Adam (Ibrani: אָדָם; Arab: آدم, berarti tanah, manusia atau cokelat muda) adalah tokoh dari Kitab Kejadian, Perjanjian Lama, Al-Quran dan Kitáb-i-Íqán. Menurut mitos penciptaan[1] dari agama-agama Abrahamik dia adalah manusia pertama dan menurut agama samawi pula merekalah orang tua dari semua manusia yang ada di dunia. Rincian kisah mengenai Adam dan Hawa berbeda-beda antara agama Islam, Yahudi, Kristen maupun agama lain yang berkembang dari ketiga agama Abrahamik ini.
Adam menurut Islam
Ādam hidup selama 930 tahun setelah penciptaan (sekitar 3760-2830 SM), sedangkan Hawa lahir ketika Adam berusia 130 tahun. Al-Quran memuat kisah Adam dalam beberapa surat, di antaranya Al-Baqarah [2]:30-38 dan Al-A’raaf [7]:11-25.
Menurut ajaran agama Abrahamik, anak-anak Adam dan Hawa dilahirkan secara kembar, yaitu, setiap bayi lelaki dilahirkan bersamaan dengan seorang bayi perempuan. Adam menikahkan anak lelakinya dengan anak gadisnya yang tidak sekembar dengannya.
Menurut Ibnu Humayd, Ibnu Ishaq, dan Salamah, anak-anak Adam adalah Qabil dan Iqlima, Habil dan Labuda, Sith dan Azura, Ashut dan saudara perempuannya, Ayad dan saudara perempuannya, Balagh dan saudara perempuannya, Athati dan saudara perempuannya, Tawbah dan saudara perempuannya, Darabi dan saudara perempuannya, Hadaz dan saudara perempuannya, Yahus dan saudara perempuannya, Sandal dan saudara perempuannya, dan Baraq dan saudara perempuannya. Total keseluruhan anak Adam sejumlah 40.
Wujud Adam
Menurut hadits Muhammad yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Adam memiliki postur badan dengan ketinggian 60 hasta (kurang lebih 27,432 meter).[2] Hadits mengenai ini pula ditemukan dalam riwayat Imam Muslim dan Imam Ahmad, namun dalam sanad yang berbeda.
Sosok Adam digambarkan sangat beradab sekali, memiliki ilmu yang tinggi dan ia bukan makhluk purba. Ia berasal dari surga yang berperadaban maju. Turun ke muka bumi bisa sebagai makhluk asing dari sebuah peradaban yang jauh lebih maju dan cerdas, dari peradaban di bumi sampai kapanpun, oleh karena itulah Allah menunjuknya sebagai khalifah (pemimpin) di muka bumi.
Dalam gambarannya ia adalah makhluk yang teramat cerdas, sangat dimuliakan oleh Allah, memiliki kelebihan yang sempurna dibandingkan makhluk yang lain sebelumnya dan diciptakan dalam bentuk yang terbaik. Sesuai dengan Surah Al Israa' 70, yang berbunyi:
"...dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkat mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan."
Dalam surah At-Tiin ayat 4 yang berbunyi:
"Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya."
Menurut riwayat di dalam Al-Qur'an, ketika Nabi Adam as baru selesai diciptakan oleh Allah, seluruh malaikat bersujud kepadanya atas perintah Allah, lantaran kemuliaan dan kecerdasannya itu, menjadikannya makhluk yang punya derajat amat tinggi di tengah makhluk yang pernah ada. Sama sekali berbeda jauh dari gambaran manusia purba menurut Charles Darwin, yang digambarkan berjalan dengan empat kaki dan menjadi makhluk purba berpakaian seadanya.
Makhluk sebelum Adam
Mengenai penciptaan Adam sebagai khalifah di muka bumi diungkapkan dalam Al-Qur'an:
"...dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat; “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di bumi”. Mereka bertanya (tentang hikmat ketetapan Tuhan itu dengan berkata): “Adakah Engkau (Ya Tuhan kami) hendak menjadikan di bumi itu orang yang akan membuat bencana dan menumpahkan darah (berbunuh-bunuhan), padahal Kami senantiasa bertasbih dengan memuji-Mu dan mensucikan-Mu?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui akan apa yang kamu tidak mengetahuinya."
Menurut syariat Islam, Adam tidak diciptakan di bumi, tetapi diturunkan dimuka bumi sebagai manusia dan diangkat (ditunjuk) Allah sebagai khalifah (pemimpin/pengganti/penerus) di muka bumi atau sebagai makhluk pengganti yang sebelumnya sudah ada makhluk lain. Maka dengan kata lain adalah, Adam 'bukanlah makhluk berakal pertama' yang memimpin di bumi.
Dalam Al-Quran disebutkan tiga jenis makhluk berakal yang diciptakan Allah yaitu manusia, jin, dan malaikat. Manusia dan jin memiliki tujuan penciptaan yang sama oleh karena itu sama-sama memiliki akal yang dinamis dan nafsu namun hidup pada dimensi yang berbeda. Sedangkan malaikat hanya memiliki akal yang statis dan tidak memiliki nafsu karena tujuan penciptaanya sebagai pesuruh Allah. Tidak tertutup kemungkinan bahwa ada makhluk berakal lain selain ketiga makhluk ini.
Dari ayat Al-Baqarah 30, banyak mengundang pertanyaan, siapakah makhluk yang berbuat kerusakan yang dimaksud oleh malaikat pada ayat di atas.
Surah Al Hijr ayat 27 berisi:
"...dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas."
Dari ayat ini, Ulama berpendapat bahwa makhluk berakal yang dimaksud tidak lain adalah jin seperti dalam kitab tafsir Ibnu Katsir mengatakan: "Yang dimaksud dengan makhluk sebelum Adam diciptakan adalah jin yang suka berbuat kerusuhan."
Menurut salah seorang perawi hadits yang bernama Thawus al-Yamani, salah satu penghuni sekaligus penguasa/pemimpin di muka bumi adalah dari golongan jin.
Penciptaan Adam
Setelah Allah menciptakan bumi, langit, dan malaikat, Allah berkehendak untuk menciptakan makhluk lain yang nantinya akan dipercaya menghuni, mengisi, serta memelihara bumi tempat tinggalnya. Saat Allah mengumumkan para malaikat akan kehendak-Nya untuk menciptakan manusia, mereka khawatir makhluk tersebut nantinya akan membangkang terhadap ketentuan-Nya dan melakukan kerusakan di muka bumi. Berkatalah para malaikat kepada Allah:
"Mengapa engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?"
"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
Lalu diciptakanlah Adam oleh Allah dari segumpal tanah liat yang kering dan lumpur hitam yang dibentuk sedemikian rupa. Setelah disempurnakan bentuknya, maka ditiupkanlah roh ke dalamnya sehingga ia dapat bergerak dan menjadi manusia yang sempurna.
Kesombongan Iblis
Saat semua makhluk penghuni surga bersujud menyaksikan keagungan Allah itu, hanya Iblis dari bangsa jin yang membangkang dan enggan mematuhi perintah Allah karena merasa dirinya lebih mulia, lebih utama, dan lebih agung dari Adam. Hal itu disebabkan karena Iblis merasa diciptakan dari unsur api, sedangkan Adam hanyalah dari tanah dan lumpur. Kebanggaan akan asal usul menjadikannya sombong dan merasa enggan untuk bersujud menghormati Adam seperti para makhluk surga yang lain.
Disebabkan oleh kesombongannya itulah, maka Allah menghukum Iblis dengan mengusirnya dari surga dan mengeluarkannya dari barisan para malaikat disertai kutukan dan laknat yang akan melekat pada dirinya hingga kiamat kelak.
Iblis dengan sombong menerima hukuman itu dan ia hanya memohon kepada Allah untuk diberi kehidupan yang kekal hingga kiamat. Allah memperkenankan permohonannya itu. Iblis mengancam akan menyesatkan Adam sehingga ia terusir dari surga. Ia juga bersumpah akan membujuk anak cucunya dari segala arah untuk meninggalkan jalan yang lurus dan menempuh jalan yang sesat bersamanya. Allah kemudian berfirman bahwa setan tidak akan sanggup menyesatkan hamba-Nya yang beriman dengan sepenuh hati.
Pengetahuan Adam
Allah hendak menghilangkan pandangan miring dari para malaikat terhadap Adam dan menyakinkan mereka akan kebenaran hikmah-Nya yang menyatakan Adam sebagai penguasa bumi, maka Allah memerintahkan malaikat untuk menyebutkan nama-nama benda. Para malaikat tidak sanggup menjawab firman Allah untuk menyebut nama-nama benda yang berada di depan mereka dan mengakui ketidaksanggupan mereka dengan mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui sesuatupun kecuali apa yang diajarkan-Nya.
Adam lalu diperintahkan oleh Allah untuk memberitahukan nama-nama benda itu kepada para malaikat dan setelah diberitahu oleh Adam, berfirmanlah Allah kepada mereka bahwa hanya Allah lah yang mengetahui rahasia langit dan bumi serta mengetahui segala sesuatu yang nampak maupun tidak nampak.
Ini menunjukkan bahwa manusia memiliki akal yang dinamis. Sedangkan malaikat hanya memiliki akal yang statis sehingga hanya mengetahui hal-hal yang diajarkan langsung oleh Allah saja.
Adam menghuni surga
Adam diberi kesempatan oleh Allah untuk tinggal di surga dulu sebelum diturukan ke Bumi. Allah menciptakan seorang pasangan untuk mendampinginya. Adam memberinya nama, Hawa. Menurut cerita para ulama, Hawa diciptakan oleh Allah dari salah satu tulang rusuk Adam sebelah kiri sewaktu dia masih tidur sehingga saat dia terjaga, Hawa sudah berada di sampingnya. Allah berfirman kepada Adam:
"Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu syurga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim."
Tipu daya Iblis
Sesuai dengan ancaman yang diucapkan saat diusir oleh Allah dari surga akibat pembangkangannya, Iblis mulai berencana untuk menyesatkan Adam dan Hawa yang hidup bahagia di surga yang tenteram dan damai dengan menggoda mereka untuk mendekati pohon yang dilarang oleh Allah kepada mereka.
Iblis menipu mereka dengan mengatakan bahwa mengapa Allah melarang mereka memakan buah terlarang itu karena mereka akan hidup kekal seperti Tuhan apabila memakannya. Bujukan itu terus menerus diberikan kepada Adam dan Hawa sehingga akhirnya mereka terbujuk dan memakan buah dari pohon terlarang tersebut. Jadilah mereka melanggar ketentuan Allah sehingga Dia menurunkan mereka ke bumi. Allah berfirman:
"Turunlah kamu! Sebahagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan."Al-Baqarah 2:36
Mendengar firman Allah tersebut, sadarlah Adam dan Hawa bahwa mereka telah terbujuk oleh rayuan setan sehingga mendapat dosa besar karenanya. Mereka lalu bertaubat kepada Allah dan setelah taubat mereka diterima, Allah berfirman:
"Turunlah kamu dari syurga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati."Al-Baqarah 2:38
Adam dan Hawa turun ke bumi
Adam dan Hawa kemudian diturunkan ke Bumi dan mempelajari cara hidup baru yang berbeda jauh dengan keadaan hidup di surga. Mereka harus menempuh kehidupan sementara dengan beragam suka dan duka sambil terus menghasilkan keturunan yang beraneka ragam bentuknya.
Menurut kisah Adam diturunkan di (Sri Lanka) di puncak bukit Sri Pada dan Hawa diturunkan di Arabia. Mereka akhirnya bertemu kembali di Jabal Rahmah di dekat Mekkah setelah 40 hari berpisah. Setelah bersatu kembali, konon Adam dan Hawa menetap di Sri Lanka, karena menurut kisah daerah Sri Lanka nyaris mirip dengan keadaan surga.[3] Di tempat ini ditemukan jejak kaki Adam yang berukuran raksasa.
Kisah Qabil dan Habil
Di bumi pasangan Adam dan Hawa bekerja keras mengembangkan keturunan. Keturunan pertama mereka ialah pasangan kembar Qabil dan Iqlima, kemudian pasangan kedua Habil dan Labuda. Setelah keempat anaknya dewasa, Adam mendapat petunjuk agar menikahkan keempat anaknya secara bersilangan, Qabil dengan Labuda, Habil dengan Iqlima.
Namun Qabil menolak karena Iqlima jauh lebih cantik dari Labuda. Adam kemudian menyerahkan persolan ini kepada Allah dan Allah memerintahkan kedua putra Adam untuk berkurban. Siapa yang kurbannya diterima, ialah yang berhak memilih jodohnya. Untuk kurban itu, Habil mengambil seekor kambing yang paling disayangi di antara hewan peliharaannya, sedang Qabil mengambil sekarung gandum yang paling jelek dari yang dimilikinya. Allah menerima kurban dari Habil, dengan demikian Habil lebih berhak menentukan pilihannya. Qabil sangat kecewa melihat kenyataan itu. Ia terpakasa menerima keputusan itu walau diam-diam hatinya tetap tidak mau menerima. Maka berlangsunglah pernikahan itu, Qabil dengan Labunda dan Habil dengan Iqlima.
Qabil berusaha memendam rasa kecewa dan sakit hatinya selama beberapa tahun, tetapi akhirnya ia tidak bisa menahan diri. Pada suatu hari Qabil mendatangi Habil yang berada di peternakannya. Iblis telah merasuki jiwanya. Pada saat Habil lengah, Qabil memukulnya dengan batu besar, tepat di kepala Habil. Habil pun mati. Sedang Qabil merasa kebingungan, ia tak tahu harus diapakan mayat saudaranya itu. Ia berjalan kesana kemari sambil membawa jenasah Habil. Ia merasa menyesal.
Allah memberi petunjuk kepada Qabil melalui sepasang burung gagak. Sepasang burung gagak yang hendak berbebut untuk mematuk mayat Habil. Kedua burung itu bertarung sampai salah satunya mati. Burung gagak yang masih hidup lalu menggali lubang dengan paruhnya, kemudian memasukkan gagak yang mati ke dalam lubang itu dan menguburnya. Sesudah mengubur mayat Habil, Qabil masih merasa sangat kebingungan. Ia tidak berani pulang, rasa berdosa telah membuatnya ketakutan sendiri. Akhirnya Qabil melarikan diri menuju hutan.
Lukisan mural berjudul Penciptaan Adam karya Michelangelo di atap Kapel Sistine di Vatikan yang menggambarkan peristiwa penciptaan Adam dan Hawa.
Usia dalam Alkitab
|
Usia dalam Alkitab
| ||||
Nama
|
Umur (Masoret
|
Umur (LXX
|
Nama
|
Umur (Masoret
|
Umur (LXX
|
969
|
969
|
180
|
180
| ||
962
|
962
|
175
|
175
| ||
950
|
950
|
148
|
304
| ||
Adam
|
930
|
930
|
147
|
147
| |
912
|
912
|
147?
|
147?
| ||
910
|
910
|
137
|
137
| ||
905
|
905
|
137
|
137
| ||
895
|
895
|
137
|
137
| ||
777
|
753
|
133
|
133
| ||
600
|
600
|
130+
|
130+
| ||
464
|
404
|
130+
|
130+
| ||
—
|
460
|
127
|
127
| ||
438
|
465
|
125+
|
125+
| ||
433
|
466
|
123
|
123
| ||
365
|
365
|
120+
|
120+
| ||
239
|
339
|
120
| |||
239
|
339
|
110
|
110
| ||
230
|
330
|
110
|
110
| ||
210?
|
210?
|
-----------------------------------
|
Setelah diusir dari taman itu, Adam harus bekerja untuk menghidupi keluarganya. Adam dan Hawa mempunyai tiga orang putra yang disebut dalam Kitab Kejadian, yaitu Kain, Habel, Set, dan sejumlah putra dan putri yang tidak disebutkan jumlahnya. Kitab Yobel menyebutkan dua orang anak perempuan Adam dan Hawa, yaitu Azura yang menikah dengan Set dan Awan, yang menikah dengan Kain. Baik Kitab Kejadian maupun Kitab Yobel menyatakan bahwa Adam mempunyai anak yang lain, tetapi nama mereka tidak disebutkan.
Menurut kisah di atas, Adam diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Adam kemudian ditempatkan di dalam Taman Eden yang berarti tanah daratan, terletak di hulu Sungai Pison, Gihon, Tigris, dan Efrat (di sekitar wilayah Irak saat ini). Ia kemudian diperintahkan oleh-Nya untuk menamai semua binatang. Allah juga menciptakan makhluk penolong, yaitu seorang wanita yang oleh Adam dinamai Hawa. Adam dan Hawa tinggal di Taman Eden dan berjalan bersama Allah, tetapi akhirnya mereka diusir dari taman itu karena mereka melanggar perintah Allah untuk tidak memakan buah dari pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat.Kisah tentang Adam terdapat, dalam Kitab Kejadian pada Torah dan Alkitab pasal 2 dan 3, dan sedikit disinggung pada pasal 4 dan 5. Beberapa rincian lain tentang kehidupannya dapat ditemukan dalam kitab-kitab apokrif, seperti Kitab Yobel, Kehidupan Adam dan Hawa, dan Kitab Henokh.
Menurut silsilah Kitab Kejadian, Adam meninggal dunia pada usia 930 tahun.[4] Dengan angka-angka seperti itu, perhitungan seperti yang dibuat oleh Uskup Agung Ussher, memberikan kesan bahwa Adam meninggal hanya sekitar 127 tahun sebelum kelahiran Nuh, sembilan generasi setelah Adam. Dengan kata lain, Adam masih hidup bersama Lamekh (ayah Nuh) sekurang-kurangnya selama 50 tahun. Menurut Kitab Yosua, kota Adam masih dikenal pada saat bangsa Israel menyeberangi Sungai Yordan untuk memasuki Kanaan.
Menurut legenda, setelah diusir dari Taman Eden, Adam pertama kali menjejakkan kakinya di muka bumi di sebuah gunung yang dikenal sebagai Puncak Adam atau Al-Rohun yang kini terdapat di Sri Lanka.
Adam menurut Baha'i
Menurut pandangan Baha'i, Adam adalah perwujudan Allah yang pertama dalam sejarah.[5] Penganut Baha'i meyakini bahwa Adam memulai siklus Adamik yang berlangsung selama 6.000 tahun dan berpuncak pada Nabi Muhammad..
Nabi Idris S.A.W
Idris (bahasa Arab: إدريس , Alkitab: Henokh) (sekitar 4533-4188 SM) atau Nabi Idris adalah salah seorang rasul yang pertama kali diberikan tugas untuk menyampaikan risalah kepada kaumnya. Ia diberikan hak kenabian oleh Allah setelah Adam dan Syits.
Dikatakan bahwa Idris lahir dan tinggal di Babil, Irak, untuk berdakwah kepada kaumnya yang bernama Bani Qabil dan Memfis. Sedangkan beberapa kisah menyebutkan, Idris lahir di daerah Munaf, Mesir. Namanya disebutkan sebanyak 2 kali dalam Al-Qur'an.
EtimologiDalam "Kisah Menakjubkan 25 Nabi", Idris memiliki nama asli Khanukh (Akhnukh), ia dipanggil Idris karena ia selalu mempelajari mushaf-mushaf Adam dan Syits. Menurut buku berjudul The Prophet of God Enoch: Nabiallah Idris, Idris adalah sebagai sebutan atau nama Arab bagi Akhnukh, nenek moyang Nuh.
Dikatakan bahwa asal mula nama Idris berasal dari kosa kata bahasa Arab, "darasa" yang memiliki arti belajar. Ia dijuluki demikian karena ia banyak sekali mempelajari ilmu, ia dianggap pula sebagai penemu tulisan dan alat tulisnya. Menurut Az-Zamakhsyari menyatakan bahwa kata Idris bukan nama yang berasal dari bahasa Arab.Ia juga dijuluki sebagai "Asad al-asad" (Singa dari segala singa) karena keberanian dan kegagahannya, sedangkan di dalam kisah lain, Idris diberi julukan "Harmasu al-Haramisah"[1] (Ahlinya perbintangan)[2]GenealogiIdris adalah keturunan keenam dari Adam, silsilah lengkapnya adalah sebagai berikut, Idris bin Yarid bin Mahlail bin Qainan bin Anusy bin Syits bin Adam. Menurut kitab tafsir, ia hidup 1.000 tahun setelah Adam wafat. Sedangkan dalam buku yang berjudul Qashash al-Anbiyya karya Ibnu Katsir dituliskan bahwa Idris hidup bersama Adam selama 308 tahun.[2] BiografiNabi Idris dianugerahi kepandaian dalam berbagai disiplin ilmu dan kemahiran, serta kemampuan untuk menciptakan alat-alat untuk mempermudah pekerjaan manusia. Dalam beberapa kisah dikatakan bahwa Idris sebagai nabi pertama yang mengenal tulisan,[3] menguasai berbagai bahasa, ilmu perhitungan, ilmu alam, astronomi, dan lain sebagainya.
Menurut Ibnu Ishaq, Nabi Idris adalah orang yang pertama kali menulis dengan pena, menjahit baju dan memakainya, dan manusia yang mengerti masalah medis.[4]Dalam suatu kisah, terdapat suatu masa di mana kebanyakan manusia akan melupakan Allah sehingga Allah menghukum manusia dengan bentuk kemarau yang berkepanjangan. Nabi Idris pun turun tangan dan memohon kepada Allah untuk mengakhiri hukuman tersebut. Allah mengabulkan permohonan itu dan berakhirlah musim kemarau tersebut dengan ditandai turunnya hujan.
Nabi Idris diperkirakan bermukim di Mesir di mana ia berdakwah untuk menegakkan agama Allah, mengajarkan tauhid, dan beribadah menyembah Allah serta memberi beberapa pendoman hidup bagi pengikutnya supaya selamat dari siksa dunia dan akhirat.
Ia dinyatakan di dalam Al-Quran sebagai manusia pilihan Allah sehingga Dia mengangkatnya ke langit. Ibnu Abi Hatim dalam tafsirnya meriwayatkan bahwa Nabi Idris wafat saat dia sedang berada di langit keempat ditemani oleh seorang malaikat dan ia hidup sampai usia 82 tahun.
Penjelasan Qur'an dan haditsTerdapat empat ayat yang berhubungan dengan Idris dalam Al-Qur'an, dimana ayat-ayat tersebut saling terhubung di dalam Surah Maryam (Maryam) dan Surah Al-Anbiya' (Nabi-nabi).
"...dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka, kisah) Idris (yang tersebut) di dalam Al-Quran. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang nabi, dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi."
— Maryam 19:56-57'"...dan (ingatlah kisah) Ismail, Idris, dan Dzulkifli. Semua mereka termasuk orang-orang yang sabar. Kami telah memasukkan mereka kedalam rahmat Kami. Sesungguhnya mereka termasuk orang-orang yang saleh."
— Al-Anbiya' 21:85-86 HaditsDalam sebuah hadits, Idris disebutkan sebagai salah seorang dari nabi-nabi pertama yang berbicara dengan Muhammad dalam salah satu surga selama Mi'raj.
Diriwayatkan dari Abbas bin Malik:"... Gerbang telah terbuka, dan ketika aku pergi ke surga keempat, di sana aku melihat Idris. Jibril berkata (kepadaku), "Ini adalah Idris; berilah dia salammu." Maka aku mengucapkan salam kepadanya, dan ia mengucapkan, "Selamat datang, wahai saudaraku yang alim dan nabi yang saleh." sebagai balasan salamnya kepadaku."
— Sahih Bukhari 5:58:227Idris dipercayai sebagai seorang penjahit berdasarkan hadits ini:Ibnu Abbas berkata:
"Dawud adalah seorang pembuat perisai, Adam seorang petani, Nuh seorang tukang kayu, Idris seorang penjahit dan Musa adalah penggembala."
— Al-Hakim[5]Nasihat dan ajaranBerikut ini adalah beberapa nasihat dan untaian kata mutiara Nabi Idris.Kesabaran yang disertai iman kepada Allah (akan) membawa kemenangan.
Orang yang bahagia adalah orang yang waspada dan mengharapkan syafaat dari Tuhannya dengan amal-amal salehnya.
Bila kamu memohon sesuatu kepada Allah dan berdoa, maka ikhlaskanlah niatmu. Demikian pula (untuk) puasa dan salatmu.
Janganlah bersumpah palsu dan janganlah menutup-nutupi sumpah palsu supaya kamu tidak ikut berdosa.Taatlah kepada rajamu dan tunduklah kepada pembesarmu serta penuhilah selalu mulutmu dengan ucapan syukur dan puji kepada Allah.
Janganlah iri hati kepada orang-orang yang baik nasibnya karena mereka tidak akan banyak dan lama menikmati kebaikan nasibnya.Barang siapa melampaui kesederhanaan tidak sesuatu pun akan memuaskannya.Tanpa membagi-bagikan nikmat yang diperolehnya, seseorang tidak dapat bersyukur kepada Allah atas nikmat-nikmat yang diperolehnya itu.
Nabi Shaleh A.S
Etimologi
Genealogi
Kisah Isma`il
Perintah meninggalkan
Isma'il dan Hajar di Makkah
Kemunculan mata air Zam-zam
Perintah pengurbanan Isma'il
Isma'il membantu ayahnya
membangun Kaabah
Isma'il menceraikan istrinya
Nabi Ishaq A.S
Etimologi
Genealogi
Kisah
Nabi Ya'qub A.S
Kelahiran
Ya'qub dan Ishau
Pewaris Ishaq
Keberangkatan ke negeri Haran
Kehidupan di negeri Haran
Kepulangan dari negeri Haran
Israel
dan putra-putranya
Hijrah ke Mesir dan pewarisan berkat
Gelar
Referensi
Nabi Yusuf A.S
Genealogi
Biografi
Kisah
dalam Al-Qur'an
Mukjizat
Ketampanan rupa[
Pentakwil mimpi
Nabi Syu'aib A.S
Etimologi
Genealogi
Biografi
Kaum Madyan
Dakwah
Balasan Allah
Dalam Al-Qur'an
Makam Syu'aib
Referensi
Nabi Ayyub A.S
Etimologi
Genealogi
Riwayat
Nabi Harun A.S
Genealogi
Biografi
Nabi Ilyas A.S
Genealogi]
Kisah Ilyas
Nabi Idris S.A.W
Idris (bahasa Arab: إدريس , Alkitab: Henokh) (sekitar 4533-4188 SM) atau Nabi Idris adalah salah seorang rasul yang pertama kali diberikan tugas untuk menyampaikan risalah kepada kaumnya. Ia diberikan hak kenabian oleh Allah setelah Adam dan Syits.
Nabi Nuh A.S
Untuk Surah, lihat Surah Nuh.
"Noah"
beralih ke halaman ini. Untuk kegunaan lainnya, lihat Noah (disambiguasi).
Nuh (Ibrani: נוֹחַ, Nūḥ; Tiberias: נֹחַ; Arab: نوح) (sekitar
3993-3043 SM) adalah seorang rasul yang diceritakan dalam Taurat, Alkitab, dan Al-Qur'an. Nuh diangkat menjadi nabi sekitar tahun 3650 SM.
Diperkirakan ia tinggal di wilayah Selatan Irak modern. Namanya disebutkan sebanyak 58 kali dalam 48 ayat
dalam 9 buku Alkitab Terjemahan Baru[4], dan 43 kali dalam Al-Qur'an.
Menurut Al-Qur'an,
ia memiliki 4 anak laki-laki yaitu Kanʻān, Sem, Ham, dan Yafet.
Namun Alkitab hanya mencatat, ia memiliki 3 anak laki-laki Sem, Ham, dan Yafet. Kitab Kejadian mencatat, pada jamannya terjadi air bah yang menutupi seluruh bumi; hanya ia
sekeluarga (istrinya, ketiga anaknya, dan ketiga menantunya) dan
binatang-binatang yang ada di dalam bahtera Nuh yang selamat dari air bah tersebut. Setelah
air bah reda, keluarga Nuh kembali me-repopulasi bumi.
Nuh menurut Islam
Kaligrafi bahasa
Arab bertuliskan Nuh.
Etimologi
Suyuti menceritakan bahwa nama Nuh bukan berasal
dari bahasa Arab, tetapi dari bahasa Syam yang artinya “bersyukur” atau “selalu berterima kasih”.
Hakim berkata dinamakan Nuh karena seringnya dia menangis, nama aslinya adalah Abdul Ghafar (Hamba dari Yang Maha Pengampun).
Sedangkan menurut
kisah dari Taurat nama asli Nuh adalah Nahm yang
kemudian menjadi nama sebuah kota, kuburan Nuh berada di desa al Waqsyah yang dibangun didaerah Nahm.[5]
Nuh mendapat gelar
dari Allah dengan sebutan Nabi
Allah dan Abdussyakur yang artinya “hamba (Allah) yang
banyak bersyukur”.[6]
Genealogi
Dalam agama Islam,
Nuh adalah nabi ketiga sesudah Adam,
dan Idris.
Ia merupakan keturunan kesembilan dari Adam.
Ayahnya adalah Lamik (Lamaka) bin Mutawasylah (Matu Salij) bin Idris bin Yarid bin Mahlail bin Qainan bin Anusyi bin Syits bin Adam. Antara Adam dan Nuh ada rentang 10 generasi dan
selama periode kurang lebih 1642 tahun.
Nuh hidup selama
950 tahun. Ia mempunyai istri bernama Wafilah,[7] sedangkan beberapa sumber mengatakan istri
Nuh adalah Namaha binti Tzila atau Amzurah binti Barakil[8] dan memiliki empat orang putra, yaitu Kanʻān, Yafith, Syam dan Ham.
Biografi
Nuh adalah rasul pertama yang diutus ke atas bumi ini, sedangkan Adam,
Syits dan Idris termasuk golongan nabi saja.
Dari Ibnu Katsir
bahwa Nuh diutus untuk kaum Bani Rasib. Dia lahir 126 tahun sepeninggal Nabi
Adam, sedangkan menurut Ahli Kitab dia lahir 140 tahun sepeninggal Nabi Adam.
Dia adalah utusan yang pertama yang diutus untuk umat manusia. Penduduk yang
diserunya dikenal dengan Banu Rasib.
Dari Ibnu Abi
Hatim: Abu Umamah mendengar seorang berkata kepada Nabi “Wahai Utusan Tuhan,
apakah Adam seorang nabi?” Nabi Muhammad menjawab “Ya”. Orang tersebut bertanya
lagi: “Berapa Lama antaranya dengan Nuh?” maka Nabi Muhammad menjawab “sepuluh
generasi”.
Ibnu Abbas
menceritakan Bahwa nabi Nuh diutus pada kaumnya ketika berumur 480 tahun. Masa
kenabiannya adalah 120 tahun dan berdakwah selama 5 abad. Dia mengarungi banjir
ketika ia berumur 600 tahun, dan kemudian setelah banjir ia hidup selama 350
tahun.
Ibnu Abi Hatim dari Urwah bin Al Zubayr bahwa Wadd, Suwa, Yaghuth, Ya’uq dan Nasr adalah anak Nabi Adam.
Wadd adalah yang tertua dari mereka dan yang paling saleh di antara mereka.
Ibnu Abbas
menceritakan bahwa ketika Nabi Isa menghidupkan Ham bin Nuh, dia bertanya
kepadanya kenapa rambutnya beruban, ia menjawab dia meninggal di saat usia muda
karena ketakutannya ketika banjir. Ia berkata bahwa panjang kapal Nuh adalah
1200 Kubit dan lebarnya 600 Kubit dan mempunyai 3 lapisan.
Migrasi dari Suq Thamanim ke Babylonia
Ibnu Thabari
menceritakan setelah kapal berlabuh di pegunungan Ararat, ia kemudian membangun
suatu kota di daerah Ararat (Qarda) di suatu areal yang termasuk Mesopotamia
dan menamakan kota tersebut Themanon (Kota delapan Puluh) karena kota tersebut
dibangun oleh orang yang beriman yang berjumlah 80 orang. Sekarang tempat
tersebut dikenal dengan nama Suq
Thamanin.
Ibnu Abbas
kemudian menceritakan bahwa Nuh membangun kota Suq Thamanin dan semua keturunan
Qayin dibinasakan. Menurut Al-Harith dari Ibnu Sad dari Hisham bin Muhammad
dari ayahnya dari Abu Shalih dari Ibnu Abbas berkata ”ketika Suq Thamanin menjadi
penuh dengan keturunan Nuh mereka berpindah ke Babylon dan membangun kota
tersebut”.
Abd al Ghafar
menceritakan ketika kapal berlabuh di bukit Judi pada hari Ashura.
Doa Nuh untuk Keturunannya
Ibnu Ishaq
mengatakan bahwa Nuh mendoakan ketiga putranya. Nuh mendoakan keturunan Sam
menjadi nabi-nabi dan rasul. Nuh mendoakan keturunan Yafith untuk menjadi
raja-raja, sedangkan dari keturunan Ham dia doakan agar menjadi abdi dari
keturunan Yafith dan Sam.
Ketika Nuh
menginjak usia lanjut, ia mendoakan agar keturunan Gomer dan Kush menjadi
raja-raja, karena mereka berdua ini melayani kakeknya disaat usianya lanjut.
Ibnu Abbas
menceritakan bahwa keturunan Sam menurunkan bangsa kulit putih, Yafith
menurunkan bangsa berkulit merah dan coklat, Sedangkan ham menurunkan bagsa
Kulit hitam dan sebagian kecil berkulit putih.
Anak
Sebuah ilustrasi
ketiga anak Nuh yaitu Sam, Ham dan Yafith. Dilukis oleh James Tissot 1904.
Kanʻān bin Nuh
Dari keempat putra
Nuh, hanya tiga orang yang selamat dari bencana banjir, karena taat serta
mengikuti ajaran yang dibawa ayahnya. Adapun seorang anaknya lagi yang tertua,
yaitu Kan'an, tewas tenggelam. Nuh merasa sedih karena anaknya tidak mau
mengikuti ajarannya. Sedangkan menurut Hasan al-Bashri berpendapat bahwa Kan’an adalah anak tiri Nuh
yaitu anak dari isterinya yang durhaka.
Yafith bin Nuh
Ibnu Thabari
menyebutkan istri Yafith bernama Arbasisah binti Marazil bin Al Darmasil bin
bin Mehujael bin Akhnukh bin Qayin bin Adam dan darinya Yafith menurunkan
7orang anak laki-laki dan 1 orang anak perempuan, yaitu Gomer, Marihu, Wa’il,
Hawwan, Tubal, Hawshil dan Thiras. Anak perempuan dari Yafith adalah Shabokah.
Sam bin Nuh
Ibnu Thabari
menyebutkan istri Sam bernama Shalib binti Batawil bin Mehujael bin Akhnukh bin
Qayin bin Adam dan darinya Sam menurunkan Arfaqsyad, Asshur, Lud, Elam, dan
Aram.
Ham bin Nuh
Ibnu Thabari
menyebutkan istri Ham bernama Nahlab binti Marib bin Al Darmasil bin bin Mehujael bin Akhnukh
bin Qayin bin Adam dan darinya Ham menurunkan 4 orang anak laki-laki, yaitu
Kush, Put, Kanaan dan Qibthy atau Misraim.
Menurut Ibnu Ishaq tidak diketahui apakah Aram adalah satu ibu
atau dari ibu yang berbeda dengan anak Sam lainnya. Sam berdiam di Mekkah dan dari keturunannya yaitu Arpaksyad
menurunkan nabi dan rasul. Kemudian dari nya menurunkan bangsa Arab dan bangsa Mesir kuno. Keturunan Yafith menjadi raja untuk wilayah non arab
seperti Turki, Khazar dan Persia yang raja terakhirnya adalah Yazdajird bin Shahriyar bin Abrawiz yang masih
merupakan keturunan Gomer bin Yafith bin Nuh.
Keturunan Sam
berdiam di Majdal yang berada di pusat bumi yang daerah tersebut berada di
Satidama (suatu daerah bagian utara Irak atau dibagian Timur Anatolia), di
antara Yaman dan Syria. Tuhan memberikan mereka kitab dan kenabian serta
memberikan warna kulit yang coklat dan putih.
Bangsa ʿĀd berkembang di suatu lembah yang dinamakan
Al-Shihr (Bagian Selatan Arabia menghadap lautan Hindia) dan dibinasakan
disuatu lembah yang dinamakan Lembah Mughith.
Kemudian Mahrah
menetap di lembah Al-Shihr. Ubayl berkembang di wilayah Yasthrib, Amalek
berkembang di Sana sebelum dinamakan Sana. Beberapa dari keturunan Amalek
kemudian pergi ke Yastrib dan mengusir bangsa Ubayl, yang kemudian Jubayl
berkembang di wilayah Juhfah, tetapi banjir membinasakan mereka sehingga
dinamakan wilayah tersebut Al-Juhfah (tempat penyapuan).
Thamud berdiam di
Hijr dan di sekitarnya dan dibinasakan di sana. Tasm dan Judays berdiam di
Yamamah dan kemudian dibinasakan, ketika Umaym memasuki wilayah Al Abar (Wabar,
suatu tempat di Yaman) dan dibinasakan di sana. Di sekitar Yamamah dan Al Shihr
tidak ada yang bepergian di sana karena wilayahnya telah dikuasai Jin. Daerah
tersebut dikenal dengan Ubar karena berasal dari nama Abar bin Umaym.
Keturunan Joktan
bin Eber memasuki Yaman dan kemudian menamainya Yaman yang berarti Selatan.
Beberapa kaum dari Kan'an memasuki Syria yang namanya adalah Al-Sha’m maka dari itu wilayah Syria dahulu dikenal dengan nama Syam.
Diceritakan dari
Damrah bin Rabiah dari Ibnu Ata dari Ayahnya bahwa Ham menurunkan keturunan
yang berkulit hitam dan berambut keriting. Rambut mereka tipis. Yafith
menurunkan keturunan yang berwajah datar dan bermata kecil atau sipit,
sedangkan Sam menurunkan keturunan yang berwajah tampan dan berambut indah.
Cucu
Kush bin Ham: Ibnu
Thabari menyebutkan istri Kush bernama Qarnabil binti Batawil bin Tiras dan
darinya menurunkan Habsyah, Hind dan Sind.
Phut bin Ham: Ibnu
Thabari menyebutkan istri Phut bernama Bakht binti Batawil. Put kemudian
berdiam bersama keturunan Kush yaitu Hind dan Sind di wilayah India.
Kan`an bin Ham:
Ibnu Thabari menyebutkan istri Kan'an bernama Arsal binti Batawil bin Tiras dan
darinya menurunkan bangsa berkulit hitam atau negro, Nubia, Fezzan, Zanj dan
Zaghawah.
Mizraim bin Ham: Ibnu
Thabari menyebutkan keturunan Mizraim adalah bangsa Koptik dan Barbar.
Egyptus binti Ham:
Anak Ham yang satu ini adalah seorang wanita.
Keturunan Sam
Lud bin Sam: Ibnu
Ishaq menyebutkan Lud kawin dengan anak perempuan Yafith yaitu Shakbah dan
melahirkan baginya Faris, Jurjan, dan ras yang mendiami wilayah Persia.
Kemudian dari Lud lahir pula Tasm dan Imliq tetapi tidak diketahui apakah
mereka stu ibu atau tidak dengan Faris bin Lud. Imliq berdiam di wilayah tanah
suci.
Imliq kemudian
menurunkan bangsa Amalek yang kemudian menyebar di wilayah Uman, Hijaz, Syria
dan Mesir. Dari keturunan Lud ini melahirkan bangsa bangsa perkasa di Syria
yang disebut dengan bangsa Kanaanit. Dari Lud juga menurunkan Firaun Mesir,
penduduk Bahrayn dan ‘Uman yang kemudian dikenal dengan bangs Jasim. Penghuni
Madinah seperti Bani Huff, Sa’d bin Hizzan, Banu Matar dan Banu Al-Azraq,
Penduduk Najd yaitu Badil dan Rahil, Penduduk Tayma adalah keturunan dari Lud
bin Sham.
Bani Umaym bin Lud
berdiam di Wabar yang merupakan daerah gurun yang dikenal dengan gurun Alij dan
berkembang disana. Kemudian mereka berbuat ingkar disana dan akhirnya Allah
menghancurkan mereka. Satu-satunya suku mereka yang tersisa dari bencana
tersebut adalah suku Nasnas.
Tasm bin Lud
berdiam di Yamamah (kota kuno Bahrayn). Dari keturunan Lud seperti Tasm,
Amalek, Umaym dan Jasim menggunakan dialek arab, sedangkan dari keturunan Lud
yang lain seperti Faris menggunakan dialek Farsi.
Keturunan Lud bin
Sham dan termasuk keturunan Madhay bin Yafith kemudian pergi menuju Gomer dan
Gomer kemudian menjaga mereka dan membiarkan mereka berkembang di wilayahnya.
Dari bangsa Madhay ini menurunkan bangsa Media yang salah satu rajanya adalah
Cyrus Agung.
Salah satu bangsa
Barbar adalah keturunan dari Thamila bin Marib bin Faran bin Amr bin imliq bin
Lud bin Sham. Bangsa yang pertama kali berbicara dengan bahasa Arab adalah
Imliq bin Lud setelah kepindahannya dari Babylonia.
Aram bin Sam: Aram
bin Shem menurunkan Uz, Mash, Gether dan Hul. Kemudian Uz menurunkan Gether, ʿĀd dan Ubayl. Gether bin Aram menurunkan Tsamud dan Judays. Mereka ini
berbicara dengan bahasa Arab Mudari. Mereka ini dikenal dengan Arab Aribah atau
Arab asli karena dari merekalah bahasa Arab berasal. Dari keturunan Aram dan Lud ini melahirkan bangsa Arab pertamaatau bangsa
Arab Aribah.
ʿĀd berdiam di gurun disekitar jalan menuju Hadramaut di Yaman.
Tsamud memahat pegunungan untuk dijadikan tempat tinggalnya yang berada antara
Hijaz dan Syria dan sejauh Wadi al-Qura. Judays mengikuti Tasm dan berdiam di
lingkungan Yamamah sampai Bahrayn. Nama Yamamah pada saat itu adalah Jaww.
Sedangkan Jasim berdiam di Uman. Mash menurunkan bangsa Nabatea yang
silsilahnya adalah Nabit bin Mash bin Aram.
Di Era kaum ʿĀd, mereka dikenal
dengan ʿĀd dari Iram, ketika kaum’Ad dihancurkan maka kaum Tsamud disebut Iram. Setelah Tsamud dihancurkan
keturunan Iram yang tersisa disebut dengan Arman atau Aramean.
Arfaqsyad bin Sam:
Arpkasyad menurunkan umat-umat pilihan dan darinya kebanyakan nabi berasal. Ia
mempunyai anak yang bernama Qaynam yang tidak diceritakan di dalam Taurat. Ia tidak diceritakan di dalam taurat karena ia menyebut dirinya
sebagai dewa dan mempelajari sihir. Qaynamkemudian menurunkan anak yang bernama
Shelah, dan menurunkan Abir. Bagi Abir menurunkan 2 anak, yaitu Peleg atau
Qasim dan Yoktan atau Qahthan yang menurunkan 2 anak, yaitu Ya’rub dan Yaqtan.
Yoktan adalah penguasa pertama atas negeri Yaman.
Arpaksyad juga
mempunyai anak yang bernama Nimrod yang mendiami sekitar wilayah Al-Hijr. Sham
lahir ketika Nuh berumur 500 tahun, kemudian Arpaksyad lahir ketika Sham
berumur 102 tahun. Qaynam lahir ketika umur Arpaksyad 35 tahun, Shelah lahir
ketika Qaynam berumur 39 tahun, Eber lahir ketika Shelah berumur 30 tahun.
Yoktan bin Eber
bin Shaleh bin Arfaqsyad darinya menurunkan bangsa Hind dan Sind terkemudian.
Silsilahnya kembali kepada Buqayin bin Yoktan. Dari Yoktan melahirkan Ya’rub
menurunkan Yashjub menurunkan Saba’. Saba’ menurunkan Himyar, Kahlan, ‘Amr,
Al-Ash’ar, Anmar, Murr, ‘Amilah. Amr bin Saba menurunkan ‘Adi. ‘Adi menurunkan
Lakhm dan Judham.
Ghalem bin Sam:
Dikisahkan bahwa keturunan dari Ghalem ini adalah bangsa Persia.
Asshur bin Sam:
Sedangkan dari Asshur keturunannya adalah menjadi bangsa Assyria.
Keturunan Yafith
Meshech bin
Yafith: Darinya menurunkan Ashban. Menurut Blachere Ashban adalah koloni dari
Ishafan yang menetap di Syria, Mesir,
Afrika Utara, dan Spanyol.
Yavan bin Yafith:
Darinya menurunkan Slavia dan Burjan atau Bulgar. Bangsa Byzantium adalah keturunan dari Lanta bin Javan.
Magogh bin Yafith:
Dari Magogh inilah bangsa Ya’juj dan Ma’juj yang telah diramalkan akan datang pada akhir
zaman.
Khatubal bin
Yafith
Ma'za bin Yafith
Tyrash bin Yafith
Gunung Ararat di
negara Turki yang diduga sebagai tempat berlabuhnya Bahtera Nuh.
Menurut Al Qur'an, bahtera Nuh telah mendarat di Bukit Judi dan banyak
perbedaan pendapat mengenai Bukit Judi tersebut, baik dari para ulama maupun
temuan arkeolog. Ada pendapat[siapa?] yang menunjukkan suatu gunung di wilayah Kurdi atau tepatnya di bagian selatan Armenia, ada pendapat lain dari Wyatt Archeological Research, bukit tersebut terletak di wilayah Turkistan Iklim Butan, Timur laut pulau yang oleh
orang-orang Arab disebut sebagai Jazirah Ibnu Umar (Tafsir al-Mishbah).
Di dalam Alkitab menyebutnya terdampar di Gunung Ararat Turki.
Para arkeolog Cornuke dan tim mengatakan bahwa bahtera Nuh diduga telah
ditemukan di Iran.
Lokasinya tidak sesuai seperti yang dijelaskan dalam kitab Kejadian; Bahtera ini telah melakukan perjalanan dari timur
mengarah ke Mesopotamia. Cornuke dan tim berpikir bahwa Gunung Ararat adalah
kemungkinan besar sebagai sebuah pengalihan saja. "Alkitab memberikan
petunjuk di sini tetapi ini bukanlah mengarah ke Turki, tetapi mengarah
langsung ke Iran."[9]
Berdasarkan foto
yang dihasilkan dari gunung Ararat, menunjukkan sebuah perahu yang sangat besar
diperkirakan memiliki luas 7.546 kaki dengan panjang 500 kaki, lebar 83 kaki
dan tinggi 50 kaki dan masih ada tiga tingkat lagi di atasnya.
Tingkat pertama
diletakkan binatang-binatang liar dan yang sudah dijinakkan
Tingkat kedua
ditempatkan manusia
Tingkat ketiga
burung-burung
Nuh menurut Kristen
Bahtera Nuh, karya Edward Hicks, dibuat tahun 1846.
Sebuah peta T dan
O yang menggambarkan tentang pembagian koloni masyarakat, mengidentifikasikan
tiga benua sebagai populasi dari keturunan Sem (Shem), Ham (Cham)
dan Yafef (Japeth).
Nuh adalah anak
laki-laki Lamekh, yang dilahirkan pada saat Lamekh berumur 182 tahun.[10] Ia dilahirkan 1.056 tahun setelah Adam.[11] Dari 10 generasi setelah Adam, Nuh adalah
orang ketiga yang memiliki umur terpanjang, mencapai 950 tahun.[12]Namanya juga tercatat dalam silsilah Yesus di Lukas 3:36.
Nuh digambarkan
sebagai orang yang benar di antara orang-orang lain yang hidup di zamannya. Kejadian 6:8 mencatat, "Tetapi Nuh mendapat kasih
karunia di mata Tuhan". Pada saat itu, manusia hidup bergelimang dosa sehingga Allah memutuskan untuk menjatuhkan hukuman
dengan bersabda "Aku akan
memusnahkan mereka bersama-sama dengan bumi" [13]. Akan tetapi, Allah tidak menghancurkan segala-galanya.
Dia memerintahkan Nuh untuk membangun sebuah bahtera besar untuk menyelamatkan
sebagian makhluk ciptaan-Nya.
Setelah bahtera
itu selesai, Kitab Kejadian menggambarkan bahwa air bah merendam bumi selama 150 hari lamanya dan
setelah itu air mulai surut. Nuh menunggu hingga bumi benar-benar kering
sebelum membuka pintu bahtera. Nuh kemudian keluar bersama keluarga dan semua
binatang yang ada di dalam bahtera tersebut.
Setelah Nuh
diselamatkan, Allah mengadakan perjanjian dengan Nuh dan memberkatinya [14]. Inilah perjanjian yang pertama dikenal dan bersifat
universal karena meliputi seluruh umat manusia. Di kemudian hari, Allah
mengadakan perjanjian pula dengan Abraham, tetapi perjanjian itu dianggap bersifat lebih khusus.
Dalam buku riwayat penulisan Alkitab juga disebut bahwa Nuh dan Kanaan
adalah orang-orang pertama yang menanam anggur dan mengolahnya menjadi minuman. Setelah memanen
buah-buah anggur, Nuh meminum wine dalam jumlah berlebih yang mengakibatkan
mabuk hingga ia bertelanjang diri. Setelah Kanaan menyaksikan hal ini lalu
menyampaikan kepada Ham, ayahnya, maka putra bungsu Nuh itu menertawakan dan menyebarkan kabar memalukan itu
kepada Sem dan Yafet. Sem yang berniat menutupi aib ayahnya mengajak Yafet
membantunya menebar kain pada tubuh Nuh supaya ia tak kelihatan telanjang.
Setelah Nuh siuman, ia kecewa dan murka terhadap Ham yang mengaibkan
kehormatannya lalu mengutuk Kanaan, putra Ham, yang terlibat dalam peristiwa
mempermalukan dirinya. Ham tidak bisa dikutuk oleh karena Nuh menyadari bahwa
mereka yang telah keluar bersamanya dari Bahtera adalah mereka yang diberkati
oleh Tuhan dan barangsiapa yang mengutuki orang yang diberkati Tuhan
maka ucapan kutuk tersebut akan berbalik kepada pengutuk itu sendiri.[15]
Etimologi
Nama Nuh berasal
dari Ibrani נֹחַ, נוֹחַ(Nōăḥ), yang berarti "hinggap", "menentramkan",
"berhenti", atau "istirahat" (2 Raja-raja 2:15; Ratapan 5:5; Ulangan 5:14). Arti nama Nuh berdasarkan asal kata
tersebut adalah "sabat", "istirahat", dan
"penghiburan".[11]
Keluarga
Alkitab hanya
mencatat Nuh memiliki tiga orang anak, Sem, Ham dan Yafet yang dilahirkan setelah Nuh berumur 500 tahun, sebelum
air bah terjadi. Ketika Sem berusia 100 tahun, dua tahun setelah air bah, ia
dikaruniai Arpakhsad[16]. Oleh karena itu Sem hanya berusia 98 ketika banjir
datang. Ham dikatakan sebagai yang termuda [17].
Nama istri Nuh
tidak disebut dalam Alkitab, menurut Kitab Yobel (termasuk dalam kanon Gereja Ortodoks Ethiopia) namanya adalah Emzara.
Tradisi Yahudi
menulis nama istri Nuh adalah Naama (atau Naamah), putri Lamekh dan saudara perempuan Tubal-Kain.[18] Demikian pula Komentator Alkitab Ibrani, Rashi,
yang hidup pada abad ke-11 M, dalam komentarinya mengenai Sefer Bereishis 4:22.[19]
Sebuah Midrash dari abad pertengahan, yang dikenal sebagai "Kitab
Yasar" (Book of Jasher 5:15),
juga menuliskan nama istri Nuh adalah Naamah,
putri Henokh.[20]
Nabi Hud A.S
Untuk Surah, lihat Surah Hud.
Hud (bahasa Arab: هود , Aubir, Ubayr, Neber) (sekitar 2450-2320 SM) adalah seorang nabi yang diutus untuk Kaum 'Ad yang tinggal di al-Ahqaf, Rubu' al-Khali-Yaman. Hud dikenal dalam
ajaran agama Islam, Yahudi dan Kristen.
Dalam kitab Perjanjian Lama sering diperhubungkan dengan Eber meski riwayatnya tak tertulis. Namanya
disebutkan sebanyak 7 kali dalam Al-Qur'an.
Umat Muslim percaya bahwa Nabi Hud hidup sekitar 150 tahun dan diutus menjadi
rasul pada tahun 2400 SM.[1] Diriwayatkan bahwa ia wafat di Timur Hadhramaut, Yaman.
Genealogi
Hud bin
Abdullah bin Ribah bin Khulud bin Ad bin Aus bin Irim bin Syam bin Nuh. Ia menikahi seorang
wanita yang bernama Melka binti
Madai bin Japeth (Yafas).
Biografi]
Nabi Hud
merupakan keturunan dari suku 'Aad (عاد), suku yang hidup di jazirah Arab,
disuatu tempat bernama Al-Ahqaf yang terletak di utara Hadramaut antara Yaman dan Oman. Mereka adalah kaum
penyembah berhala bernama Shamud, Shada, dan al-Haba. Mereka termasuk suku yang tertua
sesudah kaum Nuh. Mereka dikaruniai
oleh Allah (الله) tanah yang subur, dengan sumber-sumber air yang memudahkan
mereka bercocok tanam.
Sebagaimana
dengan kaum Nabi Nuh (نوح), kaum Hud, yaitu suku 'Aad tidak mengenal Allah sebagai Tuhannya.
Mereka membuat patung-patung yang diberi nama Shamud dan Alhattar dan itu yang disembah sebagai tuhan
mereka yang menurut kepercayaannya dapat memberi kebahagiaan, kebaikan dan
keuntungan serta dapat menolak kejahatan, kerugian dan segala musibah. Ajaran
dan agama Nabi Idris a.s. (إدريس) dan Nabi Nuh a.s. (نوح) sudah tidak dijalankan lagi.
Dakwah
Nabi Hud
memulai dakwahnya dengan menarik perhatian kaumnya suku 'Aad kepada tanda-tanda
wujudnya Allah yang berupa alam sekitar mereka dan bahwa Allah-lah yang
menciptakan mereka semua dan mengaruniakan mereka dengan segala kenikmatan
hidup. Dia-lah yang seharusnya mereka sembah dan bukan patung-patung yang
mereka buat sendiri.
Diterangkan
oleh Nabi Hud bahwa dia adalah pesuruh Allah yang diberi tugas untuk membawa
mereka ke jalan yang benar, beriman kepada Allah yang menciptakan mereka serta
menghidupkan dan mematikan mereka, memberi rezeki atau
mencabutnya dari mereka. Ia tidak mengharapkan upah dan menuntut balas jasa
atas usahanya memimpin dan menuntun mereka ke jalan yang benar. Ia hanya
menjalankan perintah Allah dan memperingatkan mereka bahwa jika mereka tetap
menutup telinga dan mata mereka, mengingatkan perihal kaum Nabi
Nuh yang ditimpa azab Allah serta meminta mereka untuk berhenti dari menyembah berhala.
Bagi kaum
'Aad, seruan dan dakwah Nabi Hud itu merupakan sesuatu yang tidak pernah mereka
dengar ataupun duga. Mereka melihat bahwa ajaran yang dibawa oleh Nabi Hud itu
akan mengubah cara hidup mereka dan membongkar peraturan dan adat istiadat yang telah mereka kenal dan
warisi dari nenek moyang mereka. Mereka tercengang dan merasa
heran bahwa seorang dari suku mereka sendiri telah berani berusaha
merombak tatacara hidup mereka dan menggantikan agama dan kepercayaan mereka dengan sesuatu yang baru yang
mereka tidak kenal dan tidak dapat dimengerti dan diterima oleh akal fikiran
mereka.
Pembalasan Allah atas kaum 'Aad
Pembalasan
Tuhan terhadap kaum 'Aad yang kafir dan tetap membangkang itu diturunkan
dalam dua tahap. Tahap pertama berupa kekeringan yang melanda ladang dan kebun mereka. Dalam keadaan demikian Nabi
Hud masih berusaha meyakinkan mereka bahwa kekeringan itu adalah suatu permulaan
siksaan dari Allah yang dijanjikan dan bahwa Allah masih
memberi kesempatan kepada mereka untuk sadar akan kesesatan dan kekafiran
mereka dan kembali beriman kepada Allah dengan meninggalkan persembahan mereka
yang batil untuk
kemudian bertaubat dan memohon ampun kepada Allah agar
segera hujan turun kembali dan menghindari mereka
dari bahaya kelaparan yang mengancam. Akan tetapi mereka tetap belum mau
percaya dan menganggap janji Nabi Hud itu adalah janji kosong. Mereka bahkan
pergi menghadap berhala-berhala mereka memohon perlindungan dari musibah yang
mereka hadapi.
Tentangan
mereka terhadap janji Allah yang diwahyukan kepada Nabi Hud segera mendapat
jawaban dengan datangnya pembalasan tahap kedua yang dimulai dengan terlihatnya
gumpalan awan dan mega hitam yang tebal di atas
mereka yang disambutnya dengan sorak-sorai gembira, karena mengira bahwa hujan
akan segera turun membasahi ladang dan menyirami kebun mereka yang sedang mengalami
kekeringan. Melihat sikap kaum 'Aad yang sedang bersuka ria itu berkatalah Nabi
Hud dengan nada mengejek: Mega
hitam itu bukanlah mega hitam dan awan rahmat bagi kamu tetapi mega yang akan
membawa kehancuran kamu sebagai pembalasan Allah yang telah kujanjikan dan kamu
ternanti-nanti untuk membuktikan kebenaran kata-kataku yang selalu kamu sangkal
dan kamu dusta.
