahwa ia seorang penipu, mereka akan
memusuhi dan melawannya.
Muhammad menerima ayat-ayat Quran secara berangsur-angsur
dalam jangka waktu 23 tahun. Ayat-ayat tersebut diturunkan berdasarkan kejadian
faktual yang sedang terjadi, sehingga hampir setiap ayat Quran turun disertai
oleh Asbabun Nuzul (sebab/kejadian
yang mendasari penurunan ayat). Ayat-ayat yang turun sejauh itu dikumpulkan
sebagai kompilasi bernama Al-ushaf yang juga dinamakan Al-Qur'an (bacaan).
Sebagian ayat Quran mempunyai tafsir atau
pengertian yang izhar (jelas), terutama ayat-ayat mengenai hukum Islam, hukum perdagangan, hukum pernikahan dan
landasan peraturan yang ditetapkan oleh Islam dalam aspek lain. Sedangkan
sebagian ayat lain yang diturunkan pada Muhammad bersifat samar pengertiannya,
dalam artian perlu ada interpretasi dan pengkajian lebih mendalam untuk
memastikan makna yang terkandung di dalamnya, dalam hal ini kebanyakan Muhammad
memberi contoh langsung penerapan ayat-ayat tersebut dalam interaksi sosial dan
religiusnya sehari-hari, sehingga para pengikutnya mengikutinya sebagai contoh
dan standar dalam berperilaku dan bertata krama dalam kehidupan bermasyarakat.
Mendapatkan pengikut
Selama tiga tahun pertama sejak pengangkatannya sebagai
rasul, Muhammad hanya menyebarkan Islam secara terbatas di kalangan teman-teman
dekat dan kerabatnya, hal ini untuk mencegah timbulnya reaksi akut dan masif
dari kalangan bangsa Arab saat itu yang sudah sangat terasimilasi budayanya
dengan tindakan-tindakan amoral, yang dalam konteks ini bertentangan dengan apa
yang akan dibawa dan ditawarkan oleh Muhammad. Kebanyakan dari mereka yang
percaya dan meyakini ajaran Muhammad pada masa-masa awal adalah para anggota
keluarganya serta golongan masyarakat awam yang dekat dengannya di kehidupan
sehari-hari, antara lain Khadijah, Ali, Zaid bin Haritsah dan Bilal. Namun pada awal tahun 613,
Muhammad mengumumkan secara terbuka agama Islam.
Setelah sekian lama banyak tokoh-tokoh bangsa Arab seperti Abu Bakar, Utsman bin Affan, Zubair
bin Al Awwam, Abdul Rahman bin Auf, Ubaidah bin Harits, Amr bin
Nufail yang kemudian
masuk ke agama yang dibawa Muhammad. Kesemua pemeluk Islam pertama itu disebut
dengan As-Sabiqun al-Awwalun atau Yang
pertama-tama.
Penyebaran Islam
Sekitar tahun 613 M, tiga tahun setelah Islam disebarkan
secara diam-diam, Muhammad mulai melakukan penyebaran Islam secara terbuka
kepada masyarakat Mekkah, respons yang ia terima sangat keras dan masif. Ini
disebabkan karena ajaran Islam yang dibawa olehnya bertentangan dengan apa yang
sudah menjadi budaya dan pola pikir masyarakat Mekkah saat itu. Pemimpin Mekkah Abu Jahal menyatakan
bahwa Muhammad adalah orang gila yang akan merusak tatanan hidup orang Mekkah.
Akibat penolakan keras yang datang dari masyarakat jahiliyyah di Mekkah dan
kekuasaan yang dimiliki oleh para pemimpin Quraisy yang menentangnya, Muhammad
dan banyak pemeluk Islam awal disiksa, dianiaya, dihina, disingkirkan, dan
dikucilkan dari pergaulan masyarakat Mekkah.
Walau mendapat perlakuan tersebut, ia tetap mendapatkan
pengikut dalam jumlah besar. Para pengikutnya ini kemudian menyebarkan
ajarannya melalui perdagangan ke negeri Syam, Persia, dan kawasan jazirah Arab. Setelah itu, banyak
orang yang penasaran dan tertarik kemudian datang ke Mekkah dan Madinah untuk
mendengar langsung dari Muhammad, penampilan dan kepribadian baiknya yang sudah
terkenal memudahkannya untuk mendapat simpati dan dukungan dalam jumlah yang
lebih besar. Hal ini menjadi semakin mudah ketika Umar bin Khattab dan
sejumlah besar tokoh petinggi suku Quraisy lainnya memutuskan untuk memeluk
ajaran Islam, meskipun banyak juga yang menjadi antipati mengingat saat itu
sentimen kesukuan sangat besar di Mekkah dan Medinah. Tercatat pula Muhammad
mendapatkan banyak pengikut dari negeri Farsi (sekarang Iran),
salah satu yang tercatat adalah Salman al-Farisi, seorang ilmuwan asal Persia yang
kemudian menjadi sahabat Muhammad.
Penyiksaan yang dialami hampir seluruh pemeluk Islam
selama periode ini mendorong lahirnya gagasan untuk berhijrah (pindah)
ke Habsyah (sekarang Ethiopia). Negus atau raja Habsyah, seorang Kristen
yang adil, memperbolehkan orang-orang Islam berhijrah ke negaranya dan
melindungi mereka dari tekanan penguasa di Mekkah. Muhammad sendiri, pada tahun 622 hijrah ke Yatsrib, kota yang berjarak
sekitar 200 mil (320 km) di sebelah Utara Mekkah.
Hijrah ke Madinah
Masyarakat Arab dari berbagai suku setiap tahunnya datang
ke Mekkah untuk
beziarah ke Bait Allah atau Ka'bah, mereka menjalankan berbagai tradisi keagamaan
dalam kunjungan tersebut. Muhammad melihat ini sebagai peluang untuk menyebarluaskan
ajaran Islam. Di antara mereka yang tertarik dengan ajarannya ialah sekumpulan
orang dari Yatsrib. Mereka menemui Muhammad dan beberapa orang
yang telah terlebih dahulu memeluk Islam dari Mekkah di suatu tempat bernama Aqabah secara
sembunyi-sembunyi. Setelah menganut Islam, mereka lalu bersumpah untuk
melindungi para pemeluk Islam dan Muhammad dari kekejaman penduduk Mekkah.
Tahun berikutnya, sekumpulan masyarakat Islam dari Yatsrib
datang lagi ke Mekkah, mereka menemui Muhammad di tempat mereka bertemu
sebelumnya. Abbas bin Abdul Muthalib, yaitu pamannya yang saat itu belum
menganut Islam, turut hadir dalam pertemuan tersebut. Mereka mengundang
orang-orang Islam Mekkah untuk berhijrah ke Yastrib dikarenakan situasi di
Mekkah yang tidak kondusif bagi keamanan para pemeluk Islam. Muhammad akhirnya
menerima ajakan tersebut dan memutuskan berhijrah ke Yastrib pada tahun 622 M.
Mengetahui bahwa banyak pemeluk Islam berniat meninggalkan
Mekkah, masyarakat jahiliyah Mekkah
berusaha mengcegahnya, mereka beranggapan bahwa bila dibiarkan berhijrah ke
Yastrib, Muhammad akan mendapat peluang untuk mengembangkan agama Islam ke
daerah-daerah yang jauh lebih luas. Setelah selama kurang lebih dua bulan ia
dan pemeluk Islam terlibat dalam peperangan dan serangkaian perjanjian,
akhirnya masyarakat Muslim pindah dari Mekkah ke Yastrib, yang kemudian setelah
kedatangan rombongan dari Makkah pada tahun 622 dikenal sebagai Madinah atau Madinatun Nabi (kota Nabi).
Di Madinah, pemerintahan (kekhalifahan) Islam diwujudkan di bawah pimpinan
Muhammad. Umat Islam bebas beribadah (salat)
dan bermasyarakat di Madinah, begitupun kaum minoritas Kristen dan Yahudi. Dalam periode setelah hijrah ke Madinah,
Muhammad sering mendapat serangkaian serangan, teror, ancaman pembunuhan dan
peperangan yang ia terima dari penguasa Mekkah, akan tetapi semuanya dapat
teratasi lebih mudah dengan umat Islam yang saat itu telah bersatu di Madinah.