Sejurus
kemudian menjadi kenyataanlah apa yang diramalkan oleh Nabi Hud itu bahwa bukan
hujan yang turun dari awan yang tebal itu tetapi angin topan yang dahsyat dan kencang disertai
bunyi gemuruh yang
mencemaskan yang telah merusakkan bangunan rumah dari dasarnya, membawa
berterbangan semua perabotan dan harta benda serta melempar jauh binatang-binatang ternak.
Keadaan kaum 'Aad menjadi panik, mereka berlari kesana-sini, hilir-mudik
mencari perlindungan.
Adapun
Nabi Hud dan para sahabatnya yang beriman telah mendapat perlindungan Allah
dari bencana yang menimpa kaumnya. Setelah keadaan cuaca kembali tenang dan tanah Al-Ahqaf sudah menjadi sunyi senyap dari kaum
'Aad pergilah Nabi Hud meninggalkan tempatnya berhijrah ke Hadramaut,
dimana ia tinggal menghabiskan sisa hidupnya sampai ia wafat dan dimakamkan di sana. Hingga
sekarang makamnya yang terletak di atas sebuah bukit, di suatu tempat
lebih kurang 50 km dari kota Siwun selalu
dikunjungi para peziarah yang datang dari sekitar daerah itu, terutama pada
bulan Syaaban.
Kisah Hud dalam Al-Qur'an
Kisah Nabi Hud diceritakan dalam 68 ayat dari 10 surah yang di
antaranya adalah Surat Hud, ayat 50
hingga 60, Surat
Al Mu’minuun ayat 31 sehingga ayat 41, Surat Al Ahqaaf ayat 21 sehingga ayat 26 dan Surat Al Haaqqah ayat 6,7 dan 8.
Nabi Shaleh A.S
Shālih (bahasa Arab: صالح, Al Kitab: Shelah) (sekitar 2150-2080 SM) adalah salah seorang nabi dan rasul dalam agama Islam yang diutus kepada Kaum
Tsamūd. Ia diangkat menjadi nabi pada tahun 2100 SM. Dia telah diberikan mukjizat yaitu seekor unta betina yang dikeluarkan dari celah batu dengan izin Allah yakni bagi menunjukkan kebesaran Allah kepada kaum Tsamud.
Malangnya kaum Tsamud masih mengingkari ajaran Shaleh, mereka membunuh unta
betina tersebut. Akhirnya kaum Tsamud dibalas dengan azab yang amat dahsyat yaitu dengan satu tempikan dari Malaikat Jibril yang menyebabkan tubuh
mereka hancur berai.
Etimologi
Nama
Shaleh kemungkinan besar berasal dari sejarah Petra Se'lah yang berarti
"batu" dalam bahasa
Ibrani, yang lain meyakini bahwa namanya berasal dari bahasa Arab, sali'h yang berarti "orang
baik".
Genealogi
Salleh
bin Ubaid bin 'Ashif bin Masih bin 'Abid bin Hazir bin Samud bin Amir bin Irim
bin Syam bin Nuh. Saleh merupakan anak tertua dan memiliki
dua orang adik yang bernama Aanar dan Ashkol.
Kisah
Shaleh
Tsamud adalah suku yang merupakan
bagian dari bangsa Arab oleh ahli sejarah dan ada
pula yang menggolongkan mereka ke dalam kaum Yahudi. Kaum ini
tinggal di dataran bernama "Al Hijr"
terletak antara Hijaz dan Syam yang dahulunya termasuk
jajahan dan dikuasai oleh suku Aad yang telah binasa karena dilanda angin topan yang dikirim oleh Allah
sebagai pembalasan atas pembangkangan dan pengingkaran mereka terhadap dakwah
dan risalah Hud.
Kemakmuran
dan kemewahan hidup serta kekayaan alam yang dahulu dimiliki dan dinikmati oleh
suku Aad telah diwarisi oleh kaum Tsamud. Tanah-tanah yang subur yang memberikan hasil
berlimpah ruah, binatang-binatang
perahan dan ternak yang berkembang biak, kebun-kebun bunga yag indah, bangunan
rumah-rumah yang didirikan di atas tanah yang rata dan dipahatnya dari gunung.
Semuanya itu menjadikan mereka hidup tenteram, sejahtera, dan bahagia, merasa
aman dari segala gangguan alam dan mengaku bahawa kemewahan hidup mereka akan
kekal bagi mereka dan anak keturunan mereka.
Kaum
Tsamud tidak mengenal Tuhan. Tuhan mereka adalah berhala-berhala yang mereka
sembah dan puja, kepadanya mereka berkorban, tempat mereka meminta perlindungan
dari segala bala dan musibah dan mengharapkan kebaikan serta kebahagiaan.
Mereka tidak dapat melihat atau memikirkan lebih jauh dan apa yang dapat mereka
jangkau dengan pancaindera.
Dakwah
kepada kaum Tsamud
Allah
Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang tidak akan membiarkan hamba-hamba-Nya
berada dalam kegelapan terus-menerus tanpa diutusnya pesuruh di sisi-Nya untuk
memberi penerangan dan memimpin mereka keluar dari jalan yang sesat ke jalan
yang benar. Demikian pula Allah tidak akan menurunkan azab dan seksaan kepada
suatu umat sebelum mereka diperingatkan dan diberi petunjukkan oleh-Nya dengan
perantara seorang yang dipilih untuk menjadi utusan dan rasul-Nya. Sunnatullah
ini berlaku pula kepada kaum Tsamud, yang kepada mereka telah diutuskan Nabi
Saleh seorang yang telah dipilih-Nya dari suku mereka sendiri, dari keluarga
yang terpandang dan dihormati oleh kaumnya, terkenal tangkas, cerdik, pandai,
rendah hati dan ramah-tamah dalam pergaulan.
Dikenalkan
mereka oleh Nabi Saleh kepada Tuhan yang sepatutnya mereka sembah, Tuhan Allah
Yang Maha Esa, yang telah mencipta mereka, menciptakan alam sekitar mereka,
menciptakan tanah-tanah yang subur yang menghasilkan bahan-bahan keperluan
hidup mereka, mencipta binatang-binatang yang memberi manfaat dan berguna bagi
mereka dan dengan demikian memberi kepada mereka kenikmatan dan kemewahan hidup
dan kebahagiaan lahir dan batin. Tuhan Yang Esa itulah yang harus mereka sembah
dan bukan patung-patung yang mereka pahat sendiri dari batu-batu gunung yang
tidak berkuasa memberi sesuatu kepada mereka atau melindungi mereka dari
ketakutan dan bahaya.
Nabi
Saleh memperingatkan mereka bahwa ia adalah seorang daripada mereka, terjalin
antara dirinya dan mereka ikatan keluarga dan darah. Mereka adalah kaumnya dan
sanak keluarganya dan dia adalah seketurunan dan sesuku dengan mereka. Ia
mengharapkan kebaikan dan kebajikan bagi mereka dan sesekali tidak akan
menjerumuskan mereka ke dalam hal-hal yang akan membawa kerugian, kesengsaraan
dan kebinasaan bagi mereka. Ia menerangkan kepada mereka bahwa dia adalah
pesuruh dan utusan Allah, dan apa yang diajarkan dan didakwahkan kepada mereka
adalah amanat Allah yang harus dia sampaikan kepada mereka untuk kebaikan
mereka semasa hidup dan sesudah mereka mati di akhirat kelak. Dia berharap yang
kaumnya mempertimbangkan dan memikirkan bersungguh-sungguh apa yang dia serukan
dan anjurkan agar mereka segera meninggalkan penyembahan kepada patung berhala
itu dan percaya beriman kepada Allah Yang Maha Esa seraya bertaubat dan mohon
keampunan kepada-Nya atas dosa dan perbuatan syirik yang selama ini telah
mereka lakukan. Allah maha dekat kepada mereka dengan mendengarkan doa mereka
dan memberi keampunan kepada yang bersalah apabila dimintanya.
Terperanjatlah
kaum Saleh mendengar seruan dan dakwahnya yang bagi mereka merupakan hal yang
baru yang tidak diduga akan datang dari saudara atau anak mereka sendiri. Maka
serentak ditolaknya ajakan Nabi Saleh itu seraya berkata mereka
kepadanya:"Wahai Saleh! Kami mengenalmu seorang yang pandai, tangkas dan
cerdas, fikiranmu tajam dan pendapat serta semua pertimbanganmu selalu tepat.
Pada dirimu kami melihat tanda-tanda kebajikan dan sifat-sifat yang terpuji.
Kami mengharapkan dari engkau sebetulnya untuk memimpin kami menyelesaikan
hal-hal yang rumit yang kami hadapi, memberi petunjuk dalam soal-soal yang
gelap bagi kami dan menjadi ikutan dan kepercayaan kami di kala kami menghadapi
krisis dan kesusahan. Akan tetapi segala harapan itu menjadi meleset dan
kepercayaan kami kepadamu tergelincir hari ini dengan tingkah lakumu dan tindak
tandukmu yang menyalahi adat-istiadat dan tatacara hidup kami. Apakah yang
engkau serukan kepada kami? Engkau menghendaki agar kami meninggalkan
persembahan kami dan nenek moyang kami, persembahan dan agama yang telah
menjadi darah daging kami menjadi sebahagian hidup kami sejak kami dilahirkan
dan tetap menjadi pegangan untuk selama-lamanya. Kami sesekali tidak akan
meninggalkannya kerana seruanmu dan kami tidak akan mengikutimu yang sesat itu.
Kami tidak mempercayai cakap-cakap kosongmu bahkan meragui kenabianmu. Kami
tidak akan mendurhakai nenek moyang kami dengan meninggalkan persembahan mereka
dan mengikuti jejakmu."
Nabi
Saleh memperingatkan mereka agar jangan menentangnya dan agar mengikuti
ajakannya beriman kepada Allah yang telah mengurniai mereka rezeki yang luas
dan penghidupan yang sejahtera. Diceritakan kepada mereka kisah kaum-kaum yang
mendapat seksaan dan azab dari Allah kerana menentang rasul-Nya dan mendustakan
risalah-Nya. Hal yang serupa itu dapat terjadi ke atas mereka jika mereka tidak
mahu menerima dakwahnya dan mendengar nasihatnya, yang diberikannya secara
ikhlas dan jujur sebagai seorang anggota dari keluarga besar mereka dan yang
tidak mengharapkan atau menuntut upah daripada mereka atas usahanya itu. Ia
hanya menyampaikan amanat Allah yang ditugaskan kepadanya dan Allah-lah yang
akan memberinya upah dan ganjaran untuk usahanya memberi pimpinan dan tuntutan
kepada mereka.
Sekelompok
kecil dari kaum Tsamud yang kebanyakannya terdiri dari orang-orang yang
berkedudukan sosial lemah menerima dakwah Nabi Saleh dan beriman kepadanya
sedangkan sebahagian yang terbesar terutamanya mereka yang tergolong
orang-orang kaya dan berkedudukan tetap berkeras kepala dan menyombongkan diri
menolak ajakan Nabi Saleh dan mengingkari kenabiannya dan berkata
kepadanya:" Wahai Saleh! Kami kira bahawa engkau telah dirasuk syaitan dan
terkena sihir. Engkau telah menjadi sinting dan menderita sakit gila. Akalmu
sudah berubah dan fikiranmu sudah kacau sehingga engkau tidak sedar yang engkau
telah mengeluarkan kata-kata yang tidak masuk akal dan mungkin engkau sendiri
tidak memahaminya. Engkau mengaku bahwa engkau telah diutuskan oleh Tuhanmu
sebagai nabi dan rasul-Nya. Apakah kelebihanmu daripada kami semua sehingga
engkau dipilih menjadi rasul, padahal ada orang-orang di antara kami yang lebih
patut dan lebih cekap untuk menjadi nabi atau rasul daripada engkau. Tujuanmu
dengan bercakap kosong dan kata-katamu hanyalah untuk mengejar kedudukan dan
ingin diangkat menjadi kepala dan pemimpin bagi kaummu. Jika engkau merasa
bahwa engkau cerdas dan cergas dan mengaku bahwa engkau tidak mempunyai arah
dan tujuan yang terselubung dalam dakwahmu itu maka hentikanlah usahamu
menyiarkan agama barumu dengan mencerca penyembahan kami dan nenek moyangmu
sendiri. Kami tidak akan mengikuti jalanmu dan meninggalkan jalan yang telah
ditempuh oleh orang-orang tua kami lebih dahulu.
Nabi
Saleh menjawab: " Aku telah berulang-ulang mengatakan kepadamu bahwa aku
tidak mengharapkan sesuatu apapun daripadamu sebagai balasan atas usahaku
memberi penerangan kepada kamu. Aku tidak mengharapkan upah atau mendambakan
pangkat dan kedudukan bagi usahaku ini yang aku lakukan semata-mata atas
perintah Allah dan daripada-Nya kelak aku harapkan balasan dan ganjaran untuk
itu dan bagaimana aku dapat mengikutimu dan menterlantarkan tugas dan amanat
Tuhan kepadaku, padahal aku talah memperoleh bukti-bukti yang nyata atas
kebenaran dakwahku. Janganlah sesekali kamu harapkan bahawa aku akan melanggar
perintah Tuhanku dan melalaikan kewajibanku kepada-Nya hanya semata-mata untuk
melanjutkan penyembahan nenek moyang kami yang jahil itu. Siapakah yang akan
melindungiku dari murka dan azab Tuhan jika aku berbuat demikian? Sesungguhnya
kamu hanya akan merugikan dan membinasakan aku dengan seruanmu itu."
Setelah
gagal dan berhasil menghentikan usaha dakwah Nabi Saleh dan dilihatnya ia
bahkan makin giat menarik orang-orang mengikutnya dan berpihak kepadanya, para
pemimpin dan pemuka kaum Tsamud berusaha hendak membendung arus dakwahnya yang
makin lama makin mendapat perhatian terutama dari kalangan bawahan menengah
dalam masyarakat. Mereka menentang Nabi Saleh dan untuk membuktikan kebenaran
kenabiannya dengan suatu bukti mukjizat dalam bentuk benda atau kejadian luar
biasa yang berada di luar kekuasaan manusia.
Mukjizat
Saleh
Nabi
Saleh sadar bahwa tentangan kaumnya yang menuntut bukti daripadanya berupa
mukjizat itu adalah bertujuan hendak menghilangkan pengaruhnya dan mengikis habis
kewibawaannya di mata kaumnya terutama para pengikutnya bila ia gagal memenuhi
tentangan dan tuntutan mereka. Nabi Saleh membalas tentangan mereka dengan
menuntut janji dengan mereka apabila dia berhasil mendatangkan mukjizat yang
mereka minta bahwa mereka akan meninggalkan agama dan penyembahan mereka dan
akan mengikuti Nabi Saleh dan beriman kepadaNya.
Sesuai
dengan permintaan dan petunjuk pemuka-pemuka kaum Tsamud berdoalah Nabi Saleh
memohon kepada Allah agar memberinya suatu mukjizat untuk membuktikan kebenaran
risalahnya dan sekaligus mematahkan perlawanan dan tentangan kaumnya yang masih
berkeras kepala itu. Ia memohon dari Allah dengan kekuasaan-Nya menciptakan
seekor unta betina dikeluarkannya dari perut sebuah batu karang besar yang
terdapat di sisi sebuah bukit yang mereka tunjuk.
Maka
sejurus kemudian dengan izin Allah Yang Maha Kuasa lagi Maha Pencipta
terbelahlah batu karang yang ditunjuk itu dan keluar dari perutnya seekor unta
betina.
Dengan
menunjuk kepada binatang yang baru keluar dari perut batu besar itu berkatalah
Nabi Saleh kepada mereka: " Inilah dia unta Allah, janganlah kamu ganggu
dan biarkanlah dia mencari makanannya sendiri di atas bumi Allah, dia mempunyai
giliran untuk mendapatkan air minum dan kamu mempunyai giliran untuk mendapatkan
minuman bagimu dan bagi ternakanmu juga dan ketahuilah bahwa Allah akan
menurunkan azab-Nya apabila kamu mengganggu binatang ini." Kemudian
berkeliaranlah unta di ladang-ladang memakan rumput sesuka hatinya tanpa
mendapat gangguan dan ketika giliran minumnya tiba pergilah unta itu ke sebuah
perigi yang diberi nama perigi unta dan minumlah sepuas hatinya. Dan pada
hari-hari giliran unta Nabi Saleh itu datang minum, tiada seekor binatang lain
berani menghampirinya, hal mana menimbulkan rasa tidak senang pada
pemilik-pemilik binatang itu yang makin hari makin merasakan bahwa adanya unta
Nabi Saleh di tengah-tengah mereka itu merupakan gangguan laksana duri yang
melintang di dalam kerongkong.
Dengan
berhasilnya Nabi Saleh mendatangkan mukjizat yang mereka tuntut gagallah para
pemuka kaum Tsamud dalam usahanya untuk menjatuhkan kehormatan dan
menghilangkan pengaruh Nabi Saleh bahkan sebaliknya telah menambah tebal
kepercayaan para pengikutnya dan menghilangkan banyak keraguan dari kaumnya.
Maka dihasutlah oleh mereka pemilik-pemilik ternakan yang merasa jengkel dan
tidak senang dengan adanya unta Nabi Saleh yang bermaharajalela di ladang dan
kebun-kebun mereka serta ditakuti oleh binatang-binatang peliharaannya.
Unta Nabi
Saleh dibunuh
Persekongkolan
diadakan oleh orang-orang dari kaum Tsamud untuk mengatur rancangan pembunuhan
unta Nabi Saleh dan selagi orang masih dibayangi oleh rasa takut dari azab yang
diancam oleh Nabi Saleh apabila untanya diganggu di samping adanya dorongan
keinginan yang kuat untuk melenyapkan binatang itu dari atas bumi mereka,
muncullah tiba-tiba seorang janda bangsawan yang kaya raya yang akan menyerah
dirinya kepada siapa yang dapat membunuh unta Saleh. Di samping janda itu ada
seorang wanita lain yang mempunyai beberapa puteri cantik-cantik menawarkan
akan menghadiahkan salah seorang dari puteri-puterinya kepada orang yang
berhasil membunuh unta itu.
Dua
macam hadiah yang menggiurkan dari kedua wanita itu di samping hasutan para
pemuka Tsamud mengundang dua orang lelaki bernama Mushadda' bin Muharrij dan
Gudar bin Salif berkemas-kemas akan melakukan pembunuhan bagi meraih hadiah
yang dijanjikan di samping sanjungan dan pujian yang akan diterimanya dari para
kafir suku Tsamud bila unta Nabi Saleh telah mati dibunuh.
Dengan
bantuan tujuh orang lelaki bersembunyilah kumpulan itu di suatu tempat dimana biasanya dilalui oleh unta
dalam perjalanannya ke perigi tempat ia minum dan begitu unta-unta yang tidak
berdosa itu lalu segeralah dipanah betisnya oleh Musadda' yang disusul oleh
Gudar dengan menikamkan pedangnya di perutnya.
Dengan
perasaan megah dan bangga pergilah para pembunuh unta itu ke ibu kota
menyampaikan berita matinya unta Nabi Saleh yang mendapat sambutan sorak-sorai
dan teriakan gembira dari pihak musyrikin seakan-akan mereka kembali dari medan
perang dengan membawa kemenangan yang gilang- gemilang. Berkata mereka kepada
Nabi Saleh, " Wahai Saleh! Untamu telah mati dibunuh, cobalah datangkan
akan apa yang engkau katakan dulu akan ancamannya bila unta itu diganggu, jika
engkau betul-betul termasuk orang-orang yang terlalu benar dalam
kata-katanya."
Nabi
Saleh menjawab, "Aku telah peringatkan kamu, bahwa Allah akan menurunkan
azab-Nya atas kamu jika kamu mengganggu unta itu. Maka dengan terbunuhnya unta
itu maka tunggulah engkau akan tibanya masa azab yang Allah telah janjikan dan
telah aku sampaikan kepada kamu. Kamu telah menentang Allah dan terimalah kelak
akibat tentanganmu kepada-Nya. Janji Allah tidak akan meleset. Kamu boleh
bersuka-ria dan bersenang-senang selama tiga hari ini kemudian terimalah
ganjaranmu yang setimpal pada hari keempat. Demikianlah kehendak Allah dan
takdir-Nya yang tidak dapat ditunda atau dihalang."
Ada
kemungkinan menurut ahli tafsir bahwa Allah melalui rasul-Nya, Nabi Saleh
memberi waktu tiga hari itu untuk memberi kesempatan, kalau-kalau mereka sadar
akan dosanya dan bertaubat minta ampun serta beriman kepada Nabi Saleh kepada
risalahnya.
Akan
tetapi dalam kenyataannya tempoh tiga hari itu bahkan menjadi bahan ejekan
kepada Nabi Saleh yang ditentangnya untuk mempercepat datangnya azab itu dan
tidak usah ditangguhkan tiga hari lagi.
Turunnya
azab Allah yang dijanjikan
Nabi
Saleh memberitahu kaumnya bahwa azab Allah yang akan menimpa di atas mereka
akan didahului dengan tanda-tanda, yaitu pada hari pertama bila mereka
terbangun dari tidur, wajah mereka menjadi kuning dan akan berubah menjadi
merah pada hari kedua dan hitam pada hari ketiga dan pada hari keempat turunlah
azab Allah yang pedih.
Mendengar
ancaman azab yang diberitahukan oleh Nabi Saleh kepada kaum kelompok sembilan
orang yaitu kelompok pembunuh unta merancang melakukan pembunuhan ke atas diri
Nabi Saleh mendahului tibanya azab yang diancamkan itu. Mereka mengadakan
pertemuan rahasia dan bersumpah bersama akan melaksanakan rancangan pembunuhan
itu di waktu malam, di saat orang masih tidur nyenyak untuk menghindari
tuntutan balas darah oleh keluarga Nabi Saleh, jika diketahui identitas mereka
sebagai pembunuhnya. Rancangan mereka ini dirahasiakan sehingga tidak diketahui
dan didengar oleh siapapun kecuali kesembilan orang itu sendiri.
Ketika
mereka datang ke tempat Nabi Saleh bagi melaksanakan rancangan jahatnya di
malam yang gelap-gelita dan sunyi-senyap jatuhlah di atas kepala mereka
batu-batu besar yang datang dari langit dan yang seketika
merebahkan mereka di atas tanah dalam keadaan tidak bernyawa lagi. Demikianlah
Allah telah melindungi rasul-Nya dari perbuatan jahat hamba-hamba-Nya yang
kafir.
Satu
hari sebelum hari turunnya azab yang telah ditentukan itu, dengan izin Allah
berangkatlah Nabi Saleh bersama para mukminin pengikutnya menuju Ramlah, sebuah
tempat di Palestina,
meninggalkan Hijir dan penghuninya, kaum Tsamud habis binasa, ditimpa
halilintar yang dahsyat beriringan dengan gempa bumi yang mengerikan.
Kisah Saleh
dalam al-Quran
Kisah Nabi Saleh telah diceritakan dengan 72 ayat dalam 11 surah seperti pada surah
Al-A'raf, ayat 73 hingga 79:
"...dan (Kami telah mengutus) kepada
kaum Tsamud saudara mereka Shaleh. Ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah
Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang
bukti yang nyata kepadamu dari Tuhammu. Unta betina Allah ini menjadi tanda
bagimu, maka biarkanlah dia makan di bumi Allah, dan janganlah kamu
mengganggunya dengan gangguan apapun, (yang karenanya) kamu akan ditimpa
siksaan yang pedih", dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikam kamu
pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum 'Aad dan memberikan tempat
bagimu di bumi. Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan
kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah; maka ingatlah nikmat-nikmat
Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan.
Pemuka-pemuka yang menyombongkan diri di antara kaumnya berkata kepada
orang-orang yang dianggap lemah yang telah beriman di antara mereka, "Tahukah kamu bahwa Shaleh di utus (menjadi
rasul) oleh Tuhannya?" Mereka menjawab, "Sesungguhnya kami beriman kepada wahyu, yang
Shaleh diutus untuk menyampaikannya." Orang-orang yang
menyombongkan diri berkata, "Sesungguhnya
kami adalah orang yang tidak percaya kepada apa yang kamu imani itu."
Kemudian mereka sembelih unta betina itu, dan mereka berlaku angkuh terhadap
perintah Tuhan, dan mereka berkata, "Hai Shaleh, datangkanlah apa yang kamu ancamkan itu kepada kami, jika
(betul) kamu termasuk orang-orang yang diutus (Allah)." Karena itu
mereka ditimpa gempa, maka jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di
tempat tinggal mereka. Maka Shaleh meninggalkan mereka seraya berkata, "Hai kaumku sesungguhnya aku telah
menyampaikan kepadamu amanat Tuhanku, dan aku telah memberi nasihat kepadamu,
tetapi kamu tidak menyukai orang-orang yang memberi nasihat."
Selain
itu, dikisahkan juga pada surah
Hud ayat 61 hingga ayat 68, dan surah Al-Qamar ayat 23 hingga ayat 32.
Pengajaran
dari kisah Nabi Saleh[sunting | sunting sumber]
Pengajaran
yang menonjol yang dapat dipetik dari kisah Nabi Saleh ini ialah bahwa dosa dan
perbuatan mungkar yang dilakukan oleh sekelompok kecil warga masyarakat yang
negatif dapat membinasakan masyarakat itu seluruhnya.
Lihatlah
betapa kaum Tsamud menjadi binasa, hancur, bahkan tersapu bersih di atas bumi
kerana dosa dan pelanggaran perintah Allah yang dilakukan oleh beberapa orang
pembunuh unta Nabi Saleh. Di sinilah letaknya hikmah perintah Allah agar kita
melakukan amar makruf, nahi mungkar. Ini kerana dengan melakukan tugas amar
makruf nahi mungkar yang menjadi fardu kifayah itu, setidak-tidaknya kalau
tidak berhasil mencegah kemungkaran yang terjadi di dalam masyarakat dan
perlindungan kita, kita telah membebaskan diri dari dosa menyetujui atau
merestui perbuatan mungkar itu.
Bersikap
acuh tak acuh terhadap maksiat dan kemungkaran yang berlaku di depan mata dapat
diertikan sebagai persetujuan dan penyekutuan terhadap perbuatan mungkar itu.
Kesamaan
dengan kisah Injil
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Selah
Ketidak
jelasan dalam hipotesa periode waktu dan kesamaan dari nama, telah membuat
orang memiliki opini bahwa Shaleh adalah seorang nabi yang bernama Shelah dalam
Injil; Sedangkan kontroversinya adalah sejak tidak adanya kesamaan kisah di
antara kisah Shaleh di Al Qur'an dan kisah Shelah di Injil.
Banyak cendekiawan
muslim menyamakan kisah kaum Tsamud dengan sejarah Petra, sesuai dengan kisah mereka yang hidup di
dalam batu-batuan cadas untuk dijadikan tempat tinggal.
Nabi Ibrahim A.S
Untuk Surah, lihat Surah Ibrahim.
Ibrahim (bahasa Arab: إبراهيم ) merupakan nabi dalam agama Samawi. Ia
bergelar Khalilullah (خلیل اللہ, Kesayangan Allah).[1] Ibrahim
bersama anaknya, Ismail, terkenal
sebagai para pendiri Baitullah.
Ia diangkat menjadi nabi yang diutus kepada kaum Kaldān yang
terletak di negeri Ur, yang sekarang dikenal sebagai Iraq. Ibrahim merupakan sosok teladan utama bagi umat Islam
dalam berbagai hal. Ibadah Haji dan penyembelihan hewan kurban pada Idul Adha merupakan
beberapa perayaan untuk memperingati sikap berbakti Ibrahim terhadap Allah.
Ibrahim termasuk golongan
manusia pilihan di sisi Allah, serta termasuk golongan Ulul Azmi. Nama
Ibrahim diabadikan sebagai nama sebuah surah, serta
disebut sebanyak 69 kali di Al-Qur'an.
Etimologi
Dalam buku yang berjudul "Muhammad
Sang Nabi - Penelusuran Sejarah Nabi Muhammad Secara Detail," karya
Omar Hashem, dikatakan bahwasanya nama Ibrahim berasal dari dua suku kata,
yaitu ib/ab (إب) dan rahim (راهيم).
Jika disatukan maka nama itu memiliki arti "ayah yang penyayang."[2][3]
Genealogi
Ibrahim merupakan putra Azar (Tarikh) bin Nahur bin Sarugh bin Ra'u bin Faligh bin Abir bin
Shaleh bin Arfakhsad bin Sam bin Nuh. Al-Hafidz ibnu Asakir meriwayatkan
bahwasanya ibu kandung nabi Ibrahim bernama Amilah. Sementara menurut
al-Kalbiy, ibu kandung nabi Ibrahim bernama Buna binti Karbina bin Kartsi, yang
berasal dari Bani Arfakhsyad.
Azar memiliki tiga putra:
Ibrahim, Haran, dan Nahor. Ibrahim dilahirkan di sebuah wilayah bernama Faddam
Aram, yang terletak di kerajaan Babilonia. Ibnu
Asakir meriwayatkan dalam kitab at-Tarikh
dari Ishaq bin Basyar al-Kahiliy bahwasanya
nabi Ibrahim dijuluki sebagai "Abu adh-Dhaifan." Ibrahim memiliki dua
putra yang termasuk golongan nabi, yakni nabi Ismail dan nabi Ishaq, sementara nabi Ya'qub merupakan cucu Ibrahim. Haran juga memiliki seorang putra
yang termasuk golongan nabi, yakni nabi
Luth.
Para
istri Ibrahim
Ketika Sarah hendak ditawan raja Mesir untuk dijadikan selir, Allah
memberi perlindungan kepada Sarah sehingga raja Mesir tidak dapat menjadikan
Sarah sebagai selir. Setelah menyadari bahwa Allah telah menghadirkan berbagai
azab yang menimpa diri raja Mesir berkenaan dengan Sarah yang merupakan istri
Ibrahim, ia mengembalikan Sarah kepada Ibrahim; kemudian raja Mesir menghadiahkan
Hajar sebagai budak untuk Sarah sebagai penebusan dosa. Hajar adalah seorang
permaisuri kerajaan Mesir.[4]
Para istri Ibrahim dan anak-anak
yang dilahirkan oleh mereka adalah sebagai berikut:
Sarah: Ishaq
Hajar al-Qibthiyah al-Mishtiyah: Ismail
Qanthura binti Yaqthan: Zimran,
Yaqsyan, Madan, Madyan, Syiyaq dan
Syuh.
Mukjizat
Melihat
burung dihidupkan kembali
Sewaktu Ibrahim telah bertekad
memerangi perilaku syirik dan penyembahan berhala, ia masih ingin meneguhkan
keimanan terlebih dahulu sehingga dapat menenteramkan kalbu. Maka Ibrahim
memohon kepada Allah, agar diperlihatkan kepada dirinya tentang cara Allah
menghidupkan kembali makhluk-makhluk yang sudah mati.
"...dan (ingatlah) ketika
Ibrahim berkata, "Wahai Tuhanku, perlihatkanlah kepada diriku bagaimana
Engkau menghidupkan orang-orang mati." Allah berfirman, "Belum
yakinkah kamu?" Ibrahim menjawab, "Aku telah meyakininya, akan tetapi
agar hatiku tetap mantap." Allah berfirman, "Ambillah empat ekor
burung, lalu cincanglah semuanya olehmu. Lalu letakkan di atas tiap-tiap satu
bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggilah mereka, niscaya
mereka datang kepadamu dengan segera, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa,
Maha Bijaksana."
Diselamatkan
ketika berada di Perapian
Sebagian ulama salaf menyebutkan
bahwa ketika Jibril menampakkan diri kepada Ibrahim di udara, ia bertanya
kepada Ibrahim apakah Ibrahim memerlukan bantuan, kemudian Ibrahim menjawab
tidak perlu bantuan.[5] Diriwayatkan
dari Ibnu Abbas dan Sa'id bin Jubair bahwasanya Malaikat Ar-Ra'd (malaikat
pengatur awan dan hujan) mengatakan: "Kapan saja aku diperintah, maka aku
akan menurunkan hujan" namun Firman Allah hadir lebih cepat,
"Kami berfirman, "Hai
api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim."
Ka'ab al-Ahbar meriwayatkan,
"Saat itu seluruh penduduk bumi tidak bisa menyalakan api, sedangkan
Ibrahim tidak terbakar sedikitpun selain tali yang mengikat dirinya."
Sedangkan menurut As-Suddiy, "Saat itu Ibrahim didampingi oleh Malaikat
Azh-Zhil (malaikat pemberi naungan), sehingga sewaktu Ibrahim berada di kobaran
api, sebenarnya ia berada di taman hijau. Orang-orang melihatnya namun tidak
mampu memahami keadaan itu dan ia pun tidak keluar untuk menemui mereka."
Ibnu Majah meriwayatkan bahwa ketika Ibrahim dilempar ke dalam kobaran api
besar; semua hewan di muka bumi berusaha memadamkan api tersebut, kecuali tokek
yang berusaha membuat api membesar.[6]
Pasir
berubah menjadi makanan
Abdur
Razzaq meriwayatkan bahwasanya ketika Namrudz memiliki banyak
persediaan makanan, terdapat orang-orang yang hadir untuk memperoleh kebutuhan
makanan, termasuk Ibrahim yang turut hadir. Menurut kitab "Qashash
al-Anbiyaa", pada sebuah hari ketika persediaan makanan telah habis,
Ibrahim mengambil gundukan pasir, yang kemudian berubah menjadi bahan makanan
tatkala ia sampai di rumah.[7]
Kisah
Kelahiran
dan masa muda
Pada 2295 SM. Kerajaan Babilonia
waktu itu diperintah oleh Namrudz, seorang
raja bengis yang berkuasa secara absolut dan zalim. Kerajaan itu mendapat
pertanda langka pada bintang-bintang bahwa akan ada seorang anak laki-laki
perkasa lahir dan keturunannya akan memenuhi seisi bumi, dengan salah seorang
keturunannya akan membunuh Namrudz. Ketakutan terhadap kabar ini, maka ada
perintah keji supaya bayi laki-laki itu harus dibunuh.[8] Pada
waktu yang hampir bersamaan, Azar merasakan kebahagiaan sekaligus kekhawatiran
karena ia mendengar kabar bahwa istrinya sedang mengandung seorang anak,
beberapa waktu setelah ia dinobatkan sebagai panglima kerajaan sehingga Azar
diperintah Namrudz supaya kelak menyerahkan bayinya itu. Kemudian kedua putra
Azar, yakni Nahor dan Haran, memberi pendapat tentang persoalan ini. Haran,
sebagai seorang ahli nujum serta memiliki ilmu nubuat, berpendapat bahwa sang
ayah dapat menyerahkan anak itu kepada raja, sebab Haran meyakini bahwa belum
ada pertanda di langit yang gagal; sekalipun harus diserahkan ke pedang atau
perapian, Haran percaya akan ada keajaiban yang membuat anak itu tetap hidup.
Sementara itu, Nahor memberi saran supaya sang ibu meninggalkan Babilonia untuk
sementara waktu, sehingga sang ayah dapat menyerahkan bayi lain sebagai ganti bayinya.
Azar menerima saran Nahor supaya meninggalkan Babilonia.
Ketika telah menempatkan
istrinya bersama seorang bidan supaya berlindung di sebuah gua sampai hari
bersalin; Azar mengambil seorang bayi dari seorang hambanya untuk diserahkan ke
Namrudz. Ketika penyembelihan bayi dilakukan, Namrudz bergembira sebab ia
menyangka ancaman bagi kerajaannya telah lenyap. Sementara itu, ketika istri
Azar telah mengalami persalinan, ia bersama seorang bidan merawat bayi yang
dinamai Ibrahim. Setelah beberapa waktu, Ibrahim masih ditempatkan di dalam gua
tersebut supaya menghindari kecurigaan Namrudz. Kemudian Ibu kandung Ibrahim
bersama seorang bidan harus beranjak pergi dalam keadaan berat hati, sehingga
sang ibu menangis seraya berdoa: "Semoga Sang Pelindung selalu
menyertaimu, wahai anakku....." maka Allah mengutus malaikat Jibril supaya
hadir dan merawat Ibrahim.[8]
Haran masih mempercayai pertanda
di langit bahwa adiknya masih selamat, sehingga Haran pergi mendatangi gua yang
telah digunakan sebagai tempat perlindungan. Haran takjub ketika mendapati
adiknya, yakni Ibrahim, telah menjadi seorang anak laki-laki yang dapat berbicara.
Haran mengajak Ibrahim pulang ke negeri Babilonia, namun Ibrahim sempat menolak
seraya menyatakan bahwa ia tidak mempunyai rumah karena ia mengaku telah
tersesat di sebuah tempat yang tidak ia kenal. Pada akhirnya Haran berhasil
membawa Ibrahim ke rumah sang ayah di Babilonia. Ketika Haran mempertemukan
Ibrahim, sang ayah tidak percaya bahwa anak yang diajak Haran merupakan bayi
yang telah ditinggalkan di gua. Ketika Ibrahim ditanyai tentang siapa yang
selama ini memberinya makan, ia menjawab bahwa Yang Maha Pemberi yang
menyediakan makanan untuknya, lalu ia kembali ditanya tentang siapa yang
merawatnya saat sakit, ia menjawab bahwa Yang Maha Menyembuhkan yang
melakukannya, kemudian ketika ditanya tentang siapa yang memberitahunya tentang
jawaban-jawaban ini, Ibrahim menjawab bahwa Yang Maha Mengetahui yang
mengajarinya. Maka Azar, ayah kandung Ibrahim, merasa heran dan takjub terhadap
Ibrahim. Untuk menghindari kecurigaan Namrudz, Ibrahim diasuh di rumah Haran
yang berada di luar wilayah Babilonia. Di sana Ibrahim dibesarkan bersama
anak-anak Haran yaitu Luth, Sarah dan Milka.
Mencari
Tuhan yang sebenarnya
Ketika Ibrahim telah beranjak dewasa,
ia merasa kehilangan sosok yang sebelumnya memberi makan dan perlindungan untuk
dirinya, terlebih ia telah mendapati banyak orang yang merupakan para penyembah
berhala tetapi Ibrahim mengingkari anggapan bahwa patung berhala adalah dewa;
sehingga Ibrahim berniat untuk mencari Tuhan yang sesungguhnya. Maka Ibrahim
memilih untuk berpindah ke rumah nabi Nuh selama
beberapa waktu.[8] Beberapa
waktu kemudian, Ibrahim memutuskan pergi sebab ia belum mendapat jawaban yang
memuasakan dalam pencariannya; walau demikian, Ibrahim pulang sambil memperoleh
berbagai ilmu maupun risalah berharga dari nabi Nuh. Tatkala Ibrahim kembali ke
rumah Azar, ayah kandungnya, ia sering mendapati sang ayah sedang membuat
patung-patung serta meletakkan makanan di depan patung-patung itu sehingga
menyebabkan Ibrahim bertanya-tanya tentang perilaku sang ayah. Mendapati
jawaban bahwa sang ayah menyembah patung lantaran tradisi leluhur, Ibrahim
mempertanyakan tradisi ini namun sang ayah membiarkan Ibrahim. Pada zaman
Ibrahim, sebagian besar orang di Mesopotamia beragama politeisme, yakni sebuah
tradisi penyembahan kepada lebih dari satu sembahan, baik sembahan-sembahan
yang dianggap berada di muka bumi maupun sembahan-sembahan yang dianggap berada
di langit, dan orang-orang tersebut membuat berbagai patung sebagai
perlambangan sembahan-sembahan itu. Nahor menyatakan bahwa di langit ada
berbagai sembahan, namun Ibrahim merasa perlu membuktikan ucapan ini.
Terdapat beberapa ayat yang
menjelaskan sebagian kisah tentang pencarian Ibrahim mengenai Tuhannya:
Ketika malam telah gelap, ia
melihat sebuah bintang (lalu) ia berkata: "Inilah Tuhanku", tetapi tatkala
bintang itu tenggelam ia berkata: "aku tidak suka kepada yang
tenggelam."
Kemudian tatkala ia melihat
bulan terbit ia berkata: "Inilah Tuhanku". Tetapi setelah bulan itu
terbenam, ia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk
kepadaku, pastilah aku termasuk orang yang sesat."
Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, ia berkata: "Inilah Tuhanku,
ini yang lebih besar". Maka tatkala matahari itu terbenam, ia berkata:
"Wahai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kalian
persekutukan."
Inilah daya logika yang Allah karuniakan
untuk nabi Ibrahim sehingga ia menolak agama penyembahan langit yang sedang
dipercayai kaumnya. Ibrahim pun menyadari bahwa Yang Mengendalikan bulan,
bintang, matahari, siang dan malam; juga Yang Menciptakan seluruh makhluk di
bumi adalah Tuhan yang sebenarnya.[9]
Berdakwah
kepada ayah kandungnya
Ibrahim menganggap bahwa
kewajiban pertama yang harus ia lakukan sebelum berdakwah kepada orang lain
ialah terlebih dahulu menyadarkan Azar, ayah
kandungnya, sebagai orang yang terdekat
kepadanya, juga sebagai peringatan untuk sang ayah bahwa tindakan menyembah
berhala-berhala merupakan perbuatan sesat yang setara dengan kemusyrikan.
Selain itu, Ibrahim menganggap bahwa sikap berbakti kepada sang ayah mewajibkan
dirinya untuk memberi penerangan supaya menyingkirkan kepercayaan sesat,
sehingga sang ayah mengikutinya dalam beriman kepada Allah, Yang Maha Kuasa.[10]
Dengan sikap yang sopan dan adab
yang patut ditunjukkan oleh seorang anak terhadap orang tua serta melalui
ucapan yang halus, Ibrahim datang kepada ayahnya menyampaikan bahwa Allah telah
mengutus ia sebagai nabi dan rasul; serta telah diilhamkan dengan ilmu dan risalah yang tidak
dimiliki oleh sang ayah. Ibrahim mulai berbicara secara lemah lembut kepada
ayahnya, kemudian bertanya apakah gerangan yang menjadi penyebab untuk
menyembah berhala sebagaimana yang diperbuat kaumnya, walaupun berhala-berhala
itu tidak dapat mengaruniakan nasib baik untuk para penyembahnya, tidak pula
dapat mencegah nasib buruk. Diterangkan pula kepada ayahnya bahwa penyembahan
berhala merupakan semata-mata ajaran setan yang memang menjadi musuh umat
manusia sejak Adam diturunkan ke bumi. Ia mengajak kepada ayahnya supaya
merenungkan dan memikirkan nasihat beserta seruan untuk meninggalkan
berhala-berhala, supaya sang ayah menyembah Allah yang telah menciptakan umat
manusia beserta semua makhluk hidup lain, juga yang mengaruniakan untuk mereka,
rezeki beserta kenikmatan hidup, serta yang telah mempercayakan bumi beserta
segala isinya kepada umat manusia.[11]
Peringatan
terhadap para penyembah berhala
Semasa remaja, Ibrahim masih
sering bertanya kepada sang ayah tentang Tuhan yang sesungguhnya. Walau
demikian, ayahnya tetap tak menghiraukan Ibrahim. Sampai suatu ketika Ibrahim
bertanya: "Terbuat dari apakah patung-patung ini?" maka ayahnya
menunjukkan kayu sebagai bahan. Ibrahim pun mempertanyakan: "Patutkah kayu
disebut sebagai sembahan? benda mati yang hangus lenyap di perapian?"
untuk menghindari pertanyaan-pertanyaan lain, Azar menyuruh Ibrahim menjual
patung-patung. Tetapi didasari iman dan tauhid yang telah Allah ilhamkan,
Ibrahim menyadari kesia-siaan patung berhala sehingga ia justru berdakwah
kepada banyak orang tentang betapa tak berdaya patung buatan ayahnya:
"Siapakah yang mau membeli patung-patung diam dan tidak berguna ini?"
melalui berbagai cara, Ibrahim berusaha menyadarkan tentang kesia-siaan patung
berhala, juga Ibrahim berupaya menyebarkan dakwah tentang Tuhan yang
sesungguhnya.
Sewaktu mendapati Azar, ayah
kandungnya, tetap tidak mau meninggalkan penyembahan patung berhala kayu,
Ibrahim merasa sedih dan ingin menyadarkan sang ayah tentang kekeliruan ini.
Ibrahim berusaha memperingatkan secara berulang-ulang, hingga Ibrahim
menyatakan: "Sekiranya kayu memang sembahan, bukankah api dapat
menghanguskan kayu? sekalipun api dianggap sebagai sembahan, maka air dapat
memadamkan dan melenyapkan api; meskipun air dianggap sebagai sembahan, maka
air akan lenyap diserap oleh tanah; sekalipun tanah dianggap sebagai sembahan,
maka matahari mengeringkan tanah dan menjadikannya tandus; sekalipun matahari
bersinar terang, tidaklah itu patut dianggap sebagai sembahan sebab matahari
akan kehilangan cahaya karena awan yang bergumpal-gumpal dan lenyap dalam
kegelapan malam lalu tergantikan sinar bulan dan bintang-bintang; Awan-awan
ataupun malam tidaklah patut dianggap sebagai sembahan; apakah sembahan hanya
hadir dalam waktu tertentu dan menghilang dalam waktu tertentu pula, sementara
umat manusia beserta segala makhluk di bumi selalu hidup dan hadir setiap
waktu? Bukankah Yang telah Menciptakan langit dan bumi beserta segala hal yang
berada antara keduanya merupakan Tuhan yang sesungguhnya? kiranya kamu mau
merenungkan."
Ibrahim berseru kepada kaumnya:
"Apapun yang kalian sembah itu adalah segala yang kubenci selain Tuhannya
alam semesta, Dialah yang menciptakan diriku dan membimbing diriku,[12] sebab
Dialah yang menciptakan sesuatu berdasar TujuanNya dan KehendakNya, Dialah yang
menghadirkan kebenaran kepadaku melalui pendengaranku, sebab semula aku hanya
ciptaan yang bahkan tidak mengenali diri sendiri, Dialah yang menampakkan
cahaya yang menerangi supaya aku mengetahui jalan yang harus kutempuh karena
aku hanyalah ciptaan yang tersesat di antara bumiNya dan langitNya, Dialah yang
selalu hadir untukku sebab Dialah yang menyediakan segala hal untuk kumakan dan
kuminum, Dialah yang menghidupkan orang yang mati untuk Dia dan yang mematikan
orang yang hidup tanpa Dia. Aku sendiri tidak mengetahui untuk apa aku
dihidupkan maka tiada tugas bagiku di dunia selain melaksanakan apapun yang
diperintahkan oleh Sang Pencipta yang menghidupkan diriku, dan aku pun bersedia
mati, sekiranya Dia pula yang menghendaki hal tersebut. Lalu patutkah aku
bersujud memuja benda-benda yang kalian serukan itu daripada menyembah Tuhan
yang menghidupkan seluruh makhluk di bumi?" Dengan cara demikian, Ibrahim
berusaha untuk menyadarkan kaumnya; walau mereka mengabaikan berbagai seruan
Ibrahim; bahkan mereka tetap berkeras meneruskan penyembahan berhala.
Sewaktu telah memperoleh
berbagai risalah Allah, Ibrahim tetap bertekun dalam menyampaikan berbagai
dakwah menentang tindakan penyembahan berhala yang berlangsung di tengah-tengah
kaumnya; hingga ketika Ibrahim menyadarkan ayah kandungnya beserta kaumnya,
tentang kesesatan penyembahan berhala:
"...dan (ingatlah) di waktu
Ibrahim berkata kepada bapaknya, Azar, "Patutkah kamu menjadikan
berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu
dalam kesesatan yang nyata."
Perlawanan
menghadapi kaum penyembah berhala
Artikel utama untuk
bagian ini adalah: Ikonoklasme
Sewaktu Ibrahim telah
menyadarkan kesesatan berbagai jenis penyembahan berhala, juga berbagai
dakwahnya telah tersebar ke berbagai negeri; Namrudz, yang telah mendakwakan
diri sebagai raja di muka bumi, memerintahkan seluruh rakyatnya datang membawa
banyak batu dan patung untuk mendirikan sebuah tugu menjulang tinggi di
Babilonia sebagai tempat berhala khusus sehingga seluruh orang di negeri itu diajak
bersatu sebagai sebuah kaum penyembah patung berhala agar orang-orang tersebut
menganggap segala jenis ibadah yang tidak menyembah patung berhala sebagai
ibadah menyimpang. Ketika mendapati berbagai patung berhala dijadikan sebagai
sembahan, maka Ibrahim bertekad untuk Allah,[13] sewaktu
berjihad meremukkan berbagai patung berhala sebagai bentuk perlawanan terhadap
kesesatan serta kebodohan di tengah-tengah kaumnya,[14] serta
membuktikan bahwa patung batu hanyalah benda mati yang tidak dapat bertindak
apapun untuk para penyembahnya.[15] Ibrahim
datang untuk meruntuhkan segala patung batu yang berada di Babilonia terkecuali
sebuah patung terbesar yang dianggap sebagai sembahan paling hebat bagi
kaumnya.
Mendapati terdapat batu-batu
yang remuk beserta puing reruntuhan di tempat berhala mereka, para penyembah
berhala merasa marah, kemudian mereka hendak menghukum orang yang melakukan
tindakan ini.[16] Ibrahim;
yang dikenal berani menentang penyembahan berhala, dipanggil untuk dihakimi.
Mereka bertanya: "Apakah kamu yang melakukan perbuatan ini terhadap
sembahan-sembahan kami, wahai Ibrahim?" ia menjawab: "Sebenarnya
patung terbesar itulah yang melakukan hal ini, cobalah tanyakan kepada benda
itu jika memang dapat berbicara." mereka pun mulai tersadar, lalu ia
mengatakan: "Sesungguhnya kalian memang orang-orang yang zalim" lalu
dengan kepala tertunduk, mereka berkata: "Sesungguhnya kamu telah
menyadari bahwa berhala-berhala itu memang tidak dapat berbicara." ia
berkata: "Lalu mengapakah kalian menyembah kepada yang selain Allah,
kalian menyembah berbagai sembahan yang tidak sedikit pun dapat mengaruniakan
manfaat, tidak pula menimpakan nasib buruk untuk kalian?[17] sekiranya
kalian tidak menghentikan tindakan semacam ini, tentulah Tuhanku kelak membakar
kalian di Neraka."[18]
Perapian
Babilonia
Mendengar pernyataan bahwa kelak
para penyembah berhala akan dibakar di Neraka; mereka tidak serta merta
menyerah dan mengakui dosa, justru mereka beranggapan bahwa ia hendak membakar
seluruh orang yang telah menyembah berhala. Sebagai hukuman atas tindakan
terhadap patung-patung berhala maupun pernyataan ini, mereka hendak membunuh
dan membakarnya. Para penyembah berhala itu beramai-ramai mengumpulkan banyak
kayu bakar untuk sebuah perapian besar.[19] Kemudian
Namrudz, orang yang telah mengajak seluruh penduduk negeri agar menyembah
berhala, menyatakan secara angkuh: "Hal ini akan menjadi bukti, siapa raja
dan dewa di muka bumi ini, serta siapa yang manusia biasa, kalian akan
menyaksikan pada hari ini bahwa orang itu dilenyapkan di perapian akibat berani
menyatakan bahwa kelak Tuhannya membakar kaum kita; maka biarlah Tuhannya yang
menyelamatkan orang itu, sementara akulah dewa yang menyelamatkan kalian, bukan
orang itu!"
Terdapat banyak orang dari
berbagai negeri yang hadir untuk menyaksikan peristiwa ini, bahwa sebagian
besar dari mereka percaya kepada Namrudz. Di tengah-tengah kerumunan, terdapat
kakak Ibrahim, Haran, yang turut dihadirkan karena selama ini telah
menyembunyikan Ibrahim dan tidak menyerahkan kepada Namrudz. Ketika Haran
ditanya mengapa ia tidak menuruti perintah Namrudz, ia menjawab: "Bukankah
aku pernah mengatakan bahwa apapun yang kalian lakukan, kalian takkan bisa
mengubah segala yang tertulis di langit, sebab kalian sendiri tidak sanggup
mengubah langit dan bukanlah kalian yang berkuasa di langit maupun di
bumi" kemudian mereka menjawab: "Memang ucapan itu terbukti sampai
saat ini, namun lihatlah setelah Ibrahim jatuh ke perapian itu, apakah ucapanmu
itu masih tetap berlaku" mereka pun bertanya: "Apakah kamu percaya
kepada Tuhannya Ibrahim?" Haran merasakan keraguan dalam benaknya, sebab
di malam sebelumnya ia mendapati pertanda di langit bahwa akan ada orang yang
terbakar hebat oleh perapian, sehingga Haran menganggap bahwa adiknya takkan
selamat dari perapian. Haran menjawab: "Seandainya Ibrahim tidak selamat
dari perapian tentulah aku akan pergi dan meninggalkan kalian sejauh mungkin
bersama aib ini; akan tetapi jika melalui keajaiban dahsyat sehingga Ibrahim
berhasil selamat maka aku akan datang dan memeluknya."
Ketika Ibrahim hendak dilempar
ke perapian, sesosok malaikat hadir untuk menawarkan pembebasan untuk Ibrahim
supaya dapat melarikan diri menghadapi hukuman kaumnya, namun Ibrahim berkata:
"Cukuplah Yang Maha Melindungi yang memberi keselamatan kepada diriku,
sebab selama ini Dialah yang melindungi nyawaku terhadap Maut bahwasanya segala
penyelamatan hanya berasal dari Dia; sekalipun aku harus mati, maka aku
bersedia jika hal itu yang Dia kehendaki" lalu malaikat tersebut beranjak
pergi.[20][8] Allah
turut bersaksi dengan para malaikat ketika mendapati bahwa banyak manusia di
muka bumi pada zaman itu memiliki satu pemikiran dari satu sudut pandang
terhadap peristiwa perapian ini, maka Allah hendak melaksanakan ketetapan
kepada pikiran orang-orang tersebut dengan menampakkan berbagai hal berbeda
dalam penglihatan mereka; yang kemudian satu umat dan satu bangsa di bumi
menjadi berbagai bangsa yang memiliki pendirian dan pola pikir yang berbeda.
Tatkala Ibrahim melompat ke perapian yang membara, seketika Allah berfirman
kepada perapian supaya menjadi keselamatan terhadap Ibrahim,[21] maka api
dari Allah hadir untuk melindungi Ibrahim supaya dapat berjalan dalam keadaan
selamat dari tengah-tengah perapian.
Mendapati Ibrahim selamat dari
tengah-tengah perapian yang membara, seketika itu pula Haran bergegas mendekat
untuk memeluknya; akan tetapi Haran seketika mati disambar oleh kobaran api,
sebab Haran tanpa memiliki keimanan sewaktu mendekat kepada api yang dihadirkan
Allah supaya menjadi keselamatan untuk orang yang bersungguh-sungguh mengimani Allah,
yakni Ibrahim.[8] Pada saat
semacam ini, muncul banyak pandangan dalam pengamatan orang-orang yang
menyaksikan, sehingga mereka menyatakan tentang kepercayaan masing-masing akibat
munculnya berbagai pendapat berbeda terhadap kejadian ini. Orang-orang yang
saling bersepakat tentang pandangan serupa; kemudian membentuk sebuah kelompok
tersendiri untuk membantah serta berselisih dengan pihak yang berseberangan
pandangan; disebabkan mereka saling berkeras pada pendapat masing-masing dan
mereka mendengki untuk menerima kebenaran dari pihak lain,[22] termasuk
untuk menerima kebenaran bahwa Allah yang telah menyelamatkan Ibrahim sewaktu
menghadapi perapian. Sebagian besar orang berpegang pada pendapat masing-masing
serta tidak mengakui satu sama lain bahkan mereka enggan mengakui Allah.
Walaupun orang-orang tersebut mengakui kebenaran ajaran Ibrahim di dalam hati,
mereka memiliki kedengkian serta tidak mau menanggung rasa malu.[23] Sejak
saat itulah terdapat banyak kelompok orang yang saling menjauh berpencar dari
tempat perapian ini, kemudian mengada-adakan bahasa dan budaya serta bentuk
kepercayaan yang dianggap oleh masing-masing sebagai hal paling benar. Kemudian
terdapat tujuh puluh bahasa di muka bumi.[8][24] Di antara
banyak manusia yang menghendaki hawa nafsu serta kepercayaan masing-masing,[25] Ibrahim
maju seraya menyatakan bahwa ia hanya beriman kepada Allah; juga ia hanya
berserah diri kepada Kehendak Allah.[26][27]Maka
Allah memilih Ibrahim dari tengah-tengah umat manusia sebagai manusia pilihan
Allah,[28] sehingga
Allah memberkati Ibrahim beserta golongan yang mengikuti pribadi Ibrahim.[29] Setelah
itu, Ibrahim mengatakan kepada orang-orang yang saling berselisih:
"Sesungguhnya berhala-berhala yang kalian sembah selain Allah, hanyalah
didasari rasa tentram dan kasih sayang bagi kalian sendiri dalam kehidupan
dunia ini. Kelak pada Hari Kiamat, sebagian kalian mengingkari sebagian lain
dan sebagian kalian mengutuk sebagian lain, dan tempat kembali kalian memang
Neraka dan takkan ada satupun yang membela kalian."[30]
Perdebatan
dengan Namrudz dan hijrah dari tanah leluhur
Setelah memahami bahwa Allah
yang telah menyelamatkan Ibrahim sewaktu menghadapi perapian yang membara,
Namrudz beserta para pengikutnya merasa dipermalukan serta merasa takut bahwa
akan ada lebih banyak orang yang percaya kepada Ibrahim dibanding kepada kerajaannya.