Pembebasan Mekkah
Tahun 629 M, tahun ke-8 H setelah hijrah ke Madinah,
Muhammad berangkat kembali ke Makkah dengan membawa pasukan Muslim sebanyak
10.000 orang, saat itu ia bermaksud untuk menaklukkan kota Mekkah dan
menyatukan para penduduk kota Mekkah dan madinah. Penguasa Mekkah yang tidak
memiliki pertahanan yang memadai kemudian setuju untuk menyerahkan kota Makkah
tanpa perlawanan, dengan syarat kota Mekkah akan diserahkan tahun berikutnya.
Muhammad menyetujuinya, dan ketika pada tahun berikutnya ketika ia kembali, ia
telah berhasil mempersatukan Mekkah dan Madinah, dan lebih luas lagi ia saat
itu telah berhasil menyebarluaskan Islam ke seluruh Jazirah Arab.
Muhammad memimpin umat Islam menunaikan ibadah haji,
memusnahkan semua berhala yang ada di sekeliling Ka'bah, dan kemudian
memberikan amnesti umum dan menegakkan peraturan Islam di kota Mekkah.
Wafat
Pada bulan Juni 632 M, dia mengalami sakit ketika tengah
berada di rumah Maimunah namun
kemudian meminta pindah ke rumah Aisyah. Setelah sebelumnya mengalami demam dan
beberapa kali pingsan, dia meminta kepada Abu Bakar untuk
menggantikannya mengimami jamaah. Diapun akhirnya meninggal dalam pangkuan
Aisyah dan jenazahnya dikuburkan di rumah istrinya tersebut.
Mukjizat
Kenabian
Seperti nabi dan rasul sebelumnya, Muhammad diberikan irhasat (pertanda) akan datangnya seorang
nabi, seperti yang diyakini oleh umat Muslim telah
dikisahkan dalam beberapan kitab suci agama samawi, dikisahkan pula terjadi pertanda pada
masa di dalam kandungan, masa kecil dan remaja. Muhammad diyakini diberikan mukjizat selama
kenabiannya.
Al-Qur'an
Artikel
utama untuk bagian ini adalah: Al-Qur'an
Umat Muslim meyakini bahwa mukjizat terbesar Muhammad
adalah kitab suci umat Islam yaitu Al-Qur'an. Hal ini disebabkan karena masa itu
kebudayaan bangsa Arab yang sedang maju adalah dalam bidang ilmu sastra, khususnya bahasa dan syair.
Dikatakan sebagai mukjizat karena Al-Quran dianggap memiliki tatanan sastra
Arab tingkat tertinggi yang disampaikan oleh seorang buta huruf, dan setiap
mukjizat yang dibawa oleh para rasul selalu menandingi arah gejala (tren) yang
sedang ramai. Kemudian Al-Qur'an juga mengubah total segi kehidupan bangsa Arab
dengan membawa banyak peraturan keras untuk menegakkan dasar-dasar nilai budaya
baru, yang sebelumnya moral dan perilaku mereka sangatlah rusak, seperti
menyembah berhala, berjudi, merampok, membunuh anak-anak karena takut akan
kemiskinan dan kelaparan, minum-minuman keras, saling berperang antarsuku dan
lain-lain.
Isra dan Mi'raj
Mukjizat lain yang tercatat dan diyakini secara luas oleh
umat Islam adalah terbelahnya bulan serta perjalanan Isra dan Mi'raj dari
Madinah menuju Yerusalem dalam
waktu yang sangat singkat. Kemampuan lain yang dimiliki Muhammad adalah
kecerdasan serta kepribadiannya yang banyak dipuji serta menjadi panutan para
pemeluk Islam hingga saat ini.
Ciri fisik Muhammad
Beberapa hadis meriwayatkan beberapa ciri fisik yang
diceritakan oleh para sahabat dan istrinya. Beberapa riwayat menyebutkan bahwa
Muhammad berperawakan sedang, berkulit putih kemerahan, berjanggut tipis, dan
digambarkan memiliki fisik yang sehat dan kuat oleh orang di sekitarnya.
Riwayat lain menyebutkan Muhammad bermata hitam, tidak berkumis, berjanggut
sedang, serta memiliki hidung bengkok yang sesuai dengan ciri antropologis bangsa
Semit pada umumnya.
Pernikahan
Selama hidupnya Muhammad menikah dengan 11 atau 13 orang
wanita (terdapat perbedaan pendapat mengenai hal ini). Pada umur 25 Tahun ia
menikah dengan Khadijah, yang berlangsung selama 25 tahun hingga Khadijah
wafat.[33] Pernikahan
ini digambarkan sangat bahagia,[34][35] sehingga
saat meninggalnya Khadijah (yang bersamaan dengan tahun meninggalnya Abu Thalib pamannya)
disebut sebagai tahun kesedihan.
Sepeninggal Khadijah, Khawla
binti Hakim menyarankan
kepadanya untuk menikahi Saudah binti Zam'ah (seorang janda) atau Aisyah (putri Abu Bakar). Atas perintah Allah, Muhammad menikahi
keduanya. Kemudian Muhammad tercatat menikahi beberapa orang wanita lagi hingga
jumlah seluruhnya sekitar 11 orang, sembilan di antaranya masih hidup
sepeninggal Muhammad.
Para ahli sejarah antara lain Watt dan Esposito berpendapat bahwa sebagian besar
perkawinan itu dimaksudkan untuk memperkuat ikatan politik (sesuai dengan
budaya Arab), atau memberikan penghidupan bagi para janda (saat itu janda lebih
susah untuk menikah karena budaya yang menekankan perkawinan dengan perawan).[36]
Perbedaan dengan nabi dan rasul terdahulu
Dalam mengemban misi dakwahnya, umat Islam percaya seperti
yang disebutkan di dalam Qur'an dan Hadis, bahwa Muhammad diutus Allah untuk
menjadi nabi bagi seluruh umat manusia,[37] sedangkan
nabi dan rasul sebelumnya hanya diutus untuk umatnya masing-masing,[38][39] seperti
halnya Nabi Musa yang hanya diutus untuk Bani Israil
saja.
Sedangkan kesamaan ajaran yang dibawa Muhammad dengan nabi
dan rasul sebelumnya ialah sama-sama mengajarkan keesaan Tuhan, yaitu kesaksian bahwa Tuhan yang
berhak disembah hanyalah Allah.[13]
Referensi
1. ^ Imam Baihaqi menyebutkan bahwa Allah menamakan dia dalam
Al-Quran sebagai Rasul (utusan), Nabi, Syahidan (Saksi), Mubasysyiran (Pemberi Kabar gembira), Nazhir (Pemberi Peringatan), Da'i (Penyeru kepada Allah). Sedangkan
nama Yasin dan Toha telah di salah-sangkakan sebagai nama dia berdasarkan surah
Al-Quran yang memuatnya, juga tidak riwayat yang sah tentang gelarnya Al-Fatih (Sang Penakluk). Lihat Tahzhib as-Sirah, sebuah biografi Rasulullah karya Imam Nawawi.
2. ^ a b Dari Anas bin Malik, ia berkata, "Seseorang memanggil
rekannya di perkuburan Baqi' dengan berseru, 'Hai Abul Qasim!' Rasulullah
menoleh kepadanya. Ia berkata, 'Wahai
rasulullah, bukan engkau yang saya maksud, namun saya memanggil si fulan.' Maka rasulullah
berkata, 'Pakailah namaku tetapi
jangan pakai kuniyahku'," (Hadis riwayat Bukhari no. 3537 dan Muslim no. 2131).
3. ^ Selain terdapat larangan menggunakan nama kuniyah dia. Dia sendiri kurang suka
dipanggil dengan kuniyahnya tersebut berdasarkan hadis, "Panggil aku dengan namaku
bukan dengan kuniyahku". Lihat Tahzhib as-Sirah, sebuah biografi Rasulullah karya Imam Nawawi.