Akibat telah mendakwakan diri secara angkuh sebagai raja dan dewa atas umat
manusia maka Namrudz enggan mengakui mu'jizat Ilahi pada diri Ibrahim. Kemudian
Namrudz berupaya mengalahkan Ibrahim dengan memberi pertanyaan sebagai
tantangan: “Kami sadari bahwa kamu memang tetap hidup dari tengah-tengah
perapian tetapi kamu tidak menghadirkan sembahanmu di hadapan kami, maka kami
takkan percaya kepadamu” Ibrahim mengatakan: "Tuhankulah Yang Menghidupkan
maupun Yang Mematikan siapa yang Dia kehendaki, sebab Dialah Yang Maha Kuasa
atas segala hal yang berada di langit maupun di bumi." Seketika Namrudz
memanggil dua orang budak lalu Namrudz membunuh salah seorang budak serta
membiarkan seorang yang lain tetap hidup, Namrudz semakin menyombongkan diri:
"Aku pun memiliki kuasa di bumi terhadap orang-orang itu sebab akulah
raja, dan aku pun dewa yang sanggup menghidupkan maupun mematikan; maka aku
bertaruh dengan seluruh budak yang kumiliki bahwa kamu takkan bisa menunjukkan
bukti-bukti tentang Tuhanmu itu kepada diriku" Ibrahim berkata:
"Sekalipun kamu memberi seisi bumi kepadaku, ketahuilah bahwa segala yang
ada di bumi beserta yang ada di langit adalah Milik Allah. Maka lihatlah ke
arah matahari yang terbit itu, sesungguhnya Allah adalah Yang Menerbitkan Matahari
dari arah timur, jika memang terdapat kuasa pada dirimu terhadap matahari maka
terbitkanlah matahari dari arah barat," seketika Namrudz tertegun dan
menjadi bisu di hadapan Ibrahim,[31] lalu
banyak orang yang meninggalkan dan memisahkan diri dari kepemimpinan Namrudz
sehingga orang-orang tersebut mendirikan kekuasaan mereka sendiri.
Dengan diiringi banyak pengikut,
Ibrahim meninggalkan Babilonia sewaktu Azar memanggil anak-anaknya supaya hadir
di rumah Haran untuk pembagian warisan. Kedua anak perempuan Haran
masing-masing dijadikan istri untuk dua saudaranya, Ibrahim dan Nahor,
sedangkan anak laki-laki Haran, Luth, memilih ikut bersama Ibrahim; selain
karena keberadaan Ibrahim yang pernah tinggal di rumah Haran, Luth juga telah
memiliki keimanan terhadap ajaran Ibrahim.[32] Ibrahim
sempat mengajak ayah kandungnya supaya meninggalkan penyembahan berhala supaya
berangkat bersamanya dalam mengikut kepada Allah. Namun, sang ayah telah merasa
lelah terhadap seruan-seruan semacam ini, kemudian menghendaki Ibrahim pergi
meninggalkannya untuk waktu yang lama. Meskipun demikian, Ibrahim masih sempat
berdoa memohonkan pengampunan untuk ayahnya sebagai janji dan wujud anak yang
berbakti terhadap orang tua.[33] Akan
tetapi terdapat peringatan Allah yang menyadarkan nabi Ibrahim supaya tidak
lagi memohonkan pengampunan untuk ayahnya, sebab ayahnya merupakan orang yang
menolak serta memusuhi penyembahan kepada Allah.[34]
Ibrahim bersama Sarah, Luth,[35] serta
para pengikutnya meninggalkan rumah Haran untuk berangkat ke manapun yang Allah
perintahkan.[36] Oleh
karena Ibrahim telah beriman, berjihad dan berhijrah untuk
Allah,[37] maka
Allah memberkati Ibrahim; juga Allah berjanji akan menghadiahi Ibrahim beserta
keturunannya maupun kaum pengikutnya berupa pewarisan "sebuah negeri yang
diberkahi atas alam semesta."[38] Perjanjian
Ilahi untuk Ibrahim tersebut kelak diwariskan kepada Ishaq, yang kemudian
diterima Ya'qub, lalu beralih kepada dua belas putra Ya'qub hingga sampai
kepada umat Bani Israil. Selain itu, Perjanjian langka ini berisi karunia ganda
berupa anugerah istimewa di dunia beserta karunia surga di Akhirat.[39]
Tatkala menjadi pendatang di
negeri Mesir, Ibrahim disambut sebagai tamu kehormatan yang diberi berbagai
pemberian, sebab Sarah hendak dijadikan istri oleh raja Mesir; lantaran Ibrahim
telah memperkenalkan Sarah, yang berparas sangat cantik, sebagai saudaranya
sendiri agar Ibrahim tidak mendapat celaka di negeri Mesir. Semenjak tinggal di
rumah Haran, Ibrahim telah menganggap anak perempuan kakaknya ini sebagai
saudaranya sendiri, serta sebagai saudara dalam keimanan. Allah menimpakan
kemalangan dan azab kepada raja Mesir tatkala hendak mengambil Sarah ke istana
Mesir, sehingga raja Mesir dihalangi untuk menjadikan Sarah sebagai istri.
Sewaktu raja Mesir tersadar bahwa azab telah ditimpakan akibat Sarah yang
merupakan istri Ibrahim, maka raja Mesir merasa bersalah karena hendak menikahi
wanita yang telah bersuami dan ia merasa takut terhadap nabi Ibrahim. Sebagai
tanda permintaan maaf, raja Mesir memberi banyak hadiah kepada Ibrahim juga
sebuah tanah milik di Mesir agar Ibrahim tetap tinggal di Mesir. Bahkan anak
perempuan raja Mesir; yakni Hajar, telah diserahkan sebagai budak kepada Sarah
untuk penebus kesalahan yang hendak diperbuat raja Mesir.
Tamu
Ibrahim
Walaupun mendapat ajakan untuk
menetap di Mesir; atas keimanannya, Ibrahim tetap pergi menuju negeri yang
Allah wariskan untuknya, yang membuktikan bahwa Ibrahim lebih menaruh
kepercayaan terhadap janji Allah dibanding terhadap janji manusia. Sewaktu
meninggalkan negeri Mesir pula, Ibrahim melepas kepergian rombongan nabi Luth
yang pergi ke negeri Sadum. Selama menetap di negeri Palestina, Ibrahim menjadi
sosok yang terhormat dan dikenal luas di berbagai negeri oleh karena Ibrahim
berlaku dermawan terhadap penduduk Kana’an maupun orang-orang asing.
Sekalipun Allah telah berjanji
bahwa seluruh negeri itu diwariskan untuk dirinya maupun kaum keturunannya
sebagai tanah milik, Ibrahim tidak mengusir ataupun menyingkirkan penduduk yang
tinggal di sekitar wilayahnya, karena Ibrahim mengaku bahwa dirinya hanyalah
pendatang di bumi yang diterima secara baik oleh Allah, sehingga Ibrahim hendak
berbuat baik pula kepada banyak orang sebagaimana Allah telah berbuat baik
kepada dirinya.[40] Ibrahim
menjadi sosok yang sangat ramah menyambut para pendatang maupun para pengembara
yang singgah di rumahnya.[41] Ibrahim
juga mengenalkan ajaran iman kepada Allah, sewaktu ia menerima para tamu dari berbagai
negeri.
Allah tidak memerintahkan
Ibrahim untuk menguasai negeri Palestina karena sosoknya yang memiliki
kesetiaan sejati kepada Allah, disertai keimanan diri yang kuat; sehingga ia
mampu mempengaruhi kaum penduduk negeri itu dengan tidak sedikitpun mengalami
pelemahan iman akibat hidup di tengah-tengah mereka. Allah memilih kaum
keluarga Ibrahim supaya menerima karunia istimewa di antara umat manusia di
muka bumi;[42] sebagaimana
Allah telah berjanji kepada Ibrahim bahwa ia beserta golongan pengikutnya akan
memperoleh berkat beserta karunia yang berkenan di dunia beserta anugerah yang
kekal di negeri Akhirat; yakni upah terbaik untuk hamba-hamba Allah.[43] Sewaktu
penduduk di negeri itu hendak mengangkat Ibrahim sebagai seorang raja di
tengah-tengah mereka; ia menolak keinginan mereka seraya menyatakan bahwa hanya
ada satu Raja di langit maupun di bumi, yakni Allah. Kebijaksanaan serta
kesalehan nabi Ibrahim membuat bangsa Kana'an merasa segan untuk berbuat dosa sebab
mereka menyadari kekuatan iman beserta kasih setia nabi Ibrahim kepada Allah.
Sewaktu Ibrahim memikirkan
tentang keadaan generasi pewarisnya, ia berdoa kiranya Allah mengaruniakan
seorang putra yang termasuk golongan saleh,[44] maka
Allah berjanji akan mengaruniakan seorang putra sebagai pewaris Ibrahim.
Beberapa waktu kemudian, Sarah menyarankan Ibrahim agar menikahi Hajar supaya
memperoleh anak. Setelah dianugerahi seorang putra melalui Hajar, yakni Ismail, Ibrahim
menerima perintah sunat sebagai jaminan bahwa ia akan memperoleh keturunan
melalui Sarah.[45] Beberapa
waktu setelah bersunat, Ibrahim menerima kunjungan para tamu istimewa yakni
tiga malaikat berwujud tiga laki-laki, akan tetapi wujud ketiga malaikat ini
berbeda dengan rupa manusia yang selama ini ditemui Ibrahim, ia pun merasa
asing, kemudian ia bersegera mempersiapkan jamuan khusus untuk ketiganya.
Ibrahim menghidangkan daging anak sapi panggang kepada mereka, namun Ibrahim
merasa heran terhadap sikap ketiganya yang tidak memakan hidangan tersebut.
Kemudian para malaikat ini menenangkan ia serta menyampaikan kabar gembira
kepada Ibrahim bahwa Ishaq akan lahir untuknya, dan Ya’qub akan disebut sebagai
penerus Ishaq.[46] Ibrahim
takjub mendengar kabar gembira ini, namun ia menyatakan tetap yakin terhadap
janji Allah.[47] Sementara
itu Sarah tertawa dan merasa heran sewaktu mendengar hal ini karena menganggap
lucu bagi seorang wanita yang telah berumur tua untuk menimang seorang bayi.[48]
Ketika salah satu malaikat
menyampaikan kabar bahwa ada bencana dahsyat yang segera menimpa kaum Luth;
Ibrahim yang menaruh belas kasihan terhadap kehidupan banyak orang, menahan
malaikat ini beranjak dari rumahnya seraya memohonkan supaya Allah memberi
kesempatan bertobat untuk orang-orang berdosa itu sebelum ditumpas.[49] Malaikat
tersebut menjawab bahwa keputusan ini telah mutlak bagi Allah; sebab Allah
telah mengutus Luth supaya memperingatkan orang-orang berdosa itu,[50] namun
orang-orang itu tidak mengubah perilaku keji mereka sehingga Luth berseru-seru
memohon pertolongan kepada Allah.[51] Kemudian
Ibrahim memohonkan keselamatan untuk Luth beserta orang-orang yang beriman
supaya diluputkan ketika azab terjadi. Hal ini dikabulkan untuk seluruh
keluarga Luth, terkecuali istri Luth.[52]
Setelah Ishaq lahir, Ibrahim sangat
menyayangi dan mengistimewakan Ishaq, putra yang telah lama Allah janjikan
sebagai pewarisnya. Sarah menyarankan supaya Ishaq tidak berada dekat dengan
Ismail, maka Ibrahim memutuskan agar keduanya tinggal terpisah dengan Ishaq
supaya kelak tidak ada pertengkaran antara kedua putra Ibrahim; terlebih Allah
telah menyatakan jauh sebelum Ismail dilahirkan bahwasanya Ishaq telah tertulis
sebagai penerus dan pewaris Ibrahim.
Ibadah
Qurban
Ketika seorang putra Ibrahim
telah mencapai usia dewasa, Allah hendak menguji kesetiaan Ibrahim terhadap
perintah-perintahNya melalui sebuah mimpi tentang penyembelihan anak. Keimanan
Ibrahim, yang telah berhasil menghadapi ujian-ujian sebelumnya, sama sekali
tidak berubah sewaktu menerima perintah ini. Ibrahim mengajak putranya
berangkat untuk melaksanakan perintah Allah, ia tidak sedikitpun mengeluh
ataupun memohon keringanan dari Allah tentang perintah ini melainkan ia
melaksanakan sebagaimana yang Allah perintahkan. Ketika Ibrahim membaringkan
putranya untuk melaksanakan perintah Allah, terlebih dahulu ia meminta
tanggapan dan persetujuan dari sang putra. Ibrahim berkata: "Wahai
putraku, sesungguhnya aku melihat dalam sebuah mimpi bahwa aku menyembelihmu,
maka sampaikanlah apa pendapatmu!" putranya menjawab: "Wahai ayahku,
laksanakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; dengan perkenan Allah, kamu akan
mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar."[53] Tatkala
putranya telah merelakan diri serta Ibrahim telah bersiap mengulurkan tangan
untuk menyembelih putranya, seketika Allah memanggil Ibrahim supaya menahan
tangannya, sebab tindakan ini membuktikan bahwa Ibrahim bersedia melaksanakan
apapun untuk Allah, juga membuktikan wujud seorang hamba yang berbakti serta
seorang sosok yang terpercaya bagi Allah.[54] Kemudian
Ibrahim mendapati seekor sembelihan besar sebagai kurban pengganti putranya.[55] Sumber
Alkitabiah menjelaskan bahwa Ishaq adalah putra Ibrahim yang hendak dikurbankan. Walau
demikian, sebagian besar sumber yang digunakan umat Islam merujuk kepada
Ismail.[8]
Atas pengabdian sepenuhnya ini,
maka Allah memberkahi Ibrahim, serta menyampaikan kabar bahwa Ishaq merupakan
nabi yang termasuk golongan saleh,[56]demikian
pula Ya'qub sebagai
penerus, sehingga Allah mengistimewakan ketiga sosok ini dengan buah tutur
serta gelar terbaik di antara umat manusia yang pernah ada.[57] Ibrahim
masih hidup untuk mendidik cucunya, Ya’qub, serta memberkati sang cucu. Sebelum
meninggal dunia, Ibrahim bersyukur kepada Allah,[58]kemudian
Ibrahim mengumpulkan putra-putranya untuk mewariskan agama kepada
putra-putranya beserta kepada Ya’qub.[59]
Doa
Terdapat doa-doa yang
dipanjatkan Ibrahim,[60] salah
satunya doa ketika Ibrahim mendirikan Baitullah, bersama nabi Ismail, yakni doa
yang ditujukan untuk nasib generasi-generasi penerus mereka:
Dan ketika Ibrahim berdo'a,
"Wahai Tuhanku, jadikan negeri ini negeri yang aman sentosa, dan
karuniakan rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman kepada Allah
maupun hari Akhir." Allah berfirman, "Dan kepada orang yang kafir pun
Aku berikan kesenangan hidup yang sementara, kemudian Aku paksa orang itu
menerima malapetaka Neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali,"
dan ketika Ibrahim meninggikan dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya
berdo'a): "Wahai Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami),
sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Wahai Tuhan
kami, jadikan kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan
(jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau
dan kiranya Engkau tunjukkan kepada kami cara-cara beserta tempat-tempat ibadah
kami, dan terimalah taubat kami, sungguh Engkaulah Yang Maha Penerima tobat,
Maha Penyayang.
Wahai Tuhan
Dan ketika Ibrahim berdoa:
"Wahai Tuhanku, jadikanlah negeri ini, sebuah negeri yang aman, dan
kiranya hindarkan aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala.
Wahai Tuhanku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan sebagian
besar dari umat manusia, maka barangsiapa yang mengikuti diriku, maka
sesungguhnya orang itu termasuk golonganku, dan barang siapa yang mendurhakai
diriku, maka sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.
Wahai Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di
lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumahMu yang dihormati,
Wahai Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka
jadikanlah hati sebagian umat manusia cenderung kepada mereka dan karuniakan
mereka berupa buah-buahan, supaya mereka bersyukur.
Wahai Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui segala yang kami
sembunyikan dan segala yang kami nyatakan; dan tiada sesuatu pun yang
tersembunyi bagi Allah, baik yang ada di bumi maupun yang ada di langit.
Wahai Tuhanku, jadikan aku dan
anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan salat, Wahai Tuhan kami,
perkenankan doaku.
Wahai Tuhan kami, ampunilah aku dan kedua ibu bapakku dan sekalian orang-orang
berman pada hari terjadinya hisab.
Teladan
Nabi Ibrahim merupakan sosok
teladan dan panutan utama untuk umat Islam dalam hal keimanan, pengabdian, dan
ketauhidan, kepada Allah.[61][62] nabi Muhammad mendapat anjuran melalui Firman Allah supaya mengikuti
pribadi Ibrahim:
Sesungguhnya Ibrahim adalah
seorang imam yang dapat dijadikan teladan yang patuh kepada Allah, serta hanif;
dan ia bukanlah golongan musyrik
Sesungguhnya telah ada suri
teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan ia,
ketika mereka berkata kepada kaum mereka, "Sesungguhnya kami berlepas diri
dari kalian dan dari apa yang kalian sembah selain Allah, kami mengingkari
kalian dan telah nyata antara kami dan kalian terdapat permusuhan dan kebencian
untuk selama-lamanya sampai kalian beriman kepada Allah saja." kecuali
perkataan Ibrahim kepada bapaknya, "Sesungguhnya aku akan memohonkan
ampunan untuk kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatu pun dari Allah terhadap
dirimu."
"Wahai Tuhan kami, hanya kepada Engkaulah kami bertawakal dan hanya kepada
Engkaulah kami bertobat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali.
Wahai Tuhan kami, janganlah
Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi orang-orang kafir. Dan ampunilah kami
Wahai Tuhan kami. Sesungguhnya Engkau, Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana."
Sesungguhnya pada mereka itu ada teladan yang baik untuk kalian, (yaitu) bagi
orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) Hari kemudian. Dan
barang siapa yang berpaling, maka sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Kaya,
Maha Terpuji.
Dan ketika Ibrahim menyatakan
kepada bapaknya beserta kaumnya: "Sesungguhnya aku berlepas diri terhadap
yang kalian sembah, terkecuali Tuhan Yang Merancang diriku, Dialah yang
menuntun diriku". dan ia menjadikan ini sebagai pedoman dasar pada
penerusnya, supaya mereka kembali.
Katakanlah: "Sesungguhnya
aku telah dituntun oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus, yaitu agama yang
benar, agama Ibrahim yang lurus, dan Ibrahim bukanlah golongan musyrik".
Katakanlah: "Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku
hanyalah untuk Allah, Tuhannya semesta alam; tiada sekutu terhadap Dia; dan
demikian itulah yang diperintahkan kepada diriku dan aku adalah orang yang
pertama-tama berserah diri (kepada Allah)".
Ibadah Haji dan penyembelihan hewan kurban pada Idul Adha yang
dirayakan setiap tahun, merupakan bentuk penghormatan umat Islam di seluruh
dunia terhadap pengabdian nabi Ibrahim dan nabi Ismail sewaktu mendirikan Baitullah:[63]
Dan (ingatlah), ketika Kami
memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan):
"Janganlah kamu mempersekutukan sesuatupun dengan Aku dan sucikanlah
rumah-Ku ini bagi orang-orang yang thawaf, dan orang-orang yang beribadat dan
orang-orang yang ruku' dan sujud. Dan berserulah kepada manusia untuk
mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan
mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh, supaya
mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama
Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada
mereka berupa hewan ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan
(sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan
fakir."
Julukan
Khalilullah (خلیل اللہ) adalah julukan istimewa yang Allah berikan untuk Ibrahim yang
bermakna Kesayangan Allah:
Dan siapakah yang lebih baik
agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang ia
pun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah
mengambil Ibrahim menjadi KesayanganNya.
Nabi Ibrahim disebut pula
sebagai "Bapak Umat Muslim":
Dan berjihadlah kalian pada
jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kalian dan
Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kalian, agama sebagai suatu kesempitan.
(Ikutilah) agama bapak leluhur kalian; Ibrahim. Dia telah menamai kalian
sebagai golongan muslim sejak dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini,
supaya Rasul itu menjadi saksi terhadap dirimu dan supaya kalian menjadi saksi
terhadap segenap umat manusia, maka dirikan sembahyang, tunaikan zakat dan
berpeganglah kalian pada tali Allah; Dialah Pelindung kalian, maka Dialah sebaik-baik
Pelindung serta sebaik-baik Penolong.
Shuhuf
Artikel utama untuk
bagian ini adalah: Kitab Allah
Berbagai ajaran Ibrahim
tercantum dalam lembaran-lembaran (shuhuf) Ibrahim yang setara dengan
lembaran-lembaran Musa.[64]
Kami akan membacakan kepadamu
maka kamu tidak akan lupa, kecuali kalau Allah menghendaki. Sesungguhnya Dia
mengetahui perkara yang jelas maupun perkara yang samar.
dan Kami akan memberi kamu taufik kepada jalan yang mudah oleh sebab itu
berilah peringatan, karena peringatan itu bermanfaat, orang-orang yang
berhati-hati akan memperoleh pelajaran; sedangkan golongan yang celaka akan
menjauhinya yakni golongan yang akan memasuki perapian besar kemudian golongan
itu tidak mati di dalamnya dan tidak (pula) hidup.
Betapa beruntung orang yang memurnikan diri dan ia ingat nama Tuhannya lalu ia
sembahyang, namun kalian lebih memilih kehidupan duniawi sedang kehidupan
Akhirat merupakan yang terbaik serta yang abadi. Sesungguhnya ini benar-benar
terdapat dalam Lembaran-Lembaran terdahulu; Lembaran-Lembaran Ibrahim dan Musa.
Referensi
^ Tercantum di Surah An-Nisa:125
"...dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas
menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang ia pun mengerjakan kebaikan, dan ia
mengikuti agama Ibrahim yang lurus? dan Allah mengambil Ibrahim menjadi
kesayanganNya."
^ Surah At-Taubah : 114
^ "Muhammad Sang Nabi"
- Penelusuran Sejarah Nabi Muhammad Secara Detail, karya Omar Hashem, Bab 1.
Kondisi Geografis - Kafilah Nabi Ibrahim, Hal.9.
^ Kitab Qishashul Anbiya karya
Ibnu Katsir
^ Kitab as-Silsilatu adh-Dhaifah.
^ Imam Ahmad berkata, Afwan
telah menceritakan kepada kami, Jarir telah menceritakan kepada kami, Sumamah,
pelayan Abu Fakah bin al-Mughirah telah menceritakan kepadaku, ia berkata:
"Saya pernah menemui Aisyah. Saya melihat ada sebuah tombak yang bersandar di dalam
rumahnya, maka aku bertanya: "Wahai Ummul Mukminin, Apa yang engkau
perbuat dengan tombak ini?" Aisyah menjawab: "Tombak ini untuk
membunuh tokek-tokek, sebab terdapat hadist yang disampaikan kepada kami:
"Ketika Ibrahim dilemparkan kedalam api, maka semua hewan di muka bumi ini
berusaha memadamkan api tersebut, kecuali tokek yang berusaha meniupnya. Maka
rasul memerintahkan kepada kami untuk membunuhnya." Hadits riwayat Ibnu
Majah dari Abu Bakar bin Abi Syaibah dari Yunus dari Muhammad dari Jarir bin
Hazim.
^ Suatu hari ketika Ibrahim
telah dekat dengan rumahnya, ia mendapati gundukan pasir dan memenuhi kedua
kantungnya dengan pasir tersebut seraya berkata: “Bila aku telah sampai kepada
keluargaku, maka aku akan menghiburkan mereka (dengan pasir ini).” Ketika
sampai di rumah dan bertemu dengan keluarganya, Ibrahim kemudian meletakan
barang bawaan, lalu berbaring dan tidur. Selanjutnya istrinya, Sarah berdiri
dan melihat kedua kantung yang dibawa suaminya, ternyata keduanya berisi bahan
makanan. maka ia segera memasaknya dan menyajikannya sebagai makanan. Kisah ini
ditulis pada kitab "Qashash al-Anbiyaa" (Kisah Para Nabi dan Rasul),
Kisah Nabi Ibrahim Al-Khalil, Perdebatan Ibrahim al-Khalil dengan Orang yang berusaha
Merampas Izari al-Adhamah (Pakaian Keagungan) dan Rida’ al-Kibriya’ (Selendang
Kesombongan) dari al-Adhim al-Jalil, hal. 204-205. Karya Ibnu Katsir, tahqiq
hadits Syekh Al-Albani.
^ a b c d e f g Ginzberg, Louis, ed. (1909). The Legends of the Jews (Translated by Henrietta
Szold) Philadelphia: Jewish Publication Society.
^ Surah Al-A'raf : 54,
Ibrahim : 33, An-Nahl : 12, Luqman : 20, Fatir : 13,
Al-Jatsiyah : 13
^ Surah Al-Ankabut: 8
^ Surah Al-Baqarah: 30
^ Surah Asy-Syu'ara: 78
^ Surah Al-Anbiya' : 51-58
^ Surah Al-Mujadilah : 22, An-Nisa : 135
^ Surah At-Tahrim: 9, Al-Maidah: 54
^ Surah Al-Anbiya' : 59-60
^ Surah Al-Anbiya' : 62-67
^ Surah Al-A'raf: 179
^ Surah As-Saffat : 97-98, Al-Ankabut : 24,
Al-Anbiya' : 68
^ Surah Al-Imran: 173-174
^ Surah Al-Anbiya: 69
^ Surah Asy-Syura: 8, Yunus: 19
^ Surah Al-'Ankabut : 70, Al-Baqarah: 213, Al-Imran:
19, Al-Jatsiyah: 17, Al-Baqarah: 90, Al-Baqarah: 109
^ Surah Asy-Syura: 21
^ Surah An-Nisa : 27, Al-Maidah : 49,
Al-Furqan : 43, An-Najm : 23
^ Surah Al-Baqarah: 131
^ Al-Baqarah: 213, Hud: 118-119, Muhammad: 14, Fussilat: 33
^ Surah Al-Baqarah: 130
^ Surah Az-Zukhruf: 26-28, Ali-Imran : 68
^ Surah Al-Mujadilah : 22, Al-'Ankabut : 25,
Az-Zukhruf : 26-30, Al-Mumtahanah : 3-6
^ Surah Al-Baqarah : 260
^ Surah Al-Ankabut: 26
^ Surah Maryam : 42-48
^ Surah Al-Mumtahanah : 3-4, At-Taubah : 114
^ Surah Al-Anbiya' : 71
^ Surah Az-Zukhruf : 27, Al-Mumtahanah : 4-6
^ Surah Al-Ankabut: 69, At-Taubah: 20, Ali-Imran: 195,
An-Nahl: 110
^ Surah Al-Anbiya : 105, Al-Anbiya: 71, Al-Hajj: 58,
An-Nahl: 41, Asy-Syuara : 85
^ Surah Dukhan : 32-33, Al-Maidah : 12
^ Surah An-Nahl: 30, Al-Qasas: 77, As-Saffat: 108-111
^ Surah Al-Qasas: 77, An-Nahl: 30
^ Surah Al-Imran : 33-34, An-Nisa : 54,
Al-Ankabut 27
^ Surah An-Nahl: 120-123, Al-A'raf: 169, Al-Ankabut: 27
^ Surah As-Saffat : 100
^ Sefer
Yūḇāl 15:9-14
^ Surah Hud : 69-70, Al-Hijr : 51-54,
Az-Zariyat : 24-28
^ Surah Al-Hijr : 55-56
^ Surah Hud : 71-73, Az-Zariyat : 29-30
^ Surah Hud : 74-76
^ Surah As-Saffat : 132-136, Al-A'raf : 80-84,
An-Naml : 54-58, Hud : 77-83, Al-Hijr : 57-77
^ Surah Al-Ankabut : 28-35, Al-Qamar : 33-40,
Asy-Syu'ara: 160-175, Al-Anbiya': 74-75
^ Surah Hud: 81, Al-Ankabut : 31-32, Al-Hijr :
58-60, Al-A'raf : 80-83, An-Naml : 54-58, As-Saffat : 132-135,
At-Tahrim: 10
^ Surah As-Saffat : 102-105
^ Surah Al-At-Taubah: 24
^ Sefer Hayashar (Samuel, Moses; Book of Jasher Referred to
in Joshua and Second Samuel 1840)
^ Surah As-Saffat : 112
^ Surah Shaad : 45-47, Al-An'am : 84,
Maryam : 49-50, Al-Anbiya' : 72-73, Al-'Ankabut : 27
^ Surah Ibrahim : 39
^ Surah Al-Baqarah : 132
^ Surah Asy-Syuara : 83-89
^ Surah Al-Baqarah : 124
^ Surah Al-Baqarah : 135, Al-'Imran : 95,
An-Nahl : 123, Maryam : 36-56
^ Surah Al-'Imran : 95-97
^ Surah An-Najm: 36-56
Nabi Luth A.S
Lūth (Arab: لُوطٌ, Ibrani: לוֹט, Injil: Lot) (sekitar 1950-1870 SM) adalah
salah satu nabi yang diutus untuk negeri Sadum dan Gomorrah.[1] Ia diangkat menjadi nabi pada tahun
1900 SM. Ia ditugaskan berdakwah kepada Kaum yang hidup di negeri Sadum, Syam, Palestina. Namanya disebutkan sebanyak 27 kali
dalam Al-Quran. Ia meninggal di Desa Shafrah di Syam, Palestina.
Genealogi
Nabi Luth
adalah anak keponakan dari Nabi Ibrahim. Ayahnya yang bernama Haran (Abara'an)
bin Tareh adalah saudara kandung dari Ibrahim, ayahnya kembar dengan pamannya
yang bernama Nahor. Silsilah lengkapnya adalah Luth bin Haran bin Azara bin
Nahur bin Suruj bin Ra'u bin Falij bin 'Abir bin Syalih bin Arfahsad bin Syam bin Nuh.
Ia
menikah dengan seorang gadis yang bernama Ado, pendapat lain mengatakan ia
bernama Walihah.[2] Luth memiliki dua anak perempuan
Raitsa dan Zaghrata.
Biografi
Nabi Luth
beriman kepada saudara bapaknya {pamannya}, yaitu Nabi Ibrahim, yang
mendampinginya dalam semua perjalanan. Ketika mereka berada di Mesir mereka mempunyai usaha bersama dalam
bidang peternakan yang sangat berhasil. Binatang ternaknya berkembang biak
dengan pesat sehingga dalam waktu yang singkat jumlah binatang yang sudah
berlipat ganda itu tidak dapat ditampung dalam tempat tersebut. Akhirnya usaha
bersama Ibrahim-Luth dipecah dan binatang ternak serta harta milik perusahaan
mereka dibagi dan berpisahlah Luth dengan Ibrahim. Luth pindah ke Yordania dan
bermukim di sebuah tempat bernama Sadum (Sodom).
Kerasulan
Masyarakat
Sadum atau Sodom adalah masyarakat yang rendah moralnya
dan rusak akhlaknya. Masyarakat Sadum tidak mempunyai
pegangan agama atau nilai kemanusiaan yang beradab. Maksiat dan kemungkaran
merajalela dalam pergaulan hidup mereka. Pencurian dan
perampasan harta merupakan kejadian sehari-hari di mana
yang kuat menjadi penguasa sedangkan yang lemah menjadi korban penindasan dan
perlakuan sewenang-wenang. Maksiat yang
paling menonjol yang menjadi ciri khas hidup mereka adalah perbuatan homoseksual atau
liwath di kalangan lelakinya dan lesbian di kalangan wanitanya. Kedua jenis
kemungkaran ini begitu merajalela di dalam masyarakat sehingga hal tersebut
merupakan suatu kebudayaan bagi
kaum Sadum.
Musafir
yang masuk ke Sadum tidak akan selamat dari gangguan mereka. Jika ia membawa
barang-barang yang berharga maka dirampaslah barang-barangnya, jika ia melawan
atau menolak menyerahkan hartanya maka nyawanya tidak akan selamat. Akan tetapi
jika pendatang itu seorang lelaki yang bermuka tampan dan berparas elok maka ia
akan menjadi rebutan di antara kalangan laki-laki dari mereka dan akan menjadi
korban perbuatan keji lelakinya dan sebaliknya jika si pendatang itu seorang
perempuan muda maka ia akan menjadi mangsa bagi pihak wanitanya pula.
Kepada masyarakat yang
sudah sedemikian rupa keruntuhan moralnya dan sedemikian penyakit sosialnya
diutuslah Nabi Luth sebagai Rasul-Nya untuk mengangkat mereka dari lembah
kenistaan ,kebodohan dan kesesatan serta membawa mereka ke dalam kebudayaan
yang bermoral dan berakhlak mulia. Nabi Luth mengajak mereka beriman dan
beribadah kepada Allah meninggalkan kebiasaan mungkar, menjauhkan
diri dari perbuatan maksiat dan kejahatan, menghindari bujukan iblis dan setan.
Ia memberi peringatan kepada mereka bahwa Allah-lah yang telah menciptakan
mereka dan alam sekitar mereka. Allah tidak meridhai amal perbuatan mereka yang
mendekati sifat dan tabiat kebinatangan dan tidak sesuai dengan nilai-nilai
kemanusiaan dan bahwa Allah akan memberi ganjaran setimpal dengan amal
perbuatan mereka. Yang berbuat baik dan beramal saleh akan diberi pahala dan
surga di akhirat sedang yang melakukan perbuatan mungkar akan diberi balasan
dengan memasukkannya ke dalam neraka Jahanam.
Nabi Luth
berseru kepada mereka agar meninggalkan adat kebiasaan keji mereka yaitu
melakukan perbuatan homoseksual dan lesbian. Luth menyatakan perbuatan itu
bertentangan dengan fitrah dan
hati nurani manusia serta menyalahi hikmah yang terkandung di dalam penciptaan manusia yang
diciptakan menjadi dua jenis yaitu lelaki dan wanita. Juga kepada mereka di
beri nasihat supaya menghormati hak milik masing-masing dengan meninggalkan
perbuatan perampasan, perampokan serta pencurian yang selalu mereka lakukan di
antara sesama mereka dan terutama kepada musafir yang datang ke Sadum.
Diterangkan bahwa perbuatan-perbuatan itu akan merugikan mereka sendiri, kerana
perbuatan itu akan menimbulkan kekacauan dan ketidak amanan di dalam negeri
sehingga masing-masing dari mereka tidak merasa aman dan tenteram dalam
hidupnya.
Demikianlah
Nabi Luth, melaksanakan dakwahnya sesuai dengan tugas risalahnya. Ia tidak
henti-henti menggunakan setiap kesempatan dan dalam tiap pertemuan dengan
kaumnya secara berkelompok atau perorangan mengajak agar mereka beriman dan
percaya kepada Allah dan menyembah-Nya. Diajaknya kaumnya untuk melakukan amal
saleh dan meninggalkan perbuatan maksiat dan mungkar. Akan tetapi keruntuhan
moral dan kerusakan akhlak telah mendarah daging di dalam pergaulan sosial
mereka dan pengaruh hawa nafsu serta bujukan setan sudah begitu kuat dan menguasai
tindak-tanduk mereka, maka dakwah dan ajakan Nabi Luth yang dilaksanakan dengan
kesabaran dan ketekunan tidak mendapat tempat di dalam hati dan pikiran mereka
dan berlalu begitu saja, masuk telinga kanan keluar telinga kiri.
Telinga-telinga mereka sudah menjadi tuli terhadap ajaran-ajaran Nabi Luth
sedang hati dan pikiran mereka sudah tersumbat rapat dengan ajaran-ajaran setan
dan iblis.
Kaum Luth
merasa kesal mendengar dakwah dan
nasihat-nasihat Nabi Luth yang tidak putus-putusnya itu dan minta agar ia
menghentikan aksi dakwahnya atau menghadapi pengusiran dirinya dari Sadum
bersama keluarga dan pengikutnya. Dari Nabi Luth pun sudah tidak ada harapan
lagi kalau masyarakat Sadum dapat terangkat dari lembah kesesatan dan keruntuhan
moral mereka dan bahwa meneruskan dakwah kepada mereka yang sudah buta-tuli
hati dan pikiran itu hanya sia-sia belaka. Satu-satunya cara, menurut pikiran
Nabi Luth untuk mencegah penyakit akhlak yang sudah parah itu agar tidak
menular kepada negeri tetangganya, ialah dengan melenyapkan mereka dari atas
bumi sebagai balasan terhadap kecongkakan mereka, juga agar menjadi pelajaran
umat-umat sesudahnya. Dia memohon kepada Allah agar masyarakat Sadum diberi
pelajaran berupa azab di dunia sebelum azab yang menanti mereka di akhirat kelak.
Kedatangan para malaikat
Permohonan
Nabi Luth dan doanya diperkenankan dan dikabulkan oleh Allah.
Dikirimkanlah kepadanya tiga orang malaikat yang
menyamar sebagai manusia biasa. Mereka adalah malaikat yang bertemu Nabi
Ibrahim dengan membawa berita gembira atas kelahiran Nabi Ishaq,
dan memberitahukan kepada mereka bahwa mereka adalah utusan Allah dengan tugas
menurunkan azab kepada kaum Luth, penduduk kota Sadum. Dalam pertemuan tersebut
Nabi Ibrahim memohon agar penurunan azab kepada kaum Sodom ditunda, kalau-kalau
mereka kembali sadar, kemudian mendengarkan dan mengikuti ajakan Luth serta
bertobat dari segala maksiat dan perbuatan mungkar. Juga dalam pertemuan itu
Nabi Ibrahim mohon agar anak saudaranya, Luth diselamatkan dari azab yang akan
diturunkan kepada kaum Sodom, permintaan itu oleh para malaikat tersebut
diterima dan dijamin bahwa Luth dan keluarganya tidak akan terkena azab.
Para malaikat tersebut
sampai di Sodom dengan menyamar sebagai lelaki muda yang berparas tampan dan
badan yang berotot, serta tegap tubuhnya. Dalam perjalanan, ketika mereka
hendak memasuki kota, mereka berselisih dengan seorang gadis yang cantik yang
sedang mengambil air dari sebuah perigi. Lelaki muda (malaikat) bertanya kepada
si gadis kalau-kalau mereka diterima di rumah sebagai tamu. Si gadis tidak
berani memberi keputusan sebelum ia berunding terlebih dahulu dengan
keluarganya. Maka ditinggalkanlah para lelaki muda itu lalu pulang ke rumah
cepat-cepat untuk memberitahu ayahnya (Luth).
Mendengar
kabar berita anak perempuannya, Nabi Luth menjadi bingung, jawaban apa yang
harus ia berikan kepada para pendatang yang ingin bertamu ke rumahnya untuk
beberapa waktu, namun menerima tamu yang berparas tampan akan mengundang risiko
yaitu gangguan kepadanya dan kepada tamu dari kaumnya yang tergila-gila untuk
melakukan hubungan seks sejenis dengan anak muda yang mempunyai tubuh bagus dan
paras wajah elok. Sedang kalau hal yang demikian itu terjadi ia sebagai tuan
rumah harus bertanggungjawab terhadap keselamatan tamunya, padahal ia merasa
bahwa ia tidak akan berdaya menghadapi kaumnya yang bengis-bengis dan haus
maksiat itu.
Nabi Luth
memutuskan untuk menerima lelaki-lelaki muda itu sebagai tamu di rumahnya. Luth
hanya pasrah kepada Allah dan berlindung sekiranya terdapat
segala rintangan yang datang. Lalu pergilah Luth menjemput tamu yang sedang
menanti di pinggir kota dan diajaklah mereka bersama-sama ke rumah. Ketika itu,
kota Sodom sudah dalam keadaan malam hari dan penduduknya sudah nyenyak tidur
di rumah masing-masing.
Nabi Luth
telah pun berpesan kepada isteri dan kedua puterinya agar merahasiakan
kedatangan anak-anak lelaki muda itu. Jangan sampai terdengar dan diketahui
oleh kaumnya. Namun, isteri Nabi Luth membocorkan berita kedatangan tamu Luth
kepada mereka. Berita kedatangan tamu Luth tersebar kerana isteri Nabi Luth.
Datanglah beramai-ramai lelak-lelaki Sodom, yang buta seks ini, ke rumah Nabi
Luth, berkeinginan untuk memuaskan nafsu seksual mereka, setelah lama tidak
mendapat anak muda. Berteriaklah mereka memanggil Luth untuk melepaskan
anak-anak muda itu, agar diberikan kepada mereka untuk memuaskan nafsu.
Dengar
teriakan mereka, Nabi Luth tidak membuka pintu bagi mereka dan berseru agar
mereka kembali ke rumah masing-masing dan jangan mengganggu tamu yang datangnya
dari jauh yang sepatutnya dihormati dan dimuliakan. Mereka diberi nasihat agar
meninggalkan perbuatan mereka yang keji itu. Perbuatan mereka yang bertentangan
dengan fitrah manusia dan kodrat alam di mana Allah telah menciptakan manusia
berpasangan antara lelaki dengan perempuan untuk menjaga kelangsungan keturunan
umat manusia sebagai makhluk yang termulia di atas bumi. Nabi Luth berseru agar
mereka kembali kepada isteri-isteri mereka dan meninggalkan perbuatan maksiat dan
mungkar yang tidak senonoh, sebelum mereka dilanda azab dan siksaan Allah.
Seruan
dan nasihat-nasihat Nabi Luth tidak dihiraukan dan dipedulikan, mereka bahkan
mendesak akan membuka pintu rumahnya dengan paksa jika pintu tidak dibuka
dengan sukarela. Merasa dirinya sudah tidak berdaya untuk menahan arus orang-orang
lelaki kaumnya itu yang akan memaksakan kehendaknya dengan kekerasan berkatalah
Nabi Luth secara terus terang kepada para tamunya: "Sesungguhnya aku tidak
berdaya lagi menahan orang-orang itu jika menyerbu ke dalam. Aku tidak memiliki senjata dan
kekuatan fisik yang dapat menolak kekerasan mereka,
tidak pula mempunyai keluarga atau
sanak saudara yang
disegani oleh mereka yang dapat aku mintai pertolongannya. Aku merasa sangat
kecewa, bahwa sebagai tuan rumah aku tidak dapat menghindarkan gangguan
terhadap tamu di rumahku sendiri." Mendengar keluh kesah Nabi Luth, lantas
pemuda-pemuda itu memberitahu hal yang sebenarnya, bahwa mereka adalah
malaikat-malaikat yang menyamar sebagai manusia yang diutus oleh Allah untuk
menurunkan azab dan siksa atas rakyatnya karena segala kemungkaran dan
kemaksiat yang keji dan kotor.
Malaikat-malaikat
itu menyuruh Nabi Luth membuka pintu rumahnya seluas mungkin agar dapat memberi
kesempatan bagi orang-orang yang haus seks dengan lelaki itu masuk. Mereka pun
menyerbu masuk. Namun malangnya ketika pintu dibuka dan para penyerbu
menginjakkan kaki mereka untuk masuk, tiba-tiba gelaplah pandangan mereka dan
tidak dapat melihat sesuatu pun. Malaikat-malaikat tadi telah membutakan mata
mereka. Lalu, diusap-usap dan digosok-gosok mata mereka, ternyata mereka sudah
menjadi buta.
Sementara
para penyerbu rumah Nabi Luth berada dalam keadaan kacau balau berbenturan satu
dengan yang lain berteriak-teriak, bertanya-tanya apa gerangan yang menjadikan
mereka buta mendadak. Para malaikat tersebut
berseru kepada Nabi Luth agar meninggalkan segera perkampungan tersebut bersama
keluarga dan pengikutnya, karena telah tiba waktunya azab Allah ditimpakan.
Para malaikat berpesan kepada Nabi Luth dan keluarganya agar dalam perjalanan
ke luar kota jangan ada seorang pun dari mereka menoleh ke belakang.
Nabi Luth
keluar dari rumahnya selepas tengah malam, bersama keluarganya terdiri dari
seorang isteri dan dua puterinya berjalan cepat menuju keluar kota, tidak
menoleh ke kanan maupun ke kiri sesuai dengan petunjuk para malaikat yang
menjadi tamunya. Akan tetapi si isteri yang menjadi musuh dalam selimut bagi
Nabi Luth tidak tega meninggalkan kaumnya. Ia berada di belakang rombongan Nabi
Luth berjalan perlahan-lahan tidak secepat langkah suaminya dan tidak
henti-hentinya menoleh ke belakang karena ingin mengetahui apa yang akan
menimpa atas kaumnya, seakan-akan meragukan kebenaran ancaman para malaikat
yang telah didengarnya sendiri. Dan begitu Nabi Luth beserta kedua puterinya
melewati batas kota Sadum, sewaktu fajar menyingsing, bergetarlah bumi dengan
dahsyatnya di bawah kaki rakyat Sadum, tidak terkecuali isteri Nabi Luth yang munafik itu.
Getaran tersebut kemudian diikuti gempa bumi yang dahsyat disertai angin yang
kencang dan hujan batu yang menghancurkan kota Sadum berserta semua
penghuninya. Bertebaran mayat-mayat yang dilaknat oleh Allah di kota Sodom, dan
hancurlah kota tersebut. Namun, masih ditinggalkan sisa-sisa kehancuran kota
tersebut oleh Allah, sebagai peringatan kaum yang kemudian yang melalui bekas
kota Sadum tersebut. Demikianlah kebesaran dan ayat Allah yang diturunkan untuk
menjadi pelajaran bagi hamba-hamba-Nya yang mendatang.
Riwayat dalam Al-Quran
Al-Quran menceritakan
kisah Nabi Luth yang berusaha menasihati kaumnya sebagaimana dalam Surat Asy-Syuaraa (26:160-173) berikut ini.
"Kaum
Luth telah mendustakan rasul-rasul, ketika saudara mereka, Luth, berkata kepada
mereka: "Mengapa kamu tidak bertakwa? Sesungguhnya aku adalah seorang
rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu, maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. Dan aku
sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan itu; upahku tidak lain
hanyalah dari Tuhan semesta alam. Mengapa kamu mendatangi
jenis lelaki di antara manusia, dan kamu tinggalkan isteri-isteri yang
dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui
batas." Mereka menjawab: "Hai Luth, sesungguhnya jika kamu tidak
berhenti, benar-benar kamu termasuk orang-orang yang diusir." Luth berkata:
"Sesungguhnya aku sangat benci kepada perbuatanmu." (Luth berdoa):
"Ya Tuhanku selamatkanlah aku beserta keluargaku
dari (akibat) perbuatan yang mereka kerjakan." Lalu Kami selamatkan ia
beserta keluarganya semua, kecuali seorang perempuan tua (isterinya), yang
termasuk dalam golongan yang tinggal. Kemudian kami binasakan yang lain. Dan
Kami hujani mereka dengan hujan (batu) maka amat jeleklah hujan yang menimpa
orang-orang yang telah diberi peringatan itu."
Kaum Luth
membenci dan mengancam akan mengusir Nabi Luth karena mengajak sebagian dari
mereka untuk meninggalkan perbuatan mereka yang tercela dan mengajak mereka
beriman kepada Allah.
Maka azab kehancuran dari Allah turun menimpa mereka, kisahnya seperti
yang tercantum dalam Surah Al-A’raaf (7:80-84)
berikut ini.
"...dan
(Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia
berkata kepada mereka: "Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah
(keji) itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu?"
Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka),
bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas. Jawab
kaumnya tidak lain hanya mengatakan: "Usirlah mereka (Luth dan
pengikut-pengikutnya) dari kotamu ini; sesungguhnya mereka adalah orang-orang
yang berpura-pura menyucikan diri. Kemudian Kami selamatkan dia dan
pengikut-pengikutnya (yang beriman) kecuali istrinya (istri Nabi Luth); dia
termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan), dan Kami turunkan kepada
mereka hujan (batu); maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang
berdosa itu."
Referensi
^ History of Islam by Professor Masudul Hasan
^ As-Suhailiy berkata;
"Nama isteri Luth adalah Walihah sedangkan istri Nuh adalah
Walighah", Kisah Para Nabi dan Rasul, Kisah Nabi Luth Hal. 277, Al-Hafizh
Ibnu Katsir.
Nabi Ibrahim A.S
Untuk Surah, lihat Surah Ibrahim.
Ibrahim (bahasa Arab: إبراهيم ) merupakan nabi dalam agama Samawi. Ia
bergelar Khalilullah (خلیل اللہ, Kesayangan Allah).[1] Ibrahim
bersama anaknya, Ismail, terkenal
sebagai para pendiri Baitullah.
Ia diangkat menjadi nabi yang diutus kepada kaum Kaldān yang
terletak di negeri Ur, yang sekarang dikenal sebagai Iraq. Ibrahim merupakan sosok teladan utama bagi umat Islam
dalam berbagai hal. Ibadah Haji dan penyembelihan hewan kurban pada Idul Adha merupakan
beberapa perayaan untuk memperingati sikap berbakti Ibrahim terhadap Allah.
Ibrahim termasuk golongan
manusia pilihan di sisi Allah, serta termasuk golongan Ulul Azmi. Nama
Ibrahim diabadikan sebagai nama sebuah surah, serta
disebut sebanyak 69 kali di Al-Qur'an.
Etimologi
Dalam buku yang berjudul "Muhammad
Sang Nabi - Penelusuran Sejarah Nabi Muhammad Secara Detail," karya
Omar Hashem, dikatakan bahwasanya nama Ibrahim berasal dari dua suku kata,
yaitu ib/ab (إب) dan rahim (راهيم).
Jika disatukan maka nama itu memiliki arti "ayah yang penyayang."[2][3]
Genealogi
Ibrahim merupakan putra Azar (Tarikh) bin Nahur bin Sarugh bin Ra'u bin Faligh bin Abir bin
Shaleh bin Arfakhsad bin Sam bin Nuh. Al-Hafidz ibnu Asakir meriwayatkan
bahwasanya ibu kandung nabi Ibrahim bernama Amilah. Sementara menurut
al-Kalbiy, ibu kandung nabi Ibrahim bernama Buna binti Karbina bin Kartsi, yang
berasal dari Bani Arfakhsyad.
Azar memiliki tiga putra:
Ibrahim, Haran, dan Nahor. Ibrahim dilahirkan di sebuah wilayah bernama Faddam
Aram, yang terletak di kerajaan Babilonia. Ibnu
Asakir meriwayatkan dalam kitab at-Tarikh
dari Ishaq bin Basyar al-Kahiliy bahwasanya
nabi Ibrahim dijuluki sebagai "Abu adh-Dhaifan." Ibrahim memiliki dua
putra yang termasuk golongan nabi, yakni nabi Ismail dan nabi Ishaq, sementara nabi Ya'qub merupakan cucu Ibrahim. Haran juga memiliki seorang putra
yang termasuk golongan nabi, yakni nabi
Luth.
Para
istri Ibrahim
Ketika Sarah hendak ditawan raja Mesir untuk dijadikan selir, Allah
memberi perlindungan kepada Sarah sehingga raja Mesir tidak dapat menjadikan
Sarah sebagai selir. Setelah menyadari bahwa Allah telah menghadirkan berbagai
azab yang menimpa diri raja Mesir berkenaan dengan Sarah yang merupakan istri
Ibrahim, ia mengembalikan Sarah kepada Ibrahim; kemudian raja Mesir menghadiahkan
Hajar sebagai budak untuk Sarah sebagai penebusan dosa. Hajar adalah seorang
permaisuri kerajaan Mesir.[4]
Para istri Ibrahim dan anak-anak
yang dilahirkan oleh mereka adalah sebagai berikut:
Sarah: Ishaq
Hajar al-Qibthiyah al-Mishtiyah: Ismail
Qanthura binti Yaqthan: Zimran,
Yaqsyan, Madan, Madyan, Syiyaq dan
Syuh.
Mukjizat
Melihat
burung dihidupkan kembali
Sewaktu Ibrahim telah bertekad
memerangi perilaku syirik dan penyembahan berhala, ia masih ingin meneguhkan
keimanan terlebih dahulu sehingga dapat menenteramkan kalbu. Maka Ibrahim
memohon kepada Allah, agar diperlihatkan kepada dirinya tentang cara Allah
menghidupkan kembali makhluk-makhluk yang sudah mati.
"...dan (ingatlah) ketika
Ibrahim berkata, "Wahai Tuhanku, perlihatkanlah kepada diriku bagaimana
Engkau menghidupkan orang-orang mati." Allah berfirman, "Belum
yakinkah kamu?" Ibrahim menjawab, "Aku telah meyakininya, akan tetapi
agar hatiku tetap mantap." Allah berfirman, "Ambillah empat ekor
burung, lalu cincanglah semuanya olehmu. Lalu letakkan di atas tiap-tiap satu
bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggilah mereka, niscaya
mereka datang kepadamu dengan segera, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa,
Maha Bijaksana."
Diselamatkan
ketika berada di Perapian
Sebagian ulama salaf menyebutkan
bahwa ketika Jibril menampakkan diri kepada Ibrahim di udara, ia bertanya
kepada Ibrahim apakah Ibrahim memerlukan bantuan, kemudian Ibrahim menjawab
tidak perlu bantuan.[5] Diriwayatkan
dari Ibnu Abbas dan Sa'id bin Jubair bahwasanya Malaikat Ar-Ra'd (malaikat
pengatur awan dan hujan) mengatakan: "Kapan saja aku diperintah, maka aku
akan menurunkan hujan" namun Firman Allah hadir lebih cepat,
"Kami berfirman, "Hai
api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim."
Ka'ab al-Ahbar meriwayatkan,
"Saat itu seluruh penduduk bumi tidak bisa menyalakan api, sedangkan
Ibrahim tidak terbakar sedikitpun selain tali yang mengikat dirinya."
Sedangkan menurut As-Suddiy, "Saat itu Ibrahim didampingi oleh Malaikat
Azh-Zhil (malaikat pemberi naungan), sehingga sewaktu Ibrahim berada di kobaran
api, sebenarnya ia berada di taman hijau. Orang-orang melihatnya namun tidak
mampu memahami keadaan itu dan ia pun tidak keluar untuk menemui mereka."
Ibnu Majah meriwayatkan bahwa ketika Ibrahim dilempar ke dalam kobaran api
besar; semua hewan di muka bumi berusaha memadamkan api tersebut, kecuali tokek
yang berusaha membuat api membesar.[6]
Pasir
berubah menjadi makanan
Abdur
Razzaq meriwayatkan bahwasanya ketika Namrudz memiliki banyak
persediaan makanan, terdapat orang-orang yang hadir untuk memperoleh kebutuhan
makanan, termasuk Ibrahim yang turut hadir. Menurut kitab "Qashash
al-Anbiyaa", pada sebuah hari ketika persediaan makanan telah habis,
Ibrahim mengambil gundukan pasir, yang kemudian berubah menjadi bahan makanan
tatkala ia sampai di rumah.[7]
Kisah
Kelahiran
dan masa muda
Pada 2295 SM. Kerajaan Babilonia
waktu itu diperintah oleh Namrudz, seorang
raja bengis yang berkuasa secara absolut dan zalim. Kerajaan itu mendapat
pertanda langka pada bintang-bintang bahwa akan ada seorang anak laki-laki
perkasa lahir dan keturunannya akan memenuhi seisi bumi, dengan salah seorang
keturunannya akan membunuh Namrudz. Ketakutan terhadap kabar ini, maka ada
perintah keji supaya bayi laki-laki itu harus dibunuh.[8] Pada
waktu yang hampir bersamaan, Azar merasakan kebahagiaan sekaligus kekhawatiran
karena ia mendengar kabar bahwa istrinya sedang mengandung seorang anak,
beberapa waktu setelah ia dinobatkan sebagai panglima kerajaan sehingga Azar
diperintah Namrudz supaya kelak menyerahkan bayinya itu. Kemudian kedua putra
Azar, yakni Nahor dan Haran, memberi pendapat tentang persoalan ini. Haran,
sebagai seorang ahli nujum serta memiliki ilmu nubuat, berpendapat bahwa sang
ayah dapat menyerahkan anak itu kepada raja, sebab Haran meyakini bahwa belum
ada pertanda di langit yang gagal; sekalipun harus diserahkan ke pedang atau
perapian, Haran percaya akan ada keajaiban yang membuat anak itu tetap hidup.
Sementara itu, Nahor memberi saran supaya sang ibu meninggalkan Babilonia untuk
sementara waktu, sehingga sang ayah dapat menyerahkan bayi lain sebagai ganti bayinya.
Azar menerima saran Nahor supaya meninggalkan Babilonia.
Ketika telah menempatkan
istrinya bersama seorang bidan supaya berlindung di sebuah gua sampai hari
bersalin; Azar mengambil seorang bayi dari seorang hambanya untuk diserahkan ke
Namrudz. Ketika penyembelihan bayi dilakukan, Namrudz bergembira sebab ia
menyangka ancaman bagi kerajaannya telah lenyap. Sementara itu, ketika istri
Azar telah mengalami persalinan, ia bersama seorang bidan merawat bayi yang
dinamai Ibrahim. Setelah beberapa waktu, Ibrahim masih ditempatkan di dalam gua
tersebut supaya menghindari kecurigaan Namrudz. Kemudian Ibu kandung Ibrahim
bersama seorang bidan harus beranjak pergi dalam keadaan berat hati, sehingga
sang ibu menangis seraya berdoa: "Semoga Sang Pelindung selalu
menyertaimu, wahai anakku....." maka Allah mengutus malaikat Jibril supaya
hadir dan merawat Ibrahim.[8]
Haran masih mempercayai pertanda
di langit bahwa adiknya masih selamat, sehingga Haran pergi mendatangi gua yang
telah digunakan sebagai tempat perlindungan. Haran takjub ketika mendapati
adiknya, yakni Ibrahim, telah menjadi seorang anak laki-laki yang dapat berbicara.
Haran mengajak Ibrahim pulang ke negeri Babilonia, namun Ibrahim sempat menolak
seraya menyatakan bahwa ia tidak mempunyai rumah karena ia mengaku telah
tersesat di sebuah tempat yang tidak ia kenal. Pada akhirnya Haran berhasil
membawa Ibrahim ke rumah sang ayah di Babilonia. Ketika Haran mempertemukan
Ibrahim, sang ayah tidak percaya bahwa anak yang diajak Haran merupakan bayi
yang telah ditinggalkan di gua. Ketika Ibrahim ditanyai tentang siapa yang
selama ini memberinya makan, ia menjawab bahwa Yang Maha Pemberi yang
menyediakan makanan untuknya, lalu ia kembali ditanya tentang siapa yang
merawatnya saat sakit, ia menjawab bahwa Yang Maha Menyembuhkan yang
melakukannya, kemudian ketika ditanya tentang siapa yang memberitahunya tentang
jawaban-jawaban ini, Ibrahim menjawab bahwa Yang Maha Mengetahui yang
mengajarinya. Maka Azar, ayah kandung Ibrahim, merasa heran dan takjub terhadap
Ibrahim. Untuk menghindari kecurigaan Namrudz, Ibrahim diasuh di rumah Haran
yang berada di luar wilayah Babilonia. Di sana Ibrahim dibesarkan bersama
anak-anak Haran yaitu Luth, Sarah dan Milka.
Mencari
Tuhan yang sebenarnya
Ketika Ibrahim telah beranjak dewasa,
ia merasa kehilangan sosok yang sebelumnya memberi makan dan perlindungan untuk
dirinya, terlebih ia telah mendapati banyak orang yang merupakan para penyembah
berhala tetapi Ibrahim mengingkari anggapan bahwa patung berhala adalah dewa;
sehingga Ibrahim berniat untuk mencari Tuhan yang sesungguhnya. Maka Ibrahim
memilih untuk berpindah ke rumah nabi Nuh selama
beberapa waktu.[8] Beberapa
waktu kemudian, Ibrahim memutuskan pergi sebab ia belum mendapat jawaban yang
memuasakan dalam pencariannya; walau demikian, Ibrahim pulang sambil memperoleh
berbagai ilmu maupun risalah berharga dari nabi Nuh. Tatkala Ibrahim kembali ke
rumah Azar, ayah kandungnya, ia sering mendapati sang ayah sedang membuat
patung-patung serta meletakkan makanan di depan patung-patung itu sehingga
menyebabkan Ibrahim bertanya-tanya tentang perilaku sang ayah. Mendapati
jawaban bahwa sang ayah menyembah patung lantaran tradisi leluhur, Ibrahim
mempertanyakan tradisi ini namun sang ayah membiarkan Ibrahim. Pada zaman
Ibrahim, sebagian besar orang di Mesopotamia beragama politeisme, yakni sebuah
tradisi penyembahan kepada lebih dari satu sembahan, baik sembahan-sembahan
yang dianggap berada di muka bumi maupun sembahan-sembahan yang dianggap berada
di langit, dan orang-orang tersebut membuat berbagai patung sebagai
perlambangan sembahan-sembahan itu. Nahor menyatakan bahwa di langit ada
berbagai sembahan, namun Ibrahim merasa perlu membuktikan ucapan ini.
Terdapat beberapa ayat yang
menjelaskan sebagian kisah tentang pencarian Ibrahim mengenai Tuhannya:
Ketika malam telah gelap, ia
melihat sebuah bintang (lalu) ia berkata: "Inilah Tuhanku", tetapi tatkala
bintang itu tenggelam ia berkata: "aku tidak suka kepada yang
tenggelam."
Kemudian tatkala ia melihat
bulan terbit ia berkata: "Inilah Tuhanku". Tetapi setelah bulan itu
terbenam, ia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk
kepadaku, pastilah aku termasuk orang yang sesat."
Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, ia berkata: "Inilah Tuhanku,
ini yang lebih besar". Maka tatkala matahari itu terbenam, ia berkata:
"Wahai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kalian
persekutukan."
Inilah daya logika yang Allah karuniakan
untuk nabi Ibrahim sehingga ia menolak agama penyembahan langit yang sedang
dipercayai kaumnya. Ibrahim pun menyadari bahwa Yang Mengendalikan bulan,
bintang, matahari, siang dan malam; juga Yang Menciptakan seluruh makhluk di
bumi adalah Tuhan yang sebenarnya.[9]
Berdakwah
kepada ayah kandungnya
Ibrahim menganggap bahwa
kewajiban pertama yang harus ia lakukan sebelum berdakwah kepada orang lain
ialah terlebih dahulu menyadarkan Azar, ayah
kandungnya, sebagai orang yang terdekat
kepadanya, juga sebagai peringatan untuk sang ayah bahwa tindakan menyembah
berhala-berhala merupakan perbuatan sesat yang setara dengan kemusyrikan.
Selain itu, Ibrahim menganggap bahwa sikap berbakti kepada sang ayah mewajibkan
dirinya untuk memberi penerangan supaya menyingkirkan kepercayaan sesat,
sehingga sang ayah mengikutinya dalam beriman kepada Allah, Yang Maha Kuasa.[10]
Dengan sikap yang sopan dan adab
yang patut ditunjukkan oleh seorang anak terhadap orang tua serta melalui
ucapan yang halus, Ibrahim datang kepada ayahnya menyampaikan bahwa Allah telah
mengutus ia sebagai nabi dan rasul; serta telah diilhamkan dengan ilmu dan risalah yang tidak
dimiliki oleh sang ayah. Ibrahim mulai berbicara secara lemah lembut kepada
ayahnya, kemudian bertanya apakah gerangan yang menjadi penyebab untuk
menyembah berhala sebagaimana yang diperbuat kaumnya, walaupun berhala-berhala
itu tidak dapat mengaruniakan nasib baik untuk para penyembahnya, tidak pula
dapat mencegah nasib buruk. Diterangkan pula kepada ayahnya bahwa penyembahan
berhala merupakan semata-mata ajaran setan yang memang menjadi musuh umat
manusia sejak Adam diturunkan ke bumi. Ia mengajak kepada ayahnya supaya
merenungkan dan memikirkan nasihat beserta seruan untuk meninggalkan
berhala-berhala, supaya sang ayah menyembah Allah yang telah menciptakan umat
manusia beserta semua makhluk hidup lain, juga yang mengaruniakan untuk mereka,
rezeki beserta kenikmatan hidup, serta yang telah mempercayakan bumi beserta
segala isinya kepada umat manusia.[11]
Peringatan
terhadap para penyembah berhala
Semasa remaja, Ibrahim masih
sering bertanya kepada sang ayah tentang Tuhan yang sesungguhnya. Walau
demikian, ayahnya tetap tak menghiraukan Ibrahim. Sampai suatu ketika Ibrahim
bertanya: "Terbuat dari apakah patung-patung ini?" maka ayahnya
menunjukkan kayu sebagai bahan. Ibrahim pun mempertanyakan: "Patutkah kayu
disebut sebagai sembahan? benda mati yang hangus lenyap di perapian?"
untuk menghindari pertanyaan-pertanyaan lain, Azar menyuruh Ibrahim menjual
patung-patung. Tetapi didasari iman dan tauhid yang telah Allah ilhamkan,
Ibrahim menyadari kesia-siaan patung berhala sehingga ia justru berdakwah
kepada banyak orang tentang betapa tak berdaya patung buatan ayahnya:
"Siapakah yang mau membeli patung-patung diam dan tidak berguna ini?"
melalui berbagai cara, Ibrahim berusaha menyadarkan tentang kesia-siaan patung
berhala, juga Ibrahim berupaya menyebarkan dakwah tentang Tuhan yang
sesungguhnya.
Sewaktu mendapati Azar, ayah
kandungnya, tetap tidak mau meninggalkan penyembahan patung berhala kayu,
Ibrahim merasa sedih dan ingin menyadarkan sang ayah tentang kekeliruan ini.
Ibrahim berusaha memperingatkan secara berulang-ulang, hingga Ibrahim
menyatakan: "Sekiranya kayu memang sembahan, bukankah api dapat
menghanguskan kayu? sekalipun api dianggap sebagai sembahan, maka air dapat
memadamkan dan melenyapkan api; meskipun air dianggap sebagai sembahan, maka
air akan lenyap diserap oleh tanah; sekalipun tanah dianggap sebagai sembahan,
maka matahari mengeringkan tanah dan menjadikannya tandus; sekalipun matahari
bersinar terang, tidaklah itu patut dianggap sebagai sembahan sebab matahari
akan kehilangan cahaya karena awan yang bergumpal-gumpal dan lenyap dalam
kegelapan malam lalu tergantikan sinar bulan dan bintang-bintang; Awan-awan
ataupun malam tidaklah patut dianggap sebagai sembahan; apakah sembahan hanya
hadir dalam waktu tertentu dan menghilang dalam waktu tertentu pula, sementara
umat manusia beserta segala makhluk di bumi selalu hidup dan hadir setiap
waktu? Bukankah Yang telah Menciptakan langit dan bumi beserta segala hal yang
berada antara keduanya merupakan Tuhan yang sesungguhnya? kiranya kamu mau
merenungkan."
Ibrahim berseru kepada kaumnya:
"Apapun yang kalian sembah itu adalah segala yang kubenci selain Tuhannya
alam semesta, Dialah yang menciptakan diriku dan membimbing diriku,[12] sebab
Dialah yang menciptakan sesuatu berdasar TujuanNya dan KehendakNya, Dialah yang
menghadirkan kebenaran kepadaku melalui pendengaranku, sebab semula aku hanya
ciptaan yang bahkan tidak mengenali diri sendiri, Dialah yang menampakkan
cahaya yang menerangi supaya aku mengetahui jalan yang harus kutempuh karena
aku hanyalah ciptaan yang tersesat di antara bumiNya dan langitNya, Dialah yang
selalu hadir untukku sebab Dialah yang menyediakan segala hal untuk kumakan dan
kuminum, Dialah yang menghidupkan orang yang mati untuk Dia dan yang mematikan
orang yang hidup tanpa Dia. Aku sendiri tidak mengetahui untuk apa aku
dihidupkan maka tiada tugas bagiku di dunia selain melaksanakan apapun yang
diperintahkan oleh Sang Pencipta yang menghidupkan diriku, dan aku pun bersedia
mati, sekiranya Dia pula yang menghendaki hal tersebut. Lalu patutkah aku
bersujud memuja benda-benda yang kalian serukan itu daripada menyembah Tuhan
yang menghidupkan seluruh makhluk di bumi?" Dengan cara demikian, Ibrahim
berusaha untuk menyadarkan kaumnya; walau mereka mengabaikan berbagai seruan
Ibrahim; bahkan mereka tetap berkeras meneruskan penyembahan berhala.
Sewaktu telah memperoleh
berbagai risalah Allah, Ibrahim tetap bertekun dalam menyampaikan berbagai
dakwah menentang tindakan penyembahan berhala yang berlangsung di tengah-tengah
kaumnya; hingga ketika Ibrahim menyadarkan ayah kandungnya beserta kaumnya,
tentang kesesatan penyembahan berhala:
"...dan (ingatlah) di waktu
Ibrahim berkata kepada bapaknya, Azar, "Patutkah kamu menjadikan
berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu
dalam kesesatan yang nyata."
Perlawanan
menghadapi kaum penyembah berhala
Sewaktu Ibrahim telah
menyadarkan kesesatan berbagai jenis penyembahan berhala, juga berbagai
dakwahnya telah tersebar ke berbagai negeri; Namrudz, yang telah mendakwakan
diri sebagai raja di muka bumi, memerintahkan seluruh rakyatnya datang membawa
banyak batu dan patung untuk mendirikan sebuah tugu menjulang tinggi di
Babilonia sebagai tempat berhala khusus sehingga seluruh orang di negeri itu diajak
bersatu sebagai sebuah kaum penyembah patung berhala agar orang-orang tersebut
menganggap segala jenis ibadah yang tidak menyembah patung berhala sebagai
ibadah menyimpang. Ketika mendapati berbagai patung berhala dijadikan sebagai
sembahan, maka Ibrahim bertekad untuk Allah,[13] sewaktu
berjihad meremukkan berbagai patung berhala sebagai bentuk perlawanan terhadap
kesesatan serta kebodohan di tengah-tengah kaumnya,[14] serta
membuktikan bahwa patung batu hanyalah benda mati yang tidak dapat bertindak
apapun untuk para penyembahnya.[15] Ibrahim
datang untuk meruntuhkan segala patung batu yang berada di Babilonia terkecuali
sebuah patung terbesar yang dianggap sebagai sembahan paling hebat bagi
kaumnya.
Mendapati terdapat batu-batu
yang remuk beserta puing reruntuhan di tempat berhala mereka, para penyembah
berhala merasa marah, kemudian mereka hendak menghukum orang yang melakukan
tindakan ini.[16] Ibrahim;
yang dikenal berani menentang penyembahan berhala, dipanggil untuk dihakimi.
Mereka bertanya: "Apakah kamu yang melakukan perbuatan ini terhadap
sembahan-sembahan kami, wahai Ibrahim?" ia menjawab: "Sebenarnya
patung terbesar itulah yang melakukan hal ini, cobalah tanyakan kepada benda
itu jika memang dapat berbicara." mereka pun mulai tersadar, lalu ia
mengatakan: "Sesungguhnya kalian memang orang-orang yang zalim" lalu
dengan kepala tertunduk, mereka berkata: "Sesungguhnya kamu telah
menyadari bahwa berhala-berhala itu memang tidak dapat berbicara." ia
berkata: "Lalu mengapakah kalian menyembah kepada yang selain Allah,
kalian menyembah berbagai sembahan yang tidak sedikit pun dapat mengaruniakan
manfaat, tidak pula menimpakan nasib buruk untuk kalian?[17] sekiranya
kalian tidak menghentikan tindakan semacam ini, tentulah Tuhanku kelak membakar
kalian di Neraka."[18]
Perapian
Babilonia
Mendengar pernyataan bahwa kelak
para penyembah berhala akan dibakar di Neraka; mereka tidak serta merta
menyerah dan mengakui dosa, justru mereka beranggapan bahwa ia hendak membakar
seluruh orang yang telah menyembah berhala. Sebagai hukuman atas tindakan
terhadap patung-patung berhala maupun pernyataan ini, mereka hendak membunuh
dan membakarnya. Para penyembah berhala itu beramai-ramai mengumpulkan banyak
kayu bakar untuk sebuah perapian besar.[19] Kemudian
Namrudz, orang yang telah mengajak seluruh penduduk negeri agar menyembah
berhala, menyatakan secara angkuh: "Hal ini akan menjadi bukti, siapa raja
dan dewa di muka bumi ini, serta siapa yang manusia biasa, kalian akan
menyaksikan pada hari ini bahwa orang itu dilenyapkan di perapian akibat berani
menyatakan bahwa kelak Tuhannya membakar kaum kita; maka biarlah Tuhannya yang
menyelamatkan orang itu, sementara akulah dewa yang menyelamatkan kalian, bukan
orang itu!"
Terdapat banyak orang dari
berbagai negeri yang hadir untuk menyaksikan peristiwa ini, bahwa sebagian
besar dari mereka percaya kepada Namrudz. Di tengah-tengah kerumunan, terdapat
kakak Ibrahim, Haran, yang turut dihadirkan karena selama ini telah
menyembunyikan Ibrahim dan tidak menyerahkan kepada Namrudz. Ketika Haran
ditanya mengapa ia tidak menuruti perintah Namrudz, ia menjawab: "Bukankah
aku pernah mengatakan bahwa apapun yang kalian lakukan, kalian takkan bisa
mengubah segala yang tertulis di langit, sebab kalian sendiri tidak sanggup
mengubah langit dan bukanlah kalian yang berkuasa di langit maupun di
bumi" kemudian mereka menjawab: "Memang ucapan itu terbukti sampai
saat ini, namun lihatlah setelah Ibrahim jatuh ke perapian itu, apakah ucapanmu
itu masih tetap berlaku" mereka pun bertanya: "Apakah kamu percaya
kepada Tuhannya Ibrahim?" Haran merasakan keraguan dalam benaknya, sebab
di malam sebelumnya ia mendapati pertanda di langit bahwa akan ada orang yang
terbakar hebat oleh perapian, sehingga Haran menganggap bahwa adiknya takkan
selamat dari perapian. Haran menjawab: "Seandainya Ibrahim tidak selamat
dari perapian tentulah aku akan pergi dan meninggalkan kalian sejauh mungkin
bersama aib ini; akan tetapi jika melalui keajaiban dahsyat sehingga Ibrahim
berhasil selamat maka aku akan datang dan memeluknya."
Ketika Ibrahim hendak dilempar
ke perapian, sesosok malaikat hadir untuk menawarkan pembebasan untuk Ibrahim
supaya dapat melarikan diri menghadapi hukuman kaumnya, namun Ibrahim berkata:
"Cukuplah Yang Maha Melindungi yang memberi keselamatan kepada diriku,
sebab selama ini Dialah yang melindungi nyawaku terhadap Maut bahwasanya segala
penyelamatan hanya berasal dari Dia; sekalipun aku harus mati, maka aku
bersedia jika hal itu yang Dia kehendaki" lalu malaikat tersebut beranjak
pergi.[20][8] Allah
turut bersaksi dengan para malaikat ketika mendapati bahwa banyak manusia di
muka bumi pada zaman itu memiliki satu pemikiran dari satu sudut pandang
terhadap peristiwa perapian ini, maka Allah hendak melaksanakan ketetapan
kepada pikiran orang-orang tersebut dengan menampakkan berbagai hal berbeda
dalam penglihatan mereka; yang kemudian satu umat dan satu bangsa di bumi
menjadi berbagai bangsa yang memiliki pendirian dan pola pikir yang berbeda.
Tatkala Ibrahim melompat ke perapian yang membara, seketika Allah berfirman
kepada perapian supaya menjadi keselamatan terhadap Ibrahim,[21] maka api
dari Allah hadir untuk melindungi Ibrahim supaya dapat berjalan dalam keadaan
selamat dari tengah-tengah perapian.
Mendapati Ibrahim selamat dari
tengah-tengah perapian yang membara, seketika itu pula Haran bergegas mendekat
untuk memeluknya; akan tetapi Haran seketika mati disambar oleh kobaran api,
sebab Haran tanpa memiliki keimanan sewaktu mendekat kepada api yang dihadirkan
Allah supaya menjadi keselamatan untuk orang yang bersungguh-sungguh mengimani Allah,
yakni Ibrahim.[8] Pada saat
semacam ini, muncul banyak pandangan dalam pengamatan orang-orang yang
menyaksikan, sehingga mereka menyatakan tentang kepercayaan masing-masing akibat
munculnya berbagai pendapat berbeda terhadap kejadian ini. Orang-orang yang
saling bersepakat tentang pandangan serupa; kemudian membentuk sebuah kelompok
tersendiri untuk membantah serta berselisih dengan pihak yang berseberangan
pandangan; disebabkan mereka saling berkeras pada pendapat masing-masing dan
mereka mendengki untuk menerima kebenaran dari pihak lain,[22] termasuk
untuk menerima kebenaran bahwa Allah yang telah menyelamatkan Ibrahim sewaktu
menghadapi perapian. Sebagian besar orang berpegang pada pendapat masing-masing
serta tidak mengakui satu sama lain bahkan mereka enggan mengakui Allah.
Walaupun orang-orang tersebut mengakui kebenaran ajaran Ibrahim di dalam hati,
mereka memiliki kedengkian serta tidak mau menanggung rasa malu.[23] Sejak
saat itulah terdapat banyak kelompok orang yang saling menjauh berpencar dari
tempat perapian ini, kemudian mengada-adakan bahasa dan budaya serta bentuk
kepercayaan yang dianggap oleh masing-masing sebagai hal paling benar. Kemudian
terdapat tujuh puluh bahasa di muka bumi.[8][24] Di antara
banyak manusia yang menghendaki hawa nafsu serta kepercayaan masing-masing,[25] Ibrahim
maju seraya menyatakan bahwa ia hanya beriman kepada Allah; juga ia hanya
berserah diri kepada Kehendak Allah.[26][27]Maka
Allah memilih Ibrahim dari tengah-tengah umat manusia sebagai manusia pilihan
Allah,[28] sehingga
Allah memberkati Ibrahim beserta golongan yang mengikuti pribadi Ibrahim.[29] Setelah
itu, Ibrahim mengatakan kepada orang-orang yang saling berselisih:
"Sesungguhnya berhala-berhala yang kalian sembah selain Allah, hanyalah
didasari rasa tentram dan kasih sayang bagi kalian sendiri dalam kehidupan
dunia ini. Kelak pada Hari Kiamat, sebagian kalian mengingkari sebagian lain
dan sebagian kalian mengutuk sebagian lain, dan tempat kembali kalian memang
Neraka dan takkan ada satupun yang membela kalian."[30]
Perdebatan
dengan Namrudz dan hijrah dari tanah leluhur
Setelah memahami bahwa Allah
yang telah menyelamatkan Ibrahim sewaktu menghadapi perapian yang membara,
Namrudz beserta para pengikutnya merasa dipermalukan serta merasa takut bahwa
akan ada lebih banyak orang yang percaya kepada Ibrahim dibanding kepada kerajaannya.
Akibat telah mendakwakan diri secara angkuh sebagai raja dan dewa atas umat
manusia maka Namrudz enggan mengakui mu'jizat Ilahi pada diri Ibrahim. Kemudian
Namrudz berupaya mengalahkan Ibrahim dengan memberi pertanyaan sebagai
tantangan: “Kami sadari bahwa kamu memang tetap hidup dari tengah-tengah
perapian tetapi kamu tidak menghadirkan sembahanmu di hadapan kami, maka kami
takkan percaya kepadamu” Ibrahim mengatakan: "Tuhankulah Yang Menghidupkan
maupun Yang Mematikan siapa yang Dia kehendaki, sebab Dialah Yang Maha Kuasa
atas segala hal yang berada di langit maupun di bumi." Seketika Namrudz
memanggil dua orang budak lalu Namrudz membunuh salah seorang budak serta
membiarkan seorang yang lain tetap hidup, Namrudz semakin menyombongkan diri:
"Aku pun memiliki kuasa di bumi terhadap orang-orang itu sebab akulah
raja, dan aku pun dewa yang sanggup menghidupkan maupun mematikan; maka aku
bertaruh dengan seluruh budak yang kumiliki bahwa kamu takkan bisa menunjukkan
bukti-bukti tentang Tuhanmu itu kepada diriku" Ibrahim berkata:
"Sekalipun kamu memberi seisi bumi kepadaku, ketahuilah bahwa segala yang
ada di bumi beserta yang ada di langit adalah Milik Allah. Maka lihatlah ke
arah matahari yang terbit itu, sesungguhnya Allah adalah Yang Menerbitkan Matahari
dari arah timur, jika memang terdapat kuasa pada dirimu terhadap matahari maka
terbitkanlah matahari dari arah barat," seketika Namrudz tertegun dan
menjadi bisu di hadapan Ibrahim,[31] lalu
banyak orang yang meninggalkan dan memisahkan diri dari kepemimpinan Namrudz
sehingga orang-orang tersebut mendirikan kekuasaan mereka sendiri.
Dengan diiringi banyak pengikut,
Ibrahim meninggalkan Babilonia sewaktu Azar memanggil anak-anaknya supaya hadir
di rumah Haran untuk pembagian warisan. Kedua anak perempuan Haran
masing-masing dijadikan istri untuk dua saudaranya, Ibrahim dan Nahor,
sedangkan anak laki-laki Haran, Luth, memilih ikut bersama Ibrahim; selain
karena keberadaan Ibrahim yang pernah tinggal di rumah Haran, Luth juga telah
memiliki keimanan terhadap ajaran Ibrahim.[32] Ibrahim
sempat mengajak ayah kandungnya supaya meninggalkan penyembahan berhala supaya
berangkat bersamanya dalam mengikut kepada Allah. Namun, sang ayah telah merasa
lelah terhadap seruan-seruan semacam ini, kemudian menghendaki Ibrahim pergi
meninggalkannya untuk waktu yang lama. Meskipun demikian, Ibrahim masih sempat
berdoa memohonkan pengampunan untuk ayahnya sebagai janji dan wujud anak yang
berbakti terhadap orang tua.[33] Akan
tetapi terdapat peringatan Allah yang menyadarkan nabi Ibrahim supaya tidak
lagi memohonkan pengampunan untuk ayahnya, sebab ayahnya merupakan orang yang
menolak serta memusuhi penyembahan kepada Allah.[34]
Ibrahim bersama Sarah, Luth,[35] serta
para pengikutnya meninggalkan rumah Haran untuk berangkat ke manapun yang Allah
perintahkan.[36] Oleh
karena Ibrahim telah beriman, berjihad dan berhijrah untuk
Allah,[37] maka
Allah memberkati Ibrahim; juga Allah berjanji akan menghadiahi Ibrahim beserta
keturunannya maupun kaum pengikutnya berupa pewarisan "sebuah negeri yang
diberkahi atas alam semesta."[38] Perjanjian
Ilahi untuk Ibrahim tersebut kelak diwariskan kepada Ishaq, yang kemudian
diterima Ya'qub, lalu beralih kepada dua belas putra Ya'qub hingga sampai
kepada umat Bani Israil. Selain itu, Perjanjian langka ini berisi karunia ganda
berupa anugerah istimewa di dunia beserta karunia surga di Akhirat.[39]
Tatkala menjadi pendatang di
negeri Mesir, Ibrahim disambut sebagai tamu kehormatan yang diberi berbagai
pemberian, sebab Sarah hendak dijadikan istri oleh raja Mesir; lantaran Ibrahim
telah memperkenalkan Sarah, yang berparas sangat cantik, sebagai saudaranya
sendiri agar Ibrahim tidak mendapat celaka di negeri Mesir. Semenjak tinggal di
rumah Haran, Ibrahim telah menganggap anak perempuan kakaknya ini sebagai
saudaranya sendiri, serta sebagai saudara dalam keimanan. Allah menimpakan
kemalangan dan azab kepada raja Mesir tatkala hendak mengambil Sarah ke istana
Mesir, sehingga raja Mesir dihalangi untuk menjadikan Sarah sebagai istri.
Sewaktu raja Mesir tersadar bahwa azab telah ditimpakan akibat Sarah yang
merupakan istri Ibrahim, maka raja Mesir merasa bersalah karena hendak menikahi
wanita yang telah bersuami dan ia merasa takut terhadap nabi Ibrahim. Sebagai
tanda permintaan maaf, raja Mesir memberi banyak hadiah kepada Ibrahim juga
sebuah tanah milik di Mesir agar Ibrahim tetap tinggal di Mesir. Bahkan anak
perempuan raja Mesir; yakni Hajar, telah diserahkan sebagai budak kepada Sarah
untuk penebus kesalahan yang hendak diperbuat raja Mesir.
Tamu
Ibrahim
Walaupun mendapat ajakan untuk
menetap di Mesir; atas keimanannya, Ibrahim tetap pergi menuju negeri yang
Allah wariskan untuknya, yang membuktikan bahwa Ibrahim lebih menaruh
kepercayaan terhadap janji Allah dibanding terhadap janji manusia. Sewaktu
meninggalkan negeri Mesir pula, Ibrahim melepas kepergian rombongan nabi Luth
yang pergi ke negeri Sadum. Selama menetap di negeri Palestina, Ibrahim menjadi
sosok yang terhormat dan dikenal luas di berbagai negeri oleh karena Ibrahim
berlaku dermawan terhadap penduduk Kana’an maupun orang-orang asing.
Sekalipun Allah telah berjanji
bahwa seluruh negeri itu diwariskan untuk dirinya maupun kaum keturunannya
sebagai tanah milik, Ibrahim tidak mengusir ataupun menyingkirkan penduduk yang
tinggal di sekitar wilayahnya, karena Ibrahim mengaku bahwa dirinya hanyalah
pendatang di bumi yang diterima secara baik oleh Allah, sehingga Ibrahim hendak
berbuat baik pula kepada banyak orang sebagaimana Allah telah berbuat baik
kepada dirinya.[40] Ibrahim
menjadi sosok yang sangat ramah menyambut para pendatang maupun para pengembara
yang singgah di rumahnya.[41] Ibrahim
juga mengenalkan ajaran iman kepada Allah, sewaktu ia menerima para tamu dari berbagai
negeri.
Allah tidak memerintahkan
Ibrahim untuk menguasai negeri Palestina karena sosoknya yang memiliki
kesetiaan sejati kepada Allah, disertai keimanan diri yang kuat; sehingga ia
mampu mempengaruhi kaum penduduk negeri itu dengan tidak sedikitpun mengalami
pelemahan iman akibat hidup di tengah-tengah mereka. Allah memilih kaum
keluarga Ibrahim supaya menerima karunia istimewa di antara umat manusia di
muka bumi;[42] sebagaimana
Allah telah berjanji kepada Ibrahim bahwa ia beserta golongan pengikutnya akan
memperoleh berkat beserta karunia yang berkenan di dunia beserta anugerah yang
kekal di negeri Akhirat; yakni upah terbaik untuk hamba-hamba Allah.[43] Sewaktu
penduduk di negeri itu hendak mengangkat Ibrahim sebagai seorang raja di
tengah-tengah mereka; ia menolak keinginan mereka seraya menyatakan bahwa hanya
ada satu Raja di langit maupun di bumi, yakni Allah. Kebijaksanaan serta
kesalehan nabi Ibrahim membuat bangsa Kana'an merasa segan untuk berbuat dosa sebab
mereka menyadari kekuatan iman beserta kasih setia nabi Ibrahim kepada Allah.
Sewaktu Ibrahim memikirkan
tentang keadaan generasi pewarisnya, ia berdoa kiranya Allah mengaruniakan
seorang putra yang termasuk golongan saleh,[44] maka
Allah berjanji akan mengaruniakan seorang putra sebagai pewaris Ibrahim.
Beberapa waktu kemudian, Sarah menyarankan Ibrahim agar menikahi Hajar supaya
memperoleh anak. Setelah dianugerahi seorang putra melalui Hajar, yakni Ismail, Ibrahim
menerima perintah sunat sebagai jaminan bahwa ia akan memperoleh keturunan
melalui Sarah.[45] Beberapa
waktu setelah bersunat, Ibrahim menerima kunjungan para tamu istimewa yakni
tiga malaikat berwujud tiga laki-laki, akan tetapi wujud ketiga malaikat ini
berbeda dengan rupa manusia yang selama ini ditemui Ibrahim, ia pun merasa
asing, kemudian ia bersegera mempersiapkan jamuan khusus untuk ketiganya.
Ibrahim menghidangkan daging anak sapi panggang kepada mereka, namun Ibrahim
merasa heran terhadap sikap ketiganya yang tidak memakan hidangan tersebut.
Kemudian para malaikat ini menenangkan ia serta menyampaikan kabar gembira
kepada Ibrahim bahwa Ishaq akan lahir untuknya, dan Ya’qub akan disebut sebagai
penerus Ishaq.[46] Ibrahim
takjub mendengar kabar gembira ini, namun ia menyatakan tetap yakin terhadap
janji Allah.[47] Sementara
itu Sarah tertawa dan merasa heran sewaktu mendengar hal ini karena menganggap
lucu bagi seorang wanita yang telah berumur tua untuk menimang seorang bayi.[48]
Ketika salah satu malaikat
menyampaikan kabar bahwa ada bencana dahsyat yang segera menimpa kaum Luth;
Ibrahim yang menaruh belas kasihan terhadap kehidupan banyak orang, menahan
malaikat ini beranjak dari rumahnya seraya memohonkan supaya Allah memberi
kesempatan bertobat untuk orang-orang berdosa itu sebelum ditumpas.[49] Malaikat
tersebut menjawab bahwa keputusan ini telah mutlak bagi Allah; sebab Allah
telah mengutus Luth supaya memperingatkan orang-orang berdosa itu,[50] namun
orang-orang itu tidak mengubah perilaku keji mereka sehingga Luth berseru-seru
memohon pertolongan kepada Allah.[51] Kemudian
Ibrahim memohonkan keselamatan untuk Luth beserta orang-orang yang beriman
supaya diluputkan ketika azab terjadi. Hal ini dikabulkan untuk seluruh
keluarga Luth, terkecuali istri Luth.[52]
Setelah Ishaq lahir, Ibrahim sangat
menyayangi dan mengistimewakan Ishaq, putra yang telah lama Allah janjikan
sebagai pewarisnya. Sarah menyarankan supaya Ishaq tidak berada dekat dengan
Ismail, maka Ibrahim memutuskan agar keduanya tinggal terpisah dengan Ishaq
supaya kelak tidak ada pertengkaran antara kedua putra Ibrahim; terlebih Allah
telah menyatakan jauh sebelum Ismail dilahirkan bahwasanya Ishaq telah tertulis
sebagai penerus dan pewaris Ibrahim.
Ibadah
Qurban
Ketika seorang putra Ibrahim
telah mencapai usia dewasa, Allah hendak menguji kesetiaan Ibrahim terhadap
perintah-perintahNya melalui sebuah mimpi tentang penyembelihan anak. Keimanan
Ibrahim, yang telah berhasil menghadapi ujian-ujian sebelumnya, sama sekali
tidak berubah sewaktu menerima perintah ini. Ibrahim mengajak putranya
berangkat untuk melaksanakan perintah Allah, ia tidak sedikitpun mengeluh
ataupun memohon keringanan dari Allah tentang perintah ini melainkan ia
melaksanakan sebagaimana yang Allah perintahkan. Ketika Ibrahim membaringkan
putranya untuk melaksanakan perintah Allah, terlebih dahulu ia meminta
tanggapan dan persetujuan dari sang putra. Ibrahim berkata: "Wahai
putraku, sesungguhnya aku melihat dalam sebuah mimpi bahwa aku menyembelihmu,
maka sampaikanlah apa pendapatmu!" putranya menjawab: "Wahai ayahku,
laksanakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; dengan perkenan Allah, kamu akan
mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar."[53] Tatkala
putranya telah merelakan diri serta Ibrahim telah bersiap mengulurkan tangan
untuk menyembelih putranya, seketika Allah memanggil Ibrahim supaya menahan
tangannya, sebab tindakan ini membuktikan bahwa Ibrahim bersedia melaksanakan
apapun untuk Allah, juga membuktikan wujud seorang hamba yang berbakti serta
seorang sosok yang terpercaya bagi Allah.[54] Kemudian
Ibrahim mendapati seekor sembelihan besar sebagai kurban pengganti putranya.[55] Sumber
Alkitabiah menjelaskan bahwa Ishaq adalah putra Ibrahim yang hendak dikurbankan. Walau
demikian, sebagian besar sumber yang digunakan umat Islam merujuk kepada
Ismail.[8]
Atas pengabdian sepenuhnya ini,
maka Allah memberkahi Ibrahim, serta menyampaikan kabar bahwa Ishaq merupakan
nabi yang termasuk golongan saleh,[56]demikian
pula Ya'qub sebagai
penerus, sehingga Allah mengistimewakan ketiga sosok ini dengan buah tutur
serta gelar terbaik di antara umat manusia yang pernah ada.[57] Ibrahim
masih hidup untuk mendidik cucunya, Ya’qub, serta memberkati sang cucu. Sebelum
meninggal dunia, Ibrahim bersyukur kepada Allah,[58]kemudian
Ibrahim mengumpulkan putra-putranya untuk mewariskan agama kepada
putra-putranya beserta kepada Ya’qub.[59]
Doa
Terdapat doa-doa yang
dipanjatkan Ibrahim,[60] salah
satunya doa ketika Ibrahim mendirikan Baitullah, bersama nabi Ismail, yakni doa
yang ditujukan untuk nasib generasi-generasi penerus mereka:
Dan ketika Ibrahim berdo'a,
"Wahai Tuhanku, jadikan negeri ini negeri yang aman sentosa, dan
karuniakan rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman kepada Allah
maupun hari Akhir." Allah berfirman, "Dan kepada orang yang kafir pun
Aku berikan kesenangan hidup yang sementara, kemudian Aku paksa orang itu
menerima malapetaka Neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali,"
dan ketika Ibrahim meninggikan dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya
berdo'a): "Wahai Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami),
sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Wahai Tuhan
kami, jadikan kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan
(jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau
dan kiranya Engkau tunjukkan kepada kami cara-cara beserta tempat-tempat ibadah
kami, dan terimalah taubat kami, sungguh Engkaulah Yang Maha Penerima tobat,
Maha Penyayang.
Wahai Tuhan
Dan ketika Ibrahim berdoa:
"Wahai Tuhanku, jadikanlah negeri ini, sebuah negeri yang aman, dan
kiranya hindarkan aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala.
Wahai Tuhanku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan sebagian
besar dari umat manusia, maka barangsiapa yang mengikuti diriku, maka
sesungguhnya orang itu termasuk golonganku, dan barang siapa yang mendurhakai
diriku, maka sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.
Wahai Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di
lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumahMu yang dihormati,
Wahai Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka
jadikanlah hati sebagian umat manusia cenderung kepada mereka dan karuniakan
mereka berupa buah-buahan, supaya mereka bersyukur.
Wahai Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui segala yang kami
sembunyikan dan segala yang kami nyatakan; dan tiada sesuatu pun yang
tersembunyi bagi Allah, baik yang ada di bumi maupun yang ada di langit.
Wahai Tuhanku, jadikan aku dan
anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan salat, Wahai Tuhan kami,
perkenankan doaku.
Wahai Tuhan kami, ampunilah aku dan kedua ibu bapakku dan sekalian orang-orang
berman pada hari terjadinya hisab.
Teladan
Nabi Ibrahim merupakan sosok
teladan dan panutan utama untuk umat Islam dalam hal keimanan, pengabdian, dan
ketauhidan, kepada Allah.[61][62] nabi Muhammad mendapat anjuran melalui Firman Allah supaya mengikuti
pribadi Ibrahim:
Sesungguhnya Ibrahim adalah
seorang imam yang dapat dijadikan teladan yang patuh kepada Allah, serta hanif;
dan ia bukanlah golongan musyrik
Sesungguhnya telah ada suri
teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan ia,
ketika mereka berkata kepada kaum mereka, "Sesungguhnya kami berlepas diri
dari kalian dan dari apa yang kalian sembah selain Allah, kami mengingkari
kalian dan telah nyata antara kami dan kalian terdapat permusuhan dan kebencian
untuk selama-lamanya sampai kalian beriman kepada Allah saja." kecuali
perkataan Ibrahim kepada bapaknya, "Sesungguhnya aku akan memohonkan
ampunan untuk kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatu pun dari Allah terhadap
dirimu."
"Wahai Tuhan kami, hanya kepada Engkaulah kami bertawakal dan hanya kepada
Engkaulah kami bertobat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali.
Wahai Tuhan kami, janganlah
Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi orang-orang kafir. Dan ampunilah kami
Wahai Tuhan kami. Sesungguhnya Engkau, Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana."
Sesungguhnya pada mereka itu ada teladan yang baik untuk kalian, (yaitu) bagi
orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) Hari kemudian. Dan
barang siapa yang berpaling, maka sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Kaya,
Maha Terpuji.
Dan ketika Ibrahim menyatakan
kepada bapaknya beserta kaumnya: "Sesungguhnya aku berlepas diri terhadap
yang kalian sembah, terkecuali Tuhan Yang Merancang diriku, Dialah yang
menuntun diriku". dan ia menjadikan ini sebagai pedoman dasar pada
penerusnya, supaya mereka kembali.
Katakanlah: "Sesungguhnya
aku telah dituntun oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus, yaitu agama yang
benar, agama Ibrahim yang lurus, dan Ibrahim bukanlah golongan musyrik".
Katakanlah: "Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku
hanyalah untuk Allah, Tuhannya semesta alam; tiada sekutu terhadap Dia; dan
demikian itulah yang diperintahkan kepada diriku dan aku adalah orang yang
pertama-tama berserah diri (kepada Allah)".
Ibadah Haji dan penyembelihan hewan kurban pada Idul Adha yang
dirayakan setiap tahun, merupakan bentuk penghormatan umat Islam di seluruh
dunia terhadap pengabdian nabi Ibrahim dan nabi Ismail sewaktu mendirikan Baitullah:[63]
Dan (ingatlah), ketika Kami
memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan):
"Janganlah kamu mempersekutukan sesuatupun dengan Aku dan sucikanlah
rumah-Ku ini bagi orang-orang yang thawaf, dan orang-orang yang beribadat dan
orang-orang yang ruku' dan sujud. Dan berserulah kepada manusia untuk
mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan
mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh, supaya
mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama
Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada
mereka berupa hewan ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan
(sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan
fakir."
Julukan
Khalilullah (خلیل اللہ) adalah julukan istimewa yang Allah berikan untuk Ibrahim yang
bermakna Kesayangan Allah:
Dan siapakah yang lebih baik
agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang ia
pun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah
mengambil Ibrahim menjadi KesayanganNya.
Nabi Ibrahim disebut pula
sebagai "Bapak Umat Muslim":
Dan berjihadlah kalian pada
jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kalian dan
Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kalian, agama sebagai suatu kesempitan.
(Ikutilah) agama bapak leluhur kalian; Ibrahim. Dia telah menamai kalian
sebagai golongan muslim sejak dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini,
supaya Rasul itu menjadi saksi terhadap dirimu dan supaya kalian menjadi saksi
terhadap segenap umat manusia, maka dirikan sembahyang, tunaikan zakat dan
berpeganglah kalian pada tali Allah; Dialah Pelindung kalian, maka Dialah sebaik-baik
Pelindung serta sebaik-baik Penolong.
Shuhuf
Artikel utama untuk
bagian ini adalah: Kitab Allah
Berbagai ajaran Ibrahim
tercantum dalam lembaran-lembaran (shuhuf) Ibrahim yang setara dengan
lembaran-lembaran Musa.[64]
Kami akan membacakan kepadamu
maka kamu tidak akan lupa, kecuali kalau Allah menghendaki. Sesungguhnya Dia
mengetahui perkara yang jelas maupun perkara yang samar.
dan Kami akan memberi kamu taufik kepada jalan yang mudah oleh sebab itu
berilah peringatan, karena peringatan itu bermanfaat, orang-orang yang
berhati-hati akan memperoleh pelajaran; sedangkan golongan yang celaka akan
menjauhinya yakni golongan yang akan memasuki perapian besar kemudian golongan
itu tidak mati di dalamnya dan tidak (pula) hidup.
Betapa beruntung orang yang memurnikan diri dan ia ingat nama Tuhannya lalu ia
sembahyang, namun kalian lebih memilih kehidupan duniawi sedang kehidupan
Akhirat merupakan yang terbaik serta yang abadi. Sesungguhnya ini benar-benar
terdapat dalam Lembaran-Lembaran terdahulu; Lembaran-Lembaran Ibrahim dan Musa.
Referensi
^ Tercantum di Surah An-Nisa:125
"...dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas
menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang ia pun mengerjakan kebaikan, dan ia
mengikuti agama Ibrahim yang lurus? dan Allah mengambil Ibrahim menjadi
kesayanganNya."
^ Surah At-Taubah : 114
^ "Muhammad Sang Nabi"
- Penelusuran Sejarah Nabi Muhammad Secara Detail, karya Omar Hashem, Bab 1.
Kondisi Geografis - Kafilah Nabi Ibrahim, Hal.9.
^ Kitab Qishashul Anbiya karya
Ibnu Katsir
^ Kitab as-Silsilatu adh-Dhaifah.
^ Imam Ahmad berkata, Afwan
telah menceritakan kepada kami, Jarir telah menceritakan kepada kami, Sumamah,
pelayan Abu Fakah bin al-Mughirah telah menceritakan kepadaku, ia berkata:
"Saya pernah menemui Aisyah. Saya melihat ada sebuah tombak yang bersandar di dalam
rumahnya, maka aku bertanya: "Wahai Ummul Mukminin, Apa yang engkau
perbuat dengan tombak ini?" Aisyah menjawab: "Tombak ini untuk
membunuh tokek-tokek, sebab terdapat hadist yang disampaikan kepada kami:
"Ketika Ibrahim dilemparkan kedalam api, maka semua hewan di muka bumi ini
berusaha memadamkan api tersebut, kecuali tokek yang berusaha meniupnya. Maka
rasul memerintahkan kepada kami untuk membunuhnya." Hadits riwayat Ibnu
Majah dari Abu Bakar bin Abi Syaibah dari Yunus dari Muhammad dari Jarir bin
Hazim.
^ Suatu hari ketika Ibrahim
telah dekat dengan rumahnya, ia mendapati gundukan pasir dan memenuhi kedua
kantungnya dengan pasir tersebut seraya berkata: “Bila aku telah sampai kepada
keluargaku, maka aku akan menghiburkan mereka (dengan pasir ini).” Ketika
sampai di rumah dan bertemu dengan keluarganya, Ibrahim kemudian meletakan
barang bawaan, lalu berbaring dan tidur. Selanjutnya istrinya, Sarah berdiri
dan melihat kedua kantung yang dibawa suaminya, ternyata keduanya berisi bahan
makanan. maka ia segera memasaknya dan menyajikannya sebagai makanan. Kisah ini
ditulis pada kitab "Qashash al-Anbiyaa" (Kisah Para Nabi dan Rasul),
Kisah Nabi Ibrahim Al-Khalil, Perdebatan Ibrahim al-Khalil dengan Orang yang berusaha
Merampas Izari al-Adhamah (Pakaian Keagungan) dan Rida’ al-Kibriya’ (Selendang
Kesombongan) dari al-Adhim al-Jalil, hal. 204-205. Karya Ibnu Katsir, tahqiq
hadits Syekh Al-Albani.
^ a b c d e f g Ginzberg, Louis, ed. (1909). The Legends of the Jews (Translated by Henrietta
Szold) Philadelphia: Jewish Publication Society.
^ Surah Al-A'raf : 54,
Ibrahim : 33, An-Nahl : 12, Luqman : 20, Fatir : 13,
Al-Jatsiyah : 13
^ Surah Al-Ankabut: 8
^ Surah Al-Baqarah: 30
^ Surah Asy-Syu'ara: 78
^ Surah Al-Anbiya' : 51-58
^ Surah Al-Mujadilah : 22, An-Nisa : 135
^ Surah At-Tahrim: 9, Al-Maidah: 54
^ Surah Al-Anbiya' : 59-60
^ Surah Al-Anbiya' : 62-67
^ Surah Al-A'raf: 179
^ Surah As-Saffat : 97-98, Al-Ankabut : 24,
Al-Anbiya' : 68
^ Surah Al-Imran: 173-174
^ Surah Al-Anbiya: 69
^ Surah Asy-Syura: 8, Yunus: 19
^ Surah Al-'Ankabut : 70, Al-Baqarah: 213, Al-Imran:
19, Al-Jatsiyah: 17, Al-Baqarah: 90, Al-Baqarah: 109
^ Surah Asy-Syura: 21
^ Surah An-Nisa : 27, Al-Maidah : 49,
Al-Furqan : 43, An-Najm : 23
^ Surah Al-Baqarah: 131
^ Al-Baqarah: 213, Hud: 118-119, Muhammad: 14, Fussilat: 33
^ Surah Al-Baqarah: 130
^ Surah Az-Zukhruf: 26-28, Ali-Imran : 68
^ Surah Al-Mujadilah : 22, Al-'Ankabut : 25,
Az-Zukhruf : 26-30, Al-Mumtahanah : 3-6
^ Surah Al-Baqarah : 260
^ Surah Al-Ankabut: 26
^ Surah Maryam : 42-48
^ Surah Al-Mumtahanah : 3-4, At-Taubah : 114
^ Surah Al-Anbiya' : 71
^ Surah Az-Zukhruf : 27, Al-Mumtahanah : 4-6
^ Surah Al-Ankabut: 69, At-Taubah: 20, Ali-Imran: 195,
An-Nahl: 110
^ Surah Al-Anbiya : 105, Al-Anbiya: 71, Al-Hajj: 58,
An-Nahl: 41, Asy-Syuara : 85
^ Surah Dukhan : 32-33, Al-Maidah : 12
^ Surah An-Nahl: 30, Al-Qasas: 77, As-Saffat: 108-111
^ Surah Al-Qasas: 77, An-Nahl: 30
^ Surah Al-Imran : 33-34, An-Nisa : 54,
Al-Ankabut 27
^ Surah An-Nahl: 120-123, Al-A'raf: 169, Al-Ankabut: 27
^ Surah As-Saffat : 100
^ Sefer
Yūḇāl 15:9-14
^ Surah Hud : 69-70, Al-Hijr : 51-54,
Az-Zariyat : 24-28
^ Surah Al-Hijr : 55-56
^ Surah Hud : 71-73, Az-Zariyat : 29-30
^ Surah Hud : 74-76
^ Surah As-Saffat : 132-136, Al-A'raf : 80-84,
An-Naml : 54-58, Hud : 77-83, Al-Hijr : 57-77
^ Surah Al-Ankabut : 28-35, Al-Qamar : 33-40,
Asy-Syu'ara: 160-175, Al-Anbiya': 74-75
^ Surah Hud: 81, Al-Ankabut : 31-32, Al-Hijr :
58-60, Al-A'raf : 80-83, An-Naml : 54-58, As-Saffat : 132-135,
At-Tahrim: 10
^ Surah As-Saffat : 102-105
^ Surah Al-At-Taubah: 24
^ Sefer Hayashar (Samuel, Moses; Book of Jasher Referred to
in Joshua and Second Samuel 1840)
^ Surah As-Saffat : 112
^ Surah Shaad : 45-47, Al-An'am : 84,
Maryam : 49-50, Al-Anbiya' : 72-73, Al-'Ankabut : 27
^ Surah Ibrahim : 39
^ Surah Al-Baqarah : 132
^ Surah Asy-Syuara : 83-89
^ Surah Al-Baqarah : 124
^ Surah Al-Baqarah : 135, Al-'Imran : 95,
An-Nahl : 123, Maryam : 36-56
^ Surah Al-'Imran : 95-97
^ Surah An-Najm: 36-56
Nabi Luth A.S
Lūth (Arab: لُوطٌ, Ibrani: לוֹט, Injil: Lot) (sekitar 1950-1870 SM) adalah
salah satu nabi yang diutus untuk negeri Sadum dan Gomorrah.[1] Ia diangkat menjadi nabi pada tahun
1900 SM. Ia ditugaskan berdakwah kepada Kaum yang hidup di negeri Sadum, Syam, Palestina. Namanya disebutkan sebanyak 27 kali
dalam Al-Quran. Ia meninggal di Desa Shafrah di Syam, Palestina.
Genealogi
Nabi Luth
adalah anak keponakan dari Nabi Ibrahim. Ayahnya yang bernama Haran (Abara'an)
bin Tareh adalah saudara kandung dari Ibrahim, ayahnya kembar dengan pamannya
yang bernama Nahor. Silsilah lengkapnya adalah Luth bin Haran bin Azara bin
Nahur bin Suruj bin Ra'u bin Falij bin 'Abir bin Syalih bin Arfahsad bin Syam bin Nuh.
Ia
menikah dengan seorang gadis yang bernama Ado, pendapat lain mengatakan ia
bernama Walihah.[2] Luth memiliki dua anak perempuan
Raitsa dan Zaghrata.
Biografi
Nabi Luth
beriman kepada saudara bapaknya {pamannya}, yaitu Nabi Ibrahim, yang
mendampinginya dalam semua perjalanan. Ketika mereka berada di Mesir mereka mempunyai usaha bersama dalam
bidang peternakan yang sangat berhasil. Binatang ternaknya berkembang biak
dengan pesat sehingga dalam waktu yang singkat jumlah binatang yang sudah
berlipat ganda itu tidak dapat ditampung dalam tempat tersebut. Akhirnya usaha
bersama Ibrahim-Luth dipecah dan binatang ternak serta harta milik perusahaan
mereka dibagi dan berpisahlah Luth dengan Ibrahim. Luth pindah ke Yordania dan
bermukim di sebuah tempat bernama Sadum (Sodom).
Kerasulan
Masyarakat
Sadum atau Sodom adalah masyarakat yang rendah moralnya
dan rusak akhlaknya. Masyarakat Sadum tidak mempunyai
pegangan agama atau nilai kemanusiaan yang beradab. Maksiat dan kemungkaran
merajalela dalam pergaulan hidup mereka. Pencurian dan
perampasan harta merupakan kejadian sehari-hari di mana
yang kuat menjadi penguasa sedangkan yang lemah menjadi korban penindasan dan
perlakuan sewenang-wenang. Maksiat yang
paling menonjol yang menjadi ciri khas hidup mereka adalah perbuatan homoseksual atau
liwath di kalangan lelakinya dan lesbian di kalangan wanitanya. Kedua jenis
kemungkaran ini begitu merajalela di dalam masyarakat sehingga hal tersebut
merupakan suatu kebudayaan bagi
kaum Sadum.
Musafir
yang masuk ke Sadum tidak akan selamat dari gangguan mereka. Jika ia membawa
barang-barang yang berharga maka dirampaslah barang-barangnya, jika ia melawan
atau menolak menyerahkan hartanya maka nyawanya tidak akan selamat. Akan tetapi
jika pendatang itu seorang lelaki yang bermuka tampan dan berparas elok maka ia
akan menjadi rebutan di antara kalangan laki-laki dari mereka dan akan menjadi
korban perbuatan keji lelakinya dan sebaliknya jika si pendatang itu seorang
perempuan muda maka ia akan menjadi mangsa bagi pihak wanitanya pula.
Kepada masyarakat yang
sudah sedemikian rupa keruntuhan moralnya dan sedemikian penyakit sosialnya
diutuslah Nabi Luth sebagai Rasul-Nya untuk mengangkat mereka dari lembah
kenistaan ,kebodohan dan kesesatan serta membawa mereka ke dalam kebudayaan
yang bermoral dan berakhlak mulia. Nabi Luth mengajak mereka beriman dan
beribadah kepada Allah meninggalkan kebiasaan mungkar, menjauhkan
diri dari perbuatan maksiat dan kejahatan, menghindari bujukan iblis dan setan.
Ia memberi peringatan kepada mereka bahwa Allah-lah yang telah menciptakan
mereka dan alam sekitar mereka. Allah tidak meridhai amal perbuatan mereka yang
mendekati sifat dan tabiat kebinatangan dan tidak sesuai dengan nilai-nilai
kemanusiaan dan bahwa Allah akan memberi ganjaran setimpal dengan amal
perbuatan mereka. Yang berbuat baik dan beramal saleh akan diberi pahala dan
surga di akhirat sedang yang melakukan perbuatan mungkar akan diberi balasan
dengan memasukkannya ke dalam neraka Jahanam.
Nabi Luth
berseru kepada mereka agar meninggalkan adat kebiasaan keji mereka yaitu
melakukan perbuatan homoseksual dan lesbian. Luth menyatakan perbuatan itu
bertentangan dengan fitrah dan
hati nurani manusia serta menyalahi hikmah yang terkandung di dalam penciptaan manusia yang
diciptakan menjadi dua jenis yaitu lelaki dan wanita. Juga kepada mereka di
beri nasihat supaya menghormati hak milik masing-masing dengan meninggalkan
perbuatan perampasan, perampokan serta pencurian yang selalu mereka lakukan di
antara sesama mereka dan terutama kepada musafir yang datang ke Sadum.
Diterangkan bahwa perbuatan-perbuatan itu akan merugikan mereka sendiri, kerana
perbuatan itu akan menimbulkan kekacauan dan ketidak amanan di dalam negeri
sehingga masing-masing dari mereka tidak merasa aman dan tenteram dalam
hidupnya.
Demikianlah
Nabi Luth, melaksanakan dakwahnya sesuai dengan tugas risalahnya. Ia tidak
henti-henti menggunakan setiap kesempatan dan dalam tiap pertemuan dengan
kaumnya secara berkelompok atau perorangan mengajak agar mereka beriman dan
percaya kepada Allah dan menyembah-Nya. Diajaknya kaumnya untuk melakukan amal
saleh dan meninggalkan perbuatan maksiat dan mungkar. Akan tetapi keruntuhan
moral dan kerusakan akhlak telah mendarah daging di dalam pergaulan sosial
mereka dan pengaruh hawa nafsu serta bujukan setan sudah begitu kuat dan menguasai
tindak-tanduk mereka, maka dakwah dan ajakan Nabi Luth yang dilaksanakan dengan
kesabaran dan ketekunan tidak mendapat tempat di dalam hati dan pikiran mereka
dan berlalu begitu saja, masuk telinga kanan keluar telinga kiri.
Telinga-telinga mereka sudah menjadi tuli terhadap ajaran-ajaran Nabi Luth
sedang hati dan pikiran mereka sudah tersumbat rapat dengan ajaran-ajaran setan
dan iblis.
Kaum Luth
merasa kesal mendengar dakwah dan
nasihat-nasihat Nabi Luth yang tidak putus-putusnya itu dan minta agar ia
menghentikan aksi dakwahnya atau menghadapi pengusiran dirinya dari Sadum
bersama keluarga dan pengikutnya. Dari Nabi Luth pun sudah tidak ada harapan
lagi kalau masyarakat Sadum dapat terangkat dari lembah kesesatan dan keruntuhan
moral mereka dan bahwa meneruskan dakwah kepada mereka yang sudah buta-tuli
hati dan pikiran itu hanya sia-sia belaka. Satu-satunya cara, menurut pikiran
Nabi Luth untuk mencegah penyakit akhlak yang sudah parah itu agar tidak
menular kepada negeri tetangganya, ialah dengan melenyapkan mereka dari atas
bumi sebagai balasan terhadap kecongkakan mereka, juga agar menjadi pelajaran
umat-umat sesudahnya. Dia memohon kepada Allah agar masyarakat Sadum diberi
pelajaran berupa azab di dunia sebelum azab yang menanti mereka di akhirat kelak.
Kedatangan para malaikat
Permohonan
Nabi Luth dan doanya diperkenankan dan dikabulkan oleh Allah.
Dikirimkanlah kepadanya tiga orang malaikat yang
menyamar sebagai manusia biasa. Mereka adalah malaikat yang bertemu Nabi
Ibrahim dengan membawa berita gembira atas kelahiran Nabi Ishaq,
dan memberitahukan kepada mereka bahwa mereka adalah utusan Allah dengan tugas
menurunkan azab kepada kaum Luth, penduduk kota Sadum. Dalam pertemuan tersebut
Nabi Ibrahim memohon agar penurunan azab kepada kaum Sodom ditunda, kalau-kalau
mereka kembali sadar, kemudian mendengarkan dan mengikuti ajakan Luth serta
bertobat dari segala maksiat dan perbuatan mungkar. Juga dalam pertemuan itu
Nabi Ibrahim mohon agar anak saudaranya, Luth diselamatkan dari azab yang akan
diturunkan kepada kaum Sodom, permintaan itu oleh para malaikat tersebut
diterima dan dijamin bahwa Luth dan keluarganya tidak akan terkena azab.
Para malaikat tersebut
sampai di Sodom dengan menyamar sebagai lelaki muda yang berparas tampan dan
badan yang berotot, serta tegap tubuhnya. Dalam perjalanan, ketika mereka
hendak memasuki kota, mereka berselisih dengan seorang gadis yang cantik yang
sedang mengambil air dari sebuah perigi. Lelaki muda (malaikat) bertanya kepada
si gadis kalau-kalau mereka diterima di rumah sebagai tamu. Si gadis tidak
berani memberi keputusan sebelum ia berunding terlebih dahulu dengan
keluarganya. Maka ditinggalkanlah para lelaki muda itu lalu pulang ke rumah
cepat-cepat untuk memberitahu ayahnya (Luth).
Mendengar
kabar berita anak perempuannya, Nabi Luth menjadi bingung, jawaban apa yang
harus ia berikan kepada para pendatang yang ingin bertamu ke rumahnya untuk
beberapa waktu, namun menerima tamu yang berparas tampan akan mengundang risiko
yaitu gangguan kepadanya dan kepada tamu dari kaumnya yang tergila-gila untuk
melakukan hubungan seks sejenis dengan anak muda yang mempunyai tubuh bagus dan
paras wajah elok. Sedang kalau hal yang demikian itu terjadi ia sebagai tuan
rumah harus bertanggungjawab terhadap keselamatan tamunya, padahal ia merasa
bahwa ia tidak akan berdaya menghadapi kaumnya yang bengis-bengis dan haus
maksiat itu.
Nabi Luth
memutuskan untuk menerima lelaki-lelaki muda itu sebagai tamu di rumahnya. Luth
hanya pasrah kepada Allah dan berlindung sekiranya terdapat
segala rintangan yang datang. Lalu pergilah Luth menjemput tamu yang sedang
menanti di pinggir kota dan diajaklah mereka bersama-sama ke rumah. Ketika itu,
kota Sodom sudah dalam keadaan malam hari dan penduduknya sudah nyenyak tidur
di rumah masing-masing.
Nabi Luth
telah pun berpesan kepada isteri dan kedua puterinya agar merahasiakan
kedatangan anak-anak lelaki muda itu. Jangan sampai terdengar dan diketahui
oleh kaumnya. Namun, isteri Nabi Luth membocorkan berita kedatangan tamu Luth
kepada mereka. Berita kedatangan tamu Luth tersebar kerana isteri Nabi Luth.
Datanglah beramai-ramai lelak-lelaki Sodom, yang buta seks ini, ke rumah Nabi
Luth, berkeinginan untuk memuaskan nafsu seksual mereka, setelah lama tidak
mendapat anak muda. Berteriaklah mereka memanggil Luth untuk melepaskan
anak-anak muda itu, agar diberikan kepada mereka untuk memuaskan nafsu.
Dengar
teriakan mereka, Nabi Luth tidak membuka pintu bagi mereka dan berseru agar
mereka kembali ke rumah masing-masing dan jangan mengganggu tamu yang datangnya
dari jauh yang sepatutnya dihormati dan dimuliakan. Mereka diberi nasihat agar
meninggalkan perbuatan mereka yang keji itu. Perbuatan mereka yang bertentangan
dengan fitrah manusia dan kodrat alam di mana Allah telah menciptakan manusia
berpasangan antara lelaki dengan perempuan untuk menjaga kelangsungan keturunan
umat manusia sebagai makhluk yang termulia di atas bumi. Nabi Luth berseru agar
mereka kembali kepada isteri-isteri mereka dan meninggalkan perbuatan maksiat dan
mungkar yang tidak senonoh, sebelum mereka dilanda azab dan siksaan Allah.
Seruan
dan nasihat-nasihat Nabi Luth tidak dihiraukan dan dipedulikan, mereka bahkan
mendesak akan membuka pintu rumahnya dengan paksa jika pintu tidak dibuka
dengan sukarela. Merasa dirinya sudah tidak berdaya untuk menahan arus orang-orang
lelaki kaumnya itu yang akan memaksakan kehendaknya dengan kekerasan berkatalah
Nabi Luth secara terus terang kepada para tamunya: "Sesungguhnya aku tidak
berdaya lagi menahan orang-orang itu jika menyerbu ke dalam. Aku tidak memiliki senjata dan
kekuatan fisik yang dapat menolak kekerasan mereka,
tidak pula mempunyai keluarga atau
sanak saudara yang
disegani oleh mereka yang dapat aku mintai pertolongannya. Aku merasa sangat
kecewa, bahwa sebagai tuan rumah aku tidak dapat menghindarkan gangguan
terhadap tamu di rumahku sendiri." Mendengar keluh kesah Nabi Luth, lantas
pemuda-pemuda itu memberitahu hal yang sebenarnya, bahwa mereka adalah
malaikat-malaikat yang menyamar sebagai manusia yang diutus oleh Allah untuk
menurunkan azab dan siksa atas rakyatnya karena segala kemungkaran dan
kemaksiat yang keji dan kotor.
Malaikat-malaikat
itu menyuruh Nabi Luth membuka pintu rumahnya seluas mungkin agar dapat memberi
kesempatan bagi orang-orang yang haus seks dengan lelaki itu masuk. Mereka pun
menyerbu masuk. Namun malangnya ketika pintu dibuka dan para penyerbu
menginjakkan kaki mereka untuk masuk, tiba-tiba gelaplah pandangan mereka dan
tidak dapat melihat sesuatu pun. Malaikat-malaikat tadi telah membutakan mata
mereka. Lalu, diusap-usap dan digosok-gosok mata mereka, ternyata mereka sudah
menjadi buta.
Sementara
para penyerbu rumah Nabi Luth berada dalam keadaan kacau balau berbenturan satu
dengan yang lain berteriak-teriak, bertanya-tanya apa gerangan yang menjadikan
mereka buta mendadak. Para malaikat tersebut
berseru kepada Nabi Luth agar meninggalkan segera perkampungan tersebut bersama
keluarga dan pengikutnya, karena telah tiba waktunya azab Allah ditimpakan.
Para malaikat berpesan kepada Nabi Luth dan keluarganya agar dalam perjalanan
ke luar kota jangan ada seorang pun dari mereka menoleh ke belakang.
Nabi Luth
keluar dari rumahnya selepas tengah malam, bersama keluarganya terdiri dari
seorang isteri dan dua puterinya berjalan cepat menuju keluar kota, tidak
menoleh ke kanan maupun ke kiri sesuai dengan petunjuk para malaikat yang
menjadi tamunya. Akan tetapi si isteri yang menjadi musuh dalam selimut bagi
Nabi Luth tidak tega meninggalkan kaumnya. Ia berada di belakang rombongan Nabi
Luth berjalan perlahan-lahan tidak secepat langkah suaminya dan tidak
henti-hentinya menoleh ke belakang karena ingin mengetahui apa yang akan
menimpa atas kaumnya, seakan-akan meragukan kebenaran ancaman para malaikat
yang telah didengarnya sendiri. Dan begitu Nabi Luth beserta kedua puterinya
melewati batas kota Sadum, sewaktu fajar menyingsing, bergetarlah bumi dengan
dahsyatnya di bawah kaki rakyat Sadum, tidak terkecuali isteri Nabi Luth yang munafik itu.
Getaran tersebut kemudian diikuti gempa bumi yang dahsyat disertai angin yang
kencang dan hujan batu yang menghancurkan kota Sadum berserta semua
penghuninya. Bertebaran mayat-mayat yang dilaknat oleh Allah di kota Sodom, dan
hancurlah kota tersebut. Namun, masih ditinggalkan sisa-sisa kehancuran kota
tersebut oleh Allah, sebagai peringatan kaum yang kemudian yang melalui bekas
kota Sadum tersebut. Demikianlah kebesaran dan ayat Allah yang diturunkan untuk
menjadi pelajaran bagi hamba-hamba-Nya yang mendatang.
Riwayat dalam Al-Quran
Al-Quran menceritakan
kisah Nabi Luth yang berusaha menasihati kaumnya sebagaimana dalam Surat Asy-Syuaraa (26:160-173) berikut ini.
"Kaum
Luth telah mendustakan rasul-rasul, ketika saudara mereka, Luth, berkata kepada
mereka: "Mengapa kamu tidak bertakwa? Sesungguhnya aku adalah seorang
rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu, maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. Dan aku
sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan itu; upahku tidak lain
hanyalah dari Tuhan semesta alam. Mengapa kamu mendatangi
jenis lelaki di antara manusia, dan kamu tinggalkan isteri-isteri yang
dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui
batas." Mereka menjawab: "Hai Luth, sesungguhnya jika kamu tidak
berhenti, benar-benar kamu termasuk orang-orang yang diusir." Luth berkata:
"Sesungguhnya aku sangat benci kepada perbuatanmu." (Luth berdoa):
"Ya Tuhanku selamatkanlah aku beserta keluargaku
dari (akibat) perbuatan yang mereka kerjakan." Lalu Kami selamatkan ia
beserta keluarganya semua, kecuali seorang perempuan tua (isterinya), yang
termasuk dalam golongan yang tinggal. Kemudian kami binasakan yang lain. Dan
Kami hujani mereka dengan hujan (batu) maka amat jeleklah hujan yang menimpa
orang-orang yang telah diberi peringatan itu."
Kaum Luth
membenci dan mengancam akan mengusir Nabi Luth karena mengajak sebagian dari
mereka untuk meninggalkan perbuatan mereka yang tercela dan mengajak mereka
beriman kepada Allah.
Maka azab kehancuran dari Allah turun menimpa mereka, kisahnya seperti
yang tercantum dalam Surah Al-A’raaf (7:80-84)
berikut ini.
"...dan
(Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia
berkata kepada mereka: "Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah
(keji) itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu?"
Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka),
bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas. Jawab
kaumnya tidak lain hanya mengatakan: "Usirlah mereka (Luth dan
pengikut-pengikutnya) dari kotamu ini; sesungguhnya mereka adalah orang-orang
yang berpura-pura menyucikan diri. Kemudian Kami selamatkan dia dan
pengikut-pengikutnya (yang beriman) kecuali istrinya (istri Nabi Luth); dia
termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan), dan Kami turunkan kepada
mereka hujan (batu); maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang
berdosa itu."
Referensi
^ History of Islam by Professor Masudul Hasan
^ As-Suhailiy berkata;
"Nama isteri Luth adalah Walihah sedangkan istri Nuh adalah
Walighah", Kisah Para Nabi dan Rasul, Kisah Nabi Luth Hal. 277, Al-Hafizh
Ibnu Katsir.
Nabi Isma'il A.S
Untuk
tokoh ini dalam sudut pandang Yahudi dan Kristen, lihat Ismael.
Isma'il (Arab: إسماعيل) (sekitar 1911-1779 SM) adalah seorang nabi dalam kepercayaan agama Islam.
Isma'il adalah putera dari Ibrahim dan Hajar,
kakak tiri dari Ishaq.
Ia diangkat menjadi nabi pada tahun 1850 SM. Ia tinggal di Amaliq dan berdakwah untuk penduduk
Al-Amaliq, bani Jurhum dan Qabilah Yaman.
Namanya disebutkan sebanyak 12 kali dalam Al-Quran. Ia meninggal pada tahun 1779 SM di
Mekkah.
Secara tradisional ia dianggap
sebagai "Bapak Bangsa Arab", sedangkan menurut Sa'id bin Yahya al
Umawiy dalam kitabnya al
Maghazi menuliskan bahwa
Isma'il belajar bahasa Arab dari bangsa Arab yang singgah di Makkah dari
kalangan di mana ia diutus sebagai nabi. Maka bisa diambil kesimpulan bahwa
Isma'il bukanlah nenek moyang bangsa Arab.
Untuk
tokoh ini dalam sudut pandang Yahudi dan Kristen, lihat Ismael.
Isma'il (Arab: إسماعيل) (sekitar 1911-1779 SM) adalah seorang nabi dalam kepercayaan agama Islam.
Isma'il adalah putera dari Ibrahim dan Hajar,
kakak tiri dari Ishaq.
Ia diangkat menjadi nabi pada tahun 1850 SM. Ia tinggal di Amaliq dan berdakwah untuk penduduk
Al-Amaliq, bani Jurhum dan Qabilah Yaman.
Namanya disebutkan sebanyak 12 kali dalam Al-Quran. Ia meninggal pada tahun 1779 SM di
Mekkah.
Secara tradisional ia dianggap
sebagai "Bapak Bangsa Arab", sedangkan menurut Sa'id bin Yahya al
Umawiy dalam kitabnya al
Maghazi menuliskan bahwa
Isma'il belajar bahasa Arab dari bangsa Arab yang singgah di Makkah dari
kalangan di mana ia diutus sebagai nabi. Maka bisa diambil kesimpulan bahwa
Isma'il bukanlah nenek moyang bangsa Arab.
Etimologi
Isma'il berasal dari dua kata
"dengarkan" (ishma' استمع) dan "Tuhan" (al/il ايل), yang artinya "Dengarkan (doa kami wahai) Tuhan."[1]
Isma'il berasal dari dua kata
"dengarkan" (ishma' استمع) dan "Tuhan" (al/il ايل), yang artinya "Dengarkan (doa kami wahai) Tuhan."[1]
Genealogi
Isma'il bin Ibrahim menikah
dengan Imarah binti Sa'd bin Usamah bin Aqil al-Amaliqiy, kemudian ayahnya
memerintahkan Isma'il untuk menceraikan Imarah, lalu menikah lagi dengan
Sayyidah binti Madhadh bin Amr al-Jurhumiy. Pernikahan dengan Meriba dan
Malchut, diketahui memiliki sejumlah anak dan hanya ada seorang anak wanita
yang bernama Bashemath.[2] Menurut
Umar bin Abdul Aziz bahwa bangsa Arab Hijaz seluruh nasabnya kembali pada kedua
anaknya Nabit dan Qaidzar.
Isma'il bin Ibrahim menikah
dengan Imarah binti Sa'd bin Usamah bin Aqil al-Amaliqiy, kemudian ayahnya
memerintahkan Isma'il untuk menceraikan Imarah, lalu menikah lagi dengan
Sayyidah binti Madhadh bin Amr al-Jurhumiy. Pernikahan dengan Meriba dan
Malchut, diketahui memiliki sejumlah anak dan hanya ada seorang anak wanita
yang bernama Bashemath.[2] Menurut
Umar bin Abdul Aziz bahwa bangsa Arab Hijaz seluruh nasabnya kembali pada kedua
anaknya Nabit dan Qaidzar.
Kisah Isma`il
Nabi Ibrahim yang berhijrah
meninggalkan Mesir bersama Sarah, istrinya dan Hajar,
dayangnya di tempat tujuannya di Israel. Ia telah membawa pindah juga semua
hewan ternaknya dan harta miliknya yang telah diperolehnya sebagai hasil usaha
dagangnya di Mesir. Al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas, berkata:
"Pertama-tama
yang menggunakan setagi {setagen} ialah Hajar ibu Nabi Isma'il tujuan untuk
menyembunyikan kandungannya dari Sarah yang telah lama berkumpul dengan Nabi
Ibrahim tetapi belum juga hamil. Tetapi walaubagaimana pun juga akhirnya
terbukalah rahasia yang disembunyikan itu dengan lahirnya Nabi Isma'il dan
sebagai lazimnya seorang istri sebagai Sarah merasa telah dikalahkan oleh Hajar
sebagai seorang dayangnya yang diberikan kepada Nabi Ibrahim dan sejak itulah
Sarah merasakan bahawa Nabi Ibrahim lebih banyak mendekati Hajar kerana merasa
sangat gembira dengan puteranya yang tunggal dan pertama itu, hal ini yang
menyebabkan permulaan ada keratakan dalam rumahtangga Nabi Ibrahim sehingga
Sarah merasa tidak tahan hati jika melihat Hajar dan minta pada Nabi Ibrahim
supaya menjauhkannya dari matanya dan menempatkannya di lain tempat."
Untuk sesuatu hikmah yang belum
diketahui dan disadari oleh Nabi Ibrahim, Allah mewahyukan kepadanya agar keinginan
dan permintaan Sarah istrinya dipenuhi dan dijauhkanlah Isma'il bersama Hajar
ibunya dan Sarah ke suatu tempat di mana yang ia akan tuju dan di mana Isma'il
puteranya bersama ibunya akan ditempatkan dan kepada siapa akan ditinggalkan.
Maka dengan tawakkal kepada Allah berangkatlah Nabi Ibrahim meninggalkan
rumah membawa Hajar dan Isma'il yang diboncengkan di atas untanya tanpa tempat tujuan yang tertentu. Ia
hanya berserah diri kepada Allah yang akan memberi arah kepada binatang
tunggangannya. Dan berjalanlah unta Nabi Ibrahim dengan tiga hamba Allah
yang berada di atas punggungnya keluar kota masuk ke lautan pasir dan padang
terbuka di mana terik matahari dengan
pedihnya menyengat tubuh dan angin yang kencang menghambur-hamburkan debu-debu
pasir.
Nabi Ibrahim yang berhijrah
meninggalkan Mesir bersama Sarah, istrinya dan Hajar,
dayangnya di tempat tujuannya di Israel. Ia telah membawa pindah juga semua
hewan ternaknya dan harta miliknya yang telah diperolehnya sebagai hasil usaha
dagangnya di Mesir. Al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas, berkata:
"Pertama-tama
yang menggunakan setagi {setagen} ialah Hajar ibu Nabi Isma'il tujuan untuk
menyembunyikan kandungannya dari Sarah yang telah lama berkumpul dengan Nabi
Ibrahim tetapi belum juga hamil. Tetapi walaubagaimana pun juga akhirnya
terbukalah rahasia yang disembunyikan itu dengan lahirnya Nabi Isma'il dan
sebagai lazimnya seorang istri sebagai Sarah merasa telah dikalahkan oleh Hajar
sebagai seorang dayangnya yang diberikan kepada Nabi Ibrahim dan sejak itulah
Sarah merasakan bahawa Nabi Ibrahim lebih banyak mendekati Hajar kerana merasa
sangat gembira dengan puteranya yang tunggal dan pertama itu, hal ini yang
menyebabkan permulaan ada keratakan dalam rumahtangga Nabi Ibrahim sehingga
Sarah merasa tidak tahan hati jika melihat Hajar dan minta pada Nabi Ibrahim
supaya menjauhkannya dari matanya dan menempatkannya di lain tempat."
Untuk sesuatu hikmah yang belum
diketahui dan disadari oleh Nabi Ibrahim, Allah mewahyukan kepadanya agar keinginan
dan permintaan Sarah istrinya dipenuhi dan dijauhkanlah Isma'il bersama Hajar
ibunya dan Sarah ke suatu tempat di mana yang ia akan tuju dan di mana Isma'il
puteranya bersama ibunya akan ditempatkan dan kepada siapa akan ditinggalkan.
Maka dengan tawakkal kepada Allah berangkatlah Nabi Ibrahim meninggalkan
rumah membawa Hajar dan Isma'il yang diboncengkan di atas untanya tanpa tempat tujuan yang tertentu. Ia
hanya berserah diri kepada Allah yang akan memberi arah kepada binatang
tunggangannya. Dan berjalanlah unta Nabi Ibrahim dengan tiga hamba Allah
yang berada di atas punggungnya keluar kota masuk ke lautan pasir dan padang
terbuka di mana terik matahari dengan
pedihnya menyengat tubuh dan angin yang kencang menghambur-hamburkan debu-debu
pasir.
Perintah meninggalkan
Isma'il dan Hajar di Makkah
Setelah berminggu-minggu berada dalam
perjalanan jauh yang melelahkan, tibalah Nabi Ibrahim bersama Isma'il dan
ibunya di Makkah kota
suci di mana Kaabah didirikan
dan menjadi kiblat umat muslim dari seluruh dunia. Di tempat di mana Masjidil
Haram sekarang berada, berhentilah unta Nabi Ibrahim mengakhiri perjalanannya
dan di situlah ia meninggalkan Hajar bersama puteranya dengan hanya
dibekali dengan serantang bekal makanan dan minuman sedangkan keadaan
sekitarnya tiada tumbuh-tumbuhan, tiada air mengalir, yang terlihat hanyalah
batu dan pasir kering.
Alangkah sedih dan cemasnya Hajar
ketika akan ditinggalkan oleh Ibrahim seorang diri bersama dengan anaknya yang
masih kecil di tempat yang sunyi senyap dari segala-galanya kecuali batu gunung
dan pasir. Ia seraya merintih dan menangis, memegang kuat-kuat baju Nabi
Ibrahim memohon belas kasihnya, janganlah ia ditinggalkan seorang diri di
tempat yang kosong itu, tiada seorang manusia, tiada seekor binatang, tiada
pohon dan tidak terlihat pula air mengalir, sedangkan ia masih menanggung beban
mengasuh anak yang kecil yang masih menyusu.
Nabi Ibrahim mendengar keluh kesah
Hajar merasa tidak tega meninggalkannya seorang diri di tempat itu bersama
puteranya yang sangat disayangi akan tetapi ia sadar bahwa apa yang
dilakukannya itu adalah kehendak Allah yang tentu mengandung hikmat yang masih
terselubung baginya dan ia sadar pula bahwa Allah akan melindungi Isma'il dan
ibunya dalam tempat pengasingan itu dari segala kesukaran dan penderitaan. Ia
berkata kepada Hajar:
"Bertawakal-lah
kepada Allah yang telah menentukan kehendak-Nya, percayalah kepada
kekuasaan-Nya dan rahmat-Nya. Dialah yang memerintah aku membawa kamu ke sini
dan Dialah yang akan melindungimu dan menyertaimu di tempat yang sunyi ini.
Sesungguh kalau bukan perintah dan wahyu-Nya, tidak sesekali aku tega
meninggalkan kamu di sini seorang diri bersama puteraku yang sangat kucintai
ini. Percayalah wahai Hajar, bahwa Allah Yang Maha Kuasa tidak akan melantarkan
kamu berdua tanpa perlindungan-Nya. Rahmat dan barakah-Nya akan tetap turun di
atas kamu untuk selamanya, insya-Allah."
Mendengar kata-kata Ibrahim itu
segeralah Hajar melepaskan genggamannya pada baju Ibrahim dan dilepaskannyalah
dia menunggang untanya kembali ke Palestina dengan
iringan air mata yang bercurahan membasahi tubuh Isma'il yang sedang menetak.
Sedang Nabi Ibrahim pun tidak dapat menahan air matanya ketika ia turun dari
dataran tinggi meninggalkan Makkah menuju kembali ke Palestina di mana istrinya
Sarah sedang menanti. Ia tidak henti-henti selama dalam perjalanan kembali
memohon kepada Allah perlindungan, rahmat dan barakah serta kurnia rezeki bagi
putera dan ibunya yang ditinggalkan di tempat terasing itu.
Ia berkata dalam doanya:" Wahai
Tuhanku! Aku telah tempatkan puteraku dan anak-anak keturunannya di dekat
rumah-Mu (Baitullah)
di lembah yang sunyi dari tanaman dan manusia agar mereka mendirikan shalat dan
beribadat kepada-Mu. Jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka
dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan
yang lezat, mudah-mudahan mereka bersyukur kepada-Mu."
Setelah berminggu-minggu berada dalam
perjalanan jauh yang melelahkan, tibalah Nabi Ibrahim bersama Isma'il dan
ibunya di Makkah kota
suci di mana Kaabah didirikan
dan menjadi kiblat umat muslim dari seluruh dunia. Di tempat di mana Masjidil
Haram sekarang berada, berhentilah unta Nabi Ibrahim mengakhiri perjalanannya
dan di situlah ia meninggalkan Hajar bersama puteranya dengan hanya
dibekali dengan serantang bekal makanan dan minuman sedangkan keadaan
sekitarnya tiada tumbuh-tumbuhan, tiada air mengalir, yang terlihat hanyalah
batu dan pasir kering.
Alangkah sedih dan cemasnya Hajar
ketika akan ditinggalkan oleh Ibrahim seorang diri bersama dengan anaknya yang
masih kecil di tempat yang sunyi senyap dari segala-galanya kecuali batu gunung
dan pasir. Ia seraya merintih dan menangis, memegang kuat-kuat baju Nabi
Ibrahim memohon belas kasihnya, janganlah ia ditinggalkan seorang diri di
tempat yang kosong itu, tiada seorang manusia, tiada seekor binatang, tiada
pohon dan tidak terlihat pula air mengalir, sedangkan ia masih menanggung beban
mengasuh anak yang kecil yang masih menyusu.
Nabi Ibrahim mendengar keluh kesah
Hajar merasa tidak tega meninggalkannya seorang diri di tempat itu bersama
puteranya yang sangat disayangi akan tetapi ia sadar bahwa apa yang
dilakukannya itu adalah kehendak Allah yang tentu mengandung hikmat yang masih
terselubung baginya dan ia sadar pula bahwa Allah akan melindungi Isma'il dan
ibunya dalam tempat pengasingan itu dari segala kesukaran dan penderitaan. Ia
berkata kepada Hajar:
"Bertawakal-lah
kepada Allah yang telah menentukan kehendak-Nya, percayalah kepada
kekuasaan-Nya dan rahmat-Nya. Dialah yang memerintah aku membawa kamu ke sini
dan Dialah yang akan melindungimu dan menyertaimu di tempat yang sunyi ini.
Sesungguh kalau bukan perintah dan wahyu-Nya, tidak sesekali aku tega
meninggalkan kamu di sini seorang diri bersama puteraku yang sangat kucintai
ini. Percayalah wahai Hajar, bahwa Allah Yang Maha Kuasa tidak akan melantarkan
kamu berdua tanpa perlindungan-Nya. Rahmat dan barakah-Nya akan tetap turun di
atas kamu untuk selamanya, insya-Allah."
Mendengar kata-kata Ibrahim itu
segeralah Hajar melepaskan genggamannya pada baju Ibrahim dan dilepaskannyalah
dia menunggang untanya kembali ke Palestina dengan
iringan air mata yang bercurahan membasahi tubuh Isma'il yang sedang menetak.
Sedang Nabi Ibrahim pun tidak dapat menahan air matanya ketika ia turun dari
dataran tinggi meninggalkan Makkah menuju kembali ke Palestina di mana istrinya
Sarah sedang menanti. Ia tidak henti-henti selama dalam perjalanan kembali
memohon kepada Allah perlindungan, rahmat dan barakah serta kurnia rezeki bagi
putera dan ibunya yang ditinggalkan di tempat terasing itu.
Ia berkata dalam doanya:" Wahai
Tuhanku! Aku telah tempatkan puteraku dan anak-anak keturunannya di dekat
rumah-Mu (Baitullah)
di lembah yang sunyi dari tanaman dan manusia agar mereka mendirikan shalat dan
beribadat kepada-Mu. Jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka
dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan
yang lezat, mudah-mudahan mereka bersyukur kepada-Mu."
Kemunculan mata air Zam-zam
Suatu hari, Hajar pergi berlari
tergesa-gesa menuju bukit Shafa dengan mengharapkan mendapatkan
sesuatu yang dapat menolongnya, tetapi hanya batu dan pasir yang didapatnya di
situ, kemudian dari bukit Shafa ia melihat bayangan air yang mengalir
di atas bukit Marwah dan
larilah ia berharwahlah ke tempat itu namun ternyata bahwa yang disangkanya air
adalah fatamorgana {bayangan}
belaka dan kembalilah ke bukit Shafa karena mendengar seakan-akan ada suara
yang memanggilnya tetapi gagal dan melesetlah dugaannya. Demikianlah maka
karena dorongan keinginan hidupnya dan hidup anaknya yang sangat disayangi,
Hajar mondar-mandir berlari sampai tujuh kali antara bukit Shafa dan Marwah
yang pada akhirnya ia duduk termenung merasa capai dan hampir berputus asa.
Diriwayatkan bahwa selagi Hajar
berada dalam keadaan tidak berdaya dan hampir berputus asa kecuali dari rahmat
Allah dan pertolongan-Nya datanglah kepadanya malaikat Jibril, kemudian diajaklah Hajar mengikutinya
pergi ke suatu tempat di mana Jibril menginjakkan telapak kakinya kuat-kuat di
atas tanah dan segeralah memancur dari bekas telapak kaki itu air yang jernih dengan kuasa Allah. Itulah
dia mata air zam-zam yang
sehingga kini dianggap suci oleh jemaah haji,
berdesakan sekelilingnya untuk mendapatkan setitik atau seteguk air daripadanya
dan karena sejarahnya mata air itu disebut orang "Injakan Jibril".
Ada juga yang mengatakan itu bekas air mata nabi Isma'il.
Alangkah gembiranya dan lega dada
Hajar melihat air yang mancur itu. Segera ia membasahi bibir puteranya dengan
air suci itu dan segera pula terlihat wajah puteranya segar kembali, demikian
pula wajah si ibu yang merasa sangat bahagia dengan datangnya mukjizat dari
sisi Tuhan yang mengembalikan kesegaran hidup kepadanya dan kepada puteranya
sesudah dibayang-bayangi oleh bayangan mati kelaparan yang mencekam dada.
Suatu hari, Hajar pergi berlari
tergesa-gesa menuju bukit Shafa dengan mengharapkan mendapatkan
sesuatu yang dapat menolongnya, tetapi hanya batu dan pasir yang didapatnya di
situ, kemudian dari bukit Shafa ia melihat bayangan air yang mengalir
di atas bukit Marwah dan
larilah ia berharwahlah ke tempat itu namun ternyata bahwa yang disangkanya air
adalah fatamorgana {bayangan}
belaka dan kembalilah ke bukit Shafa karena mendengar seakan-akan ada suara
yang memanggilnya tetapi gagal dan melesetlah dugaannya. Demikianlah maka
karena dorongan keinginan hidupnya dan hidup anaknya yang sangat disayangi,
Hajar mondar-mandir berlari sampai tujuh kali antara bukit Shafa dan Marwah
yang pada akhirnya ia duduk termenung merasa capai dan hampir berputus asa.
Diriwayatkan bahwa selagi Hajar
berada dalam keadaan tidak berdaya dan hampir berputus asa kecuali dari rahmat
Allah dan pertolongan-Nya datanglah kepadanya malaikat Jibril, kemudian diajaklah Hajar mengikutinya
pergi ke suatu tempat di mana Jibril menginjakkan telapak kakinya kuat-kuat di
atas tanah dan segeralah memancur dari bekas telapak kaki itu air yang jernih dengan kuasa Allah. Itulah
dia mata air zam-zam yang
sehingga kini dianggap suci oleh jemaah haji,
berdesakan sekelilingnya untuk mendapatkan setitik atau seteguk air daripadanya
dan karena sejarahnya mata air itu disebut orang "Injakan Jibril".
Ada juga yang mengatakan itu bekas air mata nabi Isma'il.
Alangkah gembiranya dan lega dada
Hajar melihat air yang mancur itu. Segera ia membasahi bibir puteranya dengan
air suci itu dan segera pula terlihat wajah puteranya segar kembali, demikian
pula wajah si ibu yang merasa sangat bahagia dengan datangnya mukjizat dari
sisi Tuhan yang mengembalikan kesegaran hidup kepadanya dan kepada puteranya
sesudah dibayang-bayangi oleh bayangan mati kelaparan yang mencekam dada.
Perintah pengurbanan Isma'il
Tiada keragu-raguan antara siapa yang
di korbankan Ibrahim sebab Allah telah berfirman dalam Al-Quran, bahwa Isma'il lah yang dikorbankan.[3] Nabi
Ibrahim dari masa ke semasa pergi ke Makkah untuk mengunjungi dan menjenguk
Isma'il di tempat pengasingannya bagi menghilangkan rasa rindu hatinya kepada
puteranya yang ia sayangi serta menenangkan hatinya yang selalu rungsing bila
mengenangkan keadaan puteranya bersama ibunya yang ditinggalkan di tempat yang
tandus, jauh dari masyarakat kota dan pengaulan umum.
Sewaktu Nabi Isma'il mencapai usia
remajanya Nabi Ibrahim mendapat mimpi bahwa ia harus menyembelih Isma'il
puteranya dan mimpi seorang nabi adalah salah satu dari cara-cara turunnya wahyu Allah, maka perintah yang diterimanya
dalam mimpi itu harus dilaksanakan oleh Nabi Ibrahim. Ia duduk sejurus
termenung memikirkan ujian yang maha berat yang ia hadapi. Sebagai seorang ayah
yang dikurniai seorang putera yang sejak puluhan tahun diharap-harapkan dan
didambakan, seorang putera yang telah mencapai usia di mana jasa-jasanya sudah
dapat dimanfaatkan oleh si ayah, seorang putera yang diharapkan menjadi
pewarisnya dan penyampung kelangsungan keturunannya, tiba-tiba harus dijadikan
qurban dan harus direnggut nyawa oleh tangan si ayah sendiri.
Namun ia sebagai seorang Nabi, pesuruh
Allah dan pembawa agama yang seharusnya menjadi contoh dan
teladan bagi para pengikutnya dalam bertaat kepada Allah, menjalankan segala
perintah-Nya dan menempatkan cintanya kepada Allah di atas cintanya kepada
anak, istri, harta benda dan lain-lain. Ia harus melaksanakan perintah Allah
yang diwahyukan melalui mimpinya, apa pun yang akan terjadi sebagai akibat
pelaksanaan perintah itu.
Sungguh amat berat ujian yang
dihadapi oleh Nabi Ibrahim, namun sesuai dengan firman Allah yang bermaksud:
"Allah lebih mengetahui di mana dan kepada siapa Dia mengamanatkan
risalahnya". Nabi Ibrahim tidak membuang masa lagi, berazam (niat) tetap
akan menyembelih Nabi Isma'il puteranya sebagai qurban sesuai dengan perintah
Allah yang telah diterimanya, dan berangkatlah serta merta Nabi Ibrahim menuju
ke Makkah untuk menemui dan menyampaikan kepada puteranya apa yang Allah
perintahkan.
Kisah ini dikisahkan oleh Allah pada
salah satu ayat-Nya, yang berbunyi:
“
Hai
anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka
pikirkanlah apa pendapatmu! (Ash-Shaffaat 102)
”
Nabi Isma'il sebagai anak yang soleh
yang sangat taat kepada Allah dan bakti kepada orang tuanya, ketika diberitahu
oleh ayahnya maksud kedatangannya kali ini tanpa ragu-ragu dan berfikir panjang
berkata kepada ayahnya:
“
Hai
bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah engkau akan
mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar." (Ash-Shaaffaat 102)
”
Aku hanya meminta dalam melaksanakan
perintah Allah itu, agar ayah mengikatku kuat-kuat supaya aku tidak banyak
bergerak sehingga menyusahkan ayah, kedua agar menanggalkan pakaianku supaya
tidak terkena darah yang akan menyebabkan berkurangnya pahalaku dan terharunya
ibuku bila melihatnya, ketiga tajamkanlah parangmu dan percepatkanlah
perlaksanaan penyembelihan agar meringankan penderitaan dan rasa pedihku,
keempat dan yang terakhir sampaikanlah salamku kepada ibuku berikanlah
kepadanya pakaian ku ini untuk menjadi penghiburnya dalam kesedihan dan tanda
mata serta kenang-kenangan baginya dari putera tunggalnya."
Kemudian dipeluknyalah Isma'il dan
dicium pipinya oleh Nabi Ibrahim seraya berkata: "Bahagialah aku mempunyai
seorang putera yang taat kepada Allah, bakti kepada orang tua yang dengan
ikhlas hati menyerahkan dirinya untuk melaksanakan perintah Allah".
Saat penyembelihan yang mengerikan
telah tiba. Diikatlah kedua tangan dan kaki Isma'il, dibaringkanlah ia di atas
lantai, lalu diambillah parang tajam
yang sudah tersedia dan sambil memegang parang di tangannya, kedua mata nabi
Ibrahim yang tergenang air berpindah memandang dari wajah puteranya ke parang
yang mengilap di tangannya, seakan-akan pada masa itu hati dia menjadi tempat
pertarungan antara perasaan seorang ayah di satu pihak dan kewajiban seorang
rasul di satu pihak yang lain. Pada akhirnya dengan memejamkan matanya, parang
diletakkan pada leher Nabi Isma'il dan penyembelihan di
lakukan . Akan tetapi apa daya, parang yang sudah demikian tajamnya itu
ternyata menjadi tumpul dileher Nabi Isma'il dan tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya dan sebagaimana diharapkan.
Kejadian tersebut merupakan suatu
mukjizat dari Allah yang menegaskan bahwa perintah perkorbanan Isma'il itu hanya
suatu ujian bagi Nabi Ibrahim dan Nabi Isma'il sampai sejauh mana cinta dan
taat mereka kepada Allah. Ternyata keduanya telah lulus dalam ujian yang sangat
berat itu. Nabi Ibrahim telah menunjukkan kesetiaan yang tulus dengan
perkorbanan puteranya. untuk berbakti melaksanakan perintah Allah sedangkan
Nabi Isma'il tidak sedikit pun ragu atau bimbang dalam memperagakan
kebaktiannya kepada Allah dan kepada orang tuanya dengan menyerahkan jiwa
raganya untuk dikorbankan, sampai-sampai terjadi seketika merasa bahwa parang
itu tidak lut memotong lehernya, berkatalah ia kepada ayahnya:" Wahai
ayahku! Rupa-rupanya engkau tidak sampai hati memotong leherku karena melihat
wajahku, cubalah telangkupkan aku dan laksanakanlah tugasmu tanpa melihat
wajahku. "Akan tetapi parang itu tetap tidak berdaya mengeluarkan setitik darah pun dari daging Isma'il walau ia telah
ditelangkupkan dan dicuba memotong lehernya dari belakang.
Dalam keadaan bingung dan sedih hati,
kerana gagal dalam usahanya menyembelih puteranya, datanglah kepada Nabi
Ibrahim wahyu Allah dengan firmannya:
“
Hai
Ibrahim, sesungguhnya kamu telah melaksanakan mimpi itu. Sesungguhnya
demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. (Ash-Shaaffaat 104-106)
”
Kemudian sebagai tebusan ganti nyawa,
Isma'il telah diselamatkan itu, Allah memerintahkan Nabi Ibrahim menyembelih
seekor domba yang telah tersedia di sampingnya dan
segera dipotong leher kambing itu oleh dia dengan parang yang tumpul di leher
puteranya Isma'il itu, dan inilah asal permulaan sunnah berqurban
yang dilakukan oleh umat Islam pada tiap Hari Raya Idul Adha di seluruh pelosok dunia.
Tiada keragu-raguan antara siapa yang
di korbankan Ibrahim sebab Allah telah berfirman dalam Al-Quran, bahwa Isma'il lah yang dikorbankan.[3] Nabi
Ibrahim dari masa ke semasa pergi ke Makkah untuk mengunjungi dan menjenguk
Isma'il di tempat pengasingannya bagi menghilangkan rasa rindu hatinya kepada
puteranya yang ia sayangi serta menenangkan hatinya yang selalu rungsing bila
mengenangkan keadaan puteranya bersama ibunya yang ditinggalkan di tempat yang
tandus, jauh dari masyarakat kota dan pengaulan umum.
Sewaktu Nabi Isma'il mencapai usia
remajanya Nabi Ibrahim mendapat mimpi bahwa ia harus menyembelih Isma'il
puteranya dan mimpi seorang nabi adalah salah satu dari cara-cara turunnya wahyu Allah, maka perintah yang diterimanya
dalam mimpi itu harus dilaksanakan oleh Nabi Ibrahim. Ia duduk sejurus
termenung memikirkan ujian yang maha berat yang ia hadapi. Sebagai seorang ayah
yang dikurniai seorang putera yang sejak puluhan tahun diharap-harapkan dan
didambakan, seorang putera yang telah mencapai usia di mana jasa-jasanya sudah
dapat dimanfaatkan oleh si ayah, seorang putera yang diharapkan menjadi
pewarisnya dan penyampung kelangsungan keturunannya, tiba-tiba harus dijadikan
qurban dan harus direnggut nyawa oleh tangan si ayah sendiri.
Namun ia sebagai seorang Nabi, pesuruh
Allah dan pembawa agama yang seharusnya menjadi contoh dan
teladan bagi para pengikutnya dalam bertaat kepada Allah, menjalankan segala
perintah-Nya dan menempatkan cintanya kepada Allah di atas cintanya kepada
anak, istri, harta benda dan lain-lain. Ia harus melaksanakan perintah Allah
yang diwahyukan melalui mimpinya, apa pun yang akan terjadi sebagai akibat
pelaksanaan perintah itu.
Sungguh amat berat ujian yang
dihadapi oleh Nabi Ibrahim, namun sesuai dengan firman Allah yang bermaksud:
"Allah lebih mengetahui di mana dan kepada siapa Dia mengamanatkan
risalahnya". Nabi Ibrahim tidak membuang masa lagi, berazam (niat) tetap
akan menyembelih Nabi Isma'il puteranya sebagai qurban sesuai dengan perintah
Allah yang telah diterimanya, dan berangkatlah serta merta Nabi Ibrahim menuju
ke Makkah untuk menemui dan menyampaikan kepada puteranya apa yang Allah
perintahkan.
Kisah ini dikisahkan oleh Allah pada
salah satu ayat-Nya, yang berbunyi:
“
|
Hai
anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka
pikirkanlah apa pendapatmu! (Ash-Shaffaat 102)
|
”
|
Nabi Isma'il sebagai anak yang soleh
yang sangat taat kepada Allah dan bakti kepada orang tuanya, ketika diberitahu
oleh ayahnya maksud kedatangannya kali ini tanpa ragu-ragu dan berfikir panjang
berkata kepada ayahnya:
“
|
Hai
bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah engkau akan
mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar." (Ash-Shaaffaat 102)
|
”
|
Aku hanya meminta dalam melaksanakan
perintah Allah itu, agar ayah mengikatku kuat-kuat supaya aku tidak banyak
bergerak sehingga menyusahkan ayah, kedua agar menanggalkan pakaianku supaya
tidak terkena darah yang akan menyebabkan berkurangnya pahalaku dan terharunya
ibuku bila melihatnya, ketiga tajamkanlah parangmu dan percepatkanlah
perlaksanaan penyembelihan agar meringankan penderitaan dan rasa pedihku,
keempat dan yang terakhir sampaikanlah salamku kepada ibuku berikanlah
kepadanya pakaian ku ini untuk menjadi penghiburnya dalam kesedihan dan tanda
mata serta kenang-kenangan baginya dari putera tunggalnya."
Kemudian dipeluknyalah Isma'il dan
dicium pipinya oleh Nabi Ibrahim seraya berkata: "Bahagialah aku mempunyai
seorang putera yang taat kepada Allah, bakti kepada orang tua yang dengan
ikhlas hati menyerahkan dirinya untuk melaksanakan perintah Allah".
Saat penyembelihan yang mengerikan
telah tiba. Diikatlah kedua tangan dan kaki Isma'il, dibaringkanlah ia di atas
lantai, lalu diambillah parang tajam
yang sudah tersedia dan sambil memegang parang di tangannya, kedua mata nabi
Ibrahim yang tergenang air berpindah memandang dari wajah puteranya ke parang
yang mengilap di tangannya, seakan-akan pada masa itu hati dia menjadi tempat
pertarungan antara perasaan seorang ayah di satu pihak dan kewajiban seorang
rasul di satu pihak yang lain. Pada akhirnya dengan memejamkan matanya, parang
diletakkan pada leher Nabi Isma'il dan penyembelihan di
lakukan . Akan tetapi apa daya, parang yang sudah demikian tajamnya itu
ternyata menjadi tumpul dileher Nabi Isma'il dan tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya dan sebagaimana diharapkan.
Kejadian tersebut merupakan suatu
mukjizat dari Allah yang menegaskan bahwa perintah perkorbanan Isma'il itu hanya
suatu ujian bagi Nabi Ibrahim dan Nabi Isma'il sampai sejauh mana cinta dan
taat mereka kepada Allah. Ternyata keduanya telah lulus dalam ujian yang sangat
berat itu. Nabi Ibrahim telah menunjukkan kesetiaan yang tulus dengan
perkorbanan puteranya. untuk berbakti melaksanakan perintah Allah sedangkan
Nabi Isma'il tidak sedikit pun ragu atau bimbang dalam memperagakan
kebaktiannya kepada Allah dan kepada orang tuanya dengan menyerahkan jiwa
raganya untuk dikorbankan, sampai-sampai terjadi seketika merasa bahwa parang
itu tidak lut memotong lehernya, berkatalah ia kepada ayahnya:" Wahai
ayahku! Rupa-rupanya engkau tidak sampai hati memotong leherku karena melihat
wajahku, cubalah telangkupkan aku dan laksanakanlah tugasmu tanpa melihat
wajahku. "Akan tetapi parang itu tetap tidak berdaya mengeluarkan setitik darah pun dari daging Isma'il walau ia telah
ditelangkupkan dan dicuba memotong lehernya dari belakang.
Dalam keadaan bingung dan sedih hati,
kerana gagal dalam usahanya menyembelih puteranya, datanglah kepada Nabi
Ibrahim wahyu Allah dengan firmannya:
“
|
Hai
Ibrahim, sesungguhnya kamu telah melaksanakan mimpi itu. Sesungguhnya
demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. (Ash-Shaaffaat 104-106)
|
”
|
Kemudian sebagai tebusan ganti nyawa,
Isma'il telah diselamatkan itu, Allah memerintahkan Nabi Ibrahim menyembelih
seekor domba yang telah tersedia di sampingnya dan
segera dipotong leher kambing itu oleh dia dengan parang yang tumpul di leher
puteranya Isma'il itu, dan inilah asal permulaan sunnah berqurban
yang dilakukan oleh umat Islam pada tiap Hari Raya Idul Adha di seluruh pelosok dunia.
Isma'il membantu ayahnya
membangun Kaabah
Nabi Isma'il dibesarkan di Makkah
(pekarangan Kaabah). Apabila dewasa dia menikah dengan wanita dari Suku
Jurhum. Walaupun tinggal di Makkah, Isma'il sering dikunjungi
ayahnya.
Sekitar tahun 1892 SM, ayahnya menerima wahyu dari Allah agar membangun Kaabah. Hal itu disampaikan kepada anaknya.
Isma'il berkata: “Kerjakanlah apa yang diperintahkan Tuhanmu kepadamu dan aku
akan membantumu dalam pekerjaan mulia itu.” Ketika membangun Kaabah, Nabi
Ibrahim berkata kepada Isma'il: “Bawakan batu yang baik kepadaku untuk aku
letakkan di satu sudut supaya ia menjadi tanda kepada manusia.” Kemudian Jibril
memberi ilham kepada Isma'il supaya mencari batu hitam untuk diserahkan kepada
Nabi Ibrahim. Setiap kali bangun, mereka berdoa: “Wahai Tuhan kami, terimalah
daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.” Bangunan (Kaabah) itu menjadi tinggi dan Ibrahim makin lemah untuk
mengangkat batu. Dia berdiri di satu sudut, kini dikenali Maqam Ibrahim.
Nabi Isma'il dibesarkan di Makkah
(pekarangan Kaabah). Apabila dewasa dia menikah dengan wanita dari Suku
Jurhum. Walaupun tinggal di Makkah, Isma'il sering dikunjungi
ayahnya.
Sekitar tahun 1892 SM, ayahnya menerima wahyu dari Allah agar membangun Kaabah. Hal itu disampaikan kepada anaknya.
Isma'il berkata: “Kerjakanlah apa yang diperintahkan Tuhanmu kepadamu dan aku
akan membantumu dalam pekerjaan mulia itu.” Ketika membangun Kaabah, Nabi
Ibrahim berkata kepada Isma'il: “Bawakan batu yang baik kepadaku untuk aku
letakkan di satu sudut supaya ia menjadi tanda kepada manusia.” Kemudian Jibril
memberi ilham kepada Isma'il supaya mencari batu hitam untuk diserahkan kepada
Nabi Ibrahim. Setiap kali bangun, mereka berdoa: “Wahai Tuhan kami, terimalah
daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.” Bangunan (Kaabah) itu menjadi tinggi dan Ibrahim makin lemah untuk
mengangkat batu. Dia berdiri di satu sudut, kini dikenali Maqam Ibrahim.
Isma'il menceraikan istrinya
Nabi Ibrahim sering berulang kali
mengunjungi anaknya. Pada satu hari, dia tiba di Makkah dan mengunjungi rumah
anaknya. Suatu ketika, Isma'il tiada di rumah saat itu tidak ada siapapun
melainkan istrinya. Istri Isma'il tidak mengenali bahwa orang tua itu adalah
mertuanya (bapaknya Isma'il). Apabila Nabi Ibrahim bertanya istri Nabi Isma'il
mengenai suaminya itu, dia diberitahu anaknya keluar berburu. Seterusnya Nabi
Ibrahim bertanya keadaan mereka berdua. Istrinya berkata: “Kami berada dalam
kesempitan.” Nabi Ibrahim berkata: “Apakah kamu mempunyai jamuan, makanan dan
minuman?” Dijawab istri Isma'il: “Aku tidak mempunyainya, malah apa pun tiada.” Kelakukan
istri Nabi Isma'il itu tidak manis dipandang Nabi Ibrahim karena kelihatan
tidak terima dengan pemberian Allah dan jemu untuk hidup bersama suaminya.
Malah, dia kelihatan bersifat kikir karena tidak menginginkan kedatangan tamu.
Akhirnya Nabi Ibrahim berkata kepada istri anaknya: “Jika suamimu kembali,
sampaikanlah salamku kepadanya dan katakan kepadanya supaya dia menggantikan
pintunya.”
Selepas itu Nabi Ibrahim pergi dari
situ. Sejurus kemudian, Nabi Isma'il pulang ke rumah dengan hati gembira karena
dia menganggap tidak ada hal yang tidak diingini terjadi sepanjang ketiadaannya
di rumah. Nabi Isma'il bertanya kepada istrinya: “Apakah ada orang datang
menemui kamu?” Istrinya berkata: “Ya, ada orang tua yang
kunjungi kita.” Isma'il berkata: “Apakah dia mewasiatkan sesuatu kepadamu?”
Istrinya berkata: “Ya, dia menyuruhku menyampaikan salam kepadamu dan memintaku
mengatakan kepadamu supaya menggantikan pintumu.” Isma'il
berkata: “Dia adalah bapakku. Sesungguhnya dia menyuruhku supaya menceraikanmu,
maka kembalilah kepada keluargamu.” Selepas menceraikan
istrinya, Nabi Isma'il menikah lagi, kali ini dengan seorang lagi wanita dari
Suku Jurhum. Istri baru itu mendapat keredaan bapaknya karena pandai menghormati
tamu, tidak menceritakan perkara yang menjatuhkan martabat suami dan bersyukur
atas nikmat Allah. Isma'il hidup bersama istri barunya itu hingga melahirkan
beberapa anak.
Nabi Isma'il mempunyai 12 anak lelaki
dan seorang anak perempuan Bashemath, yang dinikahkan dengan anak saudaranya
(keponakan), yaitu Al-’Aish bin Ishaq. Dari keturunan Nabi Isma'il
lahir Nabi Muhammad. Keturunan Nabi Isma'il juga menurunkan bangsa Arab
Musta’ribah.
Nabi Ibrahim sering berulang kali
mengunjungi anaknya. Pada satu hari, dia tiba di Makkah dan mengunjungi rumah
anaknya. Suatu ketika, Isma'il tiada di rumah saat itu tidak ada siapapun
melainkan istrinya. Istri Isma'il tidak mengenali bahwa orang tua itu adalah
mertuanya (bapaknya Isma'il). Apabila Nabi Ibrahim bertanya istri Nabi Isma'il
mengenai suaminya itu, dia diberitahu anaknya keluar berburu. Seterusnya Nabi
Ibrahim bertanya keadaan mereka berdua. Istrinya berkata: “Kami berada dalam
kesempitan.” Nabi Ibrahim berkata: “Apakah kamu mempunyai jamuan, makanan dan
minuman?” Dijawab istri Isma'il: “Aku tidak mempunyainya, malah apa pun tiada.” Kelakukan
istri Nabi Isma'il itu tidak manis dipandang Nabi Ibrahim karena kelihatan
tidak terima dengan pemberian Allah dan jemu untuk hidup bersama suaminya.
Malah, dia kelihatan bersifat kikir karena tidak menginginkan kedatangan tamu.
Akhirnya Nabi Ibrahim berkata kepada istri anaknya: “Jika suamimu kembali,
sampaikanlah salamku kepadanya dan katakan kepadanya supaya dia menggantikan
pintunya.”
Selepas itu Nabi Ibrahim pergi dari
situ. Sejurus kemudian, Nabi Isma'il pulang ke rumah dengan hati gembira karena
dia menganggap tidak ada hal yang tidak diingini terjadi sepanjang ketiadaannya
di rumah. Nabi Isma'il bertanya kepada istrinya: “Apakah ada orang datang
menemui kamu?” Istrinya berkata: “Ya, ada orang tua yang
kunjungi kita.” Isma'il berkata: “Apakah dia mewasiatkan sesuatu kepadamu?”
Istrinya berkata: “Ya, dia menyuruhku menyampaikan salam kepadamu dan memintaku
mengatakan kepadamu supaya menggantikan pintumu.” Isma'il
berkata: “Dia adalah bapakku. Sesungguhnya dia menyuruhku supaya menceraikanmu,
maka kembalilah kepada keluargamu.” Selepas menceraikan
istrinya, Nabi Isma'il menikah lagi, kali ini dengan seorang lagi wanita dari
Suku Jurhum. Istri baru itu mendapat keredaan bapaknya karena pandai menghormati
tamu, tidak menceritakan perkara yang menjatuhkan martabat suami dan bersyukur
atas nikmat Allah. Isma'il hidup bersama istri barunya itu hingga melahirkan
beberapa anak.
Nabi Isma'il mempunyai 12 anak lelaki
dan seorang anak perempuan Bashemath, yang dinikahkan dengan anak saudaranya
(keponakan), yaitu Al-’Aish bin Ishaq. Dari keturunan Nabi Isma'il
lahir Nabi Muhammad. Keturunan Nabi Isma'il juga menurunkan bangsa Arab
Musta’ribah.
Nabi Ishaq A.S
Ishaq (Ibrani: יִצְחָק, Standar Yiẓḥaq Tiberian Yiṣḥāq ; Arab: إِسْحَاقَ, ʾIsḥāq)
(sekitar 1761 SM - 1638 SM)[1][2] adalah putra kedua Nabi Ibrahim setelah Ismail yang
beribu Siti Hajar dan merupakan orang tua dari Nabi Yaqub.[3]
Ishaq diutus untuk masyarakat Kana'an.
Kisah Nabi Ishaq sangat sedikit diceritakan dalam Al-Qur'an. Nabi Ishaq
disebutkan dalam Al-Qur'an sebanyak
15 kali.[4] Sedangkan keutamaan Nabi Ishaq
disebutkan 9 kali dan kenabian Ishaq 10 kali.[5] Dikatakan bahwa ia memiliki 2 anak dan
meninggal di Al Khalil.
Ishaq (Ibrani: יִצְחָק, Standar Yiẓḥaq Tiberian Yiṣḥāq ; Arab: إِسْحَاقَ, ʾIsḥāq)
(sekitar 1761 SM - 1638 SM)[1][2] adalah putra kedua Nabi Ibrahim setelah Ismail yang
beribu Siti Hajar dan merupakan orang tua dari Nabi Yaqub.[3]
Ishaq diutus untuk masyarakat Kana'an.
Kisah Nabi Ishaq sangat sedikit diceritakan dalam Al-Qur'an. Nabi Ishaq
disebutkan dalam Al-Qur'an sebanyak
15 kali.[4] Sedangkan keutamaan Nabi Ishaq
disebutkan 9 kali dan kenabian Ishaq 10 kali.[5] Dikatakan bahwa ia memiliki 2 anak dan
meninggal di Al Khalil.
Etimologi
Nama Ishaq berasal dari bahasa Yahudi Yiṣḥāq yang berarti tertawa / tersenyum. Kata
itu didapatkan dari ibunya, Sarah yang tersenyum tidak percaya ketika
mendapatkan kabar gembira dari malaikat Jibril.[6]
Nama Ishaq berasal dari bahasa Yahudi Yiṣḥāq yang berarti tertawa / tersenyum. Kata
itu didapatkan dari ibunya, Sarah yang tersenyum tidak percaya ketika
mendapatkan kabar gembira dari malaikat Jibril.[6]
Genealogi
Kisah
Sebelum kelahiran Ishaq, Sarah dan suaminya, Ibrahim mendapat
kabar gembira dari Allah melalui malaikat Jibril.[7] Dalam pesan itu malaikat Jibril
menyampikan pesan bahwa Sarah akan melahirkan seorang anak laki-laki bernama
Ishaq yang kelak akan menjadi seorang nabi[8].
Namun, Sarah tersenyum karena merasa heran dan aneh. Dia merasa aneh karena
tidak mungkin dia dan suaminya dapat memberi keturunan jika usia mereka sudah
cukup tua, yaitu Sarah berusia 90 tahun dan Nabi Ibrahim 100 tahun.[9] Ishaq pun akhirnya terlahir di kota
Kana'an pada tahun 1761 SM.
Ishaq merupakan anak kedua dari Nabi Ibrahim dan Sarah setelah
Ismail. Bersama Ismail, ia menjadi penerus ayahnya untuk berdakwah di jalan
Allah. Ketika Ibrahim telah sangat tua, Ishaq belum juga menikah. Ibrahim tidak
mengizinkan Ishaq menikah dengan wanita Kana'an karena masyarakatnya tidak mengenal
Allah dan asing terhadap keluarganya. Karena itu, Ibrahim memerintah seorang
pelayan untuk pergi ke Harran,
Irak dan membawa
seorang perempuan dari keluarganya. Perempuan yang dimaksud itu adalah Rifqah
binti Batnail bin Nahur, saudara Ibrahim yang kemudian dinikahkan dengan Ishaq.[6][10]
Setelah 10 tahun Ishaq menikah dengan Rifqah, lahirlah dua anak
kembar. Anak pertama diberi nama Al-Aish dan anak kedua Yaqub yang
lahir dengan memegang kaki saudaranya. Ishaq lebih menyayangi Al-Aish daripada
Yaqub. Dari Ishaq-lah kemudian terlahir nabi-nabi Bani Israil.[6]
Menurut salah satu riwayat, Ishaq meninggal pada usia 180 tahun.[6]
Sebelum kelahiran Ishaq, Sarah dan suaminya, Ibrahim mendapat
kabar gembira dari Allah melalui malaikat Jibril.[7] Dalam pesan itu malaikat Jibril
menyampikan pesan bahwa Sarah akan melahirkan seorang anak laki-laki bernama
Ishaq yang kelak akan menjadi seorang nabi[8].
Namun, Sarah tersenyum karena merasa heran dan aneh. Dia merasa aneh karena
tidak mungkin dia dan suaminya dapat memberi keturunan jika usia mereka sudah
cukup tua, yaitu Sarah berusia 90 tahun dan Nabi Ibrahim 100 tahun.[9] Ishaq pun akhirnya terlahir di kota
Kana'an pada tahun 1761 SM.
Ishaq merupakan anak kedua dari Nabi Ibrahim dan Sarah setelah
Ismail. Bersama Ismail, ia menjadi penerus ayahnya untuk berdakwah di jalan
Allah. Ketika Ibrahim telah sangat tua, Ishaq belum juga menikah. Ibrahim tidak
mengizinkan Ishaq menikah dengan wanita Kana'an karena masyarakatnya tidak mengenal
Allah dan asing terhadap keluarganya. Karena itu, Ibrahim memerintah seorang
pelayan untuk pergi ke Harran,
Irak dan membawa
seorang perempuan dari keluarganya. Perempuan yang dimaksud itu adalah Rifqah
binti Batnail bin Nahur, saudara Ibrahim yang kemudian dinikahkan dengan Ishaq.[6][10]
Setelah 10 tahun Ishaq menikah dengan Rifqah, lahirlah dua anak
kembar. Anak pertama diberi nama Al-Aish dan anak kedua Yaqub yang
lahir dengan memegang kaki saudaranya. Ishaq lebih menyayangi Al-Aish daripada
Yaqub. Dari Ishaq-lah kemudian terlahir nabi-nabi Bani Israil.[6]
Menurut salah satu riwayat, Ishaq meninggal pada usia 180 tahun.[6]
Nabi Ya'qub A.S
Ya'qub (Ibrani: יַעֲקֹב Yaʿaqob, Arab: يعقوب Yaʿqūb)
adalah seorang nabi yang merupakan putra Ishaq bin Ibrahim. Ya'qub memiliki seorang saudara
kembar bernama Ishau.
Ya'qub, yang kemudian dinamai Israel (Ibrani: יִשְׂרָאֵלYiśrāʾēl, bahasa Arab: اسرائيل Isrāʾīl),
merupakan figur yang dikenal sebagai leluhur "kedua belas suku."
Nama Ya'qub disebut sebanyak 16 kali dalam Al-Qur'an.[2]
Ya'qub (Ibrani: יַעֲקֹב Yaʿaqob, Arab: يعقوب Yaʿqūb)
adalah seorang nabi yang merupakan putra Ishaq bin Ibrahim. Ya'qub memiliki seorang saudara
kembar bernama Ishau.
Ya'qub, yang kemudian dinamai Israel (Ibrani: יִשְׂרָאֵלYiśrāʾēl, bahasa Arab: اسرائيل Isrāʾīl),
merupakan figur yang dikenal sebagai leluhur "kedua belas suku."
Nama Ya'qub disebut sebanyak 16 kali dalam Al-Qur'an.[2]
Kelahiran
Ya'qub dan Ishau dilahirkan oleh istri Ishaq yang bernama Ribkah,
sewaktu Ishaq berusia 60 tahun. Kedua anak kembar ini terlahir dengan tubuh
Ishau sebagai yang pertama kali keluar diikuti tubuh Ya'qub dalam keadaan
tangan menggenggam tumit kakaknya.[3] Ishaq
sangat menyayangi Ishau, sebab Ishaq menganggap Ishau sebagai putra sulung yang
kelak menerima warisan anugerah dari ayahnya. Sementara itu, Ya'qub merupakan
cucu kesayangan Ibrahim,[3] sebab
Ya'qub senang tinggal di rumah untuk berada dekat serta belajar dari dirinya.
Ya'qub juga menjadi anak kesayangan ibunya, Ribkah,[3] sebab
si putra bungsu gemar membantu serta rajin mengurus rumah untuk meringankan
pekerjaan orang tua.
Ya'qub dan Ishau dilahirkan oleh istri Ishaq yang bernama Ribkah,
sewaktu Ishaq berusia 60 tahun. Kedua anak kembar ini terlahir dengan tubuh
Ishau sebagai yang pertama kali keluar diikuti tubuh Ya'qub dalam keadaan
tangan menggenggam tumit kakaknya.[3] Ishaq
sangat menyayangi Ishau, sebab Ishaq menganggap Ishau sebagai putra sulung yang
kelak menerima warisan anugerah dari ayahnya. Sementara itu, Ya'qub merupakan
cucu kesayangan Ibrahim,[3] sebab
Ya'qub senang tinggal di rumah untuk berada dekat serta belajar dari dirinya.
Ya'qub juga menjadi anak kesayangan ibunya, Ribkah,[3] sebab
si putra bungsu gemar membantu serta rajin mengurus rumah untuk meringankan
pekerjaan orang tua.
Ya'qub dan Ishau
Pada mulanya kedua cucu Ibrahim ini memiliki kesamaan satu sama
lain, keduanya belajar ilmu kepada sang kakek di masa tuanya. Ishau mengagumi
sang kakek karena harta kekayaan berlimpah beserta kedudukan duniawi terhormat
yang disegani oleh banyak orang; sementara itu Ya'qub memuji Allah yang
menganugerahkan banyak karunia untuk sang kakek sehingga ia berdoa kiranya Allah
berbuat hal yang sama untuk dirinya. Seiring waktu berlalu, Ya'qub menjadi
semakin tekun beribadah kepada Allah, sesuai yang diajarkan oleh Ibrahim. Di
sisi lain, Ishau memutuskan untuk meninggalkan rumah leluhurnya lalu berangkat
mengembara seorang diri namun tetap berbakti terhadap orang tua untuk mengikuti
kesuksesan sang kakek sebagaimana perjalanan Ibrahim ketika meninggalkan negeri
Haran. Akan tetapi Ishau memiliki tujuan berbeda, Ibrahim meninggalkan tanah
leluhur untuk melaksanakan perintah Allah, sedangkan Ishau berniat mendapat
banyak harta benda serta kemewahan duniawi.[3] Sebagai
bukti sikap berbakti terhadap orang tua, khususnya sang ayah, Ishau memburu
banyak hewan untuk diberikan kepada Ishaq yang gemar makan daging. Sikap
berbakti Ishau menambah keyakinan pada diri Ishaq bahwa ia akan menyerahkan
warisan anugerah untuk anak tertuanya.[3]
Ketika mendengar bahwa sang kakek merupakan manusia yang
ditakdirkan menjumpai maut, Ishau merasa heran serta tidak percaya bahwa orang
sehebat Ibrahim harus menghadapi maut yang kemudian meninggalkan segala
pencapaian di dunia. Ishau memutuskan pergi untuk melupakan kepedihan ini.
Ishau, yang membanggakan diri sebagai keturunan Ibrahim, hendak membalas kepada Namrudz yakni
orang yang pernah ingin membunuh sang kakek. Ishau pergi berbekal sebilah
pedang sambil mencari tempat dimana Namrudz berada. Ketika mendapati Namrudz
sedang berada di sebuah padang rumput, Ishau seketika menikam tubuh Namrudz dari
belakang kemudian Namrudz membalas hantaman keras ke tubuh Ishau. Namrudz
terkejut melihat Ishau, yang mengingatkan dirinya tentang Ibrahim. Kemudian
Ishau mengutuk Namrudz, juga Ishau menyatakan sedang membalaskan atas hal yang
pernah diperbuat terhadap sang kakek. Meski mendapat serangan keras di
tubuhnya, Ishau berhasil membunuh Namrudz,[4] kemudian
Ishau melarikan diri terhadap bala tentara Namrudz yang datang dan mengejar
dirinya.
Sementara Ishau memutuskan pergi, Ya'qub tetap berada di rumah
sehingga ditanyai oleh Ibrahim tentang sebab keberadaannya ini. Ya'qub menjawab
bahwa ia percaya bahwa Allah selalu menyertai sang kakek sehingga Ya'qub ingin
berada dekat dengannya. Mendengar ucapan ini, Ibrahim memberkati Ya'qub, seraya
menyatakan bahwa ia akan mewarisi bagian warisan anugerah; yakni berkat langka
dari sisi Allah untuk Ibrahim, yang telah diwariskan kepada Ishaq. Ya'qub
takjub mendengar hal ini, sebab ia bukanlah anak sulung yang memiliki kelebihan
di mata Ishaq, namun Ibrahim menenangkan cucunya dengan berkata bahwa berkat
anugerah itu berasal dari sisi Allah,[5] terlebih
lagi terdapat perjanjian bahwa Ya'qub telah lama ditetapkan sebagai pewaris
keluarga Ibrahim, sehingga Ya'qub ditakdirkan mewarisi anugerah istimewa di
dunia maupun di Akhirat.[6] Ya'qub
juga turut bersaksi bersama putra-putra Ibrahim tentang agama yang Allah
wariskan untuk kaum keturunan Ibrahim.[7]
Ketika Ishau pulang dari pertarungan melawan Namrudz, ia merasa
sekarat serta kelelahan, kemudian ia menjumpai Ya'qub sedang memasak sup kacang
merah untuk para tamu yang berkabung atas Ibrahim yang telah meninggal dunia.
Ishau yang kelaparan mendesak seraya berteriak meminta makanan kepada Ya'qub.
Oleh sebab Ishau tidak percaya adanya kebangkitan orang mati, ia takut akan
segera mati,[8] sehingga
ia menyatakan bersedia memberikan apapun untuk nyawanya.
Sewaktu Ya'qub memperingatkan kepada Ishau tentang adanya
kehidupan Akhirat sesudah mati, Ishau justru secara zalim mengingkari bahwa
kelak Allah membangkitkan orang-orang mati,[9][3] sebab
Ishau telah mengingkari ajaran Ibrahim bahwa kekayaan berkat berasal dari sisi
Allah.[10] Sebagai
hukuman atas sikap zalim Ishau ini,[11] Allah
memindahkan hak waris Ibrahim kepada orang yang Allah perkenan yakni Ya'qub,[12] keturunan
Ibrahim yang meneladani dan mewarisi Ibrahim. Oleh karena telah memperoleh
banyak Ilmu dari Ibrahim, Ya'qub telah memahami bahwa pemilik hak kesulungan
kelak berhak untuk menerima warisan anugerah. Ya'qub juga meyakini bahwa berkat
dunia beserta Akhirat berasal dari sisi Allah.[13]
Ya'qub bersedia memberi makanan setelah Ishau bersumpah menjual
hak anak sulung sebagai ganti makanan tersebut, agar sumpah ini menjadi bukti
jaminan kepada dirinya; lalu Ishau seketika menyetujui persyaratan ini akibat
belum memahami keistimewaan hak anak sulung. Setelah menghabiskan makanan ini,
Ishau merasa terlahir kembali seraya bersuka cita, sejak saat ini pula Ishau
menamakan diri sebagai Edom, istilah yang bermakna si merah sesuai dengan warna makanan yang ia
makan.[14]
Pada mulanya kedua cucu Ibrahim ini memiliki kesamaan satu sama
lain, keduanya belajar ilmu kepada sang kakek di masa tuanya. Ishau mengagumi
sang kakek karena harta kekayaan berlimpah beserta kedudukan duniawi terhormat
yang disegani oleh banyak orang; sementara itu Ya'qub memuji Allah yang
menganugerahkan banyak karunia untuk sang kakek sehingga ia berdoa kiranya Allah
berbuat hal yang sama untuk dirinya. Seiring waktu berlalu, Ya'qub menjadi
semakin tekun beribadah kepada Allah, sesuai yang diajarkan oleh Ibrahim. Di
sisi lain, Ishau memutuskan untuk meninggalkan rumah leluhurnya lalu berangkat
mengembara seorang diri namun tetap berbakti terhadap orang tua untuk mengikuti
kesuksesan sang kakek sebagaimana perjalanan Ibrahim ketika meninggalkan negeri
Haran. Akan tetapi Ishau memiliki tujuan berbeda, Ibrahim meninggalkan tanah
leluhur untuk melaksanakan perintah Allah, sedangkan Ishau berniat mendapat
banyak harta benda serta kemewahan duniawi.[3] Sebagai
bukti sikap berbakti terhadap orang tua, khususnya sang ayah, Ishau memburu
banyak hewan untuk diberikan kepada Ishaq yang gemar makan daging. Sikap
berbakti Ishau menambah keyakinan pada diri Ishaq bahwa ia akan menyerahkan
warisan anugerah untuk anak tertuanya.[3]
Ketika mendengar bahwa sang kakek merupakan manusia yang
ditakdirkan menjumpai maut, Ishau merasa heran serta tidak percaya bahwa orang
sehebat Ibrahim harus menghadapi maut yang kemudian meninggalkan segala
pencapaian di dunia. Ishau memutuskan pergi untuk melupakan kepedihan ini.
Ishau, yang membanggakan diri sebagai keturunan Ibrahim, hendak membalas kepada Namrudz yakni
orang yang pernah ingin membunuh sang kakek. Ishau pergi berbekal sebilah
pedang sambil mencari tempat dimana Namrudz berada. Ketika mendapati Namrudz
sedang berada di sebuah padang rumput, Ishau seketika menikam tubuh Namrudz dari
belakang kemudian Namrudz membalas hantaman keras ke tubuh Ishau. Namrudz
terkejut melihat Ishau, yang mengingatkan dirinya tentang Ibrahim. Kemudian
Ishau mengutuk Namrudz, juga Ishau menyatakan sedang membalaskan atas hal yang
pernah diperbuat terhadap sang kakek. Meski mendapat serangan keras di
tubuhnya, Ishau berhasil membunuh Namrudz,[4] kemudian
Ishau melarikan diri terhadap bala tentara Namrudz yang datang dan mengejar
dirinya.
Sementara Ishau memutuskan pergi, Ya'qub tetap berada di rumah
sehingga ditanyai oleh Ibrahim tentang sebab keberadaannya ini. Ya'qub menjawab
bahwa ia percaya bahwa Allah selalu menyertai sang kakek sehingga Ya'qub ingin
berada dekat dengannya. Mendengar ucapan ini, Ibrahim memberkati Ya'qub, seraya
menyatakan bahwa ia akan mewarisi bagian warisan anugerah; yakni berkat langka
dari sisi Allah untuk Ibrahim, yang telah diwariskan kepada Ishaq. Ya'qub
takjub mendengar hal ini, sebab ia bukanlah anak sulung yang memiliki kelebihan
di mata Ishaq, namun Ibrahim menenangkan cucunya dengan berkata bahwa berkat
anugerah itu berasal dari sisi Allah,[5] terlebih
lagi terdapat perjanjian bahwa Ya'qub telah lama ditetapkan sebagai pewaris
keluarga Ibrahim, sehingga Ya'qub ditakdirkan mewarisi anugerah istimewa di
dunia maupun di Akhirat.[6] Ya'qub
juga turut bersaksi bersama putra-putra Ibrahim tentang agama yang Allah
wariskan untuk kaum keturunan Ibrahim.[7]
Ketika Ishau pulang dari pertarungan melawan Namrudz, ia merasa
sekarat serta kelelahan, kemudian ia menjumpai Ya'qub sedang memasak sup kacang
merah untuk para tamu yang berkabung atas Ibrahim yang telah meninggal dunia.
Ishau yang kelaparan mendesak seraya berteriak meminta makanan kepada Ya'qub.
Oleh sebab Ishau tidak percaya adanya kebangkitan orang mati, ia takut akan
segera mati,[8] sehingga
ia menyatakan bersedia memberikan apapun untuk nyawanya.
Sewaktu Ya'qub memperingatkan kepada Ishau tentang adanya
kehidupan Akhirat sesudah mati, Ishau justru secara zalim mengingkari bahwa
kelak Allah membangkitkan orang-orang mati,[9][3] sebab
Ishau telah mengingkari ajaran Ibrahim bahwa kekayaan berkat berasal dari sisi
Allah.[10] Sebagai
hukuman atas sikap zalim Ishau ini,[11] Allah
memindahkan hak waris Ibrahim kepada orang yang Allah perkenan yakni Ya'qub,[12] keturunan
Ibrahim yang meneladani dan mewarisi Ibrahim. Oleh karena telah memperoleh
banyak Ilmu dari Ibrahim, Ya'qub telah memahami bahwa pemilik hak kesulungan
kelak berhak untuk menerima warisan anugerah. Ya'qub juga meyakini bahwa berkat
dunia beserta Akhirat berasal dari sisi Allah.[13]
Ya'qub bersedia memberi makanan setelah Ishau bersumpah menjual
hak anak sulung sebagai ganti makanan tersebut, agar sumpah ini menjadi bukti
jaminan kepada dirinya; lalu Ishau seketika menyetujui persyaratan ini akibat
belum memahami keistimewaan hak anak sulung. Setelah menghabiskan makanan ini,
Ishau merasa terlahir kembali seraya bersuka cita, sejak saat ini pula Ishau
menamakan diri sebagai Edom, istilah yang bermakna si merah sesuai dengan warna makanan yang ia
makan.[14]
Pewaris Ishaq
Setelah memiliki hak anak sulung dari Ishau, Ya'qub secara sah
memperoleh keistimewaan sebagai anak sulung Ishaq. Sementara itu, Ishau; yang
dikenal sebagai cucu Ibrahim, memutuskan untuk mengawini putri-putri dari suku
Hiti, yakni salah satu suku bangsa keturunan Kana'an. Walau demikian,
perkawinan ini menyebabkan Ishau melanggar amanat dari Ibrahim yang pernah berwasiat
agar keturunannya tidak kawin dengan orang dari keturunan Kana'an. Sepeninggal
Ibrahim, Ya'qub berpindah ke rumah nabi Sam,
putra nabi Nuh, untuk memperdalam ilmu agama maupun
ibadah kepada Allah.[3]
Ishaq sering meratap ketika melihat putra kesayangannya turut
dalam kebiasaan bangsa Kana'an yang meninggalkan kewajiban ibadah, bahkan
melanggar pengajaran Ibrahim untuk selalu berpegang kepada perintah maupun
bimbingan Allah. Diliputi kepedihan hati, Ishaq ditimpa penyakit berat disertai
penglihatan mata yang memburuk. Menganggap bahwa penyakit ini merupakan
pertanda kematian, Ishaq berniat untuk mewariskan berkat anugerah untuk putra
sulungnya, Ishau, sebelum maut menjemput.[15] Namun
Ishaq belum mengetahui bahwa hak kesulungan pada Ishau telah beralih ke Ya'qub.
Ishaq meminta putra sulungnya, Ishau, agar membuat hidangan daging untuk sang
ayah sebelum melakukan pemberkatan. Sekalipun Ishaq menyebut Ishau sebagai
putra sulung; akan tetapi Allah lebih berkenan terhadap kesalehan Ya'qub,[16] sehingga
Allah mengutus sesosok malaikat agar membantu Ya'qub memperoleh hak sebagai
pewaris berkat Ibrahim. Walau Ishaq tidak dapat mengenali putra sulungnya
sewaktu Ya'qub menyerahkan hidangan daging kepada sang ayah; kehadiran malaikat
Allah meyakinkan Ishaq agar memberkati Ya'qub. Selain itu, Ribkah juga turut
memberkati Ya'qub, putra kesayangannya.[3]
Tatkala Ishau datang menemui sang ayah untuk menerima anugerah
waris, Ishaq merasa bersalah bahwa ia telah memberkati orang yang bukan putra
sulungnya, Ishau. Akan tetapi Ishaq berubah pikiran sewaktu Ishau menyatakan
bahwa ia telah menjual hak anak sulung kepada Ya'qub, dengan demikian Ishaq
menyadari bahwa Allah turut mengatur takdir yang sedang terjadi. Sebagaimana
Allah berjanji mengaruniakan berkat ganda berupa karunia di dunia maupun
Akhirat untuk Ibrahim, maka Ishaq memperoleh berkat tersebut sebagai pewaris
utama atau "putra sulung" Ibrahim, yang kemudian berkat tersebut
diwariskan kepada Ya'qub yakni "putra sulung" Ishaq. Ishau merasa
sangat menyesal karena telah menjual hak kesulungan secara seketika yang
membuat dirinya seolah kehilangan harapan untuk mewarisi harta kekayaan ayahnya.[17] Mendapati
Ishau berupaya keras seraya sujud menyembah bahkan mengemis kepada sang ayah
tentang bagian berkat warisan, pada akhirnya Allah berbelas kasihan serta
memberi sebagian berkat bagi putra Ishaq ini.[18][3]
Walaupun dirinya sendiri yang telah menjual hak kesulungannya,[19] Ishau
sangat meratapi bagian warisan yang menurutnya dirampas oleh Ya'qub. Ishau
berniat untuk membunuhnya ketika sang ayah telah wafat. Sewaktu mendengar
ucapan serapah ini, Ribkah menasehati Ya'qub agar berpindah sementara waktu di
rumah pamannya yakni Laban,
di negeri Haran. Walaupun sebelumnya Ya'qub menyatakan
berani untuk melawan Ishau,[20] namun
ia lebih memilih menuruti saran sang ibu supaya menikahi seorang anak perempuan
Laban, agar Ya'qub terhindar dari pernikahan dengan keturunan Kana'an. Kemudian
Ishaq dan Ribkah melepas keberangkatan Ya'qub dengan mengakui bahwa Allah telah
menyertai Ya'qub, serta menegaskan haknya sebagai anak sulung yang secara sah
mendapat warisan berkat istimewa dari Ibrahim. Ishaq juga secara khusus
berpesan kepada Ya'qub agar tidak mengawini perempuan keturunan Kana'an
melainkan mengawini seorang perempuan yang masih memiliki hubungan kerabat
dengan keluarga Ibrahim. Tatkala mendengar kabar bahwa ayahnya tidak berkenan
terhadap wanita-wanita Kana'an, Ishau memutuskan pergi ke rumah pamannya, yakni Ismail bin
Ibrahim, supaya mengawini seorang anak perempuan Ismail. Ishau tidak berniat
pergi ke Haran, sebab ia mengetahui bahwa Ibrahim pernah melarang Ishaq agar
tidak pergi ke Haran.
Setelah memiliki hak anak sulung dari Ishau, Ya'qub secara sah
memperoleh keistimewaan sebagai anak sulung Ishaq. Sementara itu, Ishau; yang
dikenal sebagai cucu Ibrahim, memutuskan untuk mengawini putri-putri dari suku
Hiti, yakni salah satu suku bangsa keturunan Kana'an. Walau demikian,
perkawinan ini menyebabkan Ishau melanggar amanat dari Ibrahim yang pernah berwasiat
agar keturunannya tidak kawin dengan orang dari keturunan Kana'an. Sepeninggal
Ibrahim, Ya'qub berpindah ke rumah nabi Sam,
putra nabi Nuh, untuk memperdalam ilmu agama maupun
ibadah kepada Allah.[3]
Ishaq sering meratap ketika melihat putra kesayangannya turut
dalam kebiasaan bangsa Kana'an yang meninggalkan kewajiban ibadah, bahkan
melanggar pengajaran Ibrahim untuk selalu berpegang kepada perintah maupun
bimbingan Allah. Diliputi kepedihan hati, Ishaq ditimpa penyakit berat disertai
penglihatan mata yang memburuk. Menganggap bahwa penyakit ini merupakan
pertanda kematian, Ishaq berniat untuk mewariskan berkat anugerah untuk putra
sulungnya, Ishau, sebelum maut menjemput.[15] Namun
Ishaq belum mengetahui bahwa hak kesulungan pada Ishau telah beralih ke Ya'qub.
Ishaq meminta putra sulungnya, Ishau, agar membuat hidangan daging untuk sang
ayah sebelum melakukan pemberkatan. Sekalipun Ishaq menyebut Ishau sebagai
putra sulung; akan tetapi Allah lebih berkenan terhadap kesalehan Ya'qub,[16] sehingga
Allah mengutus sesosok malaikat agar membantu Ya'qub memperoleh hak sebagai
pewaris berkat Ibrahim. Walau Ishaq tidak dapat mengenali putra sulungnya
sewaktu Ya'qub menyerahkan hidangan daging kepada sang ayah; kehadiran malaikat
Allah meyakinkan Ishaq agar memberkati Ya'qub. Selain itu, Ribkah juga turut
memberkati Ya'qub, putra kesayangannya.[3]
Tatkala Ishau datang menemui sang ayah untuk menerima anugerah
waris, Ishaq merasa bersalah bahwa ia telah memberkati orang yang bukan putra
sulungnya, Ishau. Akan tetapi Ishaq berubah pikiran sewaktu Ishau menyatakan
bahwa ia telah menjual hak anak sulung kepada Ya'qub, dengan demikian Ishaq
menyadari bahwa Allah turut mengatur takdir yang sedang terjadi. Sebagaimana
Allah berjanji mengaruniakan berkat ganda berupa karunia di dunia maupun
Akhirat untuk Ibrahim, maka Ishaq memperoleh berkat tersebut sebagai pewaris
utama atau "putra sulung" Ibrahim, yang kemudian berkat tersebut
diwariskan kepada Ya'qub yakni "putra sulung" Ishaq. Ishau merasa
sangat menyesal karena telah menjual hak kesulungan secara seketika yang
membuat dirinya seolah kehilangan harapan untuk mewarisi harta kekayaan ayahnya.[17] Mendapati
Ishau berupaya keras seraya sujud menyembah bahkan mengemis kepada sang ayah
tentang bagian berkat warisan, pada akhirnya Allah berbelas kasihan serta
memberi sebagian berkat bagi putra Ishaq ini.[18][3]
Walaupun dirinya sendiri yang telah menjual hak kesulungannya,[19] Ishau
sangat meratapi bagian warisan yang menurutnya dirampas oleh Ya'qub. Ishau
berniat untuk membunuhnya ketika sang ayah telah wafat. Sewaktu mendengar
ucapan serapah ini, Ribkah menasehati Ya'qub agar berpindah sementara waktu di
rumah pamannya yakni Laban,
di negeri Haran. Walaupun sebelumnya Ya'qub menyatakan
berani untuk melawan Ishau,[20] namun
ia lebih memilih menuruti saran sang ibu supaya menikahi seorang anak perempuan
Laban, agar Ya'qub terhindar dari pernikahan dengan keturunan Kana'an. Kemudian
Ishaq dan Ribkah melepas keberangkatan Ya'qub dengan mengakui bahwa Allah telah
menyertai Ya'qub, serta menegaskan haknya sebagai anak sulung yang secara sah
mendapat warisan berkat istimewa dari Ibrahim. Ishaq juga secara khusus
berpesan kepada Ya'qub agar tidak mengawini perempuan keturunan Kana'an
melainkan mengawini seorang perempuan yang masih memiliki hubungan kerabat
dengan keluarga Ibrahim. Tatkala mendengar kabar bahwa ayahnya tidak berkenan
terhadap wanita-wanita Kana'an, Ishau memutuskan pergi ke rumah pamannya, yakni Ismail bin
Ibrahim, supaya mengawini seorang anak perempuan Ismail. Ishau tidak berniat
pergi ke Haran, sebab ia mengetahui bahwa Ibrahim pernah melarang Ishaq agar
tidak pergi ke Haran.
Keberangkatan ke negeri Haran
Sewaktu berangkat ke Haran, Ishaq memperbekali banyak harta
benda maupun hewan ternak untuk Ya'qub sebagai bagian warisan anak sulung.
Sementara itu, Ishau merasa geram ketika mendengar kabar bahwa Ya'qub berangkat
sambil mengangkut perbekalan berlimpah dari kedua orang tuanya, kemudian Ishau
bersiasat untuk merampas bagian waris duniawi yang telah diserahkan Ishaq
kepada Ya'qub. Maka Ishau mengutus budak-budak Ishaq agar pergi menyampaikan
pesan kepada Ya'qub.
Sewaktu gerombolan ini menyusul Ya'qub, mereka menyampaikan
pesan bahwa Ishaq memerintahkan Ya'qub agar menyerahkan kembali muatan
perbekalan kepada Ishau melalui mereka, supaya Ishau tidak mendengki ataupun
supaya Ishau tidak berangkat mengejar Ya'qub ke negeri Haran. Di sisi lain,
Ya'qub bersyukur telah menerima berkat anugerah Allah yang disampaikan melalui
orang tuanya; yang cukup menjadi bekal jaminan hidup di dunia serta di Akhirat.[21][22]Ya'qub menyerahkan seluruh harta
perbekalan ini kepada para budak Ishaq untuk kemudian diserahkan kepada Ishau
sehingga Ya'qub harus berjalan tanpa mengangkut bekal apapun ketika sampai di
rumah pamannya selain Perlindungan Allah yang selalu menyertai Ya'qub dimanapun
ia berada, supaya kelak ia pulang dalam keadaan selamat.
Di tengah-tengah perjalanan ini, Ya'qub mendapat sebuah mimpi
nubuat yang bermakna Allah berjanji bahwa keturunan Ya'qub akan berjumlah
sangat banyak memenuhi bumi apabila ia tetap setia melaksanakan
perintah-perintah Allah. Selain itu, Ya'qub memperoleh nubuat bahwa ia akan
memberkati dua belas putranya sehingga kelak Ya'qub akan disebut sebagai
leluhur kedua belas suku.[3] Kemudian
Ya'qub mendirikan tanda peringatan di tempat ia telah bermimpi, ia juga
berikrar kepada Allah bahwa ia akan bersegera mengadakan persembahan khusus di
tempat tersebut apabila Allah menyertai serta memperkenan Ya'qub pulang ke
negeri ayahnya dalam keadaan selamat.
Sewaktu berangkat ke Haran, Ishaq memperbekali banyak harta
benda maupun hewan ternak untuk Ya'qub sebagai bagian warisan anak sulung.
Sementara itu, Ishau merasa geram ketika mendengar kabar bahwa Ya'qub berangkat
sambil mengangkut perbekalan berlimpah dari kedua orang tuanya, kemudian Ishau
bersiasat untuk merampas bagian waris duniawi yang telah diserahkan Ishaq
kepada Ya'qub. Maka Ishau mengutus budak-budak Ishaq agar pergi menyampaikan
pesan kepada Ya'qub.
Sewaktu gerombolan ini menyusul Ya'qub, mereka menyampaikan
pesan bahwa Ishaq memerintahkan Ya'qub agar menyerahkan kembali muatan
perbekalan kepada Ishau melalui mereka, supaya Ishau tidak mendengki ataupun
supaya Ishau tidak berangkat mengejar Ya'qub ke negeri Haran. Di sisi lain,
Ya'qub bersyukur telah menerima berkat anugerah Allah yang disampaikan melalui
orang tuanya; yang cukup menjadi bekal jaminan hidup di dunia serta di Akhirat.[21][22]Ya'qub menyerahkan seluruh harta
perbekalan ini kepada para budak Ishaq untuk kemudian diserahkan kepada Ishau
sehingga Ya'qub harus berjalan tanpa mengangkut bekal apapun ketika sampai di
rumah pamannya selain Perlindungan Allah yang selalu menyertai Ya'qub dimanapun
ia berada, supaya kelak ia pulang dalam keadaan selamat.
Di tengah-tengah perjalanan ini, Ya'qub mendapat sebuah mimpi
nubuat yang bermakna Allah berjanji bahwa keturunan Ya'qub akan berjumlah
sangat banyak memenuhi bumi apabila ia tetap setia melaksanakan
perintah-perintah Allah. Selain itu, Ya'qub memperoleh nubuat bahwa ia akan
memberkati dua belas putranya sehingga kelak Ya'qub akan disebut sebagai
leluhur kedua belas suku.[3] Kemudian
Ya'qub mendirikan tanda peringatan di tempat ia telah bermimpi, ia juga
berikrar kepada Allah bahwa ia akan bersegera mengadakan persembahan khusus di
tempat tersebut apabila Allah menyertai serta memperkenan Ya'qub pulang ke
negeri ayahnya dalam keadaan selamat.
Kehidupan di negeri Haran
Tatkala tiba di negeri Haran, Ya'qub melihat Rahil,
anak perempuan pamannya, yang seketika membuat Ya'qub terpikat dan ingin
menjadikan perempuan ini sebagai istri. Laban, paman Ya'qub, memberi syarat
bahwa Ya'qub harus terlebih dahulu bekerja selama tujuh tahun demi mendapat
Rahil. Ketika negeri Haran mendapat kelimpahan berkat karena kehadiran Ya'qub
yang diberkati Allah, maka Laban mengadakan berbagai tipu muslihat untuk
menghalangi Ya'qub pulang ke rumah ayahnya.
Bertahun-tahun kemudian, Ya'qub memiliki kekayaan yang berlimpah
di negeri Haran karena senantiasa berpegang kepada perintah-perintah Allah
dimanapun ia berada serta ia tidak mengikuti kebiasaan penduduk yang ada di
sekitarnya. Selama itu pula, Ya'qub dikaruniai dua belas anak dari keempat
istrinya. Kesebelas putra Ya'qub adalah Rubin, Simeon, Lawy, Yahudah, Dan, Naftali, Gad, Asyer, Yisakhar, Zebulon, dan Yusuf; sementara seorang putrinya bernama Dinah.[3] Ketika
Allah berfirman agar kembali ke rumah ayahnya, Ya'qub menjadi seorang hartawan
kaya raya dengan banyak anak, banyak ternak, juga banyak budak sewaktu
meninggalkan negeri Haran, meski ia tanpa membawa muatan perbekalan sewaktu
pertama kali tiba di negeri tersebut.
Tatkala tiba di negeri Haran, Ya'qub melihat Rahil,
anak perempuan pamannya, yang seketika membuat Ya'qub terpikat dan ingin
menjadikan perempuan ini sebagai istri. Laban, paman Ya'qub, memberi syarat
bahwa Ya'qub harus terlebih dahulu bekerja selama tujuh tahun demi mendapat
Rahil. Ketika negeri Haran mendapat kelimpahan berkat karena kehadiran Ya'qub
yang diberkati Allah, maka Laban mengadakan berbagai tipu muslihat untuk
menghalangi Ya'qub pulang ke rumah ayahnya.
Bertahun-tahun kemudian, Ya'qub memiliki kekayaan yang berlimpah
di negeri Haran karena senantiasa berpegang kepada perintah-perintah Allah
dimanapun ia berada serta ia tidak mengikuti kebiasaan penduduk yang ada di
sekitarnya. Selama itu pula, Ya'qub dikaruniai dua belas anak dari keempat
istrinya. Kesebelas putra Ya'qub adalah Rubin, Simeon, Lawy, Yahudah, Dan, Naftali, Gad, Asyer, Yisakhar, Zebulon, dan Yusuf; sementara seorang putrinya bernama Dinah.[3] Ketika
Allah berfirman agar kembali ke rumah ayahnya, Ya'qub menjadi seorang hartawan
kaya raya dengan banyak anak, banyak ternak, juga banyak budak sewaktu
meninggalkan negeri Haran, meski ia tanpa membawa muatan perbekalan sewaktu
pertama kali tiba di negeri tersebut.
Kepulangan dari negeri Haran
Dalam perjalanan pulang, Ya'qub harus menghadapi sesosok
malaikat setelah membawa segala kepunyaannya menyeberangi sebuah sungai. Atas
izin Allah, Ya'qub berhasil menang melawan malaikat tersebut meski sendi
pangkal pahanya mendapat hantaman. Tatkala mendapati hal ini, putra-putra
Ya'qub merasa menyesal tidak turut membantu sang ayah; yang kemudian putra-putra
Ya'qub menahan diri untuk memakan segala jenis daging yang menutupi pangkal
paha sebagai bentuk peringatan atas kejadian ini.[23] Ketika
mendapat kabar bahwa ia akan berhadapan dengan Ishau serta gerombolannya;
Ya'qub memikirkan keselamatan segala kepunyaannya namun Ya'qub tetap bersabar
menaruh kepercayaan kepada janji Allah, juga Ya'qub berdoa secara
bersungguh-sungguh kepada Allah agar dapat memenuhi ikrar perjanjian apabila
Allah memperkenan dirinya pulang dalam keadaan selamat di negeri ayahnya.
Kemudian Ya'qub mendapati Ishau beserta gerombolannya merasa ketakutan terhadap
kehadiran Ya'qub, oleh sebab Allah yang menyertai dan membela keluarga Ya'qub,
maka Allah telah mengutus ribuan bala tentara malaikat yang membela keluarga
Ya'qub yang beriman,[24][25] sehingga
ribuan bala tentara malaikat ini telah menangkap seraya mengancam akan membunuh
seluruh kepunyaan Ishau apabila berani berbuat jahat terhadap Ya'qub maupun
segala kepunyaannya.[3] Ya'qub
juga memberi banyak hadiah untuk saudaranya lalu Ya'qub dan Ishau saling
berdamai.
Ya'qub mendirikan kemah di tengah-tengah suku keturunan Kana'an
sewaktu tiba di negeri ayahnya. Ia lupa tentang ikrar perjanjiannya berupa
persembahan khusus sebagai bentuk syukur karena selama ini Allah telah
mengaruniakan keselamatan untuk dirinya serta telah melindungi dirinya
menghadapi berbagai bahaya. Atas sikap ini, Allah memberi beberapa hukuman
untuk memperingatkan Ya'qub. Anak perempuan Ya'qub, yakni Dinah, diperkosa oleh
seorang pangeran dari suku keturunan Kana'an. Bangsa Kana'an merupakan bangsa
penyembah berhala yang menganggap perzinahan sebagai hal kewajaran di
tengah-tengah mereka; sehingga suku bangsa Kana'an di wilayah tersebut
memperbolehkan perilaku keji berlangsung.
Hal ini menimbulkan kebencian dan kemurkaan besar pada kedua
saudara Dinah, yakni Simeon dan Lawy. Simeon menganggap kejadian ini sebagai
penistaan terhadap nama baik keturunan Ya'qub. Sementara itu, Allah mengutus
Lawy menjadi Rasul yang diperbekali sebilah pedang beserta tameng supaya dapat
membalas tindakan jahat suku keturunan Kana'an.[26][27] Ia
memahami bahwa kejadian ini dapat merusak perjanjian Ibrahim terhadap
keturunannya supaya tetap diberkati, yakni larangan untuk tidak memiliki
hubungan keluarga dengan keturunan Kana'an yang terlaknat. Terlebih lagi, apabila
keturunan orang-orang beriman dibiarkan memiliki ikatan keluarga dengan kaum
keturunan pezinah yang menyembah berhala, tentu kaum penyembah berhala akan
memaksa kebiasaan kafir bangsa musyrik terhadap
orang-orang beriman; yang berakibat merusak kesetiaan keturunan Ibrahim
terhadap Allah. Dengan demikian, Lawy mempertimbangkan Hukum Allah sewaktu
menumpas kaum keturunan kafir yang hendak menggabungkan diri dengan keturunan
orang-orang beriman.[28][29][30] Sekalipun
mengemis perkenan atau perjanjian damai kepada golongan beriman, orang-orang
yang berzinah maupun orang-orang yang menyembah berhala tidak memiliki hak
mendapat bagian dalam warisan Ibrahim. Hal ini pula yang kemudian harus
diberlakukan sewaktu Bani Israel mengambil
alih negeri perjanjian yang sebelumnya dihuni bangsa Kana'an.[31]
Tatkala Simeon telah dipenuhi dendam, ia berniat membantai
seluruh laki-laki suku Kana'an yang memandang rendah keturunan Ya'qub, akibat
kaum itu telah membiarkan dan mengizinkan adanya perzinahan terjadi di
tengah-tengah mereka. Lawy berniat menumpas seluruh laki-laki suku Kana'an
sebagai Hukuman Murka Allah, maupun sebagai peringatan supaya tidak ada dari
keturunan Ya'qub yang terbujuk mengawini keturunan Kana'an yang terlaknat,
dengan harapan kelak tiada kaum keturunan ayahnya yang turut mendapat
kesengsaraan dengan bangsa keturunan Kana'an; yakni bangsa yang membiarkan
perbuatan dosa terjadi di tengah-tengah mereka akibat mengabaikan
perintah-perintah Allah. Simeon dan Lawy bersumpah kepada Allah untuk membalas
perbuatan keji ini.[32]Maka mereka berangkat sambil membawa
pedang lalu tanpa belas kasihan membunuh suku keturunan Kana'an di wilayah
tersebut, oleh karena suku ini telah melakukan perkara keji menyembah berhala
serta tidak menentang dosa pencemaran terhadap adik mereka, bahkan suku ini
mengizinkan perkara zinah yang dibenci Allah.[33] Lawy
membunuh Sikhim yakni
pangeran dari suku keturunan Kana'an, sementara Simeon membunuh Hamor, raja
suku tersebut.[3] Seluruh
anak lelaki hingga seluruh pria di suku tersebut mati dibantai Simeon dan Lawy;[34] kemudian
keduanya menyelamatkan Dinah dari wilayah suku pezinah ini.[35]
Sewaktu Simeon dan Lawy pulang, Ya'qub memarahi kedua putranya
yang telah bertindak gegabah tanpa terlebih dahulu meminta pertimbangan dari
sang ayah, oleh sebab suku tersebut telah menyampaikan perjanjian kepada
keluarga Ya'qub. Walau demikian, Simeon membela diri bahwa keduanya tidak bisa
membiarkan perlakuan keji suku Kana'an yang mempersamakan adik mereka sebagai
pezinah;[36] juga
sebagai peringatan bagi siapapun yang nekat menimpakan kejahatan terhadap
keluarga Israel, maka orang itu dan siapapun yang menyetujui kejahatan tersebut
akan menghadapi Kemurkaan Allah melalui tangan keduanya,[37][38]Sementara itu Lawy memperingatkan
sang ayah tentang Perjanjian Allah terhadap suku Kana'an, walau ia merasa
bersalah sebab tidak menghormati kedudukan ayahnya;[39] kemudian
ia memutuskan bertekun dalam ibadah serta pertobatan untuk menghapus dosa ini.[40] Sejak
saat ini pula, Lawy tidak lagi akrab dengan Simeon.
Akibat kekerasan Simeon dan Lawy, penduduk negeri yang tinggal
di sekitar Ya'qub dipenuhi rasa takut dan gentar untuk bergaul dengan keluarga
Ya'qub. Kemudian mereka pun menyadari bahwa keluarga Ya'qub merupakan pewaris
keluarga Ibrahim yang mencegah perbuatan dosa, juga menjaga Hukum-Hukum Allah
beserta perintah-perintah Allah sehingga Perlindungan Allah selalu menyertai
keluarga Ya'qub; dengan demikian Allah takkan membiarkan orang yang berbuat jahat
kepada keluarga tersebut lolos tanpa hukuman pedih.[41]
Melalui kejadian ini, Ya'qub menyadari kesalahannya serta
menerima peringatan Ilahi tentang ikrar perjanjiannya sehingga ia bertobat
seraya bergegas menepati ikrar perjanjian untuk mengadakan persembahan khusus
kepada Allah, tepat di tempat sebelumnya ia pernah berikrar kepada Allah
sewaktu berangkat meninggalkan negeri ayahnya. Setelah memenuhi ikrar
perjanjian, Allah mengampuni kesalahan Ya'qub,[42] serta
mengubah nama Ya'qub menjadi "Israel" lalu Allah berjanji bahwa seisi bumi akan menjadi milik kaum keturunan
Israel.[43] Kemudian
Israel mengajak seluruh keluarganya berpindah ke rumah Ishaq. Sewaktu tiba di
rumah ayahnya, Ishaq dan Ribkah merasa sangat bahagia sewaktu melihat Ya'qub
masih beriman kepada Allah. Ishaq dan Ribkah sangat bersyukur kepada Allah atas
karunia seorang putra yang menyelamatkan nama baik keturunan Ibrahim yang
dikenal setia kepada Allah. Terlebih lagi, Ishaq mendapati bahwa putra-putra
yang dikaruniakan untuk Ya'qub memiliki kesalehan menyerupai ayah mereka.[44] Ishaq
sempat menyampaikan nubuat kepada Lawy dan Yahudah,[45]bahwasanya Lawy mewarisi kedudukan
Imam,[46] sementara
Yahudah mewarisi kedudukan pemimpin di Israel.
Dalam perjalanan pulang, Ya'qub harus menghadapi sesosok
malaikat setelah membawa segala kepunyaannya menyeberangi sebuah sungai. Atas
izin Allah, Ya'qub berhasil menang melawan malaikat tersebut meski sendi
pangkal pahanya mendapat hantaman. Tatkala mendapati hal ini, putra-putra
Ya'qub merasa menyesal tidak turut membantu sang ayah; yang kemudian putra-putra
Ya'qub menahan diri untuk memakan segala jenis daging yang menutupi pangkal
paha sebagai bentuk peringatan atas kejadian ini.[23] Ketika
mendapat kabar bahwa ia akan berhadapan dengan Ishau serta gerombolannya;
Ya'qub memikirkan keselamatan segala kepunyaannya namun Ya'qub tetap bersabar
menaruh kepercayaan kepada janji Allah, juga Ya'qub berdoa secara
bersungguh-sungguh kepada Allah agar dapat memenuhi ikrar perjanjian apabila
Allah memperkenan dirinya pulang dalam keadaan selamat di negeri ayahnya.
Kemudian Ya'qub mendapati Ishau beserta gerombolannya merasa ketakutan terhadap
kehadiran Ya'qub, oleh sebab Allah yang menyertai dan membela keluarga Ya'qub,
maka Allah telah mengutus ribuan bala tentara malaikat yang membela keluarga
Ya'qub yang beriman,[24][25] sehingga
ribuan bala tentara malaikat ini telah menangkap seraya mengancam akan membunuh
seluruh kepunyaan Ishau apabila berani berbuat jahat terhadap Ya'qub maupun
segala kepunyaannya.[3] Ya'qub
juga memberi banyak hadiah untuk saudaranya lalu Ya'qub dan Ishau saling
berdamai.
Ya'qub mendirikan kemah di tengah-tengah suku keturunan Kana'an
sewaktu tiba di negeri ayahnya. Ia lupa tentang ikrar perjanjiannya berupa
persembahan khusus sebagai bentuk syukur karena selama ini Allah telah
mengaruniakan keselamatan untuk dirinya serta telah melindungi dirinya
menghadapi berbagai bahaya. Atas sikap ini, Allah memberi beberapa hukuman
untuk memperingatkan Ya'qub. Anak perempuan Ya'qub, yakni Dinah, diperkosa oleh
seorang pangeran dari suku keturunan Kana'an. Bangsa Kana'an merupakan bangsa
penyembah berhala yang menganggap perzinahan sebagai hal kewajaran di
tengah-tengah mereka; sehingga suku bangsa Kana'an di wilayah tersebut
memperbolehkan perilaku keji berlangsung.
Hal ini menimbulkan kebencian dan kemurkaan besar pada kedua
saudara Dinah, yakni Simeon dan Lawy. Simeon menganggap kejadian ini sebagai
penistaan terhadap nama baik keturunan Ya'qub. Sementara itu, Allah mengutus
Lawy menjadi Rasul yang diperbekali sebilah pedang beserta tameng supaya dapat
membalas tindakan jahat suku keturunan Kana'an.[26][27] Ia
memahami bahwa kejadian ini dapat merusak perjanjian Ibrahim terhadap
keturunannya supaya tetap diberkati, yakni larangan untuk tidak memiliki
hubungan keluarga dengan keturunan Kana'an yang terlaknat. Terlebih lagi, apabila
keturunan orang-orang beriman dibiarkan memiliki ikatan keluarga dengan kaum
keturunan pezinah yang menyembah berhala, tentu kaum penyembah berhala akan
memaksa kebiasaan kafir bangsa musyrik terhadap
orang-orang beriman; yang berakibat merusak kesetiaan keturunan Ibrahim
terhadap Allah. Dengan demikian, Lawy mempertimbangkan Hukum Allah sewaktu
menumpas kaum keturunan kafir yang hendak menggabungkan diri dengan keturunan
orang-orang beriman.[28][29][30] Sekalipun
mengemis perkenan atau perjanjian damai kepada golongan beriman, orang-orang
yang berzinah maupun orang-orang yang menyembah berhala tidak memiliki hak
mendapat bagian dalam warisan Ibrahim. Hal ini pula yang kemudian harus
diberlakukan sewaktu Bani Israel mengambil
alih negeri perjanjian yang sebelumnya dihuni bangsa Kana'an.[31]
Tatkala Simeon telah dipenuhi dendam, ia berniat membantai
seluruh laki-laki suku Kana'an yang memandang rendah keturunan Ya'qub, akibat
kaum itu telah membiarkan dan mengizinkan adanya perzinahan terjadi di
tengah-tengah mereka. Lawy berniat menumpas seluruh laki-laki suku Kana'an
sebagai Hukuman Murka Allah, maupun sebagai peringatan supaya tidak ada dari
keturunan Ya'qub yang terbujuk mengawini keturunan Kana'an yang terlaknat,
dengan harapan kelak tiada kaum keturunan ayahnya yang turut mendapat
kesengsaraan dengan bangsa keturunan Kana'an; yakni bangsa yang membiarkan
perbuatan dosa terjadi di tengah-tengah mereka akibat mengabaikan
perintah-perintah Allah. Simeon dan Lawy bersumpah kepada Allah untuk membalas
perbuatan keji ini.[32]Maka mereka berangkat sambil membawa
pedang lalu tanpa belas kasihan membunuh suku keturunan Kana'an di wilayah
tersebut, oleh karena suku ini telah melakukan perkara keji menyembah berhala
serta tidak menentang dosa pencemaran terhadap adik mereka, bahkan suku ini
mengizinkan perkara zinah yang dibenci Allah.[33] Lawy
membunuh Sikhim yakni
pangeran dari suku keturunan Kana'an, sementara Simeon membunuh Hamor, raja
suku tersebut.[3] Seluruh
anak lelaki hingga seluruh pria di suku tersebut mati dibantai Simeon dan Lawy;[34] kemudian
keduanya menyelamatkan Dinah dari wilayah suku pezinah ini.[35]
Sewaktu Simeon dan Lawy pulang, Ya'qub memarahi kedua putranya
yang telah bertindak gegabah tanpa terlebih dahulu meminta pertimbangan dari
sang ayah, oleh sebab suku tersebut telah menyampaikan perjanjian kepada
keluarga Ya'qub. Walau demikian, Simeon membela diri bahwa keduanya tidak bisa
membiarkan perlakuan keji suku Kana'an yang mempersamakan adik mereka sebagai
pezinah;[36] juga
sebagai peringatan bagi siapapun yang nekat menimpakan kejahatan terhadap
keluarga Israel, maka orang itu dan siapapun yang menyetujui kejahatan tersebut
akan menghadapi Kemurkaan Allah melalui tangan keduanya,[37][38]Sementara itu Lawy memperingatkan
sang ayah tentang Perjanjian Allah terhadap suku Kana'an, walau ia merasa
bersalah sebab tidak menghormati kedudukan ayahnya;[39] kemudian
ia memutuskan bertekun dalam ibadah serta pertobatan untuk menghapus dosa ini.[40] Sejak
saat ini pula, Lawy tidak lagi akrab dengan Simeon.
Akibat kekerasan Simeon dan Lawy, penduduk negeri yang tinggal
di sekitar Ya'qub dipenuhi rasa takut dan gentar untuk bergaul dengan keluarga
Ya'qub. Kemudian mereka pun menyadari bahwa keluarga Ya'qub merupakan pewaris
keluarga Ibrahim yang mencegah perbuatan dosa, juga menjaga Hukum-Hukum Allah
beserta perintah-perintah Allah sehingga Perlindungan Allah selalu menyertai
keluarga Ya'qub; dengan demikian Allah takkan membiarkan orang yang berbuat jahat
kepada keluarga tersebut lolos tanpa hukuman pedih.[41]
Melalui kejadian ini, Ya'qub menyadari kesalahannya serta
menerima peringatan Ilahi tentang ikrar perjanjiannya sehingga ia bertobat
seraya bergegas menepati ikrar perjanjian untuk mengadakan persembahan khusus
kepada Allah, tepat di tempat sebelumnya ia pernah berikrar kepada Allah
sewaktu berangkat meninggalkan negeri ayahnya. Setelah memenuhi ikrar
perjanjian, Allah mengampuni kesalahan Ya'qub,[42] serta
mengubah nama Ya'qub menjadi "Israel" lalu Allah berjanji bahwa seisi bumi akan menjadi milik kaum keturunan
Israel.[43] Kemudian
Israel mengajak seluruh keluarganya berpindah ke rumah Ishaq. Sewaktu tiba di
rumah ayahnya, Ishaq dan Ribkah merasa sangat bahagia sewaktu melihat Ya'qub
masih beriman kepada Allah. Ishaq dan Ribkah sangat bersyukur kepada Allah atas
karunia seorang putra yang menyelamatkan nama baik keturunan Ibrahim yang
dikenal setia kepada Allah. Terlebih lagi, Ishaq mendapati bahwa putra-putra
yang dikaruniakan untuk Ya'qub memiliki kesalehan menyerupai ayah mereka.[44] Ishaq
sempat menyampaikan nubuat kepada Lawy dan Yahudah,[45]bahwasanya Lawy mewarisi kedudukan
Imam,[46] sementara
Yahudah mewarisi kedudukan pemimpin di Israel.
Israel
dan putra-putranya
Dalam perjalanan menuju rumah Ishaq, Israel mendapat kabar bahwa
Rahil melahirkan anak ketiga belas untuknya, yakni seorang putra bernama Bunyamin, walau Rahil meninggal setelah
persalinan. Dengan demikian Israel dapat menjadi leluhur kedua belas suku serta
menggenapi nubuat untuk dirinya. Kedua belas putra Israel adalah Rubin, Simeon,
Lawy, Yahudah, Dan, Naftali, Gad, Asyer, Yisakhar, Zebulon, Yusuf dan Bunyamin.
Sepeninggal Rahil, Israel sendiri yang harus mengurus Yusuf dan Bunyamin,
sehingga putra-putra Rahil lebih diperhatikan melebihi putra-putra Israel yang
lain. Sebagai nabi pilihan; Ya'qub dikaruniai Ilmu istimewa dari sisi Allah;[47][48] sehingga
mendapat nubuat bahwa Yusuf akan menjadi pertanda yang akan menyelamatkan
kehidupan seluruh Bani Israel terhadap banyak kesusahan yang melanda, dan Yusuf
akan menjadi syarat penggenapan berkat Allah kepada Ibrahim dan Ishaq. Terlebih
lagi, Israel mengetahui bahwa Perlindungan Allah telah menyertai Yusuf, oleh
sebab itu Israel sangat mengutamakan keselamatan Yusuf.
Yusuf pernah mendapat mimpi nubuat yang bermakna bahwa kesebelas
saudaranya beserta kedua orang tuanya akan bersujud di hadapan dirinya, bahkan
Yusuf memahami makna mimpi ini adalah pertanda keistimewaan dirinya dibanding
putra-putra Israel yang lain. Hal ini menimbulkan kebahagiaan pada diri Israel
bahwa Yusuf mewarisi anugerah nubuat beserta berkat sebagaimana yang pernah
dikaruniakan untuk Ibrahim dan Ishaq. Israel melarang Yusuf menceritakan mimpi
ini kepada saudara-saudaranya,[3] walau
demikian rasa iri menyulut rasa benci pada diri saudara-saudaranya sehingga
muncul niat jahat terhadap Yusuf.[49]
Sewaktu kesepuluh putra Israel mendapati perlakuan istimewa sang
ayah terhadap Yusuf dan Bunyamin, maka muncul dugaan bahwa ayah mereka hendak
berlaku curang terhadap mereka.[50] Yahudah bersama
kesembilan saudaranya mengadakan siasat supaya menghindarkan perilaku curang
sang ayah terhadap para putra Israel, serta supaya mereka memiliki bagian
tertentu dalam warisan anugerah.[51] Mereka
belajar dari tindakan ceroboh Simeon dan Lawy, sehingga memohon izin terlebih
dahulu kepada ayah mereka sewaktu hendak mengadakan perjalanan bersama-sama
Yusuf. Kesepuluh putra Israel membujuk sang ayah bahwa diri mereka mengingini
kebaikan untuk diri Yusuf serta mereka hendak melindunginya.[52][53] Israel
mengetahui adanya firasat buruk tentang perjalanan mereka, walau akhirnya
Israel melepas keberangkatan Yusuf bersama dengan kesepuluh putranya.[54]
Tatkala kesepuluh putra Israel pulang tanpa Yusuf, mereka
menjelaskan kepada Israel bahwa hanya ada baju Yusuf yang berlumuran darah
setelah ditinggalkan seorang diri.[55] Merasa
heran terhadap penjelasan mereka, Israel menduga bahwa kehilangan ini sebagai
pertanda buruk tentang keselamatan kaum keluarganya. Yusuf bagi Israel
merupakan pertanda pertolongan serta pertanda keselamatan, juga penggenapan
berkat untuk kaum keturunannya; sehingga ia menduga kehilangan atau kematian
Yusuf dapat menjadi firasat bahwa akhir seluruh keturunannya akan segera
terjadi. Firasat ini hampir mendekati kebenaran ketika terjadi musim paceklik
yang menghentikan usaha pertanian di negerinya, yang berakibat seluruh
keluarganya dilanda kelaparan. Di sisi lain, keimanan Israel membuat ia tetap
bersabar serta berserah diri menaruh kepercayaan kepada Allah.[56]
Sewaktu wabah kelaparan panjang terjadi, kesepuluh putra Israel
pergi membeli persediaan makanan ke Mesir namun mereka kembali dengan mendapati
jumlah uang penukar yang masih utuh. Kemudian mereka meminta izin kepada Israel
supaya Bunyamin turut menyertai mereka sewaktu hendak membeli persediaan
makanan ke Mesir, sebab sang pemegang kuasa negeri Mesir telah menuntut
kehadiran Bunyamin. Meski sempat menolak, Israel terpaksa mengizinkan hal ini
setelah wabah kelaparan hebat menimpa seluruh anggota keluarga mereka.[57] Walau
diliputi kepedihan hati tentang keselamatan Yusuf, Israel masih memiliki
keimanan serta keyakinan kepada janji Allah bahwa Yusuf beserta saudara-saudaranya
akan kembali pada dirinya,[58] sehingga
nubuat tentang kedua belas suku dapat terpenuhi.
Sewaktu putra-putranya pulang dari perjalanan untuk membeli
persediaan makanan di Mesir, Israel merasakan keberadaan Yusuf di dekatnya. Hal
ini disebabkan baju Yusuf yang dibawa dari Mesir supaya pakaian tersebut
dibasuhkan ke wajahnya, agar penglihatan Israel membaik.[59] Mereka
juga membawa kabar gembira bahwa Yusuf telah menjadi seorang panglima Mesir
yang berkuasa atas segala kebijakan dan peraturan di Mesir, bahkan Yusuf telah
berdamai dengan saudara-saudaranya.[60] Sewaktu
kesepuluh putra Israel memohonkan maaf kepadanya, Israel memohonkan pengampunan
kepada Tuhannya, yakni Yang Maha Pengampun serta Maha Penyayang terhadap
kesalahan mereka.[61] Yusuf
juga mengundang seluruh keluarga Israel supaya berpindah ke Mesir selama masa
kelaparan berlangsung. Pertemuan Israel dengan Yusuf, putra kesayangannya,
terasa sangat membahagiakan sebab telah terbukti bahwa Yusuf menjadi pertanda
pertolongan dan pertanda keselamatan untuk Israel beserta seluruh kaum
keturunan Israel.
Dalam perjalanan menuju rumah Ishaq, Israel mendapat kabar bahwa
Rahil melahirkan anak ketiga belas untuknya, yakni seorang putra bernama Bunyamin, walau Rahil meninggal setelah
persalinan. Dengan demikian Israel dapat menjadi leluhur kedua belas suku serta
menggenapi nubuat untuk dirinya. Kedua belas putra Israel adalah Rubin, Simeon,
Lawy, Yahudah, Dan, Naftali, Gad, Asyer, Yisakhar, Zebulon, Yusuf dan Bunyamin.
Sepeninggal Rahil, Israel sendiri yang harus mengurus Yusuf dan Bunyamin,
sehingga putra-putra Rahil lebih diperhatikan melebihi putra-putra Israel yang
lain. Sebagai nabi pilihan; Ya'qub dikaruniai Ilmu istimewa dari sisi Allah;[47][48] sehingga
mendapat nubuat bahwa Yusuf akan menjadi pertanda yang akan menyelamatkan
kehidupan seluruh Bani Israel terhadap banyak kesusahan yang melanda, dan Yusuf
akan menjadi syarat penggenapan berkat Allah kepada Ibrahim dan Ishaq. Terlebih
lagi, Israel mengetahui bahwa Perlindungan Allah telah menyertai Yusuf, oleh
sebab itu Israel sangat mengutamakan keselamatan Yusuf.
Yusuf pernah mendapat mimpi nubuat yang bermakna bahwa kesebelas
saudaranya beserta kedua orang tuanya akan bersujud di hadapan dirinya, bahkan
Yusuf memahami makna mimpi ini adalah pertanda keistimewaan dirinya dibanding
putra-putra Israel yang lain. Hal ini menimbulkan kebahagiaan pada diri Israel
bahwa Yusuf mewarisi anugerah nubuat beserta berkat sebagaimana yang pernah
dikaruniakan untuk Ibrahim dan Ishaq. Israel melarang Yusuf menceritakan mimpi
ini kepada saudara-saudaranya,[3] walau
demikian rasa iri menyulut rasa benci pada diri saudara-saudaranya sehingga
muncul niat jahat terhadap Yusuf.[49]
Sewaktu kesepuluh putra Israel mendapati perlakuan istimewa sang
ayah terhadap Yusuf dan Bunyamin, maka muncul dugaan bahwa ayah mereka hendak
berlaku curang terhadap mereka.[50] Yahudah bersama
kesembilan saudaranya mengadakan siasat supaya menghindarkan perilaku curang
sang ayah terhadap para putra Israel, serta supaya mereka memiliki bagian
tertentu dalam warisan anugerah.[51] Mereka
belajar dari tindakan ceroboh Simeon dan Lawy, sehingga memohon izin terlebih
dahulu kepada ayah mereka sewaktu hendak mengadakan perjalanan bersama-sama
Yusuf. Kesepuluh putra Israel membujuk sang ayah bahwa diri mereka mengingini
kebaikan untuk diri Yusuf serta mereka hendak melindunginya.[52][53] Israel
mengetahui adanya firasat buruk tentang perjalanan mereka, walau akhirnya
Israel melepas keberangkatan Yusuf bersama dengan kesepuluh putranya.[54]
Tatkala kesepuluh putra Israel pulang tanpa Yusuf, mereka
menjelaskan kepada Israel bahwa hanya ada baju Yusuf yang berlumuran darah
setelah ditinggalkan seorang diri.[55] Merasa
heran terhadap penjelasan mereka, Israel menduga bahwa kehilangan ini sebagai
pertanda buruk tentang keselamatan kaum keluarganya. Yusuf bagi Israel
merupakan pertanda pertolongan serta pertanda keselamatan, juga penggenapan
berkat untuk kaum keturunannya; sehingga ia menduga kehilangan atau kematian
Yusuf dapat menjadi firasat bahwa akhir seluruh keturunannya akan segera
terjadi. Firasat ini hampir mendekati kebenaran ketika terjadi musim paceklik
yang menghentikan usaha pertanian di negerinya, yang berakibat seluruh
keluarganya dilanda kelaparan. Di sisi lain, keimanan Israel membuat ia tetap
bersabar serta berserah diri menaruh kepercayaan kepada Allah.[56]
Sewaktu wabah kelaparan panjang terjadi, kesepuluh putra Israel
pergi membeli persediaan makanan ke Mesir namun mereka kembali dengan mendapati
jumlah uang penukar yang masih utuh. Kemudian mereka meminta izin kepada Israel
supaya Bunyamin turut menyertai mereka sewaktu hendak membeli persediaan
makanan ke Mesir, sebab sang pemegang kuasa negeri Mesir telah menuntut
kehadiran Bunyamin. Meski sempat menolak, Israel terpaksa mengizinkan hal ini
setelah wabah kelaparan hebat menimpa seluruh anggota keluarga mereka.[57] Walau
diliputi kepedihan hati tentang keselamatan Yusuf, Israel masih memiliki
keimanan serta keyakinan kepada janji Allah bahwa Yusuf beserta saudara-saudaranya
akan kembali pada dirinya,[58] sehingga
nubuat tentang kedua belas suku dapat terpenuhi.
Sewaktu putra-putranya pulang dari perjalanan untuk membeli
persediaan makanan di Mesir, Israel merasakan keberadaan Yusuf di dekatnya. Hal
ini disebabkan baju Yusuf yang dibawa dari Mesir supaya pakaian tersebut
dibasuhkan ke wajahnya, agar penglihatan Israel membaik.[59] Mereka
juga membawa kabar gembira bahwa Yusuf telah menjadi seorang panglima Mesir
yang berkuasa atas segala kebijakan dan peraturan di Mesir, bahkan Yusuf telah
berdamai dengan saudara-saudaranya.[60] Sewaktu
kesepuluh putra Israel memohonkan maaf kepadanya, Israel memohonkan pengampunan
kepada Tuhannya, yakni Yang Maha Pengampun serta Maha Penyayang terhadap
kesalahan mereka.[61] Yusuf
juga mengundang seluruh keluarga Israel supaya berpindah ke Mesir selama masa
kelaparan berlangsung. Pertemuan Israel dengan Yusuf, putra kesayangannya,
terasa sangat membahagiakan sebab telah terbukti bahwa Yusuf menjadi pertanda
pertolongan dan pertanda keselamatan untuk Israel beserta seluruh kaum
keturunan Israel.
Hijrah ke Mesir dan pewarisan berkat
Selama tinggal di Mesir, Israel mengasuh dan mengajarkan
ilmu-ilmu yang telah diperoleh dari para leluhurnya kepada kedua putra Yusuf
yakni Ifrayim dan Manushah. Israel merasa dekat dengan kedua
putra Yusuf sehingga menganggap kedua cucunya ini sebagai kedua putra
kandungnya sendiri. Sebelum Maut menjemput, Israel memberkati kedua putra Yusuf
sebagaimana memberkati putra-putranya sendiri.[62] Kemudian
kedua belas putra Israel dihimpunkan supaya mendapat bagian warisan anugerah
yang berasal dari sisi Allah. Sebelum memberikan berkat-berkat anugerah, Israel
terlebih dahulu ingin mengetahui keimanan kedua belas putranya dengan meminta
kesaksian tentang hal yang akan mereka sembah sepeninggal dirinya. Israel
merasa lega sewaktu mendengar bahwa semua putranya berikrar untuk senantiasa
mengabdi kepada "Tuhannya Ya'qub, maupun Tuhannya Ibrahim, maupun Tuhannya
Isma'il, maupun Tuhannya Ishaq," yakni Tuhan Yang Tunggal;[63] sehingga
masing-masing putranya terbukti layak sebagai para pewaris Israel yang menerima
berkat istimewa dari sisi Allah.
Anak pertama Israel, Rubin, mendapat beberapa pujian dan teguran
keras, sebab tingkah lakunya tidak mewarisi kesalehan ataupun kepribadian
Israel, sehingga Rubin tidak layak disebut sebagai anak sulung Israel. Oleh
sebab itu "warisan kesulungan" berupa bagian kedudukan Imam, beralih
ke Lawy, sementara bagian kerajaan beralih ke Yahudah, serta bagian terbanyak
milik anak sulung beralih ke Yusuf. Simeon beserta Lawy mendapat bagian bersama
dari Israel akibat peristiwa pembantaian salah satu suku keturunan Kana'an yang
meninggalkan kesan bagi Israel karena telah membuat nama Israel disegani
sekaligus ditakuti oleh bangsa-bangsa lain. Israel memperingatkan bahwa
gabungan kekuatan keduanya dapat menimbulkan kehancuran besar pada musuh-musuh
mereka, oleh karena watak Simeon yang rela mati-matian melindungi nama baik
Bani Israel sementara Lawy berwatak tidak kenal belas kasihan untuk membunuh
siapapun yang nekat memperbuat dosa keji. Dari watak keras keduanya, Israel
memahami pula bahwa Simeon membenci Yusuf lalu mengadakan siasat membunuhnya
meski tidak dilakukan.[64]
Mendapati ketiga saudaranya mendapat teguran keras, Yahudah
merasa takut bahwa ia akan mendapat bagian serupa karena dirinya merasa
bersalah telah memimpin siasat untuk memisahkan Yusuf. Akan tetapi Israel
justru sangat memuji Yahudah yang memiliki kebijaksanaan untuk memutuskan
sesuatu, sebab Israel mengetahui bahwa Yahudah adalah orang yang berhasil
menghindarkan dosa pembunuhan terhadap Yusuf. Yahudah terbukti memiliki sikap
takut terhadap hukuman Allah; sehingga Yahudah berhasil menyadarkan kesembilan
saudaranya bahwa Yusuf adalah seorang putra Israel, yang juga seorang yang
masih bersaudara dengan mereka; lalu kesepuluh putra Israel bersepakat tidak
membunuhnya.
Israel menyampaikan berkat bahwa Zebulon akan memperoleh
penghidupan yang baik di tepi lautan sedangkan Yisakhar akan menjadi pekerja
rodi yang kuat di negeri yang makmur. Israel memberkati Dan bahwa kaum keturunannya muncul sebagai suku hakim di
Bani Israel yang kelak menjadi pertanda keselamatan dari Allah. Sedangkan Gad
akan menjadi suku yang tangguh walau hidup di tengah-tengah bangsa
besar. Israel memberkati Asyer bahwa kelak kaum keturunannya akan menyediakan hidangan kaum raja
dan bangsawan. Sementara itu, Naftali akan muncul seperti "rusa
melompat" yang menyampaikan perkataan bijaksana.
Ketika giliran pemberkatan untuk bagian Yusuf, Israel sangat
bersyukur kepada Allah karena ia masih diizinkan melihat Yusuf maupun
keturunan-keturunan Yusuf yang Allah karuniakan untuk menyelamatkan
keberlangsungan Bani Israel menghadapi berbagai kesulitan. Israel menyampaikan
pujian luar biasa untuk Yusuf, sebab bagian warisan terbesar dari Ibrahim,
Ishaq dan dirinya akan menyatu pada diri Yusuf, anak sulung Israel.[3] Bunyamin
juga memperoleh berkat dari ayahnya yang berkaitan dengan masa depan
keturunannya. Israel juga mengucap berkat tentang watak ataupun hal yang akan
terjadi kepada sebagian mereka beserta keturunan mereka dengan perlambangan
simbol tertentu, semisal perlambangan singa (Yahudah), keledai (Yisakhar), ular (Dan), rusa
betina (Naftali), pohon kokoh yang berbuah (Yusuf),
serta serigala (Bunyamin).[65]
Sebelum meninggal dunia, Israel berwasiat supaya ia dimakamkan
di tempat pemakaman pribadi milik keluarga Ibrahim di tanah airnya. Yusuf
memimpin rombongan perkabungan sewaktu berangkat ke tempat pemakaman ayahnya,
sehingga kehadiran Yusuf ini sangat dihormati dan dipuji oleh penduduk berbagai
bangsa; oleh karena Yusuf, putra Israel, merupakan seorang hamba pilihan Allah,[66] serta
pemegang kuasa agung di Mesir yang telah menyediakan makanan juga telah berjasa
menyelamatkan hidup berbagai bangsa di muka bumi.[67]
Selama tinggal di Mesir, Israel mengasuh dan mengajarkan
ilmu-ilmu yang telah diperoleh dari para leluhurnya kepada kedua putra Yusuf
yakni Ifrayim dan Manushah. Israel merasa dekat dengan kedua
putra Yusuf sehingga menganggap kedua cucunya ini sebagai kedua putra
kandungnya sendiri. Sebelum Maut menjemput, Israel memberkati kedua putra Yusuf
sebagaimana memberkati putra-putranya sendiri.[62] Kemudian
kedua belas putra Israel dihimpunkan supaya mendapat bagian warisan anugerah
yang berasal dari sisi Allah. Sebelum memberikan berkat-berkat anugerah, Israel
terlebih dahulu ingin mengetahui keimanan kedua belas putranya dengan meminta
kesaksian tentang hal yang akan mereka sembah sepeninggal dirinya. Israel
merasa lega sewaktu mendengar bahwa semua putranya berikrar untuk senantiasa
mengabdi kepada "Tuhannya Ya'qub, maupun Tuhannya Ibrahim, maupun Tuhannya
Isma'il, maupun Tuhannya Ishaq," yakni Tuhan Yang Tunggal;[63] sehingga
masing-masing putranya terbukti layak sebagai para pewaris Israel yang menerima
berkat istimewa dari sisi Allah.
Anak pertama Israel, Rubin, mendapat beberapa pujian dan teguran
keras, sebab tingkah lakunya tidak mewarisi kesalehan ataupun kepribadian
Israel, sehingga Rubin tidak layak disebut sebagai anak sulung Israel. Oleh
sebab itu "warisan kesulungan" berupa bagian kedudukan Imam, beralih
ke Lawy, sementara bagian kerajaan beralih ke Yahudah, serta bagian terbanyak
milik anak sulung beralih ke Yusuf. Simeon beserta Lawy mendapat bagian bersama
dari Israel akibat peristiwa pembantaian salah satu suku keturunan Kana'an yang
meninggalkan kesan bagi Israel karena telah membuat nama Israel disegani
sekaligus ditakuti oleh bangsa-bangsa lain. Israel memperingatkan bahwa
gabungan kekuatan keduanya dapat menimbulkan kehancuran besar pada musuh-musuh
mereka, oleh karena watak Simeon yang rela mati-matian melindungi nama baik
Bani Israel sementara Lawy berwatak tidak kenal belas kasihan untuk membunuh
siapapun yang nekat memperbuat dosa keji. Dari watak keras keduanya, Israel
memahami pula bahwa Simeon membenci Yusuf lalu mengadakan siasat membunuhnya
meski tidak dilakukan.[64]
Mendapati ketiga saudaranya mendapat teguran keras, Yahudah
merasa takut bahwa ia akan mendapat bagian serupa karena dirinya merasa
bersalah telah memimpin siasat untuk memisahkan Yusuf. Akan tetapi Israel
justru sangat memuji Yahudah yang memiliki kebijaksanaan untuk memutuskan
sesuatu, sebab Israel mengetahui bahwa Yahudah adalah orang yang berhasil
menghindarkan dosa pembunuhan terhadap Yusuf. Yahudah terbukti memiliki sikap
takut terhadap hukuman Allah; sehingga Yahudah berhasil menyadarkan kesembilan
saudaranya bahwa Yusuf adalah seorang putra Israel, yang juga seorang yang
masih bersaudara dengan mereka; lalu kesepuluh putra Israel bersepakat tidak
membunuhnya.
Israel menyampaikan berkat bahwa Zebulon akan memperoleh
penghidupan yang baik di tepi lautan sedangkan Yisakhar akan menjadi pekerja
rodi yang kuat di negeri yang makmur. Israel memberkati Dan bahwa kaum keturunannya muncul sebagai suku hakim di
Bani Israel yang kelak menjadi pertanda keselamatan dari Allah. Sedangkan Gad
akan menjadi suku yang tangguh walau hidup di tengah-tengah bangsa
besar. Israel memberkati Asyer bahwa kelak kaum keturunannya akan menyediakan hidangan kaum raja
dan bangsawan. Sementara itu, Naftali akan muncul seperti "rusa
melompat" yang menyampaikan perkataan bijaksana.
Ketika giliran pemberkatan untuk bagian Yusuf, Israel sangat
bersyukur kepada Allah karena ia masih diizinkan melihat Yusuf maupun
keturunan-keturunan Yusuf yang Allah karuniakan untuk menyelamatkan
keberlangsungan Bani Israel menghadapi berbagai kesulitan. Israel menyampaikan
pujian luar biasa untuk Yusuf, sebab bagian warisan terbesar dari Ibrahim,
Ishaq dan dirinya akan menyatu pada diri Yusuf, anak sulung Israel.[3] Bunyamin
juga memperoleh berkat dari ayahnya yang berkaitan dengan masa depan
keturunannya. Israel juga mengucap berkat tentang watak ataupun hal yang akan
terjadi kepada sebagian mereka beserta keturunan mereka dengan perlambangan
simbol tertentu, semisal perlambangan singa (Yahudah), keledai (Yisakhar), ular (Dan), rusa
betina (Naftali), pohon kokoh yang berbuah (Yusuf),
serta serigala (Bunyamin).[65]
Sebelum meninggal dunia, Israel berwasiat supaya ia dimakamkan
di tempat pemakaman pribadi milik keluarga Ibrahim di tanah airnya. Yusuf
memimpin rombongan perkabungan sewaktu berangkat ke tempat pemakaman ayahnya,
sehingga kehadiran Yusuf ini sangat dihormati dan dipuji oleh penduduk berbagai
bangsa; oleh karena Yusuf, putra Israel, merupakan seorang hamba pilihan Allah,[66] serta
pemegang kuasa agung di Mesir yang telah menyediakan makanan juga telah berjasa
menyelamatkan hidup berbagai bangsa di muka bumi.[67]
Gelar
Allah menggelari Ya'qub sebagai salah satu dari "ketiga
manusia pilihan paling utama" setelah Ibrahim dan Ishaq.[68] Selain
itu Ya'qub disebut pula sebagai Israel, leluhur umat Bani Israel yakni sebuah
umat pilihan yang Allah istimewakan melampaui alam semesta.[69] Nama
Israel disebut sebanyak dua kali di Al-Qur'an,[70]serta memiliki banyak keturunan yang
termasuk golongan nabi.
Allah menggelari Ya'qub sebagai salah satu dari "ketiga
manusia pilihan paling utama" setelah Ibrahim dan Ishaq.[68] Selain
itu Ya'qub disebut pula sebagai Israel, leluhur umat Bani Israel yakni sebuah
umat pilihan yang Allah istimewakan melampaui alam semesta.[69] Nama
Israel disebut sebanyak dua kali di Al-Qur'an,[70]serta memiliki banyak keturunan yang
termasuk golongan nabi.
Referensi
1.
^ A-Z of Prophets in Islam and Judaism, B. M. Wheeler, Jacob
2.
^ a b c d e f g h i j k l m n o Ginzberg, Louis, ed. (1909). The Legends of the Jews (Translated
by Henrietta Szold) Philadelphia: Jewish Publication Society.
3.
^ Sefer Hayashar (Samuel,
Moses; Book of Jasher Referred to in Joshua and Second Samuel 1840)
4.
^ Surah Al-Imran : 73-74, Yunus : 58, Jumuah : 4
5.
^ Surah Al-Anbiya : 72-73, Hud : 71
6.
^ Surah Al-Baqarah : 131-132
7.
^ Surah Al-Baqarah : 212-213, Al-Baqarah : 200,
Ali-Imran : 145, Asy-Syura : 20, Yunus : 7, Al-Ankabut : 64
8.
^ Surah As-Saffat : 112-113, Al-Baqarah : 28,
An-Nahl : 38-39, Al-Isra : 119, Ar-Rum : 44-45, Al-Isra :
99, Hud : 7-8, Ibrahim: 2-3, An-Nahl : 106-109, Yasin : 79,
Al-An'am : 29-33, Al-An'am : 112-113 Ali-Imran : 77,
Al-Insan : 27-31, As-Saffat : 50-51, Al-Jatsiyah : 32,
Az-Zukhruf : 83, Ad-Dukhan : 40, Al-Qamar : 46, Al-A'raf :
147, Al-Hajj : 66-70
9.
^ Surah Al-Baqarah : 130, Ali-Imran : 32-34,
Muhammad : 8-9, At-Taubah : 62-68, Az-Zukhruf : 36-44,
Al-Hajj : 51-57, Al-Ahqaf : 17-19, Al-Lail : 4-11
10. ^ Surah Al-Baqarah : 124, Ali-Imran : 57, Al-Hajj :
3-14, Ar-Ra'd : 25-26, An-Nisa : 115-123, Al-Mu'min : 18-76,
Al-Mujadilah : 5-6, Az-Zumar : 22-26, Al-Furqan : 11-31,
Muhammad : 28-38, Al-A'raf : 43-45
11. ^ Surah Asy-Syura : 8, Hadid : 20-21, Ali-Imran :
73-74, Ar-Rum: 5, Al-Insan : 29-31, Al-Hadid : 29, Al-Lail : 13,
Asy-Syura : 17-19
12. ^ Surah An-Nisa : 122-126, An-Nisa : 131-134, Ibrahim:
27, An-Nahl : 30, Al-Ahqaf 13-16, Az-Zukhruf : 33-35
13. ^ Sefer Yūḇāl 24:6
14. ^ Surah Al-Baqarah: 180-182
15. ^ Surah An-Nahl : 41-42, An-Nisa : 122-126,
Fussilat : 30-31
16. ^ Surah Al-Baqarah : 268
17. ^ Surah Al-Baqarah : 126, As-Saffat : 12-13,
At-Taubah : 59, Ali-Imran : 176-178, Al-Mu'minun : 61,
Muhammad : 8-9, An-Nahl : 106-109, Hud : 15-16, Al-Mu'min :
1-22, Asy-Syura 17-22
18. ^ Surah Al-Kahfi : 54-59
19. ^ Sefer Yūḇāl 27:4
20. ^ Surah Qasas: 60-61, Yunus: 58, Az-Zukhruf: 32
21. ^ Surah Al-Baqarah: 130, Al-Ankabut: 27
22. ^ Surah Ali Imran: 93
23. ^ Surah As-Saffat: 171-173, Al-Anfal : 29-30, Az-Zumar :
25-26, Fussilat : 30-31
24. ^ Surah Al-Ahzab : 9-12, Muhammad: 1-2, Al-Anfal: 59-60,
Al-Hajj: 38-41, Ali-Imran: 160, Al-Fath: 4-7, Al-Anfal: 12-14, Surah
Ar-Rum : 58-60, Al-Muddatsir : 31
25. ^ Testament of Levi 5:1-7
26. ^ Surah Al-Hajj: 75-78
27. ^ Surah At-Taubah : 62-70, Muhammad : 35-36
28. ^ Sefer Yūḇāl 30
29. ^ Surah Ibrahim: 13-15, Ibrahim: 18-20, An-Nur: 3, Muhammad :
7-15, Al-Imran: 146-151, Ali-Imran : 194-198, An-Nisa : 58-59,
An-Nisa : 95-96, Al-Furqan : 67-76, An-Nisa : 74, Yunus :
62-64, Al-Baqarah : 216-218, Al-Anfal : 72-73, Yunus : 37-40,
At-Taubah : 111-112
30. ^ Surah An-Nisa : 77, Al-Fath : 20-24, Yunus :
13-14, Ali-Imran : 56, Al-Hajj : 43-48, Al-Anbiya : 7-19,
Al-Ahzab : 22-27, Al-Anfal : 72-73
31. ^ Sefer Hayashar 34:23
32. ^ Surah An-Nur : 3, Muhammad : 7-15, At-Taubah :
71-72, Al-Isra : 32
33. ^ Sefer Yūḇāl 30: 4
34. ^ Sefer Yūḇāl 30: 24
35. ^ Surah An-Nur : 23-26
36. ^ Testament of Levi 6:8-7:3
37. ^ Surah At-Taubah : 14, An-Nisa : 91, Al-Anfal :
17-18, Ar-Rum: 5, Al-Ahzab : 22-27, An-Nisa : 76
38. ^ Testament of Levi
39. ^ Surah Al-Maidah : 39-40, Al-Furqan : 70-76,
An-Nisa :17
40. ^ Surah An-Nahl : 110, At-Taubah : 14-15,
Muhammad : 11-12, Ar-Rum : 5-7, Al-Ahzab : 25-27, Al-Fath :
20-24, Al-Anfal : 12-14
41. ^ Surah Al-Anfal 27-29, An-Nahl : 110, At-Taghabun :
15-18, An-Nisa :17
42. ^ Sefer Yūḇāl 32:17-20
43. ^ Sefer Yūḇāl 31:32
44. ^ Sefer Yūḇāl 31
45. ^ Sefer Yūḇāl :
32
46. ^ Surah Yusuf : 68
47. ^ Sefer Yūḇāl 32:21-26
48. ^ Surah An-Nisa : 32-33, Yusuf : 4-5
49. ^ Surah Yusuf : 6
50. ^ Surah Yusuf : 8-10
51. ^ Surah Yusuf : 11-12
52. ^ Surah Yusuf : 53
53. ^ Surah Yusuf : 11-14
54. ^ Surah Yusuf : 17-18
55. ^ Surah Al-Baqarah : 155-157, An-Nisa : 175, Hud :
9-11, Yusuf : 18, Yusuf : 67, Yusuf : 83, An-Nahl : 110,
Az-Zumar : 10
56. ^ Surah Yusuf : 62-68
57. ^ Surah Yusuf : 86-87
58. ^ Surah Yusuf : 93-96
59. ^ Surah Yusuf : 91-92
60. ^ Surah Yusuf : 97-98
61. ^ Surah Al-Baqarah: 180-182
62. ^ Surah Al-Baqarah : 133
64. ^ Surah Yusuf : 55
65. ^ Surah Shaad : 45-47, Al-An'am : 83-84, Maryam :
49-50, Al-Anbiya' : 72-73, Al-'Ankabut : 27
66. ^ Surah Al-Baqarah : 122, Al-Baqarah : 40,
Al-A'raf : 140, Al-Jatsiyah : 16
67. ^ Surah Al-Imran: 93, Maryam: 58
1.
^ A-Z of Prophets in Islam and Judaism, B. M. Wheeler, Jacob
2.
^ a b c d e f g h i j k l m n o Ginzberg, Louis, ed. (1909). The Legends of the Jews (Translated
by Henrietta Szold) Philadelphia: Jewish Publication Society.
3.
^ Sefer Hayashar (Samuel,
Moses; Book of Jasher Referred to in Joshua and Second Samuel 1840)
4.
^ Surah Al-Imran : 73-74, Yunus : 58, Jumuah : 4
5.
^ Surah Al-Anbiya : 72-73, Hud : 71
6.
^ Surah Al-Baqarah : 131-132
7.
^ Surah Al-Baqarah : 212-213, Al-Baqarah : 200,
Ali-Imran : 145, Asy-Syura : 20, Yunus : 7, Al-Ankabut : 64
8.
^ Surah As-Saffat : 112-113, Al-Baqarah : 28,
An-Nahl : 38-39, Al-Isra : 119, Ar-Rum : 44-45, Al-Isra :
99, Hud : 7-8, Ibrahim: 2-3, An-Nahl : 106-109, Yasin : 79,
Al-An'am : 29-33, Al-An'am : 112-113 Ali-Imran : 77,
Al-Insan : 27-31, As-Saffat : 50-51, Al-Jatsiyah : 32,
Az-Zukhruf : 83, Ad-Dukhan : 40, Al-Qamar : 46, Al-A'raf :
147, Al-Hajj : 66-70
9.
^ Surah Al-Baqarah : 130, Ali-Imran : 32-34,
Muhammad : 8-9, At-Taubah : 62-68, Az-Zukhruf : 36-44,
Al-Hajj : 51-57, Al-Ahqaf : 17-19, Al-Lail : 4-11
10. ^ Surah Al-Baqarah : 124, Ali-Imran : 57, Al-Hajj :
3-14, Ar-Ra'd : 25-26, An-Nisa : 115-123, Al-Mu'min : 18-76,
Al-Mujadilah : 5-6, Az-Zumar : 22-26, Al-Furqan : 11-31,
Muhammad : 28-38, Al-A'raf : 43-45
11. ^ Surah Asy-Syura : 8, Hadid : 20-21, Ali-Imran :
73-74, Ar-Rum: 5, Al-Insan : 29-31, Al-Hadid : 29, Al-Lail : 13,
Asy-Syura : 17-19
12. ^ Surah An-Nisa : 122-126, An-Nisa : 131-134, Ibrahim:
27, An-Nahl : 30, Al-Ahqaf 13-16, Az-Zukhruf : 33-35
13. ^ Sefer Yūḇāl 24:6
14. ^ Surah Al-Baqarah: 180-182
15. ^ Surah An-Nahl : 41-42, An-Nisa : 122-126,
Fussilat : 30-31
16. ^ Surah Al-Baqarah : 268
17. ^ Surah Al-Baqarah : 126, As-Saffat : 12-13,
At-Taubah : 59, Ali-Imran : 176-178, Al-Mu'minun : 61,
Muhammad : 8-9, An-Nahl : 106-109, Hud : 15-16, Al-Mu'min :
1-22, Asy-Syura 17-22
18. ^ Surah Al-Kahfi : 54-59
19. ^ Sefer Yūḇāl 27:4
20. ^ Surah Qasas: 60-61, Yunus: 58, Az-Zukhruf: 32
21. ^ Surah Al-Baqarah: 130, Al-Ankabut: 27
22. ^ Surah Ali Imran: 93
23. ^ Surah As-Saffat: 171-173, Al-Anfal : 29-30, Az-Zumar :
25-26, Fussilat : 30-31
24. ^ Surah Al-Ahzab : 9-12, Muhammad: 1-2, Al-Anfal: 59-60,
Al-Hajj: 38-41, Ali-Imran: 160, Al-Fath: 4-7, Al-Anfal: 12-14, Surah
Ar-Rum : 58-60, Al-Muddatsir : 31
25. ^ Testament of Levi 5:1-7
26. ^ Surah Al-Hajj: 75-78
27. ^ Surah At-Taubah : 62-70, Muhammad : 35-36
28. ^ Sefer Yūḇāl 30
29. ^ Surah Ibrahim: 13-15, Ibrahim: 18-20, An-Nur: 3, Muhammad :
7-15, Al-Imran: 146-151, Ali-Imran : 194-198, An-Nisa : 58-59,
An-Nisa : 95-96, Al-Furqan : 67-76, An-Nisa : 74, Yunus :
62-64, Al-Baqarah : 216-218, Al-Anfal : 72-73, Yunus : 37-40,
At-Taubah : 111-112
30. ^ Surah An-Nisa : 77, Al-Fath : 20-24, Yunus :
13-14, Ali-Imran : 56, Al-Hajj : 43-48, Al-Anbiya : 7-19,
Al-Ahzab : 22-27, Al-Anfal : 72-73
31. ^ Sefer Hayashar 34:23
32. ^ Surah An-Nur : 3, Muhammad : 7-15, At-Taubah :
71-72, Al-Isra : 32
33. ^ Sefer Yūḇāl 30: 4
34. ^ Sefer Yūḇāl 30: 24
35. ^ Surah An-Nur : 23-26
36. ^ Testament of Levi 6:8-7:3
37. ^ Surah At-Taubah : 14, An-Nisa : 91, Al-Anfal :
17-18, Ar-Rum: 5, Al-Ahzab : 22-27, An-Nisa : 76
38. ^ Testament of Levi
39. ^ Surah Al-Maidah : 39-40, Al-Furqan : 70-76,
An-Nisa :17
40. ^ Surah An-Nahl : 110, At-Taubah : 14-15,
Muhammad : 11-12, Ar-Rum : 5-7, Al-Ahzab : 25-27, Al-Fath :
20-24, Al-Anfal : 12-14
41. ^ Surah Al-Anfal 27-29, An-Nahl : 110, At-Taghabun :
15-18, An-Nisa :17
42. ^ Sefer Yūḇāl 32:17-20
43. ^ Sefer Yūḇāl 31:32
44. ^ Sefer Yūḇāl 31
45. ^ Sefer Yūḇāl :
32
46. ^ Surah Yusuf : 68
47. ^ Sefer Yūḇāl 32:21-26
48. ^ Surah An-Nisa : 32-33, Yusuf : 4-5
49. ^ Surah Yusuf : 6
50. ^ Surah Yusuf : 8-10
51. ^ Surah Yusuf : 11-12
52. ^ Surah Yusuf : 53
53. ^ Surah Yusuf : 11-14
54. ^ Surah Yusuf : 17-18
55. ^ Surah Al-Baqarah : 155-157, An-Nisa : 175, Hud :
9-11, Yusuf : 18, Yusuf : 67, Yusuf : 83, An-Nahl : 110,
Az-Zumar : 10
56. ^ Surah Yusuf : 62-68
57. ^ Surah Yusuf : 86-87
58. ^ Surah Yusuf : 93-96
59. ^ Surah Yusuf : 91-92
60. ^ Surah Yusuf : 97-98
61. ^ Surah Al-Baqarah: 180-182
62. ^ Surah Al-Baqarah : 133
64. ^ Surah Yusuf : 55
65. ^ Surah Shaad : 45-47, Al-An'am : 83-84, Maryam :
49-50, Al-Anbiya' : 72-73, Al-'Ankabut : 27
66. ^ Surah Al-Baqarah : 122, Al-Baqarah : 40,
Al-A'raf : 140, Al-Jatsiyah : 16
67. ^ Surah Al-Imran: 93, Maryam: 58
Nabi Yusuf A.S
Artikel ini berisi uraian
tentang Yusuf bin Yakub. Untuk nama Yusuf lain, lihat Yusuf.
Yusuf (Arab يوسف ) (sekitar 1745-1635 SM) adalah salah satu nabi agama Islam. Ia juga merupakan salah satu dari
12 putra Yaʿqub dan
merupakan buyut dari Ibrahim. Ia diangkat menjadi nabi pada tahun
1715 SM dan ia ditugaskan berdakwah kepada Kanʻān dan Hyksos di Mesir.
Namanya disebutkan sebanyak 27 kali di dalam Al-Quran. Ia memiliki 2 anak laki
dan 1 anak perempuan dan ia wafat di Nablus Palestina.
Artikel ini berisi uraian
tentang Yusuf bin Yakub. Untuk nama Yusuf lain, lihat Yusuf.
Yusuf (Arab يوسف ) (sekitar 1745-1635 SM) adalah salah satu nabi agama Islam. Ia juga merupakan salah satu dari
12 putra Yaʿqub dan
merupakan buyut dari Ibrahim. Ia diangkat menjadi nabi pada tahun
1715 SM dan ia ditugaskan berdakwah kepada Kanʻān dan Hyksos di Mesir.
Namanya disebutkan sebanyak 27 kali di dalam Al-Quran. Ia memiliki 2 anak laki
dan 1 anak perempuan dan ia wafat di Nablus Palestina.
Genealogi
Yusuf adalah cucu dari Ishaq,
silsilah lengkapnya adalah Yusuf bin Yaʿqub bin Ishaq bin Ibrahim bin
Azar bin Nahur bin Suruj bin Ra'u bin Falij bin 'Abir bin Syalih bin Arfahsad bin Syam bin Nuh.
Yusuf merupakan putera ketujuh (ada sumber mengatakan anak kesebelas) Yaʿqub dan
Yusuf mempunyai ibu yang dikenali sebagai Rahil (Rahel) dengan adiknya, Bunyamin (Benyamin). Yusuf menikah dengan
seorang gadis yang bernama Ashenath kemudian memiliki dua orang anak yang
bernama Manessa (Manasye) dan Ephiraim (Efraim).
Sedangkan Ibnu Katsir dalam kitabnya yang berjudul Qishashul
Anbiya’ menuliskan
bahwa Yusuf menikahi Ra’il binti Ra’ayil, janda dari Qithfir, kemudian lahirlah dua orang putra,
yakni Afrayim dan Mansa.
Yusuf adalah cucu dari Ishaq,
silsilah lengkapnya adalah Yusuf bin Yaʿqub bin Ishaq bin Ibrahim bin
Azar bin Nahur bin Suruj bin Ra'u bin Falij bin 'Abir bin Syalih bin Arfahsad bin Syam bin Nuh.
Yusuf merupakan putera ketujuh (ada sumber mengatakan anak kesebelas) Yaʿqub dan
Yusuf mempunyai ibu yang dikenali sebagai Rahil (Rahel) dengan adiknya, Bunyamin (Benyamin). Yusuf menikah dengan
seorang gadis yang bernama Ashenath kemudian memiliki dua orang anak yang
bernama Manessa (Manasye) dan Ephiraim (Efraim).
Sedangkan Ibnu Katsir dalam kitabnya yang berjudul Qishashul
Anbiya’ menuliskan
bahwa Yusuf menikahi Ra’il binti Ra’ayil, janda dari Qithfir, kemudian lahirlah dua orang putra,
yakni Afrayim dan Mansa.
Biografi
Yusuf mempunyai 12 orang saudara lelaki dan mempunyai rupa yang
tampan dan dimanja oleh bapaknya. Walau bagaimanapun, ibu kandungnya wafat
ketika ia berusia 12 tahun.
Kasih sayang berlebihan yang diperolehnya dari Nabi Yaqub
membuat iri dan dengki saudara-saudara yang mewujudkan komplot menarik
perhatian bapak mereka. Mereka berencana untuk membunuh dia.
Yahudza,
anak lelaki keempat dari Yaʿqub dan yang paling tampan dan bijaksana di antara
mereka tidak setuju dengan rencana pembunuhan itu karena perlakuan tersebut
adalah dilarang. Maka, demi menghalau Yusuf, dia merencanakan untuk
mencampakkan dia ke dalam sebuah 'sumur tua' yang terletak di persimpangan
jalan tempat kafilah-kafilah dagang dan para musafir beristirahat.
Dengan itu, kemungkinan Yusuf akan diselamatkan dari sumur tersebut dan dibawa
oleh siapa saja untuk dijadikan budak.
Yusuf mempunyai 12 orang saudara lelaki dan mempunyai rupa yang
tampan dan dimanja oleh bapaknya. Walau bagaimanapun, ibu kandungnya wafat
ketika ia berusia 12 tahun.
Kasih sayang berlebihan yang diperolehnya dari Nabi Yaqub
membuat iri dan dengki saudara-saudara yang mewujudkan komplot menarik
perhatian bapak mereka. Mereka berencana untuk membunuh dia.
Yahudza,
anak lelaki keempat dari Yaʿqub dan yang paling tampan dan bijaksana di antara
mereka tidak setuju dengan rencana pembunuhan itu karena perlakuan tersebut
adalah dilarang. Maka, demi menghalau Yusuf, dia merencanakan untuk
mencampakkan dia ke dalam sebuah 'sumur tua' yang terletak di persimpangan
jalan tempat kafilah-kafilah dagang dan para musafir beristirahat.
Dengan itu, kemungkinan Yusuf akan diselamatkan dari sumur tersebut dan dibawa
oleh siapa saja untuk dijadikan budak.
Kisah
dalam Al-Qur'an
Al-Qur'an mengawali kisah Yusuf saat ia masih
muda. Ia bermimpi melihat sebelas planet, matahari, dan bulan bersujud padanya (Yusuf 12:4). Mimpi
itu ia beritahukan kepada ayahnya, Yaqub yang menyuruhnya agar tidak
memberitahukan mimpi itu kepada saudara-saudaranya yang pencemburu (Yusuf 12:5). Yusuf
juga merupakan anak yang paling disayangi Yaqub, sehingga saudaranya merasa
cemburu dan mereka merencanakan suatu rencana untuk membuang Yusuf (Yusuf 12:8).
Saudara-saudara Yusuf meminta izin pada Yaqub untuk membawa Yusuf pergi bersama
mereka, dan mereka diizinkan. Dalam perjalanan, Yusuf dimasukkan ke dalam sumur
dan ditinggal pergi oleh saudara-saudaranya hingga kemudian ia ditemukan oleh
kafilah dagang yang kemudian menjualnya di Mesir.
Orang yang membeli Yusuf adalah Qithfir, seorang raja Mesir yang mempunyai
julukan Al Aziz.
Al-Qur'an mengawali kisah Yusuf saat ia masih
muda. Ia bermimpi melihat sebelas planet, matahari, dan bulan bersujud padanya (Yusuf 12:4). Mimpi
itu ia beritahukan kepada ayahnya, Yaqub yang menyuruhnya agar tidak
memberitahukan mimpi itu kepada saudara-saudaranya yang pencemburu (Yusuf 12:5). Yusuf
juga merupakan anak yang paling disayangi Yaqub, sehingga saudaranya merasa
cemburu dan mereka merencanakan suatu rencana untuk membuang Yusuf (Yusuf 12:8).
Saudara-saudara Yusuf meminta izin pada Yaqub untuk membawa Yusuf pergi bersama
mereka, dan mereka diizinkan. Dalam perjalanan, Yusuf dimasukkan ke dalam sumur
dan ditinggal pergi oleh saudara-saudaranya hingga kemudian ia ditemukan oleh
kafilah dagang yang kemudian menjualnya di Mesir.
Orang yang membeli Yusuf adalah Qithfir, seorang raja Mesir yang mempunyai
julukan Al Aziz.
Mukjizat
Ketampanan rupa[
Kitab
Jawi mengenai Hikayat Nabi Yusuf a.s.
Yusuf di dalam Al-Qur'an dikatakan sebagai pria tertampan di
dunia.[1] Pernyataan
ini digambarkan ketika Yusuf tumbuh remaja, istri tuannya yang bernama Zulaikha menggodanya karena tidak bisa menahan
daya tarik ketampanannya dan setiap wanita yang melihatnya pasti terkesima,
namun Yusuf menolaknya (Yusuf 12:23).
Sehingga ia mengancam Yusuf akan dipenjarakan, jika tidak mengikuti perintahnya
(Yusuf 12:32). Namun,
Yusuf tetap teguh dan ia akhirnya dipenjarakan (Yusuf 12:33). Yusuf
dipenjarakan bersama dua orang tahanan.[2]
Kitab
Jawi mengenai Hikayat Nabi Yusuf a.s.
Yusuf di dalam Al-Qur'an dikatakan sebagai pria tertampan di
dunia.[1] Pernyataan
ini digambarkan ketika Yusuf tumbuh remaja, istri tuannya yang bernama Zulaikha menggodanya karena tidak bisa menahan
daya tarik ketampanannya dan setiap wanita yang melihatnya pasti terkesima,
namun Yusuf menolaknya (Yusuf 12:23).
Sehingga ia mengancam Yusuf akan dipenjarakan, jika tidak mengikuti perintahnya
(Yusuf 12:32). Namun,
Yusuf tetap teguh dan ia akhirnya dipenjarakan (Yusuf 12:33). Yusuf
dipenjarakan bersama dua orang tahanan.[2]
Pentakwil mimpi
Di dalam penjara, mereka mengetahui bahwa Yusuf memiliki
kejujuran yang tinggi dan dapat menafsirkan mimpi (Yusuf 12:36). Yusuf
berhasil dalam menafsirkan mimpi 2 tahanan lainnya, mimpi mereka adalah bahwa
salah satu dari mereka akan dihukum mati, dan yang lainnya akan dibebaskan dan
kembali bekerja sebagai penuang air minum raja.
Maka, Yusuf meminta pada temannya yang akan dibebaskan untuk mengemukakan
masalahnya kepada raja. Namun, ketika dibebaskan, ia melupakan Yusuf, sehingga
ia tetap dipenjara.
Beberapa tahun kemudian, raja bermimpi dan menanyakan apa artinya.
Penuang minuman tersebut akhirnya ingat pada Yusuf, dan ia menanyakan Yusuf apa
arti mimpi raja. Yusuf menafsirkan mimpi raja bahwa
akan terjadi tujuh panen yang berlimpah, kemudian diikuti tujuh
panen yang sedikit, dan kemudian ada tahun yang penuh dengan hujan.
Raja yang mendengar tafsir Yusuf, akhirnya memanggilnya. Namun, sebelumnya
Yusuf meminta kepada orang-orang yang menuduhnya ditanyai apa yang sebenarnya
terjadi. Zulaikha akhirnya mengakui apa yang dilakukannya pada Yusuf. Yusuf
akhirnya dibebaskan dan raja menghendaki ia bekerja untuknya. Yusuf akhirnya
meminta agar ia ditugaskan untuk mengurus hasil bumi di negeri itu.
Selama tahun-tahun yang diramalkan paceklik,
saudara-saudara Yusuf datang ke Mesir untuk meminta makanan. Mereka
diperbolehkan menghadap Yusuf yang mengenal mereka, namun mereka tidak. Yusuf
meminta mereka jika ingin meminta makanan lagi, mereka diharuskan membawa adik
laki-laki bungsu mereka. Mereka akhirnya membawa adik bungsu mereka pada
pertemuan berikutnya. Pada adik bungsunya itulah, Yusuf mengungkapkan kisahnya
bahwa ia dipelakukan jahat oleh kakak-kakaknya. Yusuf akhirnya bekerja sama
dengan adiknya. Adiknya untuk sementara ditinggal bersamanya. Yusuf
berpura-pura bahwa adiknya ditahan karena mencuri gelas minum raja. Pada saat itu juga, Yaqub
kehilangan penglihatannya karena merasa kehilangan Yusuf dan saudaranya.
Ketika saudara-saudara Yusuf datang lagi kepadanya, Yusuf
mengungkapkan jati dirinya pada mereka. Saudara-saudara Yusuf akhirnya meminta
maaf atas tindakan mereka. Yusuf kemudian meminta mereka membawakan bajunya kepada ayahnya dan mengusapkan pada
wajah ayahnya untuk memulihkan penglihatannya dan juga memerintahkan mereka
untuk membawa orangtua dan keluarga mereka ke Mesir.[2] Setelah
tiba di Mesir, orang tua dan saudara-saudaranya bersujud untuk menghormatinya.
Yusuf kemudian mengingatkan akan mimpinya pada masa muda yang ditafsirkan oleh
ayahnya; sebelas planet, matahari, dan bulan bersujud padanya.[3]
Di dalam penjara, mereka mengetahui bahwa Yusuf memiliki
kejujuran yang tinggi dan dapat menafsirkan mimpi (Yusuf 12:36). Yusuf
berhasil dalam menafsirkan mimpi 2 tahanan lainnya, mimpi mereka adalah bahwa
salah satu dari mereka akan dihukum mati, dan yang lainnya akan dibebaskan dan
kembali bekerja sebagai penuang air minum raja.
Maka, Yusuf meminta pada temannya yang akan dibebaskan untuk mengemukakan
masalahnya kepada raja. Namun, ketika dibebaskan, ia melupakan Yusuf, sehingga
ia tetap dipenjara.
Beberapa tahun kemudian, raja bermimpi dan menanyakan apa artinya.
Penuang minuman tersebut akhirnya ingat pada Yusuf, dan ia menanyakan Yusuf apa
arti mimpi raja. Yusuf menafsirkan mimpi raja bahwa
akan terjadi tujuh panen yang berlimpah, kemudian diikuti tujuh
panen yang sedikit, dan kemudian ada tahun yang penuh dengan hujan.
Raja yang mendengar tafsir Yusuf, akhirnya memanggilnya. Namun, sebelumnya
Yusuf meminta kepada orang-orang yang menuduhnya ditanyai apa yang sebenarnya
terjadi. Zulaikha akhirnya mengakui apa yang dilakukannya pada Yusuf. Yusuf
akhirnya dibebaskan dan raja menghendaki ia bekerja untuknya. Yusuf akhirnya
meminta agar ia ditugaskan untuk mengurus hasil bumi di negeri itu.
Selama tahun-tahun yang diramalkan paceklik,
saudara-saudara Yusuf datang ke Mesir untuk meminta makanan. Mereka
diperbolehkan menghadap Yusuf yang mengenal mereka, namun mereka tidak. Yusuf
meminta mereka jika ingin meminta makanan lagi, mereka diharuskan membawa adik
laki-laki bungsu mereka. Mereka akhirnya membawa adik bungsu mereka pada
pertemuan berikutnya. Pada adik bungsunya itulah, Yusuf mengungkapkan kisahnya
bahwa ia dipelakukan jahat oleh kakak-kakaknya. Yusuf akhirnya bekerja sama
dengan adiknya. Adiknya untuk sementara ditinggal bersamanya. Yusuf
berpura-pura bahwa adiknya ditahan karena mencuri gelas minum raja. Pada saat itu juga, Yaqub
kehilangan penglihatannya karena merasa kehilangan Yusuf dan saudaranya.
Ketika saudara-saudara Yusuf datang lagi kepadanya, Yusuf
mengungkapkan jati dirinya pada mereka. Saudara-saudara Yusuf akhirnya meminta
maaf atas tindakan mereka. Yusuf kemudian meminta mereka membawakan bajunya kepada ayahnya dan mengusapkan pada
wajah ayahnya untuk memulihkan penglihatannya dan juga memerintahkan mereka
untuk membawa orangtua dan keluarga mereka ke Mesir.[2] Setelah
tiba di Mesir, orang tua dan saudara-saudaranya bersujud untuk menghormatinya.
Yusuf kemudian mengingatkan akan mimpinya pada masa muda yang ditafsirkan oleh
ayahnya; sebelas planet, matahari, dan bulan bersujud padanya.[3]
Nabi Syu'aib A.S
Syu'aib (Arab: شعيب; Shuʕayb, Shuʕaib, Shuaib) (sekitar 1600 SM - 1500
SM)[1] adalah
seorang nabi yang diutus kepada kaum Madyan dan Aikah menurut tradisi Islam.
Ia diangkat menjadi nabi pada tahun 1550 SM. Namanya disebutkan sebanyak 11
kali di dalam Al-Qur'an dan
ia wafat di Madyan.
Dalam Kitab Keluaran Alkitab Ibrani atau Alkitab Kristen tercatat
seorang tokoh yang dianggap sama yaitu, Rehuel atau Yitro,
imam di Madyan yang
menjadi mertua Musa.
Syu'aib (Arab: شعيب; Shuʕayb, Shuʕaib, Shuaib) (sekitar 1600 SM - 1500
SM)[1] adalah
seorang nabi yang diutus kepada kaum Madyan dan Aikah menurut tradisi Islam.
Ia diangkat menjadi nabi pada tahun 1550 SM. Namanya disebutkan sebanyak 11
kali di dalam Al-Qur'an dan
ia wafat di Madyan.
Dalam Kitab Keluaran Alkitab Ibrani atau Alkitab Kristen tercatat
seorang tokoh yang dianggap sama yaitu, Rehuel atau Yitro,
imam di Madyan yang
menjadi mertua Musa.
Etimologi
Syu'aib secara harafiah artinya "Yang Menunjukkan Jalan
Kebenaran". Karena menurut kisah Islam, Syu'aib telah berusaha untuk
menujukkan jalan yang lurus kepada umatnya yaitu penduduk Madyan dan Aykah.
Syu'aib secara harafiah artinya "Yang Menunjukkan Jalan
Kebenaran". Karena menurut kisah Islam, Syu'aib telah berusaha untuk
menujukkan jalan yang lurus kepada umatnya yaitu penduduk Madyan dan Aykah.
Genealogi
Menurut sejarah Islam, Syuaib memiliki nasab sebagai berikut,
Syu'aib bin Mikil bin Yasjir bin Madyan bin Ibrahim bin Azara bin Nahur bin Suruj bin Ra'u bin Falij bin ʿAbir
bin Syalih bin Arfahsad bin Sam bin Nuh.
Dalam ajaran Kristen, Syu'aib secara tradisional dianggap
sebagai Yitro,
dan menjadi bapak mertua Musa dalam ajaran Samawi, karena Musa telah
menikahi putrinya yang bernama Saffurah (Safrawa). Saffurah kemudian
melahirkan 2 putra bagi Musa.[2] Seorang
putra Rehuel, Hobab kemudian
ikut Musa pergi ke tanah Kanaan. Setelah orang Israel masuk ke tanah Kanaan,
keturunannya diberi sebidang tanah dan tinggal di tengah-tengah orang Israel.[3]
Sedangkan dalam Islam Syu'aib bukanlah mertua dari Musa,
karena Syua'ib hidup pada masa tidak jauh dari masa Luth.[4] Kemudian
Luth sezaman dengan Ibrahim, karena Luth adalah keponakan dari
Ibrahim. Sementara Musa adalah keturunan Bani Israil, jauh dari zaman Ibrahim. Ibnu
Katsir menyebutkan lebiih dari 400 tahun.
Musa jauh setelah Yusuf,
sementara Yusuf keturunan Ya’kob bin Ishaq bin Ibrahim, dan tidak diketahui,
ada berapa generasi antara Ibrahim dengan Musa. Sehingga secara perhitungan
waktu, tidak mungkin jika Musa bertemu dengan Syuaib yang zamannya berdekatan
dengan Luth dan Ibrahim.
Dalam hadits Muhammad menjelaskan
bahwa, Syu'aib adalah seorang nabi dari Arab yang berbahasa Arab.[5] Sementara
diskusi antara Musa dengan mertuanya dilakukan tanpa penerjemah, seperti yang
Allah sebutkan kisahnya di dalam surat al-Qashas,
"Berkatalah
dia (Orang tua madyan): “Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan
salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku
delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu
kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu, dan kamu In sya
Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik”. Dia (Musa) berkata:
“Itulah (perjanjian) antara aku dan kamu. Mana saja dari kedua waktu yang
ditentukan itu aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan tambahan atas diriku
(lagi), dan Allah adalah saksi atas apa yang kita ucapkan.” (al-Qashas: 27 –
28).
Dari keterangan diatas, ada beberapa hal mendekati yang bisa
disimpulkan, diantaranya:Ayat di atas menceritakan percakapan antara Musa dengan
mertuanya soal mahar pernikahan, dan mereka lakukan tanpa
penerjemah. Jika mertua Musa adalah Syuaib, tentu berbeda dengan bahasa Musa.
Karena Musa berasal dari Bani Israil yang bahasanya bukan bahasa Arab.
·
Ada kesamaan nama daerah antara tempat dakwah Nabi Syuaib dengan
mertuanya Musa, yaitu Madyan,
·
Mertua Nabi Musa adalah orang tua di Madyan, dan ia bukanlah
Nabi Syuaib, dan pendapat ini yang dinilai kuat oleh Ibnu Katsir dalam
tafsirnya, dengan pertimbangan surat Hud: ayat 89.[6]
Menurut sejarah Islam, Syuaib memiliki nasab sebagai berikut,
Syu'aib bin Mikil bin Yasjir bin Madyan bin Ibrahim bin Azara bin Nahur bin Suruj bin Ra'u bin Falij bin ʿAbir
bin Syalih bin Arfahsad bin Sam bin Nuh.
Dalam ajaran Kristen, Syu'aib secara tradisional dianggap
sebagai Yitro,
dan menjadi bapak mertua Musa dalam ajaran Samawi, karena Musa telah
menikahi putrinya yang bernama Saffurah (Safrawa). Saffurah kemudian
melahirkan 2 putra bagi Musa.[2] Seorang
putra Rehuel, Hobab kemudian
ikut Musa pergi ke tanah Kanaan. Setelah orang Israel masuk ke tanah Kanaan,
keturunannya diberi sebidang tanah dan tinggal di tengah-tengah orang Israel.[3]
Sedangkan dalam Islam Syu'aib bukanlah mertua dari Musa,
karena Syua'ib hidup pada masa tidak jauh dari masa Luth.[4] Kemudian
Luth sezaman dengan Ibrahim, karena Luth adalah keponakan dari
Ibrahim. Sementara Musa adalah keturunan Bani Israil, jauh dari zaman Ibrahim. Ibnu
Katsir menyebutkan lebiih dari 400 tahun.
Musa jauh setelah Yusuf,
sementara Yusuf keturunan Ya’kob bin Ishaq bin Ibrahim, dan tidak diketahui,
ada berapa generasi antara Ibrahim dengan Musa. Sehingga secara perhitungan
waktu, tidak mungkin jika Musa bertemu dengan Syuaib yang zamannya berdekatan
dengan Luth dan Ibrahim.
Dalam hadits Muhammad menjelaskan
bahwa, Syu'aib adalah seorang nabi dari Arab yang berbahasa Arab.[5] Sementara
diskusi antara Musa dengan mertuanya dilakukan tanpa penerjemah, seperti yang
Allah sebutkan kisahnya di dalam surat al-Qashas,
"Berkatalah
dia (Orang tua madyan): “Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan
salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku
delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu
kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu, dan kamu In sya
Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik”. Dia (Musa) berkata:
“Itulah (perjanjian) antara aku dan kamu. Mana saja dari kedua waktu yang
ditentukan itu aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan tambahan atas diriku
(lagi), dan Allah adalah saksi atas apa yang kita ucapkan.” (al-Qashas: 27 –
28).
Dari keterangan diatas, ada beberapa hal mendekati yang bisa disimpulkan, diantaranya:Ayat di atas menceritakan percakapan antara Musa dengan mertuanya soal mahar pernikahan, dan mereka lakukan tanpa penerjemah. Jika mertua Musa adalah Syuaib, tentu berbeda dengan bahasa Musa. Karena Musa berasal dari Bani Israil yang bahasanya bukan bahasa Arab.
·
Ada kesamaan nama daerah antara tempat dakwah Nabi Syuaib dengan
mertuanya Musa, yaitu Madyan,
·
Mertua Nabi Musa adalah orang tua di Madyan, dan ia bukanlah
Nabi Syuaib, dan pendapat ini yang dinilai kuat oleh Ibnu Katsir dalam
tafsirnya, dengan pertimbangan surat Hud: ayat 89.[6]
Biografi
Menurut Islam, Syu'aib adalah salah satu dari 4 nabi bangsa
Arab. Tiga nabi lainnya adalah Hud, Shaleh, dan Muhammad. Ia seorang nabi yang dijuluki juru
pidato karena kecakapan dan kefasihannya dalam berdakwah.
Dia diyakini merupakan cicit laki-laki Ibrahim. Dia diutus sebagai nabi untuk kaum
Madyan untuk memperingatkan mereka karena kecurangan-kecurangan mereka. Ketika
mereka tidak menyesali perbuatannya, Allah menghancurkan kaum tersebut.
Menurut Islam, Syu'aib adalah salah satu dari 4 nabi bangsa
Arab. Tiga nabi lainnya adalah Hud, Shaleh, dan Muhammad. Ia seorang nabi yang dijuluki juru
pidato karena kecakapan dan kefasihannya dalam berdakwah.
Dia diyakini merupakan cicit laki-laki Ibrahim. Dia diutus sebagai nabi untuk kaum
Madyan untuk memperingatkan mereka karena kecurangan-kecurangan mereka. Ketika
mereka tidak menyesali perbuatannya, Allah menghancurkan kaum tersebut.
Kaum Madyan
Umat muslim meyakini bahwa Syu'aib ditetapkan oleh Allah untuk
menjadi seorang nabi yang tinggal di timur Gunung Sinai kepada
kaum Madyan dan Aykah.
Yaitu kaum yang tinggal di pesisir Laut Merah di
tenggara Gunung Sinai. Masyarakat tersebut disebut
karena terkenal perbuatan buruknya yang tidak jujur dalam timbangan dan ukuran
juga dikenal sebagai kaum kafir yang tidak mengenal Tuhan.
Mereka menyembah berhala bernama al-Aykah,
yaitu sebidang tanah gurun yang ditumbuhi pepohonan atau
pepohonan yang lebat.
Syu'aib memperingatkan perbuatan mereka yang jauh dari ajaran
agama, namun kaumnya tidak menghiraukannya. Syu'aib menceritakan
pada kaumnya kisah-kisah utusan-utusan Allah terdahulu yaitu kaum Nuh, Hud, Shaleh, dan Luth yang paling dekat dengan Madyan yang
telah dibinasakan Allah karena enggan mengikuti ajaran nabi. Namun, mereka
tetap enggan, akhirnya Allah menghancurkan kaum Madyan dengan
bencana melalui doa Syu'aib.
Umat muslim meyakini bahwa Syu'aib ditetapkan oleh Allah untuk
menjadi seorang nabi yang tinggal di timur Gunung Sinai kepada
kaum Madyan dan Aykah.
Yaitu kaum yang tinggal di pesisir Laut Merah di
tenggara Gunung Sinai. Masyarakat tersebut disebut
karena terkenal perbuatan buruknya yang tidak jujur dalam timbangan dan ukuran
juga dikenal sebagai kaum kafir yang tidak mengenal Tuhan.
Mereka menyembah berhala bernama al-Aykah,
yaitu sebidang tanah gurun yang ditumbuhi pepohonan atau
pepohonan yang lebat.
Syu'aib memperingatkan perbuatan mereka yang jauh dari ajaran
agama, namun kaumnya tidak menghiraukannya. Syu'aib menceritakan
pada kaumnya kisah-kisah utusan-utusan Allah terdahulu yaitu kaum Nuh, Hud, Shaleh, dan Luth yang paling dekat dengan Madyan yang
telah dibinasakan Allah karena enggan mengikuti ajaran nabi. Namun, mereka
tetap enggan, akhirnya Allah menghancurkan kaum Madyan dengan
bencana melalui doa Syu'aib.
Dakwah
Ketika berdakwah bagi kaum Madyan, Nabi Syu'aib menerima ejekan
masyarakat yang tidak mau menerima ajarannya karena mereka enggan meninggalkan
sesembahan yang diwariskan dari nenek moyang kepada mereka. Namun, Syu'aib
tetap sabar dan lapang dada menerima cobaan tersebut. Ia tidak pernah membalas
ejekan mereka dan tetap berdakwah. Bahkan, dakwahnya semakin menggugah hati dan
akal. Dalam berdakwah kadang ia memberitahukan bahwa dia sebenarnya sedarah
dengan mereka. Hal ini memiliki tujuan agar kaumnya mau menuju jalan kebenaran.
Karena itulah ia diangkat menjadi rasul Allah yang diutus bagi kaumnya sendiri.
Nabi Syu'aib yang saat itu memiliki beberapa pengikut, mulai mendapat ejekan
kasar dari kaum lain. Bahkan ada yang menganggapnya sebagai penyihir dan
pesulap ulung.
Ketika berdakwah bagi kaum Madyan, Nabi Syu'aib menerima ejekan
masyarakat yang tidak mau menerima ajarannya karena mereka enggan meninggalkan
sesembahan yang diwariskan dari nenek moyang kepada mereka. Namun, Syu'aib
tetap sabar dan lapang dada menerima cobaan tersebut. Ia tidak pernah membalas
ejekan mereka dan tetap berdakwah. Bahkan, dakwahnya semakin menggugah hati dan
akal. Dalam berdakwah kadang ia memberitahukan bahwa dia sebenarnya sedarah
dengan mereka. Hal ini memiliki tujuan agar kaumnya mau menuju jalan kebenaran.
Karena itulah ia diangkat menjadi rasul Allah yang diutus bagi kaumnya sendiri.
Nabi Syu'aib yang saat itu memiliki beberapa pengikut, mulai mendapat ejekan
kasar dari kaum lain. Bahkan ada yang menganggapnya sebagai penyihir dan
pesulap ulung.
Balasan Allah
Nabi Syu'aib mengerti bahwa kaumnya telah ditutup hatinya. Ia
berdoa kepada Allah agar diturunkan azab pada kaum Madyan. Allah mengabulkan
doa Syu'aib dan menimpakan azab melalui beberapa tahap.
Kaum Madyan pada awalnya diberi siksa Allah melalui udara panas
yang membakar kulit dan membuat dahaga. Saat itu, pohon dan bangunan tidak
cukup untuk tempat berteduh mereka. Namun, Allah memberikan gumpalan awan gelap
untuk kaum Madyan. Kaum Madyan pun menghampiri awan itu untuk berteduh sehingga
mereka berdesak-desakan dibawah awan itu. Hingga semua penduduk terkumpul,
Allah menurunkan petir dengan suaranya yang keras di atas mereka. Saat itu juga
Allah menimpakan gempa bumi bagi
mereka, menghancurkan kota dan kaum Madyan.
Nabi Syu'aib mengerti bahwa kaumnya telah ditutup hatinya. Ia
berdoa kepada Allah agar diturunkan azab pada kaum Madyan. Allah mengabulkan
doa Syu'aib dan menimpakan azab melalui beberapa tahap.
Kaum Madyan pada awalnya diberi siksa Allah melalui udara panas
yang membakar kulit dan membuat dahaga. Saat itu, pohon dan bangunan tidak
cukup untuk tempat berteduh mereka. Namun, Allah memberikan gumpalan awan gelap
untuk kaum Madyan. Kaum Madyan pun menghampiri awan itu untuk berteduh sehingga
mereka berdesak-desakan dibawah awan itu. Hingga semua penduduk terkumpul,
Allah menurunkan petir dengan suaranya yang keras di atas mereka. Saat itu juga
Allah menimpakan gempa bumi bagi
mereka, menghancurkan kota dan kaum Madyan.
Dalam Al-Qur'an
Nabi Syu'aib disebutkan dalam Al-Qur'an sebanyak
17 kali yang terdapat dalam :
·
Surat Al A’Raaf sebanyak 5 kali yaitu ayat 85, 88, 90,
92, dan 93.
·
Surat Hud sebanyak 7 kali yaitu ayat 84, 85, 87,
88, 91, 92, dan 94.
·
Surat Asy Syu'araa' sebanyak 3 kali yaitu ayat 177, 1898,
dan 189.
·
Surat Al ‘Ankabuut sebanyak 2 kali yaitu ayat 36 dan 37.
Sementara untuk kisah Nabi Syu'aib disebutkan dalam Al-Qur'an
sebanyak 40 kali yang dibagi dalam:
·
Keburukan kaum Syu'aib: Surat Al A’Raaf:85-86, Surat Hud:84-85, 87, 91-92, Surat Asy Syu'araa':181-183.
·
Diutus ke Ashabul-Aikah: Surat Al Hijr:78 dan Surat Asy Syu'araa':178.
·
Dakwah nabi Syu'aib kepada kaumnya: Surat Al A’Raaf:85-90,
93, Surat Hud:84, 86-87, 89-90, 92-93, Surat Asy Syu'araa':176-184, Surat Al ‘Ankabuut:36.
·
Cobaan nabi Syu'aib: Surat Al A’Raaf:87-90, Surat Hud:87-88 dan 91, Surat Asy Syu'araa':176,
185-188, Surat Shaad:13, dan Surat Qaaf:14.
·
Azab kaum Syu'aib: Surat Al A’Raaf:91-92, Surat At Taubah:70, Surat Hud:94-95, Surat Al Hijr:79, Surat Asy Syu'araa':189, Surat Al ‘Ankabuut:37.
Nabi Syu'aib disebutkan dalam Al-Qur'an sebanyak
17 kali yang terdapat dalam :
·
Surat Al A’Raaf sebanyak 5 kali yaitu ayat 85, 88, 90,
92, dan 93.
·
Surat Hud sebanyak 7 kali yaitu ayat 84, 85, 87,
88, 91, 92, dan 94.
·
Surat Asy Syu'araa' sebanyak 3 kali yaitu ayat 177, 1898,
dan 189.
·
Surat Al ‘Ankabuut sebanyak 2 kali yaitu ayat 36 dan 37.
Sementara untuk kisah Nabi Syu'aib disebutkan dalam Al-Qur'an
sebanyak 40 kali yang dibagi dalam:
·
Keburukan kaum Syu'aib: Surat Al A’Raaf:85-86, Surat Hud:84-85, 87, 91-92, Surat Asy Syu'araa':181-183.
·
Diutus ke Ashabul-Aikah: Surat Al Hijr:78 dan Surat Asy Syu'araa':178.
·
Dakwah nabi Syu'aib kepada kaumnya: Surat Al A’Raaf:85-90,
93, Surat Hud:84, 86-87, 89-90, 92-93, Surat Asy Syu'araa':176-184, Surat Al ‘Ankabuut:36.
·
Cobaan nabi Syu'aib: Surat Al A’Raaf:87-90, Surat Hud:87-88 dan 91, Surat Asy Syu'araa':176,
185-188, Surat Shaad:13, dan Surat Qaaf:14.
·
Azab kaum Syu'aib: Surat Al A’Raaf:91-92, Surat At Taubah:70, Surat Hud:94-95, Surat Al Hijr:79, Surat Asy Syu'araa':189, Surat Al ‘Ankabuut:37.
Makam Syu'aib
Makam Syu'aib terpelihara dengan baik di Yordania yang terletak
2 km barat kota Mahis dalam area yang disebut Wadi Syu'aib.[7] Situs
lain yang dikenal sebagai makam Syu'aib terletak di dekat Horns
of Hattin di Lower
Galilee. Sebuah tempat ini suci bagi umat Druze.
Makam Syu'aib terpelihara dengan baik di Yordania yang terletak
2 km barat kota Mahis dalam area yang disebut Wadi Syu'aib.[7] Situs
lain yang dikenal sebagai makam Syu'aib terletak di dekat Horns
of Hattin di Lower
Galilee. Sebuah tempat ini suci bagi umat Druze.
Referensi
1.
^ Keluaran 2, terutama Keluaran 2:16-22
3.
^ “Mereka berkata: “Hai Syu’aib, apakah shalatmu menyuruh kamu
agar kami meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak kami… Hai kaumku,
janganlah hendaknya pertentangan antara aku (dengan kamu) menyebabkan kamu
menjadi jahat hingga kamu ditimpa azab seperti yang menimpa kaum Nuh atau kaum
Hud atau kaum Shaleh, sedang kaum Luth tidak (pula) jauh waktunya dari kamu.
(QS. Hud: 87 – 89).
4.
^ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyampaikan beberapa
hal terkait para nabi, diantara yang beliau sampaikan kepada Abu Dzar adalah, "Ada
4 nabi dari arab, yaitu Hud, Shaleh, Syuaib, dan nabimu ini, wahai Abu
Dzar." (HR. Ibnu Hibban dan dihasankan al-Hafidz Ibnu Katsir dalam
al-Bidayah wa an-Nihayah, 1/120).
5.
^ Tafsir Ibnu Katsir, 6/228-229.
1.
^ Keluaran 2, terutama Keluaran 2:16-22
3.
^ “Mereka berkata: “Hai Syu’aib, apakah shalatmu menyuruh kamu
agar kami meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak kami… Hai kaumku,
janganlah hendaknya pertentangan antara aku (dengan kamu) menyebabkan kamu
menjadi jahat hingga kamu ditimpa azab seperti yang menimpa kaum Nuh atau kaum
Hud atau kaum Shaleh, sedang kaum Luth tidak (pula) jauh waktunya dari kamu.
(QS. Hud: 87 – 89).
4.
^ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyampaikan beberapa
hal terkait para nabi, diantara yang beliau sampaikan kepada Abu Dzar adalah, "Ada
4 nabi dari arab, yaitu Hud, Shaleh, Syuaib, dan nabimu ini, wahai Abu
Dzar." (HR. Ibnu Hibban dan dihasankan al-Hafidz Ibnu Katsir dalam
al-Bidayah wa an-Nihayah, 1/120).
5.
^ Tafsir Ibnu Katsir, 6/228-229.
Nabi Ayyub A.S
Ayyub (Bahasa Arab أيوب)
(sekitar 1540-1420 SM) adalah seorang nabi yang ditugaskan berdakwah kepada Bani Israil dan
Kaum Amoria (Aramin) di Haran, Syam.
Ia diangkat menjadi nabi pada tahun 1500 SM dan Namanya disebutkan sebanyak 4
kali di dalam Al-Quran. Ia mempunyai 26 anak dan wafat di
Huran, Syam.
Ayyub dikisahkan sebagai seorang nabi yang paling sabar ketika
mendapatkan cobaan dari Tuhan, bahkan bisa dikatakan bahwa kesabarannya berada
di ambang puncak kesabaran. Sering orang mengagumi kesabaran kepada Ayub.
Misalnya, dikatakan: seperti sabarnya Ayyub. Jadi, Ayyub menjadi simbol
kesabaran dan cermin kesabaran atau teladan kesabaran pada setiap bahasa, pada
setiap agama, dan pada setiap budaya. Allah telah memujinya dalam kitab-Nya yang
berbunyi:
“
Sesungguhnya Kami
dapati dia (Ayub) seorang yang sabar. Dialah sebaih-baik hamba. Sesungguhnya
dia amat taat (kepada Tuhannya)." (QS. Shad: 44)
”
Ayyub (Bahasa Arab أيوب)
(sekitar 1540-1420 SM) adalah seorang nabi yang ditugaskan berdakwah kepada Bani Israil dan
Kaum Amoria (Aramin) di Haran, Syam.
Ia diangkat menjadi nabi pada tahun 1500 SM dan Namanya disebutkan sebanyak 4
kali di dalam Al-Quran. Ia mempunyai 26 anak dan wafat di
Huran, Syam.
Ayyub dikisahkan sebagai seorang nabi yang paling sabar ketika
mendapatkan cobaan dari Tuhan, bahkan bisa dikatakan bahwa kesabarannya berada
di ambang puncak kesabaran. Sering orang mengagumi kesabaran kepada Ayub.
Misalnya, dikatakan: seperti sabarnya Ayyub. Jadi, Ayyub menjadi simbol
kesabaran dan cermin kesabaran atau teladan kesabaran pada setiap bahasa, pada
setiap agama, dan pada setiap budaya. Allah telah memujinya dalam kitab-Nya yang
berbunyi:
“
|
Sesungguhnya Kami
dapati dia (Ayub) seorang yang sabar. Dialah sebaih-baik hamba. Sesungguhnya
dia amat taat (kepada Tuhannya)." (QS. Shad: 44)
|
”
|
Etimologi
Ayyub berasal dari bahasa Arab dan bahasa Ibrani, yang memiliki arti yang sama
yaitu "menggantikan."[1]
Ayyub berasal dari bahasa Arab dan bahasa Ibrani, yang memiliki arti yang sama
yaitu "menggantikan."[1]
Genealogi
Ayyub adalah putra dari Aish (Eswa) bin Ishaq bin Ibrahim. Sebagaimana disebutkan dalam kisah Yaqub,
Aish adalah saudara kembar Yaqub, jadi Ayyub masih keponakan Yaqub dan sepupu Yusuf. Dalam
situs web Tayibah.com dijabarkan bahwa silsilah Ayyub adalah sebagai berikut,
Ayyub bin Amus bin Tawih bin Rum bin Ais (Eswa) bin Ishaq bin Ibrahim.[2]
Ayyub adalah putra dari Aish (Eswa) bin Ishaq bin Ibrahim. Sebagaimana disebutkan dalam kisah Yaqub,
Aish adalah saudara kembar Yaqub, jadi Ayyub masih keponakan Yaqub dan sepupu Yusuf. Dalam
situs web Tayibah.com dijabarkan bahwa silsilah Ayyub adalah sebagai berikut,
Ayyub bin Amus bin Tawih bin Rum bin Ais (Eswa) bin Ishaq bin Ibrahim.[2]
Riwayat
Ayyub adalah salah seorang manusia pilihan dari sejumlah manusia
pilihan yang mulia. Allah telah menceritakan dalam kitab-Nya dan memujinya
dengan berbagai sifat yang terpuji secara umum dan sifat sabar atas ujian
secara khusus. Allah telah mengujinya dengan anaknya, keluarganya dan hartanya,
kemudian dengan tubuhnya. Allah telah mengujinya dengan ujian yang tidak pernah
ditimpakan kepada siapa pun, tetapi ia tetap sabar dalam menunaikan perintah
Allah dan terus-menerus bertaubat kepada-Nya.
Setelah Nabi Ayub menderita penyakit kronis dalam jangka waktu
yang cukup lama, di mana sahabat dan keluarganya telah
melupakannya, maka ia menyeru Rabbnya, "(Ya Rabbku), sesungguhnya aku
telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Yang Maha Penyayang di antara semua
penyayang." (Al-Anbiya’: 83). Dikatakan kepadanya, "Hantamkanlah
kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan minum." (Shod: 42). Nabi
Ayyub AS menghantamkan kakinya, maka memancarlah mata air yang dingin karena
hantaman kakinya tersebut. Dikatakan kepadanya, "Minumlah darinya serta
mandilah." Nabi Ayyub AS melakukannya, maka Allah Ta’ala menghilangkan penyakit
yang menimpa bathinnya dan lahirnya.
Kemudian Allah mengembalikan kepadanya; keluarganya, hartanya,
sejumlah ni’mat serta kebaikan yang dikaruniakan kepadanya dalam jumlah yang
banyak. Dengan kesabarannya itu maka ia merupakan suri teladan bagi orang-orang
yang sabar, penghibur bagi orang-orang yang mendapat ujian atau ditimpa musibah
serta pelajaran berharga bagi orang-orang yang mau mengambil pelajaran.*
Ketika Ayyub sakit, maka ia menemukan kepingan uang milik istrinya yang diperoleh dari
hasil pekerjaannya melakukan sesuatu, sehingga ia bersumpah akan mencambuknya
seratus kali cambukan. Kemudian Allah meringankannya dari Nabi Ayyub dan
istrinya, seraya dikatakan kepadanya: "Dan ambillah dengan tanganmu seikat
(rumput)." Yakni seikat jerami, ilalang, tangkai atau yang lainnya
sebanyak seratus biji, kemudian pukullah ia dengannya "… dan janganlah
kamu melanggar sumpah." (Shod: 44). Yakni melanggar sumpahmu.
Dalam ayat di atas terdapat dalil bahwa kifarat sumpah tidak
disyari’atkan kepada seseorang sebelum syari’at kita, serta kedudukan sumpah di
hadapan mereka adalah sama dengan nazdar, yang mesti dipenuhi.
Juga dalam ayat tersebut terdapat dalil, bahwa bagi orang yang
tidak mungkin dilaksanakan hukuman had atasnya karena kondisinya yang lemah
atau alasan lainnya, hendaklah diberlakukan kepadanya hukuman yang disebut
dengan hukuman tersebut, karena tujuan dari pemberlakuan hukuman itu ialah
pemberian rasa jera, bukan perusakkan atau penghancuran.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik dari Nabi Muhammad, dia bersabda,
“Sesungguhnya Nabi Allah Ayub AS diuji dengan musibah tersebut selama delapan belas
tahun, di mana keluarga dekat serta keluarga yang jauh telah menolaknya dan
mengusirnya kecuali dua orang laki-laki dari saudara-saudaranya, di mana
keduanya telah memberinya makan dan mengunjunginya. Kemudian pada suatu hari
salah seorang dari kedua saudaranya itu berkata kepada saudaranya yang satu,
‘Demi Allah, perlu diketahui, bahwa Ayub telah melakukan suatu dosa yang belum
pernah dilakukan siapa pun di dunia ini.’ Sahabatnya itu bertanya, ‘Dosa apakah
itu?.’ Saudaranya tadi berkata, ‘Selama delapan belas tahun Allah tidak
merahmatinya, sehingga menyembuhkannya dari penyakit yang dideritanya.’ Ketika
keduanya mengunjungi Ayyub AS maka salah seorang dari kedua saudaranya itu
tidak dapat menahan kesabarannya, sehingga ia menyampaikan pembicaraan tersebut
kepadanya. Ayyub AS menjawab, ‘Aku tidak mengetahui apa yang kamu berdua
bicarakan, kecuali Allah Ta’ala telah memberitahukan; bahwa aku diperintah
untuk mendatangi dua orang laki-laki yang berselisih supaya keduanya mengingat Allah.
Sedang aku akan kembali ke rumahku dan menutup diri dari keduanya, karena
merasa benci mengingat Allah, kecuali dalam kebanaran.’”
Nabi Muhammad bersabda, “Ketika Ayyub AS pergi menunaikan hajatnya maka
istrinya memegang tangannya hingga selesai. Suatu hari istrinya datang
terlambat dan Ayyub AS menerima wahyu,
‘Hantamkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan minum.’ (Shad: 42)
Ketika istrinya datang dan bermaksud menemuinya, maka ia melayangkan
pandangannya dalam keadaan tertegun, dan Ayyub AS menyambutnya dalam rupa di
mana Allah telah menyembuhkan penyakit yang dideritanya, dan rupanya sangat
tampan seperti semula. Ketika istrinya melihatnya, seraya bertanya, ‘Semoga
Allah memberkatimu, apakah engkau melihat nabi Allah yang sedang diuji? Demi
Allah, bahwa aku melihatnya mirip denganmu saat ia sehat.’ Ayyub AS menjawab,
‘Sesungguhnya aku ini adalah dia.’ Ketika itu di hadapannya terdapat dua buah
gundukan yaitu gundukan gandum dan jewawut. Kemudian Allah mengirim dua buah
awan, di mana ketika salah satunya menaungi gundukan gandum, maka tercurah
padanya emas hingga penuh, sedangkan pada gundukan jewawut tercurah mata uang
hingga penuh.” (HR. Abu Ya’la, 3617, yang dishahihkan al-Hakim (2/581-582) dan
Ibnu Hibban (2091) serta al-Albani dalam kitab Shahîh-nya no. 17).
Ayyub adalah salah seorang manusia pilihan dari sejumlah manusia
pilihan yang mulia. Allah telah menceritakan dalam kitab-Nya dan memujinya
dengan berbagai sifat yang terpuji secara umum dan sifat sabar atas ujian
secara khusus. Allah telah mengujinya dengan anaknya, keluarganya dan hartanya,
kemudian dengan tubuhnya. Allah telah mengujinya dengan ujian yang tidak pernah
ditimpakan kepada siapa pun, tetapi ia tetap sabar dalam menunaikan perintah
Allah dan terus-menerus bertaubat kepada-Nya.
Setelah Nabi Ayub menderita penyakit kronis dalam jangka waktu
yang cukup lama, di mana sahabat dan keluarganya telah
melupakannya, maka ia menyeru Rabbnya, "(Ya Rabbku), sesungguhnya aku
telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Yang Maha Penyayang di antara semua
penyayang." (Al-Anbiya’: 83). Dikatakan kepadanya, "Hantamkanlah
kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan minum." (Shod: 42). Nabi
Ayyub AS menghantamkan kakinya, maka memancarlah mata air yang dingin karena
hantaman kakinya tersebut. Dikatakan kepadanya, "Minumlah darinya serta
mandilah." Nabi Ayyub AS melakukannya, maka Allah Ta’ala menghilangkan penyakit
yang menimpa bathinnya dan lahirnya.
Kemudian Allah mengembalikan kepadanya; keluarganya, hartanya,
sejumlah ni’mat serta kebaikan yang dikaruniakan kepadanya dalam jumlah yang
banyak. Dengan kesabarannya itu maka ia merupakan suri teladan bagi orang-orang
yang sabar, penghibur bagi orang-orang yang mendapat ujian atau ditimpa musibah
serta pelajaran berharga bagi orang-orang yang mau mengambil pelajaran.*
Ketika Ayyub sakit, maka ia menemukan kepingan uang milik istrinya yang diperoleh dari
hasil pekerjaannya melakukan sesuatu, sehingga ia bersumpah akan mencambuknya
seratus kali cambukan. Kemudian Allah meringankannya dari Nabi Ayyub dan
istrinya, seraya dikatakan kepadanya: "Dan ambillah dengan tanganmu seikat
(rumput)." Yakni seikat jerami, ilalang, tangkai atau yang lainnya
sebanyak seratus biji, kemudian pukullah ia dengannya "… dan janganlah
kamu melanggar sumpah." (Shod: 44). Yakni melanggar sumpahmu.
Dalam ayat di atas terdapat dalil bahwa kifarat sumpah tidak
disyari’atkan kepada seseorang sebelum syari’at kita, serta kedudukan sumpah di
hadapan mereka adalah sama dengan nazdar, yang mesti dipenuhi.
Juga dalam ayat tersebut terdapat dalil, bahwa bagi orang yang
tidak mungkin dilaksanakan hukuman had atasnya karena kondisinya yang lemah
atau alasan lainnya, hendaklah diberlakukan kepadanya hukuman yang disebut
dengan hukuman tersebut, karena tujuan dari pemberlakuan hukuman itu ialah
pemberian rasa jera, bukan perusakkan atau penghancuran.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik dari Nabi Muhammad, dia bersabda,
“Sesungguhnya Nabi Allah Ayub AS diuji dengan musibah tersebut selama delapan belas
tahun, di mana keluarga dekat serta keluarga yang jauh telah menolaknya dan
mengusirnya kecuali dua orang laki-laki dari saudara-saudaranya, di mana
keduanya telah memberinya makan dan mengunjunginya. Kemudian pada suatu hari
salah seorang dari kedua saudaranya itu berkata kepada saudaranya yang satu,
‘Demi Allah, perlu diketahui, bahwa Ayub telah melakukan suatu dosa yang belum
pernah dilakukan siapa pun di dunia ini.’ Sahabatnya itu bertanya, ‘Dosa apakah
itu?.’ Saudaranya tadi berkata, ‘Selama delapan belas tahun Allah tidak
merahmatinya, sehingga menyembuhkannya dari penyakit yang dideritanya.’ Ketika
keduanya mengunjungi Ayyub AS maka salah seorang dari kedua saudaranya itu
tidak dapat menahan kesabarannya, sehingga ia menyampaikan pembicaraan tersebut
kepadanya. Ayyub AS menjawab, ‘Aku tidak mengetahui apa yang kamu berdua
bicarakan, kecuali Allah Ta’ala telah memberitahukan; bahwa aku diperintah
untuk mendatangi dua orang laki-laki yang berselisih supaya keduanya mengingat Allah.
Sedang aku akan kembali ke rumahku dan menutup diri dari keduanya, karena
merasa benci mengingat Allah, kecuali dalam kebanaran.’”
Nabi Muhammad bersabda, “Ketika Ayyub AS pergi menunaikan hajatnya maka
istrinya memegang tangannya hingga selesai. Suatu hari istrinya datang
terlambat dan Ayyub AS menerima wahyu,
‘Hantamkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan minum.’ (Shad: 42)
Ketika istrinya datang dan bermaksud menemuinya, maka ia melayangkan
pandangannya dalam keadaan tertegun, dan Ayyub AS menyambutnya dalam rupa di
mana Allah telah menyembuhkan penyakit yang dideritanya, dan rupanya sangat
tampan seperti semula. Ketika istrinya melihatnya, seraya bertanya, ‘Semoga
Allah memberkatimu, apakah engkau melihat nabi Allah yang sedang diuji? Demi
Allah, bahwa aku melihatnya mirip denganmu saat ia sehat.’ Ayyub AS menjawab,
‘Sesungguhnya aku ini adalah dia.’ Ketika itu di hadapannya terdapat dua buah
gundukan yaitu gundukan gandum dan jewawut. Kemudian Allah mengirim dua buah
awan, di mana ketika salah satunya menaungi gundukan gandum, maka tercurah
padanya emas hingga penuh, sedangkan pada gundukan jewawut tercurah mata uang
hingga penuh.” (HR. Abu Ya’la, 3617, yang dishahihkan al-Hakim (2/581-582) dan
Ibnu Hibban (2091) serta al-Albani dalam kitab Shahîh-nya no. 17).
Nabi Zulkifli
A.S
Zulkifli (Arab: ذو الكفل, Dzū'l-Kifl) (sekitar 1500-1425 SM)
adalah salah satu nabi dalam ajaran Islam yang diutus kepada kaum Amoria di Damaskus. Ia diangkat menjadi nabi pada tahun 1460 SM dan
diutus untuk mengajarkan tauhid kepada kaumnya yang
menyembah berhala supaya menyembah Tuhan Yang Maha Esa, taat
beribadah, dan membayar zakat. Ia memiliki
2 orang anak dan meninggal ketika berusia 95 tahun di Damaskus Syiria. Namanya
disebutkan sebanyak 2 kali di dalam Al-Quran.
Beberapa umat muslim masih mempertanyakan
statusnya sebagai nabi. Tetapi ada juga sejumlah umat muslim yang percaya bahwa
ia adalah orang beriman dan penyabar yang disebutkan dalam Al-Qur'an namun bukan seorang nabi.
Etimologi
Julukan Zulkifli ia dapat ketika pada suatu hari,
seorang raja mengumpulkan rakyatnya dan bertanya, "Siapakah yang sanggup
berlaku sabar, jika siang berpuasa dan jika malam beribadah?" Tak ada
seorang pun yang berani menyatakan kesanggupannya. Menurut Mufassirin, akhirnya seorang anak muda yang
bernama asli Basyar mengacungkan tangan dan
berkata ia sanggup melakukan itu. Sejak saat itulah ia dipanggil dengan julukan
Zulkifli yang artinya 'Sanggup'.
Riwayat Hidup
Riwayat Zulkifli sedikit sekali disebutkan dalam
Al-Qur'an. Ia adalah putra Nabi
Ayub yang lolos dari reruntuhan
rumah Nabi Ayub yang menewaskan semua anak Nabi Ayub. Zulkifli
adalah orang yang taat beribadah. Ia melakukan sembahyang seratus kali dalam
sehari.
Menjadi raja
Suatu ketika, raja di negeri Rom saat itu, Nabi
Ilyasa sudah semakin tua. Karena tak memiliki calon pengganti, raja
mengadakan sayembara kepada kaum Rom, bahwa siapapun yang berpuasa di siang hari, beribadah di malam hari, dan tidak melakukan
marah, ia akan diangkat menjadi raja.
“
Apabila Al-Yasa AS
(Nabi Ilyasa) meningkat tua, dan ingin memberikan tugas untuk memimpin bangsa Israel kepada
yang sesuai. Baginda mengumumkan: Hanya orang tersebut akan dipertimbangkan
untuk menggantikan baginda dan yang berpuasa pada siang hari, mengingati
Allah pada malam hari dan menahan diri daripada sifat marah. Salah seorang
daripada mereka (Basyar) berdiri dan berkata: Aku akan patuh kepada
syarat-syarat tersebut. Baginda mengulangi syarat-syarat itu semula sebanyak
tiga kali dan lelaki yang sama berjanji dengan bersungguh-sungguh akan
memenuhi syarat-syarat tersebut. Maka dia dilantik untuk membawa tugas
tersebut.
”
Dari kutipan riwayat di atas, Basyar menyanggupi
semua persyaratan yang diberikan raja kepadanya. Ia pun dinobatkan menjadi
raja. Pada masa pemimpinannya, ia berjanji kepada rakyatnya untuk menjadi hakim
adil dalam menyelesaikan perkara. Karena keadilan dia, maka ia disebut sebagai
Zulkifli pada masa itu.
Gangguan setan
Allah mengangkatnya sebagai nabi dan rasul. Setelah
beberapa lama menjadi raja, dia memenuhi segala janjinya, sehingga Allah
memberinya ujian kepadanya dengan setan yang berkeinginan untuk menggoyahkan
imannya.
Suatu ketika, setan menjelma sebagai musafir
lelaki tua. Keinginannya adalah membuat marah Zulkifli. Ia memaksa penjaga
untuk dapat masuk istana dan menemui Zulkifli pada larut malam. Lelaki tua itu
diizinkan masuk oleh penjaga istana. Dalam pertemuan tersebut, setan mengadu
kepada Zulkifli tentang kekejaman orang lain terhadap dirinya. Namun Zulkifli
menyuruhnya untuk datang besok malam ketika kedua belah pihak sudah merasa siap
untuk bertemu. Namun musafir tersebut mengingkarinya dan malah datang pagi
hari.
Keesokan harinya, musafir tersebut datang dan
mengadu seperti pada malam sebelumnya. Maka Zulkifli menyuruhnya untuk datang
pada malam hari saja. Lelaki itu berjanji dengan bersungguh-sungguh pada Zulkifli
untuk datang pada malam hari. Namun ia mengingkarinya.
Pada hari yang ketiga, musafir itu datang lagi.
Pada kali ini, tidak ada tanggapan dari Zulkifli. Maka setan itu tersebut
menyelinap menembus pintu dan menunjukkan dirinya kepada Zulkifli. Zulkifli
sangat terkejut melihat jelmaan setan tersebut. Lalu dia pun mengtahui bahwa
musafir itu adalah setan yang mencoba membuatnya marah namun setan itu gagal.
Karena keberhasilan Zulkifli menahan amarah, maka oleh Allah ia diangkat
sebagai seorang nabi.
Kaum Rom
Nabi Zulkifli diutus oleh Allah kepada kaum Rom
agar selalu mengingat satu Tuhan dan tidak menyembah berhala. Suatu ketika
terjadi pemberontakan di negerinya oleh orang-orang yang durhaka kepada Allah.
Zulkifli menyeru pada rakyatnya agar berperang, namun mereka semua takut mati
sehingga tak seorang pun yang mau berperang. Mereka pun meminta Zulkifli untuk
berdoa kepada Allah SWT agar mereka semua tidak mati dan menang dalam perang.
Zulkifli pun berdoa kepada Allah dan Allah pun mengabulkan doanya.
Referensi al-Qur'an
Zulkifli disebutkan dalam ayat Al-Qur'an Surat Al
Anbiyaa' dan Surat Shaad:
“
...dan
(ingatlah kisah) Ismail, Idris dan Zulkifli. Semua mereka termasuk
orang-orang yang sabar. Kami telah memasukkan mereka kedalam rahmat Kami.
Sesungguhnya mereka termasuk orang-orang yang saleh (Surah Al-Anbiya':85-86)
”
“
...dan
ingatlah akan Ismail, Ilyasa' dan Zulkifli. Semuanya termasuk orang-orang
yang paling baik (Surah Sad:48)
”
Dalam kedua masalah tersebut, Zulkifli yang
disebut sebagai nabi dalam Al-Qur'an tersebut dapat juga merupakan orang lain
yang tidak disebut dalam ayat tersebut.
Pendapat dan kontroversi tentang
Zulkifli
Sebagian
muslim sependapat dengan pandangan Muhammad bin Jarir al-Tabari, mengangap Zulkifli
adalah orang baik dan sabar yang selalu menolong kaumnya dan membela kebenaran,
namun bukan seorang nabi. Sebagian lainnya percaya bahwa dia seorang nabi.
Menurut
Baidawi, Zulkifli seperti dengan nabi Yahudi bernama Yehezkiel yang dibawa ke Babilonia
setelah kehancuran Yerusalem.
Baginda dirantai dan dipenjarakan oleh Raja Nebukadnezar.
Baginda menghadapi segala kesusahan dengan sabar dan mencela perbuatan mungkar Bani Israil.
Menurut
versi lain nama aslinya Waidiah bin Adrin. Ia nabi bagi penduduk Suriah dan sekitarnya. Ia
membangun kota Kifl di Irak.
Ada
dua tempat yang diyakini sebagai makam Zulkifli. Pertama di Kifl, Irak dekat Najaf dan Al-Hillah dan yang kedua di Nawa, Suriah.
“
Apabila Al-Yasa AS
(Nabi Ilyasa) meningkat tua, dan ingin memberikan tugas untuk memimpin bangsa Israel kepada
yang sesuai. Baginda mengumumkan: Hanya orang tersebut akan dipertimbangkan
untuk menggantikan baginda dan yang berpuasa pada siang hari, mengingati
Allah pada malam hari dan menahan diri daripada sifat marah. Salah seorang
daripada mereka (Basyar) berdiri dan berkata: Aku akan patuh kepada
syarat-syarat tersebut. Baginda mengulangi syarat-syarat itu semula sebanyak
tiga kali dan lelaki yang sama berjanji dengan bersungguh-sungguh akan
memenuhi syarat-syarat tersebut. Maka dia dilantik untuk membawa tugas
tersebut.
”
“
...dan
(ingatlah kisah) Ismail, Idris dan Zulkifli. Semua mereka termasuk
orang-orang yang sabar. Kami telah memasukkan mereka kedalam rahmat Kami.
Sesungguhnya mereka termasuk orang-orang yang saleh (Surah Al-Anbiya':85-86)
”
“
...dan
ingatlah akan Ismail, Ilyasa' dan Zulkifli. Semuanya termasuk orang-orang
yang paling baik (Surah Sad:48)
”
Nabi Harun A.S
Harun (Bahasa Arab هارو, Inggris:Aaron) (sekitar 1531-1408 SM)
adalah salah seorang nabi yang telah diminta oleh Nabi Musa pada Allah dalam membantu memperkembangkan agama
Allah. Ia diangkat menjadi nabi pada tahun 1450 SM. Ia ditugaskan berdakwah
kepada para Firaun Mesir dan Bani Israil di
Sina, Mesir.
Namanya disebutkan sebanyak 19 kali di dalam Al-Quran dan wafat di Tanah Tih.
Harun (Bahasa Arab هارو, Inggris:Aaron) (sekitar 1531-1408 SM)
adalah salah seorang nabi yang telah diminta oleh Nabi Musa pada Allah dalam membantu memperkembangkan agama
Allah. Ia diangkat menjadi nabi pada tahun 1450 SM. Ia ditugaskan berdakwah
kepada para Firaun Mesir dan Bani Israil di
Sina, Mesir.
Namanya disebutkan sebanyak 19 kali di dalam Al-Quran dan wafat di Tanah Tih.
Genealogi
Harun adalah kakak kandung dari Musa,
maka silsilahnya adalah sebagai berikut Harun bin Imran bin Qahits bin Lawi bin Yaʿqub bin Ishak bin Ibrahim. Menurut situs web scribd.com,
silsilahnya adalah sebagai berikut, Harun bin Imran bin Fahis bin 'Azir bin
Lawi bin Yaqub bin Ishaq bin Ibrahim bin
Azara bin Nahur bin Suruj bin Ra'u bin Falij bin 'Abir bin Syalih bin Arfahsad
bin Syam bin Nuh.
Harun adalah kakak kandung dari Musa,
maka silsilahnya adalah sebagai berikut Harun bin Imran bin Qahits bin Lawi bin Yaʿqub bin Ishak bin Ibrahim. Menurut situs web scribd.com,
silsilahnya adalah sebagai berikut, Harun bin Imran bin Fahis bin 'Azir bin
Lawi bin Yaqub bin Ishaq bin Ibrahim bin
Azara bin Nahur bin Suruj bin Ra'u bin Falij bin 'Abir bin Syalih bin Arfahsad
bin Syam bin Nuh.
Biografi
Dia ialah kakak Nabi Musa, diutus untuk membantu Musa memimpin
Bani Israel ke jalan yang benar.
Firman Allah bermaksud: “...dan Kami telah menganugerahkan
kepadanya sebagian rahmat Kami, yaitu saudaranya, Harun menjadi seorang nabi.”
Harun dilahirkan tiga tahun sebelum Musa. Harun merupakan putra
sulung Amram dari suku Lawwy. Ia merupakan nabi yang diutus kepada Bani Israel
ketika menggembara di Mesir, dengan menggantikan peran Musa untuk sementara
ketika harus melarikan diri ke negeri Midian. Ia yang fasih berbicara dan
mempunyai pendirian tetap sering mengikuti Musa dalam menyampaikan dakwah
kepada Firaun, Hamman dan Qarun. Nabi Musa sendiri mengakui saudaranya fasih
berbicara dan berdebat, seperti diceritakan al-Quran: “Dan saudaraku Harun, dia
lebih fasih lidahnya daripadaku, maka utuslah dia bersamaku sebagai pembantuku
untuk membenarkan (perkataan) ku, sesungguhnya aku khawatir mereka akan
berdusta.” Selama ditinggal Nabi Musa untuk bersemedi di Thur Sina, Harun juga diberikan
amanah untuk mengawasi dan memimpin penduduk Bani Israel dari perbuatan
mungkar, dan juga menyekutukan Allah dengan benda lain. Musa berkata kepada
Harun: “Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku dan perbaikilah, jangan kamu
mengikuti jalan orang yang melakukan kerusakan.”
Bagaimanapun, selama kepergian Musa ke Thur Sina, berlaku ujian
terhadap Bani Israel. Sebagian mereka menyekutukan Allah dengan menyembah anak lembu yang
terbuat dari emas oleh Samiri. Mereka menyembah patung lembu itu
setelah terpedaya dengan tipu muslihat Samiri yang menjadikannya bisa
berbicara. Harun sudah mengingatkan mereka bahwa perbuatan itu adalah dosa
besar, namun segala nasihat dan amaran berkaitan dengan itu tidak dipedulikan.
Selepas menyepi selama 40 hari untuk menerima panggilan Ilahi,
Musa kembali kepada kaumnya dan sungguh terkejut dengan perbuatan menyembah
patung sapi itu. Musa bukan saja marah kepada
kaumnya, malah Harun sendiri turut ditarik kepala dan janggutnya. Musa bertanya
kepada Harun: “Wahai Harun, apa yang menghalangi engkau dari mencegah mereka
ketika engkau melihat mereka sesat? Apakah engkau tidak mengikuti aku atau
engkau menduharkai perintahku?”. Harun berkata: “Wahai saudaraku, janganlah
engkau merenggut janggutku dan janganlah engkau menarik kepalaku, sesungguhnya
aku takut engkau akan berkata, “engkau mengadakan perpecahan dalam Bani Israel
dan engkau tidak memelihara perkataanku.” Kemudian Musa mendapatkan Samiri,
lalu berkata: “Pergilah kamu dari sini bersama pengikutmu. Patung sapi itu yang menjadi tuhanmu akan aku
bakar, kemudian aku akan hanyutkan ke dalam laut. Kamu dan pengikutmu pasti
mendapat azab.”
Nabi Harun hidup selama 122 tahun. Dia wafat 11 bulan sebelum
kematian Musa, di daerah al Tiih, yaitu sebelum Bani Israil memasuki Palestina. Mengenai Bani Israel, mereka memang
keras kepala, banyak permasalahan dan sulit dipimpin, namun dengan kesabaran
Musa dan Harun, mereka dapat dipimpin supaya mengikuti syariat Allah, seperti
terkandung dalam Taurat ketika itu.
Dia ialah kakak Nabi Musa, diutus untuk membantu Musa memimpin
Bani Israel ke jalan yang benar.
Firman Allah bermaksud: “...dan Kami telah menganugerahkan
kepadanya sebagian rahmat Kami, yaitu saudaranya, Harun menjadi seorang nabi.”
Harun dilahirkan tiga tahun sebelum Musa. Harun merupakan putra
sulung Amram dari suku Lawwy. Ia merupakan nabi yang diutus kepada Bani Israel
ketika menggembara di Mesir, dengan menggantikan peran Musa untuk sementara
ketika harus melarikan diri ke negeri Midian. Ia yang fasih berbicara dan
mempunyai pendirian tetap sering mengikuti Musa dalam menyampaikan dakwah
kepada Firaun, Hamman dan Qarun. Nabi Musa sendiri mengakui saudaranya fasih
berbicara dan berdebat, seperti diceritakan al-Quran: “Dan saudaraku Harun, dia
lebih fasih lidahnya daripadaku, maka utuslah dia bersamaku sebagai pembantuku
untuk membenarkan (perkataan) ku, sesungguhnya aku khawatir mereka akan
berdusta.” Selama ditinggal Nabi Musa untuk bersemedi di Thur Sina, Harun juga diberikan
amanah untuk mengawasi dan memimpin penduduk Bani Israel dari perbuatan
mungkar, dan juga menyekutukan Allah dengan benda lain. Musa berkata kepada
Harun: “Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku dan perbaikilah, jangan kamu
mengikuti jalan orang yang melakukan kerusakan.”
Bagaimanapun, selama kepergian Musa ke Thur Sina, berlaku ujian
terhadap Bani Israel. Sebagian mereka menyekutukan Allah dengan menyembah anak lembu yang
terbuat dari emas oleh Samiri. Mereka menyembah patung lembu itu
setelah terpedaya dengan tipu muslihat Samiri yang menjadikannya bisa
berbicara. Harun sudah mengingatkan mereka bahwa perbuatan itu adalah dosa
besar, namun segala nasihat dan amaran berkaitan dengan itu tidak dipedulikan.
Selepas menyepi selama 40 hari untuk menerima panggilan Ilahi,
Musa kembali kepada kaumnya dan sungguh terkejut dengan perbuatan menyembah
patung sapi itu. Musa bukan saja marah kepada
kaumnya, malah Harun sendiri turut ditarik kepala dan janggutnya. Musa bertanya
kepada Harun: “Wahai Harun, apa yang menghalangi engkau dari mencegah mereka
ketika engkau melihat mereka sesat? Apakah engkau tidak mengikuti aku atau
engkau menduharkai perintahku?”. Harun berkata: “Wahai saudaraku, janganlah
engkau merenggut janggutku dan janganlah engkau menarik kepalaku, sesungguhnya
aku takut engkau akan berkata, “engkau mengadakan perpecahan dalam Bani Israel
dan engkau tidak memelihara perkataanku.” Kemudian Musa mendapatkan Samiri,
lalu berkata: “Pergilah kamu dari sini bersama pengikutmu. Patung sapi itu yang menjadi tuhanmu akan aku
bakar, kemudian aku akan hanyutkan ke dalam laut. Kamu dan pengikutmu pasti
mendapat azab.”
Nabi Harun hidup selama 122 tahun. Dia wafat 11 bulan sebelum
kematian Musa, di daerah al Tiih, yaitu sebelum Bani Israil memasuki Palestina. Mengenai Bani Israel, mereka memang
keras kepala, banyak permasalahan dan sulit dipimpin, namun dengan kesabaran
Musa dan Harun, mereka dapat dipimpin supaya mengikuti syariat Allah, seperti
terkandung dalam Taurat ketika itu.
Nabi Ilyas A.S
Ilyas (bahasa
Arab: إلياس ) (sekitar 910-850 SM) adalah seorang utusan Allah. Ilyas merupakan keturunan ke-4
dari Nabi Harun.
Ia diangkat menjadi nabi pada tahun 870 SM dan ditugaskan berdakwah kepada
orang-orang Finisia dan Bani Israel yang
menyembah berhala bernama Baal di Kota Baalbak, Syam.
Kota Baalbak diambil dari nama berhala yang mereka sembah. Namanya disebutkan
sebanyak 2 kali di dalam Al-Quran. Menurut kisah Islam ia tidak wafat tetapi
diangkat ke sisi Allah.
Genealogi]
Ilyas bin Yasin bin Fanhas dari keturunan Harun bin Imran.
Kisah Ilyas
Ilyas berulang kali memperingatkan kaumnya, namun mereka tetap
durhaka. Karena itulah Allah menurunkan musibah kekeringan selama
bertahun-tahun, sehingga mereka baru tersadar bahwa seruan Nabi Ilyas itu
benar. Setelah kaumnya tersadar, Nabi Ilyas AS berdoa kepada Allah SWT agar
musibah kekeringan itu dihentikan. Namun setelah musibah itu berhenti, dan
perekonomian mereka memulih, mereka kembali durhaka kepada Allah SWT. Akhirnya
kaum Nabi Ilyas kembali ditimpa musibah yang lebih berat daripada sebelumnya, yaitu
gempa bumi yang dahsyat sehingga mereka mati bergelimpangan.
Selesailah halaman kehidupan dunia dan mereka dihadirkan di
hadapan Allah pada hari kiamat. Allah menceritakan hal tersebut dalam
firman-Nya:
“
|
...dan sesungguhnya Ilyas termasuk
salah seorang dari rasul-rasul. (Ingatlah) ketika ia berkata kepada kaumnya:
'Mengapa kamu tidak bertakwa? Pantaskah kamu menyembah Ba'l dan kamu
tinggalkan sebaik-baik Pencipta, yaitu Allah Tuhanmu dan Tuhan bapak-bapakmu
yang terdahulu?' Maka mereka mendustakannya, karena itu mereka akan diseret
(ke neraka), kecuali hamba-hamba Allah yang dibersihkan (dari dosa), dan Kami
abadikan untuk Ilyas (pujian yang baik) di halangan orang-orang yang datang
kemudian. (Yaitu) kesejahteran dilimpahkan atas Ilyas? Sesungguhnya
demikianlah Kami memberi balasan hepada orang-orang yang berbuat baik.
Sesungguhnya dia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman." (QS.
ash-Shaffat: 123-132)
|
”
|
Hanya ayat-ayat yang pendek ini yang Allah sebutkan berkaitan
dengan kisah Nabi Ilyas, dan pendapat yang paling kuat adalah pendapat yang
menyatakan bahwa Ilyas adalah seorang nabi yang bernama Ilya dalam Taurat. Injil Barnabas mengemukakan nasihat-nasihat Ilya.
Tentu nasihat-nasihat tersebut tidak begitu terkenal dalam Taurat. Kami akan
menyebutkan nasihat-nasihat tersebut karena di dalamnya terdapat hikmah yang dalam
dan ketulusan hati. Pesan tersebut terdapat dalam injil Barnabas dari ayat 23
sampai ayat 49. Disebutkan di dalamnya bahwa "Ilyas adalah hamba Allah.
Hal ini ditulis bagi semua orang yang menginginkan untuk berjalan bersama Allah
Pencipta mereka. Sesungguhnya orang yang senang untuk banyak belajar maka ia
akan takut kepada Allah. Karena orang yang takut kepada Allah, maka ia tidak
akan merasa puas untuk mengetahui apa-apa yang diinginkan Allah saja. Hendaklah
orang-orang yang menginginkan untuk mengerjakan amal-amal yang saleh
memperhatikan diri mereka karena seseorang tidak akan memperoleh manfaat ketika
mendapati dunia, mendapatkan keuntungan sementara ia mendapati kerugian.
Selanjutnya, hendaklah orang yang mengajari orang lain berusaha
untuk lebih baik daripada orang lain, karena tidak akan bermanfaat suatu
nasihat yang diberikan oleh orang yang tidak mengamalkan apa yang dikatakannya.
Sebab, bagaimana seorang yang salah dapat memperbaiki kehidupannya sementara ia
mendengar seorang yang lebih buruk darinya berusaha untuk mengajarinya.
Kemudian hendaklah orang yang mencari Allah berusaha lari dari percakapan
dengan manusia karena Musa ketika berada sendirian di atas gunung Saina' maka
dia menemukan Allah dan berdialog dengan-Nya sebagaimana seorang pecinta
berdialog dengan kekasihnya.
Hendaklah orang-orang yang mencari Allah berusaha keluar sekali
setiap tiga puluh kali ke tempat yang biasa di jadikan perkumpulan oleh
masyarakat dunia. Karena boleh jadi ia dapat melakukan suatu amal pada satu
hari saja namun dihitung amalnya itu selama dua tahun, khususnya berkaitan
dengan pekerjaan yang di situ ia mencari ridha Allah. Hendaklah ketika ia
berbicara tidak melihat ke arah mana pun kecuali ke arah dua kakinya, dan
ketika ia berbicara hendaklah mengatakan hal yang penting saja. Hendaklah ketika
ia makan tidak berdiri dari meja makan dalam keadaan kekenyangan.
Hendaklah mereka berpikir setiap hari karena boleh jadi mereka
tidak akan menemui hari berikutnya, dan hendaklah mereka benar-benar
memanfaatkan waktu mereka sebagaimana mereka selalu bernapas. Hendaklah satu
baju dari kulit binatang cukup untuk mereka. Hendaklah mereka setiap malam
berusaha untuk tidur tidak lebih dari dua jam. Hendaklah mereka berusaha
berdiri di tengah-tengah salat dengan rasa takut.
Kerjakanlah semua ini dalam rangka mengabdi kepada Allah dengan
menjunjung tinggi syariat-Nya yang Allah karuniakan kepada kalian melalui Nabi Musa.
Karena dengan cara seperti ini, kalian akan menemukan Allah dan kalian akan
merasakan pada setiap zaman dan tempat bahwa kalian berada di bawah naungan
Allah dan Dia akan selalu bersama kalian." Demikianlah apa-apa yang
disebutkan dalam Injil Barnabas melalui tulisan Ilyas.