5. ^ Dalam tradisi Abrahamik, khususnya Islam seseorang tidak
dinasabkan melalui jalur ibu kecuali bagi anak yang lahir di luar nikah, atau
dengan kelahiran khusus seperti bagi Nabi Isa As
6. ^ Asalnya Nabi Muhammad dikuburkan di rumah istrinya yang berada
tepat di sebelah Masjid Nabawi, sesuai dengan tradisi (sunnah) seorang nabi
dikebumikan di tempat dia meninggal, dan seiring perluasan Masjid Nabawi, rumah
tersebut kini berada di lingkupan kompleks Masjid Nabawi.
7. ^ The 100, Michael H. Hart, Carol Publishing Group, Juli 1992,
paperback, 576 halaman, ISBN 0-8065-1350-0
10. ^ Nama lengkap: Muḥammad bin Abdullah bin Abdul Mutthalib bin Hasyim (Arab: محمد ابن عبد الله ابن عبد
المطلب ابن هاشم)
11. ^ Elizabeth Goldman (1995), h. 63, menyatakan 8 Juni 632 M,
tradisi Islam yang dominan. Banyak tradisi sebelumnya (umumnya non-Muslim)
merujuk padanya karena masih hidup pada saat invasi Palestina.
Lihat Stephen J. Shoemaker,The Death of a Prophet: The End of Muhammad's
Life and the Beginnings of Islam,[halaman dibutuhkan] Pennsylvania University Press, 2011.
13. ^ a b Q.S. Al-Anbiya: 25
14. ^ Q.S. Asy-Syu'ara: 192-195
19. ^ berbagai nama Muhammad dalam bahasa Prancis: "Mahon,
Mahomés, Mahun, Mahum, Mahumet"; dalam bahasa Jerman: "Machmet";
dan dalam bahasa Islandia kuno: "Maúmet" cf Muhammad, Encyclopedia of Islam
20. ^ The sources frequently say that, in his youth, he was called by
the nickname "Al-Amin" meaning "Honest, Truthful" cf. Ernst
(2004), p. 85.
22. ^ Lings, Martin. Muhammad: Kisah Hidup Nabi berdasarkan Sumber Klasik. Jakarta: Penerbit Serambi, 2002. ISBN 979-3335-16-5
23. ^ Sirah Ibnu Hisyam, jilid I, Dzikrun-nasabi az-zaki min Muhammad
saw ila Adam as
26. ^ Encyclopedia of World History (1998), p. 452
30. ^ a b c An Introduction to the Quran (1895), p. 182
33. ^ Esposito, John (1998). Islam: The Straight Path. Oxford University Press. ISBN 0-19-511233-4. p.18
34. ^ Bullough, Vern; Brenda Shelton, Sarah Slavin (1998). The Subordinated Sex: A History of
Attitudes Toward Women. University of Georgia Press. ISBN 978-0-8203-2369-5. p.119
35. ^ Reeves, Minou (2003). Muhammad in Europe: A Thousand Years
of Western Myth-Making. NYU Press. ISBN 978-0-8147-7564-6. p.46
36. ^ Watt, M. Aisha bint Abi Bakr. Article at Encyclopaedia of Islam
Online. Ed. P.J. Bearman, Th. Bianquis, C.E. Bosworth, E. van Donzel, W.P.
Heinrichs. Brill Academic Publishers. ISSN 1573-3912. pp. 16-18
37. ^ ("...dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat
manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi
peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui." (Saba' 34:28).
38. ^ ["Tiap-tiap umat mempunyai rasul; maka apabila telah datang
rasul mereka, diberikanlah keputusan antara mereka dengan adil dan mereka
(sedikitpun) tidak dianiaya. (Yunus 10:47).
39. ^ "Kemudian Kami utus (kepada umat-umat itu) rasul-rasul Kami
berturut-turut. Tiap-tiap seorang rasul datang kepada umatnya, umat itu
mendustakannya, maka Kami perikutkan sebagian mereka dengan sebagian yang lain,
dan Kami jadikan mereka buah tutur (manusia), maka kebinasaanlah bagi
orang-orang yang tidak beriman." (Al-Mu'minuun 23:44).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar